Anda di halaman 1dari 8

PENDAHULUAN

Anak Berbakat Akademik secara fitrah memiliki kebutuhan untuk berkembang, sehingga
mereka memerlukan bantuan yang berarti dari orang dewasa di sekitarnya, baik orang tua atau
guru. Selama proses pertumbuhan dan perkembangannya untuk mencapai perkembangan
optimal yg kehadirannya diharapkan lebih bermanfaat bagi orang lain. Pada kenyataannya,
sebagian besar orang tua Anak Berbakat Akademik dan guru atau pihak lainnya belum mampu
menunjukkan kontribusinya secara bermakna. Hal ini diperkuat dengan masih banyak anak
berbakat yang terabaikan potensinya oleh orangtua pada usia dini. Kondisi yang demikian diduga
dapat disebabkan oleh kurangnya informasi tentang anak berbakat akademik pada orang tua dan
kurangnya peduli terhadap pendidikannya. Untuk dapat mengantarkan anak berbakat akademik
dapat mengembangkan diri secara optimal, maka salah satu strateginya adalah meningkatkan
peran orangtua secara lebih bermakna.

Dalam rentang perkembangan individu, eksistensi perkembangan aspek kepribadian


sebagai salah satu elemen psikis memberi kontribusi cukup besar dalam proses aktualisasi diri
setiap individu yg akan merasakan kepuasan dalam dirinya ketika ia mampu melakukan
aktualisasi diri terhadap dinamika kehidupan di sekitarnya melalui pengembangan kepribadian
yang ia miliki serta ia yakini dan dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Eksistensi
perkembangan kepribadian sangat dipengaruhi oleh bagaimana suatu individu memiliki
pemahaman tentang dirinya. Pemahaman terhadap kualitas diri individu tersebut tentang baik
maupun buruk, tinggi atau rendah, kuat maupun lemah, dan segala hal tentang dirinya yg akan
melakukan proses kristalisasi dan membentuk sebuah elemen psikis yang disebut dengan konsep
diri. Konsep diri inilah yang akan mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang dan
berimbas pula pada perjalanan hidup individu itu sendiri.

Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam dinamika perkembangan konsep diri
adalah terdapat dalam diri anak berkebutuhan khusus. Banyak penelitian yang telah dilakukan
pada beberapa kategori yang terdapat dalam anak berkebutuhan khusus terkait dengan
bagaimana konsep diri mereka. Sering kali lingkungan di sekitar anak berkebutuhan khusus
menjadi kontributor terbesar dalam terbentuknya konsep diri yang buruk terhadap mereka.
Misalnya pada orang tua yg memiliki anak retardasi mental berada dalam situasi yang sulit
karena sikap masyarakat dalam memandang kondisi anak mereka, sehingga merasa malu karena
anak mereka cacat, yang dapat berakibat penolakan pada anak dengan retardasi mental. Oleh
karena itu, maka perlu pemahaman lingkungan terhadap anak dengan kebutuhan khusus yang
dapat diperankan oleh masyarakat secara umum, khususnya bagi orang tua, maupun guru sebagai
pelaku didik mereka mengenai hal yang terdapat dalam diri mereka meliputi karakteristik mereka
serta pemahaman tentang pendampingan dan pendidikan apa yang dapat diberikan bagi anak
dengan kebutuhan khusus untuk membentuk konsep diri yang baik bagi mereka agar kelak di
masa depannya mereka dapat mandiri bahkan ikut berkontribusi terhadap lingkungan di sekitar
mereka.

Banyak para ahli yang mengemukakan tentang definisi dari konsep diri. Diantaranya
adalah Seifert dan Hoffnung (1994) yang mengidentifikasi bahwa konsep diri adalah pemahaman
diri (sense of self), yakni suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri. Santrock
(1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri.
Sementara itu Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambar diri
yang meliputi persepsi seseorang tentang dirinya, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan dirinya (Desmita, 2009: 180).

William H. Fits (1971) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting
dalam diri seseorang, dimana konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Fits menjelaskan konsep diri secara fenomenologis dan
mengatakan bahwa ketika individu mempersepsi dirinya, memberikan arti dan penilaian serta
membentuk abstraksi tentang dirinya berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri (self
awareness) dan kemampuan untuk keluar dari diri sendiri untuk melihat dirinya seperti yang ia
lakukan terhadap dunia di luar dirinya. Diri secara keseluruhan (total self) seperti yang dialami
individu disebut juga diri fenomenal. Diri fenomenal ini adalah diri yang diamati, dialami, dan
dinilai oleh individu sendiri, yaitu diri yang ia sadari. Keseluruhan kesadaran atau persepsi ini
merupakan gambaran tentang diri atau konsep diri individu (dalam Agustiani, 2006: 138-139).

Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh bagaimana kondisi individu secara
keseluruhan. Tiga faktor pembentuk konsep diri yang meliputi :

1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal yang memunculkan perasaan positif dan


perasaan berharga.
2. kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain
3. aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.

Pada anak berkebutuhan khusus dengan begitu banyaknya keterbatasan baik secara fisik
maupun mental tentu menjadi hal yang tidak mudah dalam membangun konsep diri yang positif
bagi mereka. Dalam realita yang ada banyak penolakan dan persepsi yang buruk yang diberikan
oleh lingkungan dimana anak berkebutuhan khusus berada seperti orang tua, guru, keluarga,
teman dan masyarakat secara luas. Disadari atau tidak, kondisi fisik maupun mental yang
berbeda yang melekat pada diri anak berkebutuhan khusus kerap menjadi stimulus yang
memancing respons yang kurang bersahabat bagi proses perkembangan diri anak berkebutuhan
khusus. Sikap resistensi orang tua, guru maupun teman serta keluarga yang di persepsi oleh ABK
kerap berdampak pada perkembangan yang buruk dalam aspek kepribadian ABK. Secara
berkepanjangan kondisi ini akan menciptakan perasaan inferior dalam diri mereka yang pada
proses yang panjang akan melahirkan konsep diri yang buruk pada diri ABK.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah prosedur yang digunakan dalam upaya untuk mendapatkan data
ataupun informasi guna memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Penentuan tahapan dan
teknik yang digunakan haruslah relevan dengan fenomena penelitian yang telah di uraikan dalam
konteks penelitian.

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif dengan metode
studi teks. Studi teks pada dasarnya merupakan analisis data yang mengkaji teks secara
mendalam baik mengenai isi dan maknanya maupun struktur dan wacana. Makna teks pun
melebar, bukan sekadar sesuatu yang tertulis.

Menurut Lockyer (dalam Given 2008: 865), teks tidak saja berupa narasi tertulis yang
diambil dari koran, majalah, acara TV, naskah pidato, tetapi juga melebar hingga arsitektur,
model pakaian, bahkan perabot rumah tangga, perkantoran, rumah makan dan saranasarana di
ruang publik. Apa pun yang bisa ditafsir diperlakukan sebagai teks. Istilah studi atau analisis teks
pada dasarnya merujuk ke jenis atau model metode penelitian kualitatif.
Studi teks dapat dipakai untuk memahami konstruksi makna teks dari berbagai teks
kultural. Melalui pengkajian yang mendalam, analisis teks bisa melahirkan lahan diskusi
akademik yang hidup dan luas, karena luasnya cakupan makna yang dibawa oleh teks. Salah satu
kelebihan studi teks adalah menyangkut ke’alamiah’an data. Teks lebih dulu ada di masyarakat
sebelum peneliti teks memulai mengkajinya.

PEMBAHASAN
Pengertian Konsep Diri Pada Anak Berbakat
Anak berbakat adalah interaksi antara tiga karakteristik dasar manusia yang jika
digabungkan, meliputi kemampuan umum di atas rata-rata, komitmen tinggi terhadap tugas, dan
kreativitas tinggi. Anak berbakat memiliki kemampuan untuk mengembangkan kombinasi dari
ketiga karakteristik ini dan menerapkannya pada setiap tindakan yang bermanfaat. Anak-anak
yang mampu mewujudkan ketiga karakteristik ini dalam masyarakat memiliki akses ke berbagai
kesempatan dan layanan pendidikan yang berbeda dari program pengajaran konvensional
(Swssing, 1985). Batasan yang digunakan adalah anak yang memiliki dimensi kemampuan
umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran menggunakan Skala
Wechsler. Anak berbakat adalah anak yang sangat kreatif, dan kreativitas ini sering digunakan
untuk memecahkan masalah dan mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang baru. Namun tidak
menutup kemungkinan jika permasalahan yang sering dihadapi oleh anak berbakat merupakan
tentang konsep diri. Seifert dan Hoffnung (1994) yang mengidentifikasi bahwa konsep diri
adalah pemahaman diri (sense of self), yakni suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang
diri sendiri. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang
tertentu dari diri sendiri. Sementara itu Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah
keseluruhan gambar diri yang meliputi persepsi seseorang tentang dirinya, perasaan, keyakinan,
dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya (Desmita, 2009: 180). Konsep diri merupakan
inti dari pola kepribadian seseorang (Hurlock, 1999), apabila seorang individu memiliki
pemikiran bahwa ia akan berhasil maka, hal tersebut merupakan kekuatan atau dorongan yang
akan membuat individu menuju kesuksesan. Namun sebaliknya, jika individu memiliki
pemikiran bahwa ia akan gagal, maka hal tersebut seperti mempersiapkan kegagalan bagi
dirinya.
Konsep Diri Positif
Konsep diri yang positif menunjukkan adanya penerimaan diri dalam diri individu, dan
seseorang dengan konsep diri yang positif sangat mengenal dirinya sendiri. Konsep diri yang
positif bersifat stabil dan bervariasi. Seseorang dengan konsep diri positif dapat memahami dan
menerima banyak kebenaran yang sangat berbeda tentang diri mereka sendiri, sehingga penilaian
mereka terhadap diri mereka sendiri menjadi positif dan mereka dapat menerima diri mereka apa
adanya.
Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2001) menjelaskan lima ciri-ciri individu yang
memiliki konsep diri yang positif dan negatif. Individu dengan konsep diri yang positif ialah:
1. Individu merasa yakin akan kemampuannya.
2. Individu merasa setara dengan orang lain.
3. Individu dapat menerima pujian tanpa rasa malu.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai perasaan, keinginan, dan perilaku
yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat.
5. Mampu memperbaiki diri karena sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.

Individu dengan konsep diri yang positif dapat menerima dan mempelajari beberapa fakta
yang sangat rumit tentang dirinya. Tidak ada informasi yang dapat mengancam dirinya, hal
tersebut dapat membuat individu menjadi menerima semua fakta tentang dirinya. Individu
dengan konsep diri yang positif, memiliki evaluasi diri yang positif, karena dapat menerima
dirinya secara utuh. Hal itu tidak berarti bahwa individu tersebut tidak pernah mengecewakan
dirinya sendiri atau gagal. Dengan menerima dirinya sendiri, individu dapat menerima orang lain
(Calhoun dan Acocella, 1995).

Konsep Diri Negative


Menurut Calhoun dan Acocella konsep diri negative terbagi menjadi dua tipe, yakni:
1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, kurang
dalam perasaan, stabilitas, dan keutuhan.
2) Individu tidak benar-benar mengetahui siapa dirinya, kekuatan dan
kelemahannya, atau siapa yang dihargai dalam hidupnya.
3) Pandangan tentang diri sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini terjadi karena
individu memiliki pendidikan yang sangat ketat dan dengan demikian
mengembangkan citra diri yang tidak memungkinkan adanya penyimpangan dari
seperangkat hukum yang menyimpang dari apa yang dianggapnya sebagai cara
hidup yang benar.
Individu yang memiliki konsep diri yang negative mengalami kesulitan dalam menerima
dirinya sendiri sehingga dapat menyebabkan buruknya penyesuaian pribadi dan penyesuaian
sosial pada diri mereka (Hurlock, 1992:). Seseorang dengan konsep diri negatif percaya bahwa
mereka tidak dapat mencapai sesuatu yang berharga. Keyakinan ini membuatnya sama sekali
tidak dapat memperoleh sesuatu yang berharga. Kegagalan ini menghancurkan harga dirinya
yang sudah rapuh, menyebabkan konsep dirinya menjadi lebih kaku atau tidak teratur. Ini adalah
lingkaran setan yang mempengaruhi perkembangan konsep diri (Calhoun dan Acocella, 1995).
Dalam bentuk ekstrimnya, konsep diri negatif ditandai dengan persepsi yang tidak akurat tentang
diri sendiri, harapan yang tidak realistis, dan harga diri yang rendah (Calhoun dan Acocella,
1995).

Peranan Orang Tua Dalam Mengoptimalkan Konsep Diri Positif Pada Anak Berbakat
Peran (role) adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Seseorang dikatakan telah
menunaikan kewajibannya apabila telah memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan
perannya. Peran ini menentukan apa yang dia lakukan untuk kelompok dan masyarakatnya, dan
kesempatan apa yang diberikan kelompok dan masyarakat kepadanya (Soekanto, 2009).
Menurut Soekanto (2009: 213), peranan meliputi tiga hal yaitu sebagai berikut:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
kelompok atau masyarakatnya. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturanperaturan
yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi atau kelompok.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.
Peranan orang tua sangatlah penting dalam mengoptimalkan konsep diri anak berbakat, dalam
hal ini orang tua memiliki peranan terhadap keberbakatan anak. Orang tua berperan sebagai
pendidik dalam proses pembentukan pribadi dan moral anak. Kemudian orang tua juga berperan
sebagai guru dalam kehidupan sehari-hari anak. Orang tua juga berperan sebagai motivator dan
supporter, yang memotivasi anak dan memberikan dukungan secara langsung kepada anak untuk
lebih percaya diri. Orang tua sebagai fasilitator yang memfasilitasi kegiatan anak dalam proses
tumbuh kembang anak. Orang tua berperan sebagai model, yang menjadi contoh atau teladan
dirumah dalam aspek kemampuan maupun perilaku hidup sehingga anak dapat mengikuti secara
baik (Racmat Wahab, 2005). Peranan orang tua yang positif dapat membuat konsep diri dalam
anak berbakat menjadi positif pula. Jika dalam peranan orang tua yang telah dilakukan dengan
baik dan sesuai dengan lingkungan maka konsep diri yang terbentuk dalam diri anak berbakat
menjadi baik pula. Begitu pula sebaiknya, jika peranan orang tua tidak dilakukan secara optimal
maka dapat menjadi kemungkinan anak memiliki konsep diri yang negative.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, S. (n.d). Gifted and Talented. Retrieved from Academia Edu:


https://www.academia.edu/37463608/GIFTED_DAN_TALENTED

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nida, F. L. K. (2018). Membangun Konsep Diri Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. ThufuLA:
Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal, 2(1), 45-64.

Rahardjo, M. (2018). Studi Teks dalam Penelitian Kualitatif.

Soekanto, S. (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Wahab, R., & Pengantar, A. (2005). Peranan orangtua dan pendidik dalam mengoptimalkan
potensi anak berbakat akademik. In Makalah disajikan dalam Seminar Keberbakatan,
Dewan Eksekutif Mahasiswa Psikologi Universitas Diponegoro, Semarang (Vol. 28).

Anda mungkin juga menyukai