Anda di halaman 1dari 19

SISTEM PERSYARAFAN

PADA LANSIA

DISUSUN OLEH :
1. APRIYANI ASMAUL KHOIRIAH
2. RIZKY NUGRAHA
3. CINDY KALISTA

Dosen Pembimbing :

MAYA FADLILLAH.,M.Kep

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah “KEPERAWATAN GERONTIK”
mengenai sistem persyarafan pada lansia.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu ibu
MAYA FADLILLAH.,M.Kep, yang telah membantu kami, sehingga kami
merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas bimbingan
yang telah di berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan
masih kurang sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini.

Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin,
baik itu bagi diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.

Palembang, Oktober 2016

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia mengalami berbagai perubahan fisik dan psikologis melalui
pertumbuhan dan maturitas. Proses menua pada manusia merupakan suatu
peristiwa alamiah yang tak terhindarkan, dan menjadi manusia lanjut usia
(lansia) yang sehat merupakan suatu rahmat. Perubahan neurologis
bergantung pada faktor genetika, sosio ekonomi, harga diri, dan sosial.
Walaupun terdapat beberapa catatan tentang efek penuaan pada system
saraf, banyak perubahan dapat diperlambat atau dikurangi melalui suatu
gaya hidup sehat. Selain masalah penurunan sistem neurologis masalah
yang sering dialami oleh lansia juga adalah masalah penurunan sensoris,
yang berhubungan dengan perubahan normal akibat penuaan. Perubahan
ini tidak terjadi pada kecepatan yang sama atau pada waktu yang sama
atau pada waktu yang sama untuk semua orang dan tidak selalu jelas dan
dramatis. Perubahan sensoris dan permasalahan yang dihasilkan mungkin
merupakan faktor yang turut berperan paling kuat dalam perubahan gaya
hidup yang bergerak kearah ketergantungan yang lebih besar dan persepsi
negative tentang kehidupan. Jadi dengan memandang proses penuaan dari
prespektif yang luas dapat membimbing kearah strategi yang lebih kreatif
untuk melalukan intervensi terhadap lansia.
Degeneratif sel pada lansia menyebabkan sistem saraf mengalami
perubahan dengan menurunnya berat otak 10-20% sehingga lambat dalam
merespon rangsangan. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan
menyebabkan penurunan persepsi sensorik dan respon motorik pada
susunan saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi
karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis
dan biokimia. Struktur dan fungsi sistem saraf berubah dengan
bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat

3
berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti (Smeltzer & Suzanne,
2001).
Perubahan struktural yang paling terlihat terjadi pada otak itu
sendiri, walaupun bagian dari sistem saraf pusat juga terpengaruh
perubahan ukuran otak yang diakibatkan oleh atrofi girus dan dilatasi
sulkus dan ventrikel otak. Korteks cerebral adalah daerah otak yang paling
besar dipengaruhi oleh kehilangan neuron. Penurunan aliran darah cerebral
dan penggunaan oksigen dapat pula terjadi dengan penuaan.
Memori merupakan bagian integral dari eksistensi manusia. Kita
tidak bisa membayangkan seperti apa manusia itu bila kita tidak dapat
mengingat masa lalu, tidak dapat memasukkan informasi yang baru saja
kita dengar, dan tidak dapat mengingat apa yang akan kita lakukan besok.
Sebagian besar dari apa yang kita ketahui dari dunia ini bukan berasal dari
saat kita lahir, tetapi kita peroleh dari pengalaman yang tersimpan dalam
memori (Darjowidjojo, 2005).
Kehilangan memori pada lansia merupakan hal yang membuat stres
dan frustasi. Walaupun kehilangan memori bisa disebabkan penyakit otak
organik atau depresi, semua hal itu tidak ada hubungannya dengan proses
penyakit. Seiring bertambahnya usia, kehilangan short-term memory
(mengingat kejadian yang baru saja terjadi) lebih sering terjadi daripada
kehilangan long-term memory (mengingat kejadian yang dulu).
Untuk menjaga agar penurunan fungsi tidak terjadi secara cepat pada
lansia dapat dilakukan pencegahan primer, sebagai salah satu cara dalam
memelihara gaya hidup yang sehat, ini merupakan suatu tantangan yang
penting bagi perawat dan para professional pelayanan kesehatan lainnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah
1. Apakah penyebab terjadinya gangguan saraf dan memori pada lansia?
2. Bagaimana perubahan sistem saraf pada lansia

4
3. Bagaimana masalah yang terjadi akibat perubahan sistem saraf pada
lansia

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya gangguan saraf dan memori
pada lansia.
2. Untuk mengetahui perubahan saraf pada lansia
3. Untuk mengetahui masalah yang terjadi akibat perubahan sistem saraf
pada lansia

D. Manfaat
Dapat digunakan sebagai bahan tambahan pengetahuan dalam hal
gangguan saraf dan memori pada lansia.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa
penghantaran impul saraf ke susunan saraf pusat, pemrosesan impul saraf
dan perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil
pelaksanaan kerja sistem saraf adalah sel saraf atau neuron. Sistem saraf
sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan
makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan-
perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah
kemampuan menanggapi rangsangan (Setianto, 2007).
Sistem saraf termasuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer
(sistem saraf tepi). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang dan sistem saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan
sistem saraf otonom. Sistem saraf mempunyai tiga fungsi utama, yaitu
menerima informasi dalam bentuk rangsangan atau stimulus; memproses
informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon) terhadap
rangsangan (Stanley, 2006).

B. Reseptor Sensorik
Sebagian besar aktivitas sistem saraf diawali oleh pengalaman
sensorik yang berasal dari reseptor sensorik yaitu reseptor visual, reseptor
auditorik, reseptor taktil dipermukaan tubuh, atau macam-macam reseptor
lainnya. Pengalaman sensorik dapat menimbulkan reaksi segera, atau
ingatan ini dapat disimpan dalam otak untuk beberapa menit bahkan
sampai beberapa tahun dan selanjutnya dapat membantu menentukan
reaksi tubuh di masa datang. Informasi akan masuk ke dalam sistem saraf
pusat melalui saraf-saraf perifer dan dihantarkan ke berbagai area sensorik.

6
1. Pembagian Motorik
Peran yang paling penting dari sistem saraf adalah mengatur
berbagai aktivitas tubuh, hal ini dapat dicapai melaui
penangaturan kontraksi otot rangka seluruh tubuh, kontraksi otot
polos organ dalam, dan sekrsi kelenjar ksokrin dan endokrin.
Seluruh aktivitas ini disebut fungsi motorik sistem saraf,
sedangkan otot dan kelenjar disebut efektor karena otot dan
kelenjar bkerja berdasarkan perintah dari sinyal sarafnya.
2. Penyimpanan Informasi – Memori
Sebagian kecil dari informasi sensorik yang penting dapat
segera menimbulkan impuls motorik, sebagian besar akan
disimpan untuk masa datang untuk mengatur aktivitas motorik
dan untuk pengolahan berpikir. Sebagian besar penyimpanan ini
terjadi di kortek serebri, tetapi regio basal otak dan mungkin
juga medula spinalis dapat juga menyimpan sebagian kecil
informasi. Penyimpanan informasi ini merupakan suatu proses
yang disebut sebagai memori.
3. Macam-macam sinaps – Kimia dan Listrik
Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke nuron
lainnya melalui batas antar neuron yang disebut sinaps. Ada dua
macam sinaps yaitu sinaps kimia dan sinaps listrik. Pada sinaps
kimia neuron pertama yang menyekresi bahan kimia
disebut neurotransmitter dan akan bekerja pada reseptor protein
dalam membran neuron berikutnya sehingga neuron tersebut
akan terangsang, menghambatnya atau mengubah
sensitivitasnya dalam berbagai cara. Sampai saat ini ditemukan
lebih dari 40 substansi transmiter, beberapa diantaranya adalah
asetilkolin, norepinefrin, histamin, GABA, glisin, serotinin dan
glutamat.
Sebaliknya sinaps listrik ditandai dengan adanya saluran
langsung yang menjalarkan aliran listrik dari sel ke sel lainnya.

7
Kebanyakan saluran ini merupakan struktur tubuler protein kecil
yang disebut gap junction yang memudahkan pergerakan ion-
ion secara bebas ke bagian-bagian sel. Dalam sistem saraf pusat
hanya ditemukan sedikit, sedangkan pada otot viseral
merupakan sarana untuk menjalarkan potensial aksi pada serabut
otot.
4. Sensasi Taktil Dan Suhu
Sensasi raba umunya disebabkan perangsangan reseptor
taktil yang terdapat di kulit dan dalam jaringan tepat di bawah
kulit dan dalan jaringan tepat di bawah kulit, sensasi getaran
disebabkan oleh adanya perubahan pada jaringan yang lebih
dalam, sensasi getaran disebabkan oleh sinyal sensorik yang
datang berulang-ulang, tapi beberapa reseptor yang sama
digunakan juga untuk rasa raba dan tekan khususnya reseptor
yang beradaptasi cepat.
Reseptor dingin dan reseptor panas terletak di bawah kulit
pada titik-titik yang berbeda dan terpisah-pisah dengan diameter
perangsangan kira-kira 1 mm. Gradasi termal dapat dibedakan
oleh paling sedikit tiga macam reseptor sensorik: reseptor
dingin, hangat dan rasa nyeri. Reseptor rasa nyeri hanya
dirangsang oleh gradasi panas atau dingin yang ekstrem. Indera
suhu berespon terhadap perubahan suhu di samping dapat
berespon terhadap tingkat temperatur yang tetap.
5. Sensasi Somatik
Reseptor nyeri yang terdapat di kulit dan jaringan lain
semuanya merupakan ujung saraf bebas. Reseptor tersebar luas
pada permukaan superfisial kulit dan juga di jaringan dalam
tertentu, misalnya periosteum, dinding arteri, permukaan sendi,
dan falks serta tentorium tempurung kepala. Sebagian besar
jaringan dalam lainnya tak begitu banyak dipersarafi oleh ujung
saraf rasa nyeri, namun setiap kerusakan jaringan yang luas

8
dapat saja bergabung sehingga pada daerah tersebut akan timbul
tipe rasa nyeri pegal yang lambat dan kronik.
Rasa nyeri dapat dirasakan melalui berbagai macam
rangsangan. Beberapa zat kimia yang merangsang nyeri meliputi
bradikinin, serotinin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin dan
enzim proteolitik, prostaglandin dan substansi P. substansi kimia
penting untuk perangsangan lambat, jenis rasa nyeri stelah
cedera jaringan.
(Brunner & Suddarth, 2002; Nugroho, 2000)
C. Perubahan Sistem Saraf Pada Lansia
Perubahan dari sistem persarafan dapat dipicu oleh gangguan dari
stimulasi dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Pada
lansia dapat diasumsikan terjadi respon yang lambat yang dapat
mengganggu performance dalam beraktivitas. Kualitas performance pada
lansia akan menurun disebabkan antara lain oleh motivasi, kesehatan, dan
pengaruh lingkungan. Lansia mengalami kemunduran dalam kemampuan
mempertahankan posisi mereka dan menghindari kemungkinan jatuh.
Kemampuan mempertahankan posisi dipengaruhi oleh tiga fungsi
menurut Darmojo & Martono (2004) yaitu:
1. Keseimbangan (Balance)
2. Postur tubuh
3. Kemampuan berpindah
Menurut Brunner & Suddarth (2002), gangguan yang sering muncul pada
lansia antara lain
1. Dizziness
Sistem saraf pusat mengintegrasi pesan sensorik dari berbagai
reseptor untuk menjaga keseimbangan dan pergerakan untuk
berinteraksi dengan obyek dan lingkungan. Orang yang tidak dapat
menerima informasi atau mengalami kegagalan mengintegrasi
informasi secara tepat dapat mengalami dizziness. Dizziness dapat
dikategorikan menjadi:

9
a. Perasaan berputar, biasanya disebut vertigo yaitu perasaan
berputar. Biasanya berhubungan dengan gangguan sistem
vstibular, berlangsung spontan dapat disertai dengan nausea dan
muntah.
b. Impending faint, dizziness menimbulkan sensasi pandangan
kabur yang biasanya disebabkan kurangnya suplai darah atau
nutrisi ke dalam otak, dapat juga timbul pada lansia
dengan postural hypotension, dapat disertai dengan dengingan di
telinga, gangguan pandangan dan diaporesis.
c. Disekuilibrium, kehilangan keseimbangan tanpa abnormal sensasi
pada kepala. Terjadi pada orang yang berjalan dan kehilangan
keseimbangan saat mereka duduk, biasanya karena gangguan
kontrol sistem motorik.
d. Vague lightheadedness, biasanya karena memiliki gangguan
sensori multipel seperti neuropati periperal,katarak, spondilosis
servikal, dapat juga memiliki gangguan gangguan vestibular dan
fungsi auditori.
2. Sinkop
Sinkop disebabkan karena gangguan pada baroreseptor pada leher
atau perubahan pada aliran darah arteri sistemik. Biasanya
berhubungan dengan batuk, mikturisi atau hipotensi postural. Sinkop
karena batuk biasanya terjadi pada usia pertengahan sampai usia
lanjut, terutama pada perokok, empisema dan bronkhitis. Sinkop
karena mikturisi karena bendungan urine yang banyak. Sinkop karena
hipotensi postural terjadi bila tekanan darah turun sebesar 20 mmHg
atau lebih yang terjadi pada saat seseorang secara tiba-tiba bangkit
dari posisi berbaring atau duduk. Pada lansia perlu ditekankan untuk
bangkit secara perlahan dari tpilet untuk mencegah terjadinya sinkop
mikturisi, dan bangkir secara perlahan dari tempat tidur atau kursi
untuk menghindari sinkop karena hipotensi postural.

10
3. Hipotermi dan Hipertermi
Lansia memiliki resiko besar untuk mengalami hipotermi atau
hipertermi. Hipotermia terjadi bila suhu tubuh mencapai 35oC atau
kurang. Banyak penyebab dari hipotermi, biasanya karena terpapar
oleh lingkungan. Dapat juga disebabkan karena kurangnya aktivitas
fisik, isolasi sosial, usia karena berkurangnya lapisan lemak dan
jaringan subkutaneus, gangguan mekanisme termoregulasi,
alkoholisme, diabetes, penyakit kariovaskular dan serbrovaskular, dan
infeksi. Pada lansia ditandai dengan suhu tubuh turun, kulit dingin dan
sianosis, suara serak, dan alur pikir yang lambat.
Heat stroke merupakan masalah serius yang sering terjadi pada
lansia. Penyebabnya adalah gangguan fungsi termoregulasi yang
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh karena gangguan pada proses
radiasi, konveksi dan evaporasi. Gejala yang timbul biasanya sakit
kepala, dizziness,kelemahan, nausea, muntah dan elevasi suhu tubuh
hingga 40oC atau lebih. Hipertermi pada lansia biasanya diatasi
dengan menggunakan air dingin dan mandi dengan melakukan masase
untuk mencegah vasokonstriksi periper.
4. Gangguan tidur
Pada umumnya lansia memerlukan waktu yang lama untuk tidur
dan sering terbangun pada malam hari. Biasanya disebabkan
penurunan kemampuan utuk mencapai tidur yang dalam yang
berhubungan dengan beberapa faktor seperti nokturia, ansietas, dan
gangguan psikologis. Lansia biasanya mengalami “light
sleepers” karena gangguan pada saat transisi antara masa tidur dan
masa wakefullness.
5. Delirium
Delirum merupakan gangguan fungsi intelektual karena
kerusakan pada metabolisme otak. Biasanya ditandai dengan
menurunnya perhatian, disorganisasi dalam berpikir, disorientasi,
gangguan dalam mengingat, gangguan bicara,dan perubahan aktivitas

11
motorik. Keadaan ini dapat jatuh pada keadaan stupor atau koma,
misinterpretasi, ilusi atau halusinasi, ansietas, depresi, iritabel, marah
apatis dan euporia. Etiologi dari delirum antara lain gangguan
pemenuhan oksigen, substrat, kofaktor metabolik, penyakit organ
seperti otak, keracunan, gangguan keseimbangan cairan, ion, asm basa
pada sel saraf.
6. Demensia
Merupakan gangguan fungsi intelektual yaitu kehilangan memori
dan perubahan kepribadian. Penderita biasanya mengalami gangguan
dalam interaksi sosial, memecahkan masalah, mengingat, orientasi dan
berperilaku. Karakteristik dari demensia antara lain aphasia, agnosia
dan perubahan kepribadian (Stanley, 2006).
Salah satu bentuk dari demensia pada lansia yang sering terjadi
adalah Azlheimers disease. Penyebab dari penyakit ini belum
diketahui. Berbagai penyebab telah diduga, termasuk akibat defek
gen, infeksi, kesalahan tubuh dalam pembentukan,
protein (khususnya protein amiloid), dan terpapar racun atau faktor-
faktor di lingkungan yang menyebabkan perubahan pada sel-sel saraf.
Melalui penelitian bertahun-tahun, terjadi berbagai perubahan pada
penderita Alzheimer:
a. Perubahan di luar
1) Seperti sel saraf yang mati mempengaruhi otak menjadi
mengecil
2) Area otak yang sering dipengaruhi adalah area kontrol yang
memiliki banyak fungsi sel memori, berpikir logis
dan kepribadian
3) Area lain di otak dapat juga terpengaruh dan menunjuk
kerusakan
4) Area tersebut menjadi mengecil, ruang otak yang terisi cairan
(ventrikel) menjadi lebar

12
b. Perubahan mikroskopis
Struktur mikroskopis tertentu di sel saraf (disebut serabut
neurofibril) yang ditulis oleh psikiater Jerman Alois Alzheimer
(1864-1915), yang pertama menggambarkan gangguan ini,
dan diberi nama seperti namanya. Perubahan mikroskopis lain
juga ditemukan pada otak penderita, tetapi pola ini menimbulkan
gejala yang tidak diketahui
Apapun penyebabnya, Alzheimer diakibatkan kegagalan
penyebaran sel-sel saraf.
1) Hubungan dengan pengantar kimia tertentu (substansi yang
diperlukan untuk membantu perjalanan pesan melalui otak)
akan tampak
2) Sel saraf yang mati sering mengandung pengantar kimia yang
disebut asetilkolin
3) Tingkat terendah dari enzim kunci (kolin asetil transferase) yang
diperlukan untuk pembentukan pengantar kimia yang telah ada
di otak penderita Alzheimer
4) Berbagai usaha untuk mengobati penyakit ini dengan
pengobatan medis yang meningkatkan tingkat asetilkolin otak
belum ada yang berhasil
5) Tingkatan yang rendah dari pengantar kimia yang lain di otak
(seperti serotinin dan norepinefrin) dapat juga mempengaruhi
c. Gejala
1) Progresi penyakit ini lambat dan gradual. Alzheimer dapat
terjadi tanpa dikeyahui selama bertahun-tahun
2) Gejalanya sering tertutupi oleh pekerjaan dan hubungan
dengan teman-teman, keluarga dan rekan kerja
3) Kehilangan memori yang baru biasanya tampak pada awal
penyakit ini

13
4) Masalah berbahasa, berhitung, berpikir abstrak, berpendapat,
dan kemampuan membuat keputusan terjadi pada keadaan
lanjut penyakit
5) Depresi, cemas, perubahan kepribadian dan ketidak teraturan
atau tingkah lakun yang tidak dapat diprediksi dapat timbul
6) Delusi dan halusinasi biasanya muncul pada penyakit yang
sudah lanjut
d. Diagnosis
1) Diagnosis formal dibutuhkan karena demensia (gangguan
mental) dapat ditemukan melalui cara:
a) Dilakukannya suatu pemeriksaan klinik
b) Tes formal status mental dapat dilakukan. Mini Mental
State Examination and Blessed Dementia Scale sebagai
contoh. Tes ini sudah distandarisasi dimana anda dapat
menjawab pertanyaan yang akan mengetes kemampuan
berpikir dan mengingat
c) Tes dilakukan oleh neurologis atau neuropsikologis
(dokter dan psikologis spesialis gangguan sistem saraf)
2) Seringkali dilakukan CT scan otak, terutama untuk penderita
dengan gejala yang baru, dengan gejala yang tidak jelas, gejala
dengan progesitas cepat, dengan riwayat trauma kepala, atau
yang sudah menjalani tes yang menunjukkan penyebab lain
dari gejala
3) Tes laboratorium lain biasanya untuk screen untuk perawatan
berbagai penyebab perubahan status mental
Penatalaksanaan:
e. Self-Care at Home
Perawatan rumah difokuskan pada bentuk bantuan dalam
aktivitas sehari-hari. Termasuk dengan bantuan tagihan bulanan,
membantu dalam berpakaian, atau menyediakan makanan.
Beberapa asisten biasanya dibutuhkan dalam beberapa bulan

14
sampai tahun setelah diagnosis, namun hal itu memang
diperlukan untuk keamanan penderita pada tahap lanjut penyakit.
Pengasuh harus memperhatikan secara dekat perubahan
mendadak keadaan mental karena Alzheimer yang menandai
adanya penyakit lain yang mungkin lebih berat untuk dikenali.
f. Medikasi
Alzheimer merupakan penyakit progresif, yang berarti keadaan
penderita semakin bertambah parah. Sayangnya tidak ada
pengobatan kuratif yang benar-benar berguna. Beberapa obat dapat
meningkatkan gejala dan fungsi pada penderita sewaktu-waktu,
meskipun tidak membuat proses awal penyakit menjadi progesif.
g. Obat-obat yang Disarankan
Tacrine (Cognex), donefezil (Aricept), galanthamine
(Reminyl), dan rivastigmine (Exelon) disetujui oleh US Food and
Drug Administration (FDA) untuk iguana oleh penderita
Alzheimer. Obat-oabt tersebut bekerja dengan mencegah
pemecahan acetylcholine, zat kimia yang diperlukan otak untuk
berkomunikasi. Donepezil, galanthamine dan rivastigmine secara
signifikan lebih digunakan dari pada tacrine karena mempunyai
efek samping yang rendah.

D. Masalah-masalah Akibat Perubahan Sistem Persarafan Pada Lansia


Adapun masalah-masalah perubahan sistem persarafan pada lansia
adalah sebagai berikut, yaitu:
1. Gangguan pola istirahat tidur
Seringkali lansia mengalami perubahan pola tidur atau
perbandiangan bangun dan pengaturan suhu pada lansia. Keluhan
utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada
dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Gangguan pola
tidur dan pengaturan suhu terjadi akibat adanya penurunan pada
hypothalamus pada lansia.

15
2. Gangguan gerak langkah (GAIT)
Pada usia lanjut secara fisiologik terdapat perubahan gerak
langkah menjadi lebih pendek dengan jarak kedua kaki lebih lebar,
rotasi pinggul menurun dan gerak lebih lambat .
Keadaan ini sering diperberat oleh gangguan mekanik akibat
penyakit yang menyertai, antara lain adanya arthritis, deformasi sendi,
kelemahan fokal atau menyeluruh, neuropati, gangguan visual atau
vestibuler atau gangguan integrasi di SSP.
3. Gangguan persepsi sensori
Perubahan sensorik terjadi pada jalur sistem sensori dimulai dari
reseptor hingga ke korteks sensori, merubah transmisi atau informasi
sensori. Pada korteks lobus parietal sangat penting dalam interpretasi
sensori dengan pengendaian penglihatan, pendengaran, rasa dan
regulasi suhu. Hilang atau menurunnya sensori rasa nyeri, temperature
dan rabaan dapat menimbulkan masalah pada lansia.
4. Gangguan eliminasi BAB dan BAK
Perubahan sistem saraf pada lansia juga sering terjadi pada sistem
pencernaan maupun pada sistem urinari. Hal ini disebabkan karena
pada lansia terjadi penurunan sistem saraf perifer, dimana lansia
menjadi tidak mampu untuk mengontrol pengeluaran BAB maupun
BAK, sehingga bisa menimbulkan beberapa masalah, seperti
konstipasi, obstipasi, inkontinensia urin, dll.
5. Kerusakan komunikasi verbal
Pada lansia sering terjadi kerusakan komunikasi verbal, hal ini
disebabkan karena terjadi penurunan atau ketidakmampuan untuk
menerima, memproses, mentransmisikan dan menggunakan sistem
simbol. Adapun yang menjadi penyebab lain masalah tersebut
dikarenakan terjadinya perubahan pada persarafan di sekitar wajah.

16
17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Degeneratif sel pada lansia menyebabkan sistem saraf mengalami
perubahan dengan menurunnya berat otak 10-20% sehingga lambat
dalam merespon rangsangan. Sehingga menyebabkan penurunan
persepsi sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif. Hal ini terjadi karena susunan saraf
pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia.
Struktur dan fungsi sistem saraf berubah dengan bertambahnya usia.
Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf
yang tidak bisa diganti.
2. Perubahan dari sistem persarafan dapat dipicu oleh gangguan dari
stimulasi dan inisiasi terhadap respon dan pertambahan usia. Pada
usia lanjut terjadi respon yang lambat sehingga mempengaruhi
aktivitas sehari – hari. Hal ini bisa disebabkan karena motivasi,
kesehatan dan lingkungan.
3. Masalah yang timbul akibat perubahan saraf lansia antara lain
gangguan pola tidur, gangguan gerak langkah, gangguan persepsi
sensori, gangguan BAB/ BAK, dan kerusakan komunikasi verbal.

B. Saran
Menjadi tua atau menua membawa pengaruh serta perubahan
menyeluruh baik fisik, sosial, mental, dan moral spiritual, yang
keseluruhanya saling kait mengait antara satu bagian dengan bagian yang
lainya. Sebaiknya, lansia bisa segera beradaptasi terhadap segala
perubahan yang terjadi dalam dirinya. Tenaga kesehatan sebaiknya turut
berperan aktif untuk melakukan berbagai pendidikan kesehatan terhadap
para lansia, agar mereka mempunyai pengetahuan terhadap perubahan
yang terjadi dalam tubuhnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 3.


Jakarta : EGC.

Dardjowidjojo, S. 2005. Psikolinguistik Pengantar Pemhaman Bahasa


Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Darmojo dan Martono. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut,.
Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta : EGC.

Setianto, Budi. 2007. Pengetahuan Pelayanan Fisik Usia Lanjutan. National


Cardiovascular Center, Volume 6: 2-4.

Smeltzer dan Suzanne. 2001. Buku Ajar Medical Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC.

Stanley, M. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai