Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN


SISTEM NEUROLOGI

Dosen Pembimbing :
Ns. Fathra Annis Nauli, M.Kep., Sp.Kep.J
Disusun Oleh :
A 2017 3
1711121847 Dede Hidayat 1711113771 Novitasari Wijayanti S
1711113660 Rezky Rizalti 1711113719 Syntia Eka Putri
1711113681 Reztika Cahyani 1711123099 Tia Pratiwi
1711121838 Vivi Dwiyani 1711123000 Zahwa Ayunda S
1711113673 Dwi Amalia Ramadhan 1711113595 Riska Apriani
1711113679 Anita Fitriyanti S 1711123015 Nur Ela Janniati S
1711114861 Fitri Handayani 1711122842 Sangkot Hani Rizki
1711123135 Megawati
Kelompok 3

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke kehadirat Allah SWT, karena atas karunia
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
yang menyajikan bahasan tentang Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Gangguan
Sistem Neurologi. Untuk itu kami menyampaikan banyak teimakasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
baik dalam isi maupun sitematikanya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan
memberikan manfaat khususnya bagi mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.

Pekanbaru, 26 September 2020


Penulis

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan..............................................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................................3

A. Definisi Neurologi............................................................................................................3

B. Perubahan pada Sistem Neurologi...................................................................................3

C. Masalah Neurologi yang Sering Terjadi pada Lansia......................................................5

D. Pemeriksaan...................................................................................................................20

E. Pencegahan.....................................................................................................................23

F. Penatalaksanaan..............................................................................................................26

G. Asuhan Keperawatan.....................................................................................................30

BAB III. PENUTUP..............................................................................................................34

A. Kesimpulan....................................................................................................................34

B. Saran...............................................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem saraf merupakan hal terpenting bagi tubuh manusia, sistem saraf adalah
sistem organ yang dapat meregulasi dan mengatur sistem-sistem organ tubuh yang
lain. Sistem tersebut juga bertanggung jawab atas pengetahuan dan daya ingat yang
dimiliki manusia. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap terhadap
adanya perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya (Irianto, 2004).
Angka kematian akibat penyakit saraf menurut World Federation of
Neurology (WFN) baru-baru ini yang telah berkolaborasi dalam survei internasional
mengenai gangguan neurologi yang melibatkan 109 negara dan mencakup lebih dari
90% dari populasi dunia. Terdapat setidaknya 9 penyakit dengan epidemiologi
tersering hampir di seluruh negara tanpa mengenal faktor kekuatan ekonomi tiap
negara. Adapun penyakit dengan etiologi tersering yakni demensia, epilepsi, nyeri
kepala, multiple sklerosis, nyeri yang berhubungan dengan gangguan neurologi,
parkinson’s disease, stroke, cedera kepala dan neuroinfeksi.

Di Indonesia Penyakit saraf dengan komplikasinya merupakan masalah


kesehatan yang masih sulit diatasi di Indonesia dan mengancam jiwa manusia. Hal itu
ditandai dengan semakin meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
saraf di Indonesia. Dari hasil penelitian di Banda Aceh lebih kurang 3 bulan terdapat
406 pasien yang dirawat di ruang saraf Geulima I RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh, terdiri atas 227 pria (55,9%) dan 179 wanita (44,1%).

Kebanyakan masyarakat saat ini sangat kurang memperhatikan kesehatan,


terutama kesehatan saraf. Penyakit saraf tidak mengenal status apapun secara tidak
langsung dapat menyerang siapa saja dan ada juga penyakit saraf bawaan dari lahir.
Sebagian besar masyarakat kurang memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
gejala-gejala terhadap penyakit saraf, sehingga mengakibatkan penanganan pada
pasien menjadi terlambat. Selain itu, masyarakat enggan memeriksakan kesehatan
sarafnya karena biaya yang harus dikenakan cukup mahal dan tenaga spesialis juga
masih jarang dijumpai terutama di daerah pedesaan. Pada akhirnya mereka
mengetahui bahwa penyakit yang diderita telah mencapai pada penyakit serius atau
klimaks.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Saja Definisi Neurologi?
2. Apa Saja perubahan pada sistem Neurologi?
3. Apa Saja Faktor yg mempengaruhi fungsi sistem Neurologi?
4. Apa Saja Masalah Neurologi yang sering terjadi pada lansia penyakit
Parkinson, Alzheimer, dan MSA?
5. Apa Saja Pemeriksaan diagnostik pada pada lansia penyakit Parkinson,
Alzheimer dan MSA?
6. Bagaimana Pencegahan pada lansia penyakit Parkinson, Alzheimer dan
MSA?
7. Bagaimana Penatalaksanaan pada lansia penyakit penyakit parkinson,
alzheimer dan MSA?
8. Apa ASKEP pada pada lansia penyakit Parkinson, Alzheimer dan MSA?

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Definisi Neurologi
2. Untuk Mengetahui perubahan pada sistem Neurologi
3. Untuk Mengetahui Faktor yg mempengaruhi fungsi sistem Neurologi
4. Untuk Mengetahui Masalah Neurologi yang sering terjadi pada lansia
penyakit Parkinson, Alzheimer, dan MSA
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan diagnostik pada pada lansia penyakit
Parkinson, Alzheimer dan MSA
6. Untuk Mengetahui Pencegahan pada lansia penyakit Parkinson, Alzheimer
dan MSA
7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan pada lansia penyakit penyakit
parkinson, alzheimer dan MSA
8. Untuk Mengetahui ASKEP pada pada lansia penyakit Parkinson, Alzheimer
dan MSA

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Neurologi

Neurologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang khusus membahas soal sistem saraf
manusia, mulai dari kinerjanya hingga penyakit yang menyertainya. Sistem saraf manusia
sendiri berlangsung sangat kompleks dan memiliki peran yang sangat signifikan dalam
mengatur serta mengoordinasikan seluruh gerakan tubuh.

Perubahan akibat proses menua mengakibatkan menurunnya sistem neurologi pada


lanjut usia, sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan
respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi
karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia,
perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif.

B. Perubahan pada sistem Neurologi


1. Saraf pusat
Menurut Martono (2004) pada lansia akan terjadi penurunan berat otak sebesar 10%.
Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkatkan menjadi 1,375 gram pada
usia 20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia 45- 50 tahun penurunan ini kurang lebih
11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-
90 tahun. Otak mengandung 100 juta sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.
Pada penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun. Neuron dapat mengirimkan
signal kepada sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi atrofi cerebal (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsurangsur tonjolan dendrit di neuron
hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi
fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and
tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dan lisosom atau mitokondria
(Suhartin, 2010).

3
2. Saraf perifer
Saraf perifer tepi adalah jaringan saraf untuk semua gerakan (saraf motorik) dan
sensasi (saraf sensoris). Jaringan saraf ini berhubungan dengan sistem sarat pusat (SSP)
melalui batang otak dan pada beberapa tempat sepanjang kord spinal. Ia menuju berbagai
bagian tubuh. Saraf perifer membentuk komunikasi antara otak dan organ, pembuluh darah,
otot dan kulit. Perintah otak akan dihantarkan oleh saraf motor, dan informasi dihantar
kembali ke otak oleh saraf sensori.
Penuaan menyebabkan penurunan presepsi sensorik dan respon motorik pada susunan
SSP. Hal ini terjadi karena SSP pada usia lanjut usia mengalami perubahan. Berat otak pada
lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak
sehingga otak menjadi lebih ringan. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami
kematian, sedang yang hidup banyak mengalami perubahan. Dendrit yang berfungsi untuk
komunikasi antar sel mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar
sel. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lambat. Akson
dalam medula spinalis menurun 37%. Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan kognitif,
koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, reflek, perubahan postur dan waktu reaksi
(Sherwood, 2009).
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan
neuron, dengan potensial 105 kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Secara
fungsional terdapat suatu perlambat reflek tendon, terdapat kecenderungan kearah tremor dan
langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan
berkurangnya gerakan yang sesuai. Waktu reaksi menjadi lebih lambat, dengan penurunan
atau hilangnya hentakan pergelangan kaki dan pengurangan reflek lutut, bisep dan trisep
terutama karena pengurangan dendrit dan perubahan pada sinaps, yang memperlambat
konduksi (Suhartin, 2010).
Dengan adanya perubahan tersebut tentunya akan berpengaruh pada keadaan postural
dan kemampuan lansia dalam menjaga keseimbangan tubuhnya terhadap bidang tumpu.
Kondisi penurunan kemampuan visual, vestibular dan somatosensoris tentunya akan
memperburuk keseimbangan pada lansia. Tubuh akan mengalami gangguan dalam
mempersepsikan base of support atau landasan tempat berpijak. Kondisi muskuloskeletal
yang mengalami penurunan juga berpengaruh pada keseimbangan otot dan postural.
Perubahan postur tersebut berpengaruh pada perubahan Center of Gravity (COG) tubuh
terhadap bidang tumpu. Otot-otot baik ekstremitas bawah maupun atas akan mengalami

4
penurunan kekuatan. Akibat dari keadaan tersebut lansia sering mengalami gangguan
keseimbangan saat berdiri maupun saat beraktivitas dan rentan untuk jatuh.

C. Masalah Neurologi yang sering terjadi pada lansia


1. Alzheimer
a. Definisi
Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak dan penyebab paling umum dari
demensia. Hal ini ditandai dengan penurunan memori, bahasa, pemecahan masalah dan
keterampilan kognitif lainnya yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan
kegiatan sehari-hari. Penurunan ini terjadi karena sel-sel saraf (neuron) di bagian otak yang
terlibat dalam fungsi kognitif telah rusak dan tidak lagi berfungsi normal.
Pada penyakit Alzheimer, kerusakan saraf akhirnya mempengaruhi bagian otak yang
memungkinkan seseorang untuk melaksanakan fungsi tubuh dasar seperti berjalan dan
menelan (Alzheimer’s Association, 2015). Pada akhirnya penderita dapat mengalami
kematian setelah beberapa tahun karena kemampuan motoriknya sudah tidak berfungsi.
b. Epidemiologi
Hal yang terpenting yang merupakan faktor resiko dari penyakit Alzheimer adalah
umur yang tua dan positive pada riwayat penyakit keluarga. Frekuensi dari penyakit
Alzheimer akan meningkat seiring bertambahnya dekade dewasa. Mencapai sekitar 20-40%
dari populasi lebih dari 85 tahun. Wanita merupakan faktor resiko gender yang lebih beresiko
terutama wanita usia lanjut. Lebih dari 35 juta orang di dunia, 5,5 juta di Amerika Serikat
yang mengalami penyakit Alzheimer, penurunan ingatan dan gangguan kognitif lainnya dapat
mengarahkan pada kematian sekitar 3 – 9 tahun ke setelah didiagnosis. Penyakit Alzheimer
merupakan jenis yang terbanyak dari demensia, dihitung berdasarkan 50 – 56 % kasus dari
autopsy dan kasus klinis. Insiden dari penyakit ini dua kali lipat setiap 5 tahun setelah usia 65
tahun, dengan diagnosis baru 1275 kasus per tahun per 100.000 orang lebih tua dari 65 tahun.
Kebanyakan orang-orang dengan penyakit Alzheimer merupakan wanita dan berkulit putih.
Karena sangat dihubungkan dengan usia, dan wanita mempunyai ekspektasi kehidupan yang
lebih panjang dari pria, maka wanita menyumbangkan sebesar 2/3 dari total orang tua dengan
penyakit ini (2,4,5)
c. Karakteristik Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan sebagian besar penyebab umum demensia,
menyumbang sekitar 60 persen sampai 80 persen kasus. Kesulitan mengingat percakapan
terakhir, nama atau peristiwa sering kali merupakan gejala klinis awal, apatis dan depresi

5
juga gejala sering yang terjadi diawal. Termasuk gangguan komunikasi, disorientasi,
kebingungan, penilaian buruk, perubahan perilaku, pada akhirnya kesulitan berbicara,
menelan dan berjalan. (Alzheimer’s Association, 2015)
d. Etiologi
Alzheimer merupakan manifestasi penyakit seperti dementia yang berangsur-angsur
dapat memburuk hingga menyebabkan kematian. Alzheimer diduga terjadi karena
penumpukan protein beta-amyloid yang menyebabkan plak pada jaringan otak. Secara
normal, beta-amyloid tidak akan membentuk plak yang dapat menyebabkan gangguan sistem
kerja saraf pada otak. Namun, karena terjadi misfolding protein, plak dapat menstimulasi
kematian sel saraf.
Para ahli percaya bahwa Alzheimer, seperti penyakit kronis umum lainnya,
berkembang sebagai akibat dari beberapa faktor. Penyebab ataupun faktor yang
menyebabkan seseorang menderita penyakit Alzheimer antara lain sebagai berikut:
1) Usia
Faktor risiko terbesar untuk penyakit Alzheimer adalah usia. Kebanyakan orang dengan
penyakit Alzheimer didiagnosis pada usia 65 tahun atau lebih tua. Orang muda kurang dari
65 tahun juga dapat terkena penyakit ini, meskipun hal ini jauh lebih jarang. Sementara usia
adalah faktor risiko terbesar.
2) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan keluarga yang memiliki orangtua, saudara atau
saudari dengan Alzheimer lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit
daripada mereka yang tidak memiliki kerabat dengan Alzheimer's. Faktor
keturunan (genetika), bersama faktor lingkungan dan gaya hidup, atau
keduanya dapat menjadi penyebabnya.
3) Pendidikan atau Pekerjaan
Beberapa ilmuwan percaya faktor lain dapat berkontribusi atau menjelaskan peningkatan
risiko demensia di antara mereka dengan pendidikan yang rendah. Hal ini cenderung
memiliki pekerjaan yang kurang melatih rangsangan otak. Selain itu, pencapaian pendidikan
yang lebih rendah dapat mencerminkan status sosial ekonomi rendah, yang dapat
meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami gizi buruk dan mengurangi kemampuan
seseorang untuk membayar biaya perawatan kesehatan atau mendapatkan perawatan yang
disarankan.
4) Traumatic Brain Injury (TBI)

6
Trauma Cedera Otak sedang dan berat meningkatkan risiko perkembangan penyakit
Alzheimer. Trauma Cedera Otak adalah gangguan fungsi otak yang normal yang disebabkan
oleh pukulan atau tersentak ke kepala atau penetrasi tengkorak oleh benda asing, juga dapat
didefinisikan sebagai cedera kepala yang mengakibatkan hilangnya kesadaran. Trauma
Cedera Otak dikaitkan dengan dua kali risiko mengembangkan Alzheimer dan demensia
lainnya dibandingkan dengan tidak ada cedera kepala. (Alzheimer’s Association, 2015)
Etiologi dari sumber lain:
Meskipun Penyebab Alzheimer disease belum diketahui, sejumlah faktor yang saat ini
berhasil diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit ini.
(Robbins, Stanley. L et all. Buku Ajar Patologi edis 7. Buku Kedokteran ECG:2007)
1) Faktor genetic
Berperan dalam timbulnya Alzheimer Disease pada beberapa kasus, seperti dibuktikan
adanya kasus familial. Penelitian terhadap kasus familial telah memberikan pemahaman
signifikan tentang patogenesis alzheimer disease familial, dan , mungkin sporadik. Mutasi di
paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan berkaitan secara eksklusif dengan AD familial.
Berdasarkan keterkaitan antara trisomi 21 dan kelainan mirip AP di otak yang sudah lama
diketahui, mungkin tidaklah mengherankan bahwa mutasi pertama yang berhasil
diidentifikasi adalah suatu lokus di kromosom 21 yang sekarang diketahui mengkode sebuah
protein yang dikenal sebagai protein prekursor amiloid (APP). APP merupakan sumber
endapan amiloid yang ditemukan di berbagai tempat di dalam otak pasien yang menderita
Alzheimer disease. Mutasi dari dua gen lain, yang disebut presenilin 1 dan presenilin 2, yang
masing- masing terletak di kromosom 14 dan 1 tampaknya lebih berperan pada AD familial
terutama kasus dengan onset dini
2) Pengendapan suatu bentuk amyloid
Yang berasal dari penguraian APP merupakan gambaran yang konsisten pada Alzheimer
disease. Produk penguraian tersebut yang dikenal sebagai β- amiloid (Aβ) adalah komponen
utama plak senilis yang ditemukan pada otak pasien Alzheimer disease, dan biasanya juga
terdapat di dalam pembuluh darah otak.
3) Hiperfosforilisasi protein tau
Merupakan keping lain teka-teki Alzheimer disease. Tau adalah suatu protein intra sel yang
terlibat dalam pembentukan mikrotubulus intra akson. Selain pengendapan amiloid, kelainan
sitoskeleton merupakan gambaran yang selalu ditemukan pada AD. Kelainan ini berkaitan
dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi tau, yang keberadaanya mungkin menggaggu
pemeliharaan mikrotubulus normal.
7
4) Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE)
Dapat dibuktikan pada AD sporadik dan familial. Diperkirakan ApoE mungkin berperan
dalam penyaluran dan pengolahan molekul APP. ApoE yang mengandung alel ε4 dilaporkan
mengikat Aβ lebih baik daripada bentuk lain ApoE, dan oleh karena itu, bentuk ini mungkin
ikut meningkatkan pembentukan fibril amiloid.
e. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit Alzheimer bervariasi antara individu. Gejala awal yang paling umum
adalah kemampuan mengingat informasi baru secara bertahap memburuk. Berikut ini adalah
gejala umum dari Alzheimer:
1) Hilangnya ingatan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.
2) Sulit dalam memecahkan masalah sederhana.
3) Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas yang akrab di rumah, di tempat kerja atau
diwaktu luang.
4) Kebingungan dengan waktu atau tempat.
5) Masalah pemahaman gambar visual dan hubungan spasial.
6) Masalah baru dengan kata-kata dalam berbicara atau menulis.
7) Lupa tempat menyimpan hal-hal dan kehilangan kemampuan untuk menelusuri
kembali langkah-langkah.
8) Penurunan atau penilaian buruk.
9) Penarikan dari pekerjaan atau kegiatan sosial.
10) Perubahan suasana hati dan kepribadian, termasuk apatis dan depresi.
(Alzheimer’s Association, 2015)
f. Patogenesis
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,
neurofibrillarytangles, dan hilangnya neuron/sinaps.Plak neuruitik mengandung β-amyloid
ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik, sementara plak difus (atau nonneuritik) adalah
istilah yang kadang digunkan untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron.Deteksi
adanya ApoE di dalam plak β-amyloid menunjukkan bukti hubungan antara amylodogenesis
dan ApoE.Plak neuritik juga mengandung protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi,
sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga dapat terlibat pada
patogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode ApoE terdapat di kromosom 19 dan
gen yang mengkode amyloid prekursor protein (APP) terdapat di kromosom 21.
Adanya sejumlah plak senilis adalah suatu gambaran patologis utama untuk diagnosis
penyakit Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan plak ini juga
8
muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia. Dilaporkan bahwa satu dari
tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di
korteks cerebri untuk memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini
mencerminkan fase preklinik dari penyakit, masih belum diketahui.
Gambar Hipotesis kaskade amyloid

Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang


terhiperfosforilasi pada pasanagn filamen helix. Individu usia lanjut yang normal juga
diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hippokampus dan korteks
entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia.
Neurofibrillary tangles inin tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada
penyakit dementia lannya.

2. Parkinson
a. Definisi
Penyakit Parkinson merupakan gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh proses
degenerasi ganglia basalis pada sel substansia nigra pars compacta (SNc) dan ditandai
dengan karakteristik seperti tremor saat istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity),
kelambanan gerak dan bicara (bradikinesia) serta instabilitas posisi tegak (postural
instability).
Penyakit Parkinson (PP) adalah gangguan neurodegeneratif progresif yang berkaitan
dengan usia yang mempengaruhi 1-2% dari populasi di atas usia 60 tahun (Elbaz A, 2002).
Risiko terjadinya PP lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita (Tanner C, 2003).

9
Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang progresif dan
prevalensinya terus meningkat. Penyakit ini merupakan penyakit neurodegeneratif tersering
kedua setelah demensia Alzheimer (Perdosi, 2008)
b. Etiologi
Etiologi dari penyakit parkinson belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa etiologi penyakit ini berhubungan
dengan faktor genetik, faktor lingkungan, umur, ras, cedera kranioserebral dan stress
emosional. Faktor lingkungan yang berisiko menimbulkan penyakit parkinson adalah paparan
toksin terutama pestisida pertanian yang berbahaya bagi sistem neurologis. (Wan, 2016).
c. Manifestasi Klinis
Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat
dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot,
distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala
psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita parkinson:
1) Tremor
Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangeal, kadang
kadang tremor seperti menghitung uang logam (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi
atau pronasi supinasi, pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng,
mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik. Tremor terjadi pada saat istirahat
dengan frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan
pada aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit
gamma yang mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus. Berkurangnya
kontrol ini akan menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan
saraf pusat. Tremor pada penyakit Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor
neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal dari nucleus ventro-lateral talamus. Pada
keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma motoneuron, dan akan
timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.
2) Rigiditas
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan
terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis
sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot
antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas
yang terlibat.
3) Bradikinesia
10
Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi berkurang misalnya: sulit
bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban mengenakan pakaian atau mengkancingkan
baju, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban.
Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimic dan gerakan spontan
berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang
sehingga ludah keluar dari mulut. Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi
dari impuls optik sensorik, labirin , propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia
basalis. Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan
gamma motoneuron.
4) Hilangnya refleks postural
Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium
penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang
sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan
integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level
talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
5) Wajah Parkinson
Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimik.
Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti
berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.
6) Mikrografia
Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan
rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.
7) Sikap Parkinson
Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit Parkinson. Pada
stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu
membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila
berjalan.
8) Bicara
Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir
mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang
kecil dan khas pada penyakit Parkinson. Pada beberapa kasus suara mengurang sampai
berbentuk suara bisikan yang lamban.
9) Disfungsi otonom
11
Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif neuron di
ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan berkeringat yang berlebihan, air liur banyak
(sialorrhea), gangguan sfingter terutama inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik yang
mengganggu.
10) Gerakan bola mata
Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak bola
mata menjadi terganggu.
11) Refleks glabella
Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien dengan Parkinson
tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda
Mayerson’s sign
12) Demensia
Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson. Penderita banyak yang
menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospatial
merupakan defisit kognitif yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik termasuk
nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh terhadap gangguan intelektual.
13) Depresi
Sekitar 40 % penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi disebabkan kondisi fisik
penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan,
kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga walaupun
penderita tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya. Hal ini disebabkan keadaan depresi
yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita
Parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron
norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin
yang letaknya diatas substansia nigra.
d. Patofisiologi

12
Penyakit Parkinson merupakan penyakit degeneratif yang mengakibatkan kematian
sel terutama pada daerah substantia nigra. Gejala penyakit Parkinson baru akan muncul bila
kerusakan sel neuron dopaminergik telah mencapai 80 % dari substantia nigra. Walaupun
keadaan inilah yang sangat mempengaruhi keadaan penyakit Parkinson, tetapi ditemukan
juga kerusakan sel neuron di tempat: garis merah menandakan efek inhibisi: panah hijau
menandakan sebab : garis putus-putus biru potensial mempunyai pengaruh. lain seperti
noradrenergik di locus cureleus, dopaminergik di ventral tegmentum, thalamus,
hipothalamus, serotonergik di raphe nukleus. Kerusakan sel neuron ini aka mengakibatkan
gejala yang sesuai dengan kekurangan neurotransmiter yang seharusnya diproduksi. Pada
penyakit Parkinson selain kekurangan neurotransmitter dopamin ditemukan pula penurunan
neurotansmiter noradrenalin dan serotonin.
Kekurangan neurotransmiter dopamin akan mengakibatkan gangguan terutama pada
jaras dopaminergik. Terdapat tiga jaras dopaminergik yang utama yaitu jalur nigrostriatal,
mesolimbik dan mesokortikal. Pada jalur nigrostriatal merupakan jalur yang berfungsi sistem
motorik, sedangkan jalur mesolimbik dan mesokortikal merupakan jalur yang berfungsi
penghargaan(reward), penguatan (reinforcement), motivasi, perhatian dan kendali perilaku
(behavior).
Pada jalur nigrostriatal akibat kekurangan neurotransmiter dopamin telah diterangkan
pada bab 2.2.C. Hal tersebut akan mempengaruhi fungsi motorik dan akan menimbulkan
gejala disabilitas dan pada efek samping obat anti Parkinson akan terjadi diskinesia.
Sedangkan jalur mesolimbik dan mesokortikal kekurangan dopamin akan mengakibatkan
gangguan kognitif dan psikologis.
Kekurangan neurotransmiter noradrenalin akan berpengaruh pada jaras noradrenergik
yaitu pontine locus coeruleus dan lateral tegmental nuclei. Kedua jaras ini secara bersama-
sama mengatur fungsi kognisi, motivasi, memori, emosi dan respon endokrin. Walaupun
belum dapat dibuktikan secara pasti, beberapa peneliti menduga hilangnya neuron
noradrenergik berakibat timbulnya gejala depresi dan gangguan kognitif pada penderita
Parkinson.
Sedangkan penurunan jumlah serotonin akan mengakibatkan keadaan depresi. Hal ini
didukung pada pemberian obat yang menghambat pengambilan kembali serotonin (SSRIs),
13
didapat respon perbaikan depresi yang relatif cepat. Dari penjelasan diatas dapat
dirangkumkan bahwa penyakit Parkinson yang ditandai dengan hilangnya neuron
dopaminergik pada substansia nigra, disertai neuron serotonergik dan noradrenergik, akan
mengakibatkan deplesi neurotransmiter dopamin, serotonin dan noradrenalin, yang
selanjutnya mendasari timbulnya gejala klinik disabilitas, depresi, gangguan kognisi. Hal ini
pada akhirnya diduga akan mempengaruhi kualitas hidup penderita Parkinson disamping
factor umur, budaya, dan dukungan sosial.
Patofisiologi Dari Sumber Lain
Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang masif akibat
kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Respon motorik yang abnormal
disebabkan oleh karena penurunan yang sifatnya progesif dari neuritransmiter
dopamin.Kerusakan progresif lebih dari 60% pada neuron dopaminergik substansia nigra
merupakan faktor dasar munculnya penyakit parkinson. Sebagaimana sel tersebut mengalami
kerusakan, maka kadar dopamin menjadi berkurang hingga di bawah batas fisiologis. Jika
jumlah neuron dopaminergik hilang lebih dari 70 % maka gejala penyakit parkinson akan
mulai muncul. Untuk mengkompensasi berkurangnya kadar dopamin maka nukleus
subtalamikus akan over-stimulasi terhadap globus palidus internus (GPi). Kemudian GPi
akan menyebabkan inhibisi yang berlebihan terhadap thalamus. Kedua hal tersebut diatas
menyebabkan under-stimulation korteks motorik. (Koutoudis, 2010)
Substantia nigra mengandung sel yang berpigmen (neuromelamin) yang memberikan
gambaran “black appearance” (makroskopis). Sel ini hilang pada penyakit parkinson dan
substantia nigra menjadi berwarna pucat. Sel yang tersisa mengandung inklusi atipikal
eosinofilik pada sitoplasma “Lewy bodies”. (Koutoudis, 2010)
Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di substansia nigra menjadi penyebab
dari penyakit parkInson. Dopamin merupakan salah satu neurotransmitter utama diotak yang
memainkan banyak fungsi berbeda di susunan saraf. Terdapat 3 kelompok neuron utama
yang mensintesis dopamin yaitu substansia nigra (SN), area tegmentum ventral (VTA) dan
nukleus hipotalamus, sedang kelompok neuron yang lebih kecil lagi adalah bulbusolfaktorius
dan retina. (Hauser RA,2003)
Neuron dari SN berproyeksi ke sriatum dan merupakan jalur paling masif meliputi
80% dari seluruh sistem dopaminergik otak. Proyeksi dari VTA memiliki 2 jalur yaitu jalur
mesolimbik yang menuju sistem limbik yang berperan pada regulasi emosi, motivasi serta
jalur mesokortikal yang menuju korteks prefrontal. Neuron dopaminergik hipotalamus

14
membentuk jalur tuberinfundibular yang memiki fungsi mensupresi ekspresI prolaktin.
(Hauser RA,2003)
Terdapat 2 kelompok reseptor dopamin yaitu D1 dan D2. Keluarga reseptor dopamin
D2 adalah D2, D3, D4. Ikatan dopamin ke reseptor D2 akan menekan kaskade biokemikal
postsinaptik dengan cara menginhibisi adenilsiklase. Keluarga reseptor dopamine D1 adalah
D1 dan D5. D1 akan mengaktifkan adenilsiklase sehingga efeknya akan memperkuat signal
transmisi postsinaptik. Reseptor dopamin D1 lebih dominan dibanding D2, sedang D2 lebih
memainkan peranan di striatum . Densitas reseptor D2 akan menurun rata- rata 6 – 10% per
dekade dan berhubungan dengan gangguan kognitif sesuai umur. (Hauser RA,2003)
Neuron di stiatum yang mengandung reseptor D1 berperan pada jalur langsung dan
berproyeksi ke GPe.Dopamin mengaktifkan jalur langsung dan menginhibisi jalur tak
langsung. Secara umum, 2 temuan neuropatologis mayor pada penyakit parkinson adalah:
1) Hilangnya pigmentasi neuron dopamin pada substantia nigra
Dopamin berfungsi sebagai pengantar antara 2 wilayah otak, yakni antara substantia
nigra dan korpus striatum dan berfungsi untuk menghasikan gerakan halus dan
motorik. Sebagian besar penyakit Parkinson disebabkan hilangnya sel yang
memproduksi dopamine di substantia nigra. Ketika kadar dopamine terlalu rendah,
komunikasi antar 2 wilayah tadi menjadi tidak efektif, terjadi gangguan pada gerakan.
Semakin banyak dopamin yang hilang, maka akan semakin buruk gejala gangguan
gerakan.1
2) Lewy bodies
Ditemukannya Lewy bodies dalam substantia nigra adalah karakteristik penyakit
parkinson. Alpha-synuclein adalah komponen struktural utama dari Lewy bodies.
3. Multiple System Arthropy
a. Definisi
Multiple system atrophy (MSA) adalah gangguan sistem saraf pada lansia yang
ditandai hilangnya fungsi sistem saraf dalam mengatur tubuh secara perlahan. Permulaan
MSA terjadi ketika sel saraf otak dan tulang belakang mengalami kematian. Kondisi ini akan
bertambah parah, tergantung pada jumlah sel saraf yang mati. MSA menyebabkan lansia
kesulitan untuk bergerak bebas. Tidak hanya itu, MSA juga ditandai dengan kombinasi
beberapa gangguan saraf otonom yang berperan dalam fungsi tubuh tidak sadar atau yang
tidak diperintah oleh otak. Contohnya proses pencernaan, pernapasan, dan pengaturan
pembuluh darah (mynurz.com, 2020).

15
MSA tergolong penyakit saraf yang langka dan mungkin terjadi pada orang lanjut usia
(lansia), khususnya yang sudah berusia 50 tahun ke atas. Gejala MSA bisa muncul dan
berkembang dalam waktu yang sangat cepat, yaitu dalam kurun waktu lima hingga sepuluh
tahun. MSA dapat menyebabkan disabilitas karena hilangnya fungsi saraf otonom dan saraf
pada anggota gerak sehingga pasien menjadi lumpuh, hanya dapat berbaring di tempat tidur
(mynurz.com, 2020).
Atrofi multiple sistem, atau MSA, adalah kondisi neurologis degeneratif langka yang
memengaruhi pria dan wanita, biasanya mulai dari usia 50-an atau awal 60-an. MSA
dianggap sebagai jenis parkinsonisme tetapi dengan efek yang lebih luas pada otak dan tubuh.
Kondisi ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1962 dan dinamakan dengan sindrom Shy-
Drager oleh dua orang dokter yang melaporkan pasien yang menunjukkan kombinasi
Gangguan gerakan seperti Parkinson dan masalah dengan otonom, atau divisi yang mengatur
tubuh sistem saraf (MSA coalition, 2014).
Kemiripan dengan Parkinsonisme: Penyakit Parkinson dan MSA ditandai oleh
endapan dari jenis protein yang dikenal sebagai alpha-synuclein dalam sistem saraf. Kedua
syarat itu juga secara khusus mempengaruhi sel yang menghasilkan dopamin.
neurotransmitter yang mengontrol motorik perintah. Akibatnya, banyak disfungsi motorik
yang sama terjadi pada dua kondisi tersebut (MSA coalition, 2014).
Fitur Unik: Perbedaan penting yang membedakan gejala dan perjalanan MSA
Penyakit Parkinson dan kondisi lain dari sistem saraf, seperti ataksia cerebellar atau kegagala
otonom murni (PAF). Khususnya, MSA mempengaruhi beberapa area otak, termasuk otak
kecil, pusat keseimbangan dan koordinasi otak Anda, dan sistem saraf otonom, yang
mengontrol fungsi otomatis tubuh Anda, atau mengatur fungsi, seperti tekanan darah
pencernaan dan suhu (MSA coalition, 2014).

b. Etiologi
Tidak diketahui penyebab dari munculnya MSA secara pasti karena kasusnya yang
langka dan terjadi secara acak tanpa pola tertentu. Kerusakan pada MSA terjadi akibat
penumpukan protein alpha-synuclein pada glia, yaitu sel yang menyangga saraf otak.
Penumpukan tersebut juga mengganggu proses pembentukan selubung saraf otak akibatnya,
sistem kerja otak pun terganggu (mynurz.com, 2020).
Penyebab pasti dari MSA tidak diketahui. Tampaknya terjadi secara acak karena
alasan yang tidak diketahui (secara sporadis). Para peneliti telah menyarankan bahwa

16
beberapa faktor lingkungan atau genetik penting, tetapi diperlukan lebih banyak penelitian
(Quinn, 2013).
c. Patofisiologi
MSA ditandai dengan hilangnya sel saraf (neuron) secara progresif di berbagai
struktur otak. Gliosis hadir dan struktur atau "tubuh" yang dikenal sebagai inklusi sitoplasma
glial (GCI) berkembang yang selalu ada di otak MSA, dan unik untuk penyakit ini. Gliosis
ditandai dengan proliferasi astrosit di area sistem saraf pusat yang rusak. Astrosit adalah sel
berbentuk bintang yang membentuk jaringan pendukung otak. Perkembangbiakan astrosit
menyebabkan jaringan parut di area otak yang terkena (Quinn, 2013).
GCI adalah struktur abnormal di dalam otak yang mengandung gumpalan protein.
GCI ini mengakumulasi protein spesifik yang dikenal sebagai alpha-synuclein. Meskipun
fungsi sebenarnya dari alpha-synuclein tidak sepenuhnya dipahami, para peneliti percaya
bahwa protein ini diekspresikan secara berlebihan pada individu dengan MSA dan mungkin
memiliki efek toksik pada otak, sehingga diyakini memainkan peran sentral dalam
perkembangan MSA (Quinn, 2013).
Para peneliti telah mencari variasi dalam gen alpha-synuclein (SNCA) yang dapat
menyebabkan peningkatan risiko pengembangan MSA. Akumulasi alpha-synuclein di otak
juga telah terlihat pada gangguan neurologis lain seperti penyakit Parkinson dan demensia
dengan badan Lewy. Gangguan ini kadang-kadang secara kolektif disebut sebagai
"synucleinopathies" (Quinn, 2013).
Diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan peran pasti yang dimainkan
alfa-sinuklein dalam pengembangan MSA dan untuk sepenuhnya memahami mekanisme
kompleks yang mendasari yang pada akhirnya mengarah pada gangguan tersebut (Quinn,
2013).
d. Epidemiologi
MSA tampaknya mempengaruhi pria dan wanita dalam jumlah yang sama. Onset
puncak MSA adalah antara usia 55-60 tahun, dengan rentang dari 30 hingga lebih dari 90
tahun. Insiden MSA di Amerika Serikat diperkirakan 0,6 kasus per 100.000 orang per tahun
pada populasi umum, memberikan perkiraan saat ini sekitar 1.900 kasus baru per tahun di
AS. Sebuah studi prevalensi di London, Inggris, memberikan angka yang disesuaikan dengan
usia 4,4 kasus hidup per 100.000 populasi pada satu waktu, yang saat ini akan diterjemahkan
menjadi sekitar 14.000 kasus hidup di AS. Ada sekitar 1 kasus MSA yang hidup dalam
populasi untuk setiap 40 kasus penyakit Parkinson, tetapi karena kelangsungan hidup di MSA

17
lebih pendek daripada untuk PD, sekitar 1 kasus MSA baru muncul setiap tahun untuk sekitar
20 orang yang datang dengan PD (Quinn, 2013).
e. Faktor Resiko
Perubahan beberapa gen sedang dipelajari sebagai faktor risiko yang mungkin untuk
atrofi sistem ganda. Faktor risiko genetik dengan bukti terbanyak adalah varian pada gen
SNCA dan COQ2. Gen SNCA memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut
alpha-synuclein, yang berlimpah di sel otak normal tetapi fungsinya tidak diketahui. Studi
menunjukkan bahwa beberapa variasi umum dalam gen SNCA dikaitkan dengan peningkatan
risiko atrofi sistem ganda pada orang keturunan Eropa. Tidak jelas apakah variasi ini juga
mempengaruhi risiko penyakit pada populasi lain. Gen COQ2 memberikan instruksi untuk
membuat protein yang disebut koenzim Q2. Enzim ini melakukan satu langkah dalam
produksi molekul yang disebut koenzim Q10, yang memiliki peran penting dalam produksi
energi di dalam sel. Variasi pada gen COQ2 telah dikaitkan dengan beberapa atrofi sistem
pada orang keturunan Jepang, tetapi hubungan ini belum ditemukan pada populasi lain. Tidak
jelas bagaimana perubahan pada gen SNCA atau COQ2 meningkatkan risiko terjadinya atrofi
sistem ganda (Scholz SW, dkk, 2010).
Para peneliti juga telah memeriksa faktor lingkungan yang dapat berkontribusi pada
risiko atrofi sistem ganda. Studi awal menunjukkan bahwa paparan pelarut, jenis plastik atau
logam tertentu, dan racun potensial lainnya mungkin terkait dengan kondisi tersebut. Namun,
asosiasi ini belum dikonfirmasi (Scholz SW, dkk, 2010).
D. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Parkinson
a. Pemeriksaan Diagnostik Parkinson
Tidak ada test khusus untuk mendiagnosa penyakit Parkinson, Hasil diagnosa
didasarkan pada riwayat dan pemeriksaan fisik.
1) Rontgen dada : tampak scolosis
2) Rontgen tengkorak : normal
3) Computed tomography (CT) scan : normal (dengan riwayat demensia kronik
mungkin tampak atrophy cerebral)
4) Elektroccephalography normal tau menunjukkan minimum dan/atau
disorganisasi (ditandai dengan dementia dan bardikinensia, mungkin
menunjukkan moderat sampai menunjukkan tanda dan difusi disorganisasi)
5) Cineradiographic study of swallowing (menelan) : gambaran abnormal,
relaksasi yang tertahan dari otot cricopharingeal
18
b. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tarwoto, 2013 :
1) EEG ( terjadi perlambatan yang progresif).
2) CT Scan kepala (terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar, hidrosefalua eks
vakuo).
2. Pemeriksaan Alzheimer
a. Pemeriksaan Penunjang Alzheimer
1) Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara
umum didapatkan atrofi yang bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr
(850-1250gr). Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus
temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem
somatosensorik tetap utuh. Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri
dari:
a) Neurofibrillary Tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. NFT ini
juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala, substansia alba,
lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT selain didapatkan
pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak manula, down
syndrome, parkinson, SSPE, sindroma ektrapiramidal, supranuklear palsy.
Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b) Senile Plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi
filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia.Protein prekursor
amiloid yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21.Senile plaque ini
terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit
didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan
auditorik.Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan
densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran
histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita
penyakit Alzheimer.
c) Degenerasi neuron

19
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit Alzheimer
sangat selektif.Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal
lobus temporal dan frontalis.Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang
otak termasuk lobus serulues, raphe nukleus, dan substanasia nigra.Kematian sel neuron
kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada
lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum
dorsalis.Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang
berdegenerasi pada lesi eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit Alzheimer.
d) Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus.
Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan
ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah
ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e) Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus
cingulate, korteks insula, dan amygdala.Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital.Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada
lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan varian dari penyakit Alzheimer.
3. Pemeriksaan Multiple System Artropi
Tes dan Diagnosis Diagnosis multiple system atrophy (MSA) cukup rumit karena
tidak ada tes yang dapat membuat atau mengkonfirmasikan diagnosis. Pada saat yang sama,
tanda-tanda dan gejala tertentu MSA:
a. Seperti kekakuan otot dan gaya berjalan goyah
b. Juga menyertai gangguan lain, seperti penyakit Parkinson, sehingga
membuat diagnosis lebih sulit.
Akibatnya, beberapa orang tidak pernah didiagnosis dengan benar, meskipun dokter
semakin sadar akan penyakit ini dan, dengan demikian, lebih mungkin untuk
mengidentifikasi gejala. Jika dokter menduga bahwa Anda mengidap multiple system
atrophy, ia akan meminta riwayatkesehatan Anda, melakukan pemeriksaan fisik, dan
mungkin menyarankan tes darah dan tespencitraan otak, seperti MRI, untuk melihat apakah
gejala dipicu oleh lesi di otak. Anda mungkin akan dirujuk ke dokter ahli saraf atau spesialis
lainnya untuk evaluasi tertentu yang dapat membantu dalam membuat diagnosis.
20
1) Tilt table test
Suatu prosedur yang dapat membantu dalam proses diagnostik adalah tilt table test untuk
membantu memeriksa apakah Anda memiliki masalah dengan kontrol tekanan darah. Dalam
prosedur ini, Anda akan ditempatkan di meja bermotor dan diikat pada suatu posisi.
Kemudian meja dimiringkan ke atas sehingga tubuh hampir pada posisi vertikal. Sepanjang
manuver ini, tekanan darah dan detak jantung dipantau. Tes ini dapat tidak hanya dapat
mendeteksikelainan tekanan darah tetapi juga memastikan apakah kondisi ini terjadi karena
perubahan posisi fisik.
Tes untuk menilai fungsi otonom Dokter mungkin menyarankan Anda untuk menjalani tes
tertentu lainnya, untuk memeriksa fungsi tubuh. Tes untuk menilai fungsi tak sadar tubuh
(fungsi otonom) mungkin termasuk:
• Pengukuran tekanan darah saat berbaring dan berdiri
• Tes keringat untuk mengevaluasi perspirasi tubuh
• Pemeriksaan mata
• Tes untuk menilai fungsi kandung kemih dan usus
• Elektrokardiogram untuk melacak sinyal listrik jantung
• Pemeriksaan saraf dan otot Jika Anda memiliki gangguan tidur, terutama jika gangguan
tersebut disertai dengangangguan pernapasan atau mendengkur, dokter mungkin akan
merekomendasikan Anda untuk mengikuti evaluasi tidur di laboratorium untuk memastikan
apakah Anda mengidap gangguan tidur mendasar yang dapat diobati, seperti sleepapnea.
E. Pencegahan
1. Pencegahan Parkinson
a. Olahraga di usia paruh baya bisa mengurangi risiko penyakit Parkinson di
kemudian hari. 
b. Kafein juga tampak melindungi dengan penurunan risiko yang lebih besar yang
terjadi dengan asupan minuman berkafein yang lebih besar seperti kopi.
c. Orang yang merokok atau menggunakan tembakau tanpa asap lebih kecil
kemungkinannya dibandingkan bukan perokok untuk mengembangkan PD, dan
semakin mereka menggunakan tembakau, semakin kecil kemungkinan mereka
untuk mengembangkan PD. Tidak diketahui apa yang mendasari efek
ini. Penggunaan tembakau sebenarnya dapat melindungi terhadap PD, atau
mungkin karena faktor yang tidak diketahui meningkatkan risiko PD dan
menyebabkan keengganan pada tembakau atau membuatnya lebih mudah untuk
berhenti menggunakan tembakau. 
21
d. Antioksidan , seperti vitamin C dan E , telah diusulkan untuk melindungi dari
penyakit, tetapi hasil penelitian bertentangan dan tidak ada efek positif yang
terbukti. Hasil mengenai lemak dan asam lemak telah bertentangan, dengan
berbagai penelitian melaporkan efek perlindungan, efek peningkatan risiko atau
tanpa efek.  Terdapat indikasi awal bahwa penggunaan obat
antiinflamasi dan penghambat saluran kalsium mungkin bersifat
melindungi.  Sebuah meta-analisis 2010 menemukan bahwa obat antiinflamasi
nonsteroid (selain dari aspirin ), telah dikaitkan dengan setidaknya 15 persen
(lebih tinggi pada pengguna jangka panjang dan reguler) dalam kejadian
perkembangan penyakit Parkinson . 
2. Pencegahan Alzaimer
a. Konsumsi makanan dengan gizi seimbang, serta memiliki kadar lemak dan
kolesterol yang rendah. Selain itu, perbanyak konsumsi buah dan sayuran.
b. Berhenti merokok dan batasi konsumsi minuman beralkohol.
c. Jika menderita stroke, diabetes, hipertensi, atau kolesterol tinggi, konsumsi obat
resep secara rutin dan jalani anjuran dokter dengan baik.Jika mengalami kelebihan
berat badan, turunkan berat badan dengan cara aman.
d. Periksakan tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah secara rutin, agar
gangguan tidak semakin parah.
e. Rutin berolahraga, minimal 2,5 jam dalam seminggu.
f. Gizi, diet dan perubahan gaya hidup.
Diet Mediterani, Penelitian menunjukkan bahwa diet Mediterania di usia paruh
baya dan yang dilengkapi dengan minyak zaitun atau kacang-kacangan dapat
membantu meningkatkan fungsi otak. Hal ini mungkin karena diet yang kaya
antioksidan sangat terkait dengan penundaan penurunan fungsi kognitif. Ini bukan
diet khusus tetapi lebih pada gaya hidup dimana individu makan dari sumber yang
alami yaitu makanan yang tidak diolah seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian
dan kacang-kacangan. Mereka menjadikan minyak zaitun sebagai sumber utama
lemak dari makanan, mengurangi konsumsi daging merah dan makan ikan dalam
jumlah rendah sampai sedang.
g. Vitamin D
Rendahnya tingkat vitamin D dikaitkan dengan penurunan kognitif pada orang
dewasa. Ada makanan tertentu yang mengandung vitamin D yang dapat dimakan
untuk melengkapi kebutuhan, misalnya, minyak ikan - seperti salmon, sarden dan
22
makerel, telur, tambahan lemak, tambahan sereal dalam sarapan dan beberapa
susu bubuk. Diet suplemen dapat dilakukan bersama dengan perubahan gaya
hidup lainnya untuk membantu meningkatkan kesehatan otak secara umum.
Vitamin B Ada bukti yang mendukung bahwa vitamin B dapat membantu
meningkatkan kesehatan otak. Tingkat homosistein pada tubuh kita meningkat
dengan bertambahnya usia; vitamin B12, asam folat (vitamin B9), dan vitamin B6
dapat membantu untuk menyeimbangkan kembali level ini. Vitamin B secara luas
didistribusikan ke seluruh pasokan makanan, jadi jika anda makan makanan yang
bervariasi, diet seimbang yang mencakup makanan dari semua kelompok
makanan, anda kemungkinan besar mendapatkan banyak vitamin yang anda
butuhkan. Sumber makanan yang baik untuk vitamin-vitamin B meliputi: daging
babi, ayam, kalkun, hati, salmon, cod, roti, sereal - seperti oatmeal, gandum dan
beras merah telur, susu, keju, kacang kedelai, kacang tanah, kentang, brokoli ,
kubis Brussel, bayam, asparagus, kacang polong, dan kacang bunci Isoflavon
kedelai Isoflavon kedelai tampaknya memiliki efek positif pada peningkatan
fungsi otak dan memori visual padawanita menopause jika digunakan sejak usia
awal menopause. Suplemen ini dapat dibeli di toko makanan sehat
h. Aktivitas fisik
Beberapa studi menunjukkan bahwa aktivitas fisik dikombinasikan dengan stimulasi
mental membantu memperbaiki kesehatan otak pada paruh baya. Wanita pasca
menopause juga rentan terhadap kenaikan berat badan karena berkurangnya
estrogen menurunkan tingkat metabolisme sehingga olahraga teratur akan
membantu memerangi banyak gejala. Meskipun wanita sering melaporkan
kenaikan berat badan selama periode ini, penelitian telah secara konsisten
menunjukkan bahwa kenaikan berat badan terutama dipengaruhi oleh usia, bukan
menopause Olahraga tai chi telah terbukti efektif dalam usaha untuk
meningkatkan daya ingat.
i. Latihan khusus tersebut memusatkan perhatian seseorang pada apa yang ada di
sini dan waktu sekarang, dan juga meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan
sekitar; ini merupakan komponen penting dari meditasi dan latihan pikiran-tubuh
seperti tai chi.
j. Alkohol dan merokok
Studi terakhir menyarankan pengurangan racun, termasuk alkohol dan merokok,
serta pelaksanaan olahraga mental dan fisik dapat mencegah penurunan kognitif.
23
Perempuan di usia paruhbaya dan diatasnya disarankan untuk melakukannya tidak
lebih dari 2 unit per hari.
3. Pencegahan MSA
Penyakit multiple system atrophy tidak dapat dicegah karena masih belum diketahui
penyebab pastinya. Orang-orang dengan multiple system atrophy akan kehilangan lebih
banyak keterampilan tubuh mereka saat penyakit ini berkembang. Terapis fisik dan okupasi
juga dapat membantu hidup tanpa bantuan pengasuh. Berkurangnya mobilitas dan hilangnya
kontrol pada individu bisa jadi sulit untuk diatasi. Dukungan dari teman dan keluarga sangat
penting untuk kesejahteraan emosional seseorang dengan multiple system atrophy.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Parkinson
a. Terapi suportif Berikut ini beberapa terapi suportif yang disarankan untuk
mengatasi gejala pada pasien penyakit Parkinson:
1) Fisioterapi.
Fisioterapi bertujuan untuk membantu pasien mengatasi kaku otot dan sakit pada
persendian, sehingga dapat meningkatkan kemampuan gerak dan kelenturan
tubuh. Fisioterapi juga bertujuan meningkatkan stamina dan kemampuan pasien
untuk beraktivitas tanpa bergantung kepada orang lain.
2) Perubahan menu makanan.
Salah satu gejala penyakit Parkinson adalah sembelit atau konstipasi. Kondisi ini
dapat diatasi dengan banyak minum air dan konsumsi makanan berserat tinggi.
Dokter juga dapat menganjurkan untuk meningkatkan asupan garam pada
makanan, bila pasien mengalami tekanan darah rendah, terutama saat bangkit
berdiri.
3) Terapi wicara.
Penderita penyakit Parkinson cenderung mengalami kesulitan dalam berbicara,
sehingga diperlukan terapi wicara agar bisa membantu meningkatkan cara
berbicara.
b. Terapi Farmakologi Obat-obat di bawah ini berfungsi meningkatkan atau mengganti
dopamin dalam tubuh:
1) Antikolinergik.
Antikolinergik digunakan untuk membantu mengatasi tremor. Salah satu obat
antikolinergik yang dapat digunakan adalah trihexyphenidyl.
2) Levodopa.
24
Obat ini diserap oleh sel saraf di dalam otak, dan diubah menjadi dopamin.
Meningkatnya kadar dopamin akan membantu mengatasi gangguan gerak tubuh.
Levodopa dapat dikombinasikan dengan carbidopa, untuk mencegah terbentuknya
dopamin di luar otak.
3) Agonis dopamin.
Obat ini memiliki efek yang sama seperti levodopa, namun tidak menghasilkan
dopamin, melainkan hanya menggantikan fungsi dopamin di dalam otak. Agonis
dopamin digunakan pada tahap awal Parkinson, karena efek samping yang
ditimbulkan tidak sekuat levodopa. Contoh obat golongan agonis dopamin adalah
pramipexole, rotigotine, dan ropinirole.
4) Entacapone.
Entacapone hanya diberikan kepada pasien penyakit Parkinson tahap lanjut. Obat
ini adalah pelengkap levodopa untuk memperpanjang efek dari levodopa.
c. Prosedur bedah Pasien penyakit Parkinson biasanya hanya akan ditangani dengan
obat-obatan. Akan tetapi, prosedur bedah kadang dilakukan pada pasien yang sudah
menderita penyakit Parkinson dalam waktu yang lama. Beberapa prosedur yang
dapat dilakukan adalah:
1) Deep brain stimulation (DBS) Pada metode stimulasi otak dalam atau deep brain
stimulation (DBS), dokter akan menanamkan elektroda di bagian otak yang
terganggu. Elektroda ini terhubung ke generator yang ditanam di dada, yang
berfungsi mengirim arus listrik ke otak. DBS disarankan pada pasien yang tidak
merespons obat-obatan dengan baik. DBS mampu mengurangi atau menghentikan
diskinesia, mengurangi tremor dan rigiditas, serta memperbaiki kemampuan
gerak.
2) Bedah pisau gamma (gamma knife) Pada pasien yang tidak dapat menjalani
prosedur DBS, bedah pisau gamma dapat menjadi pilihan. Prosedur ini dilakukan
selama 15-40 menit, dengan memfokuskan sinar radiasi kuat ke area otak yang
terdampak.
2. Penatalaksanaan Alzhaimer
a. Terapi suportif
1) Menciptakan Lingkungan yang Aman dan Suportif Penyesuaian situasi hidup
dengan kebutuhan seseorang dengan Alzheimer adalah hal penting dari setiap
rencana perawatan. Untuk seseorang dengan Alzheimer, membangun dan
memperkuat kebiasaan rutin dan meminimalisir tugas yang membutuhkan
25
memori dapat membuat hidup mereka berjalan jauh lebih mudah.
2) Olahraga Olahraga rutin adalah hal penting untuk pengidap Alzheimer, karena
dapat meningkatkan mood dan menjaga kesehatan sendi, otot, dan jantung.
Olahraga juga dapat membantu meningkatkan kualitas tidur dan mencegah
konstipasi. Pastikan pengidap memakai tag nama berisikan alamat dan nomor
yang dapat dihubungi setiap kali pengidap pergi berolahraga atau berjalan.
3) Nutrisi Orang dengan Alzheimer sering kali lupa makan, kehilangan minat
dalam menyiapkan makanan atau tidak mau makan kombinasi makanan yang
sehat. Mereka mungkin juga lupa minum cukup banyak, menyebabkan dehidrasi
dan sembelit.
b. Terapi Farmakologi
1) Kolinesterase inhibitor 4 jenis kolinesterase inhibitor yang paling sering
digunakan adalah
 Donepezil (merk dagang ARICEPT) disetujui untuk pengobatan semua tahap
Alzheimer disease. Dimulai dengan dosis 5 mg per hari, kemudian dosis
ditingkatkan menjadi 10 mg per hari setelah satu bulan.
 Galantamine (merk dagang RAZADYNE) disetujui untuk tahap ringan sampai
sedang.Galantamine dimulai dengan dosis 4 mg dua kali sehari. Pertama-
tama, dosis ditingkatkan menjadi 8 mg dua kali sehari dan akhirnya sampai 12
mg dua kali sehari. Seperti rivastigmine, waktu yang lebih lama antara
peningkatan dosis berhubungan dengan penurunan efek samping.
 Rivastigmine (merk dagang EXELON) untuk tahap ringan sampai sedang.
Dosis rivastigmine ditingkatkan dari 1,5 mg dua kali sehari sampai 3 mg dua
kali sehari, kemudian menjadi 4,5 mg dua kali sehari, dan untuk maksimal
dosis 6 mg dua kali sehari.
 Tacrine (COGNEX) merupakan kolinesterase inhibitor pertama yang disetujui
untuk digunakan sejak tahun 1993, namun sudah jarang digunakan saat ini
karena faktor resiko efek sampingnya, salah satunya adalah kerusakan hahati.
2) Memantin Memantin merupakan obat yang telah diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan penyakit Alzheimer sedang sampai
berat. Dosis awal untuk penggunaan Memantin adalah 5 mg perhari, kemudian
dosis ditingkatkan berdasarkan penelitian, hingga 10 mg dua kali sehari.
Memantine tampaknya bekerja dengan cara memblok saluran N-methyl-D-

26
aspartate (NMDA) yang berlebihan. Memantine yang dikombinasikan dengan
cholinesterase inhibitor maupun yang tidak, tampaknya dapat memperlambat
kerusakan kognitif pada pasien dengan AD yang moderat.(6,9)
3) Thiamin Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2
ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan
neuronal pada nukleus basalis. Pemberian thiamin hydrochlorida dengan dosis 3
gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
4) Haloperiodol Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis
(delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari
selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer
menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depresant (Amitryptiline
25-100 mg/hari)
5) Acetyl L-Carnitine (ALC) Merupakan suatu subtrat endogen yang disintesa di
dalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferase. Penelitian ini
menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetilkolinesterase,
kolin asetiltransferase. Pada pemberian dosis 1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun
dalam pengobatan, disimpulkan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
6) Antioksidan Pada pasien dengan AD sedang-berat, penggunaan antioksidan
selegiline, α-tokoferol (vitamin E), atau keduanya, memperlambat proses
kematian. Karena vitamin E memiliki potensi yang rendah untuk toksisitas dari
selegiline, dan juga lebih murah, dosis yang digunakan dalam penelitian untuk
diberikan kepada pasien AD adalah 1000 IU dua kali sehari. Namun, efek yang
menguntungkan dari vitamin E tetap kontroversial, dan sebagian peneliti tidak
lagi memberikan dalam dosis tinggi karena ternyata memiliki potensi dalam
menimbulkan komplikasi kardiovaskular.
3. Penatalaksanaan Multiple System Artropi (MSA)
a. Pengawasan
Perawatan berkelanjutan dari ahli saraf yang mengkhususkan diri pada gangguan gerakan
dianjurkan, karena gejala MSA yang kompleks seringkali tidak dikenal oleh ahli saraf yang
kurang terspesialisasi. Layanan rumah sakit / perawatan rumah bisa sangat berguna seiring
dengan kemajuan kecacatan.
27
b. Terapi obat
Levodopa (L-Dopa), obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson,
memperbaiki gejala parkinsonian pada sebagian kecil pasien MSA. Obat riluzole tidak efektif
dalam mengobati MSA atau PSP.
c. Rehabilitasi

Manajemen oleh profesional rehabilitasi termasuk ahli fisioterapi, fisioterapis, terapis


okupasi, terapis bicara, dan lainnya untuk kesulitan berjalan / bergerak, tugas sehari-hari, dan
masalah bicara sangat penting.
Ahli fisioterapi dapat membantu menjaga mobilitas pasien dan akan membantu mencegah
kontraktur . Menginstruksikan pasien dalam pelatihan gaya berjalan akan membantu
meningkatkan mobilitas mereka dan mengurangi risiko jatuh. Seorang fisioterapis mungkin
juga meresepkan alat bantu mobilitas seperti tongkat atau alat bantu jalan untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
d. Menghindari hipotensi postural
Satu masalah yang sangat serius, penurunan tekanan darah saat berdiri (dengan risiko pingsan
dan cedera akibat jatuh), sering kali merespons fludrokortison , mineralokortikoid sintetis.
Perawatan non-obat termasuk "head-up tilt" (mengangkat kepala seluruh tempat tidur sekitar
10 derajat), tablet garam atau meningkatkan garam dalam makanan, asupan cairan yang
banyak, dan stoking (elastis) penekan. Menghindari pemicu tekanan darah rendah, seperti
cuaca panas, alkohol , dan dehidrasi, sangatlah penting. Pasien dapat diajari untuk bergerak
dan berpindah dari duduk ke berdiri perlahan untuk mengurangi risiko jatuh dan membatasi
efek hipotensi postural . Instruksi dalam memompa pergelangan kaki membantu
mengembalikan darah di kaki ke sirkulasi sistemik . Tindakan pencegahan lainnya adalah
menaikkan kepala ranjang sebesar 20,3 cm (8 inci), dan penggunaan stoking kompresi dan
pengikat perut.
e. Dukungan
Pekerja sosial dan terapis okupasi juga dapat membantu mengatasi disabilitas melalui
penyediaan peralatan dan adaptasi rumah, layanan untuk pengasuh, dan akses ke layanan
perawatan kesehatan, baik untuk penderita MSA maupun pengasuh keluarga. Orang yang
terpengaruh oleh MSA didukung oleh beberapa organisasi, seperti The Multiple System
Atrophy (MSA) Coalition, dan Defeat MSA.
G. ASKEP
1. Pengkajian Keperawatan

28
a. Riwayat Keperawatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis:
1) Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf (jatuh,
kecelakaan lalulintas)
2) Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan sakit gigi.
3) Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan ingatan
yang baru terjadi.
4) Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun, tinitus dan
masalah pendengaran.
5) Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan.
6) Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri) atau
kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas.
7) Impotensi dan kesulitan berkemih.
8) Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.
9) Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi sosial.
10) Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu.
b. Pengkajian Fisik
Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah:
1) Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)
Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar, letargi,
stupor, semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan menggunakan
Glasgow Coma Scale.
2) Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas.
Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan
neurologis. Beberapa tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan yang
lebih spesifik seperti tes Romberg untuk memeriksa koordinasi keseimbangan
tubuh tes koordinasi jari hidung untuk memeriksa kemampuan koordinasi
ekstremitas atas.
3) Status mental
Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek, bahasa,
pikiran dan persepsi (person, time and space).
4) Refleks

29
Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik. Refleks
yang diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon), refleks
kutaneus (superfisial) dan adanya refleks abnormal seperti refleks Babinski.
5) Gerakan involunter
Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat
dikendalikan seperti tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus, hemibalismus,
chorea dan atetosis.
6) Perubahan pupil
Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap cahaya.
7) Tanda vital
Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam
hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan
pernapasan tidak teratur.
8) Saraf kranial
Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya kelainan
yang spesifik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh
c. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan penerimaan sensori, transmisi, dan integrasi.
d. kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem
saraf
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
Tujuan :
- Pasien bebas dari reesiko cedera
- Tidak memperlihatkan cedera fisik
Intervensi:
- Kaji status mental dan fisik
- Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status fisiologis

30
- Pertahankan tindakan kewaspadaan
- Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan pasien.
- Hindari tugas-tugas yang membahayakan

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.


Tujuan:
- Pasien akan mengidentifikasikan aktivitas dan/atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
- Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari
Intervensi:
- Kaji respon, emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas.
- Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
- Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
- Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi yang dapat
ditoleransi.
c. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan penerimaan sensori, transmisi, dan integrasi.
Tujuan:
- Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif
- Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu.
Intervensi:
- Pantau perubahan status neurologis pasien
- Pantau tingkat kesadaran pasien.
- Identifikasikan faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi
sensori.
- Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori.
- Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang sesuai.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan sistem
saraf pusat.
Tujuan:
- Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
Intervensi:
- Kaji kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan memahami symbol.
31
- Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan stimulasi
sebagai komunikasi.
- Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Sistem saraf merupakan hal terpenting bagi tubuh manusia, sistem saraf
adalah sistem organ yang dapat meregulasi dan mengatur sistem-sistem organ
tubuh yang lain. Sistem tersebut juga bertanggung jawab atas pengetahuan dan
daya ingat yang dimiliki manusia. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil
sikap terhadap adanya perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya
(Irianto, 2004).
Neurologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang khusus membahas soal
sistem saraf manusia, mulai dari kinerjanya hingga penyakit yang menyertainya.
Sistem saraf manusia sendiri berlangsung sangat kompleks dan memiliki peran
yang sangat signifikan dalam mengatur serta mengoordinasikan seluruh gerakan
tubuh.
Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik
pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi
karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan
biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Terdapat
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem
Neurologi antara lain: Saraf pusat dan saraf perifer. Adapun bebrapa masalah
Neurologi yang sering terjadi pada lansia yaitu, Alzheimer, Parkinson, Multiple
System Atrophy (MSA).
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar bisa memahami pembahasan tentang
Asuhan keperawatan lansia dengan gangguan sistem Neurologi dari makalah ini
dan bisa menambah wawasan pembaca Asuhan Keperawatan Lansia dengan
gangguan sistem Neurologi. Diharapkan juga kepada seluruh tenaga medis teruta

32
ma perawat agar dapat memahami konsep lansia dan asuhan keperawatan pada lan
sia agar dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mengatasi masalah kesehatan
terhadap lansia dengan baik dan benar.

Daftar Pustaka

Bird TD, Miller BL. Alzheimer's Disease and Other Dementias. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. p. 1-
22.
Society NAOAA. Alzheimer’s Disease and Dementia : A Growing Challenge2000:[1-6 pp.]
Henry W. Querfurth MD, Ph.D, Frank M. LaFerla PD. Mechanisms of Disease : Alzheimer’s
Disease. NEJM. 2011;362:1-16.
PERDOSSI. Modul Gangguan Gerak Penyakit Parkinson. Jakarta: PERDOSSI; 2008.
Elbaz A, Bower JH, Maraganore DM, Mcdonnell SK, Peterson BJ, Ahlskog JE, et al. Risk
tables for parkinsonism and Parkinson’s disease. J Clin Epidemiol. 2002;55:25–31.
Tanner C. Is the cause of Parkinson’s disease environmental or hereditary? evidence from
twin studiesitle. Adv Neurol. 2003;91:133–142.
Wan N, Lin G. Parkinson’s Disease and Pesticides Exposure: New Findings From a
Comprehensive Study in Nebraska, USA. J Rural Heal. 2016;32(3):303–13.
Rochmah W, Harimurti K. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Interna Publishing; 2009.
Chen, J.J., Swope, D.M., 2014. Parkinson’s Disease. In: DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee,
G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic
Approach, Ninth Edition. McGraw-Hill Education.
Ikawati, Z., 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Japardi I. Penyakit Alzheimer. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. 2002. pp.1-
11.
Reinhard Rohkamm MD. Color Atlas of Neurology Germany: Thieme; 2004
URMC. https://www.urmc.rochester.edu/highland/departments-centers/neurology/what-is-a-
neurologist.aspx Diakses pada 26 September 2020
Soeparman, Waspadji Sarwono, Buku Ilmu Penyakit Dalam edisi 3, Balai penerbit FKUI
Jakarta, 2001 :127
33
Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta, 2001
Fanciulli A, Wenning GK (Januari 2015). "Atrofi multi-sistem". N. Engl. J. Med . 372 (3):
249–63.

34

Anda mungkin juga menyukai