Anda di halaman 1dari 26

Asuhan Keperawatan Populasi Rentan pada Pekerja Proyek

Konstruksi
Untuk memenuhi tugas keperawatan komunitas II

Dosen: Dr. Ns. Moch .Maftuchul Huda , S.Kep., M.Kep., Sp. Kom

Disusun oleh:
1. Deva Friyanti 201801030
2. Hani Murdiana 201801049
3. M. Ilham A 201801067
4. Nithalia Ivada Putri P 201801075
5. Wilujeng Enggal K 201801101

Program Studi Sarjana Keperawatan


Stikes Karya Husada Kediri
2021
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan akan sanggup untuk menyelesaikan makalah dengan judul
Asuhan Keperawatan Populasi Rentan pada Pekerja Proyek Konstruksi dengan baik.
Sholawat serta selama semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya diakhirat nanti.
Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasan dalam
makalah ini, maka dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis mengharap
kritik dan saran yang membangun sehingga dapat melengkapi kesempurnaan makalah
ini. SemogaTuhan Yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya atas segala yang telah kita lakukan.Akhir kata penulis
berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis khususnya maupun
pembaca pada umumnya.

Kediri, 16 April 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan penulisan .............................................................................................. 2

Bab II Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 3


2.1 Pengertian Populasi Rentan Dan Keperawatan Komunitas ............................. 3
2.2 Pengertian Dan Tujuan Kesehatan Kerja ......................................................... 4
2.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja .................................... 6
2.4 Faktor Resiko ................................................................................................... 7
2.5 Strategi intervensi komunitas ........................................................................... 11

Bab III Asuhan Keperawatan .................................................................................... 13


3.1 Deskripsi Kasus ................................................................................................ 13
3.2 Proses Keperawatan ......................................................................................... 13
3.3 Analisa Data ..................................................................................................... 15
3.4 Diagnosa........................................................................................................... 16
3.5 Intervensi .......................................................................................................... 17
3.6 Implementasi Dan Evaluasi ............................................................................. 20

Bab IV Penutup ......................................................................................................... 22


4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 22
4.2 Saran .............................................................................................................. 22
Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Populasi kerja adalah salah satu kelompok rentan mengalami penurunan
kesehatan akibat sakit atau mengalami kecelakaan kerja. Tempat kerja memiliki
health hazard yang berdampak terhadap tingginya angka kesakitan dan kematian
pekerja (Oakley, 2002). Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
berhubungan dengan hubungan kerja. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa
kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu pelaksanaan
pekerjaan (Sumamur, 1989).
Proyek Konstruksi adalah suatu kegiatan yang sifatnya hanya dilakukan
sekali. Proses kontruksi memiliki jangka waktu yang pendek. Dalam proyek
kontruksi terdapat suatu proses untuk mengolah sumber daya proyek menjadi
suatu hasil kegiatan yang menghasilkan bangunan (Soeharto, 2010). Proyek
konstruksi merupakan salah satu sector industry yang bersifat unik, lokasi kerja
yang berpindah-pindah dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas
serta menuntut ketahanan fisik yang tinggi. Karakteristik tersebut menyebabkan
proyek kontruksi memiliki risiko kecelakaan kerja tinggi. Menurut, ILO (1989)
kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak bisa dikontrol yang diebabkan
oleh manusia, situasi atau factor lingkungan, atau kombinasi dari factor factor
tersebut.
Prevalensi kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerja kontruksi masih
sering diabaikan. Satu studi yang dilakukan oleh National Institute of Safety
Health/ NIOSHI (2006) menunjukkan, 137 pekerja meninggal setiap hari di
Amerika sebagai pengaruh penyakit akibat kerja yang bersumber health hazard.
Kontruksi adalah satu sector utama perekonomian Indonesia yang menerap jumlah
tenaga yang cukup besar. Data Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan jumlah
tenaga kerja di kontrusi jauh meningkat dari 4.844.689 menjadi dua kali lipat pada
tahun 2015, sebanyak 8.208.086 atau sekitar 7% dari 114 juta pekerja (BPS,
2016). Sektor konstuksi dianggap salah satu sector yang berisiko tinggi terhadap
kecelakaan kerja. Tercatat 30% kasus kecelakaan kerja di sector kontruksi. Dari
sector pekerjaan, kecelakaan paling banyak terjadi di sector jasa kontruksi.
Angkanya kurang lebih 1.500 per tahun. Dari data International Labour
Organization (ILO) juga mencatat, setiap hari terjadi sekitar 6000 kecelakaan
kerja fatal di dunia.
Kecelakaan kerja terjadi akibat perbuatan yang tidak aman dari pekerja
(unsafe act) dan kecelakaan kerja terjadi akibat kondisi lapangan kerja yang buruk
(unsafe conditions). Misal dari unsafe act seperti para pekerja tidak memakai
perlengkapan pelindung yang tersedia,bahaya yang timbul akibat kesalahan
penggunaan material, kurang cakap dalam menggunakan peralatan, atau para
pekerja sedang senda gurau dengan pekerja lain. Unsafae conditions atau keadaan
tidak aman misalnya perencanaan keselamatan kerja yang tidak efektif, tidak

1
tersedianya alat pelindung diri (APD, penataan lapangan yang buruk, pengaturan
lapangan, perlengkapan kerja yang tidak layak, kurang memperhatikan ventilasi,
penerangan. Hal hal tersebut menjadi factor penyebab terjadinya kecelakaan kerja
dan masih sedikit yang memperdulikannya. Hal inilah yang menyebabkan pekerja
proyek kontruksi menjadi rentan terjadi kecelakaan kerja.
Dampak dari kecelakaan kerja bisa menimbulkan kematian dan cacat total
yang permanen maupun tidak permanen. Kerugian pun ikut dirasakan seperti
kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka, kerugian akibat hilangnya
waktu karyawan lain yang terhenti karena rasa simpati membantu karyawan yang
terluka, kerugian incidental akibat terganggunya produksi bahkan kerugian karena
rusaknya peralatan dan bahan.
Pada pelaksanaan K3 proyek kontruksi tingkat pengetahuan, pemahamam
dan penerapan masih sangat rendah. Hal inilah yang menjadi paradigma
masyarakat mengatakan bahwa safety itu mahal dan membuang uang serta pola
fikir tentang minimnya keselamatan kerja maupun pernyataan yang tidak yaman
menggunakan pakaian safety yang mengakibatkan seringnya terjadi kecelakaan.
Oleh karena itu kita disini sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat ingin
menyusun intervensi untuk masyarakat yang berkerja sebagai proyek kontruksi.
Perawat disini bisa melakukan pengelompokan dari populasi rentan, memberi
pendidikan kesehatan serta keselamatan kerja bisa dengan metode ceramah, video
atau dengan media cetak terkait peraturan keselamatan kerja seperti pengawasan,
wajib mengikuti pelatian untuk keselamatan kerja, pertolongan pertama dan
pemeriksaan kesehatan, pun disini kita bisa libatkan masyarakat juga seperti
pemberdayaan supaya berinisiatif untuk membentu kegiatan social guna
memperbaiki situasi dan kondisi, dan kita bisa libatkan pemerintah untuk
kemitrannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep keselamatan kerja pekerja proyek konstruksi?
2. Bagaimana asuhan keperawatan populasi rentan pada komunitas pekerja
proyek konstruksi?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum:
Memberikan gambaran tentang menejemen kesehatan para pekerja dengan upaya
pencegahan dan penanganan masalah kesehatan melalui pendekatan proses
keperawatan komunitas
Tujuan khusus:
1. Mampu memaparkan permasalahan atau hasil pengkajian yang dialami
komunitas para pekerja proyek konstruksi
2. Mampu memaparkan analisa data pekerja proyek konstruksi
3. Mampu merumuskan diagnosa komunitas pekerja proyek konstruksi
4. Mampu merencanakan tindakan terkait masalah kesehatan pada komunitas
pekerja proyek konstruksi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian populasi rentan,dan Keperawatan Komunitas


2.1.1 Pengertian Populasi Rentan
Populasi rentan didefinisikan sebagai kelompok sosial yang memiliki risiko
atau kelemahan yang relatif tinggi sehingga merugikan kesehatan (Flakerud dan
Winslow, 1998; Stanhope dan Lancaster, 2004). Faktor resiko dibidang kesehatan
merupakan pendekatan di bidang epidemiologi yang terdiri dari triangel
epidemiologic yakni agen, host, dan lingkungan. Pada dasarnya populasi rentan
merupakan suatu kelompok dari populasi yang cenderung memiliki masalah
perkembangan kesehatan sebagai akibat dari paparan beberapa fakor resiko atau
memiliki kemungkinan kesehatan lebihPopulasi rentan didefinisikan sebagai
kelompok sosial yang memiliki risiko atau kelemahan yang relatif tinggi sehingga
merugikan kesehatan (Flakerud dan Winslow, 1998; Stanhope dan Lancaster,
2004). Faktor resiko dibidang kesehatan merupakan pendekatan di bidang
epidemiologi yang terdiri dari triangel epidemiologic yakni agen, host, dan
lingkungan. Pada dasarnya populasi rentan merupakan suatu kelompok dari
populasi yang cenderung memiliki masalah perkembangan kesehatan sebagai
akibat dari paparan beberapa fakor resiko atau memiliki kemungkinan kesehatan
lebih buruk daripada kelompok yang lain (Stanhope dan Lancaster, 2004).
Kelompok rentan sering kali memiliki akmulassi dari beberapa atau kombinasi
dari faktor resiko (Nichols, Wright, dan Murphy, 1986; Stanhope dan Lancaster,
2004)
2.1.2 Pengertian Keperawatan Komunitas
Komunitas berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu,
memiliki nilai-nilai keyakinan dan minat yang relative sama, serta berinteraki satu
sama lain untuk mencapai tujuan. (Mubarak & Chayatin, 2009). Keperawatan
komunitas merupakan suatu sintesis dari praktik keperawatan dan praktik
kesehatan masyarakat yang diterapkan untuk meningkatkan serta memelihara
kesehatan penduduk. Sasaran dari keperawatan kesehatan komunitas adalah
individu yaitu balita gizi buruk, ibu hamil resiko tinggi, usialanjut, penderita
penyakit menular. Sasaran keluarga yaitu keluarga yang termasuk rentan terhadap
masalah kesehatan dan prioritas. Sasaran kelompok khusus, komunitas baik yang
sehat maupun sakit yang mempunyai masalah kesehatan atau perawatan (Ratih
Dwi Ariani, 2015)Berbagai definisi dari keperawatan kesehatan komunitas telah
dikeluarkan oleh organisasi-organisasi profesional. Berdasarkan pernyataan dari
American Nurses Association (2004) yang mendefinisikan keperawatan kesehatan
komunitas sebagai tindakan untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan
dari populasi dengan mengintegrasikan ketrampilan dan pengetahuan yang sesuai
dengan keperawatan dan kesehatan masyarakat. Praktik yang dilakukan
komprehensif dan umum serta tidak terbatas pada kelompok tertentu,

3
berkelanjutan dan tidak terbatas pada perawatan yang bersifat episodik. (Effendi
& Makhfudli, 2010).
Keperawatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan
kesehatan yangdibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan. Pelayanan Keperawatan
Komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk individu, keluarga dan kelompok
yang beresiko tinggi seperti keluarga penduduk didaerah kumuh, daerah terisolasi
dan daerah yang tidak terjangkau termasuk kelompok bayi, balita, lansia dan ibu
hamil (Veronica, Nuraeni, & Supriyono, 2017).

2. 2 Pengertian dan tujuan Keperawatan kesehatan kerja


2.2.1 Definisi Keperawatan Kesehatan Kerja
Keperawatan kesehatan kerja/ occupational health nursing (OHN) adalah
cabang khusus dari keperawatan komunitas yang merupakan aplikasi dari konsep
dan frame work dari berbagai disiplin ilmu (keperawatan, kedokteran, kesehatan
masyarakat ilmu sosial dan perilaku, prinsip-prinsip manajemen) yang bertujuan
meningkatkan dan memelihara status kesehatan pekerja serta melindungi pekerja
dari kecelakaan kerja dan faktor risiko bahaya di tempat kerja (health hazards)
dalam konteks lingkungan kerja yang sehat dan aman (American Asscociation of
Occupational Health Nursing/ AAOHN dalam Nies & Swansons, 2002; Stanhope
& Lancaster, 2004).
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja
memperolehderajat setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial
dengan usaha- usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau
gangguan kesehatanyang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. (Suma’mur, 2009). Menurut
Harrington dan Gill 2003,Kesehatan kerja merupakan promosi dan pemeliharaan
kesejateraan fisik, mental dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-
baiknya. Penyakit akibat kerja (occupational disesase)merupakan penyakit yang
timbul disebabkan oleh pekerjaan. Seorang pekerja sebelum bekerja dinyatakan
sehat berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kemudian belerja di tempat kerja
yang terdapat faktor penyebab, cepat atau lambat dapat menderita penyakit akibat
kerja. (Silaban, 2012). Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan
kerja adalah ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja.
(Widjasena,2012). Kesehatan kerja menunjukan pada kondisi yang bebas dari
gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja. (Diah, 2004).
Dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, BABXII
Tentang Kesehatan Kerja Pasal 164 menyebutkan :

4
1. Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat
dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan
oleh pekerjaan.
2. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di
sektor formal dan informal.
3. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap
orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
4. Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik
darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
5. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2).
6. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang
terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan pada Pasal 165 menyatakan bahwa :
Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan
melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja.
1. Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat
dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja.
2. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi,
hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. (Depkes, 2009).
2.2.2 Tujuan Keperawatan Kesehatan Kerja
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
2. Pemeliharaan dan peningkatan Kesehatan,dan Gizi tenaga kerja
3. Perawatan dan memperinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja
4. Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan semangat kerja.
5. Perlindungan bagi masyarakat sekitar lingkungan kerja agar terhindar dari
bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan.
6. Perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang mungkin yang ditimbulkan oleh
produk Perusahaan.
7. Mencegah pekerja dari gangguan kesehatan akibat kondisi kerja.
8. Melindungi pekerja terhadap semua faktor resiko bahaya kesehatan.
9. Menempatkan dan memelihara pekerja dalam lingkungan kerja yang sesuai
dengan kemampuan fisiologik dan psikologiknya yang secara singkat dapat
dikatakan penyesuaian pekerjaan terhadap manusia dan setiap manusia dengan
pekerjaannya. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

5
2. 3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja

2.3.1 Beban Kerja


Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus di tanggung oleh
pekerja dalam melakukan tugasnya (Depkes,2009). Sedangkan menurut
Suklakmono 2004, tubuh manusia dirancang untuk melakukan pekerjaan, massa
otot beratnya hampir ½ berat badan, memungkinkan dapat menggerakan tubuh.
Setiap beban kerja yang diterima oleh pekerja harus sesuai baik terhadap
kemampuan fisik, kognitif maupun keterbatasan manusia. Faktor yang
mempengaruhi beban kerja yaitu :
1. Tugas-tugas yang bersifat fisik : beban yang diangkat/diangkut, sikap kerja, alat
dan sarana kerja, kondisi/medan kerja, dll.
2. Tugas yang bersifat psikis : tingkat kesulitan, tanggung jawab dll.
3. Organisasi kerja : lamanya waktu kerja, kerja bergilir, system pengupahan, system
kerja, istirahat, system pelimpahan tugas/wewenang. Menurut Suma’mur 2009,
segi-segi terpenting bagi persoalan waktu kerja meliputi :
1) Lamanya seseorang mampu kerja secara baik pada umumnya 6-8 jam, dalam
seminggu seseorang biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam.
2) Hubungan di antara waktu pekerja dan istirahat
3) Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang (pagi,siang, sore)
dan malam

2.3.2 Lingkungan Kerja


Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja.
(Kepmenkes,2010). Menurut Harrington dan Gill 2003, Secara garis besar faktor
dan lingkungan kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja adalah :
a. Faktor fisik
1. Suara / kebisingan
2. Suhu / iklim : suhu panas, suhu,dingin
a) Sumber panas : Matahari, Tanur, dapur, genset, boiler, Lighting.
b) Tekanan panas dipengaruhi oleh : sumber panas, radiasi
matahari,panas tubuh,kecepatan udara, kelembaban udara)
c) Suhu nyaman : 24- 26OC, perbedaan suhu diluar dan di dalam tidak
lebih dari 5OC.
d) Kelembaban udara yang baik : 65-95%
e) Dampak iklim yang buruk :
1) Prickly heat/ heat rash/ mikaria rubra yaitu timbulnya bintik-
bintik merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya fungsi
kelenjar keringat.
2) Heat cramps yaitu timbulnya kelainan seperti otot kejang dan
sakit, terutama otot anggota badan atas dan bawah.
3) Heat Exhaustion yaitu tubuh kehilangan cairan dan elektrolit.
4) Heat stroke yaitu heat stress yang paling berat, mengakibatkan
thermoregulatory terganggu, jantung berdebar, nafas pendek dan

6
cepat, tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu
berkeringat, suhu badan tinggi, hilang kesadaran.
b. Faktor fisiologik (ergonomik)
Yaitu faktor yang mempengaruhi keserasian antara tenaga dan
pekerjaannya (cara kerja, posisi kerja, alat kerja, beban kerja )
ketidakserasian dari faktor di atas dapat menimbulkan kecelakaan kerja
sakit otot, sakit pinggang, cedera punggung dan lain-lain
2. 4 Faktor Resiko Bahaya di tempat kerja
Risiko adalah kombinasi dan konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya
dan peluang terjadinya kejadian tersebut. Potensi bahaya yang mengakibatkan
dampak risiko jangka panjang pada kesehatan.Suatu bahaya kesehatan akan
muncul bila seseorang kontak dengan sesuatu yang dapat menyebabkan
gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika terjadi pajanan (“exposure”) yang
berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh
pajanan suatu sumber bahaya di tempat kerja. Potensi bahaya kesehatan yang
biasa di tempat kerja berasal dari lingkungan kerja antara lain faktor kimia, faktor
fisik, faktor biologi, faktor ergonomis dan faktor psikologi. Bahaya faktor-faktor
tersebut akan dibahas secara rinci lebih lanjut di bawah ini antara lain kimia, fisik,
biologi dan ergonomis.
2.4.1 Bahaya Faktor Kimia
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan
kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah
dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan
kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas,
debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama
antara lain:
a. Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun
dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar
lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa
zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru- paru. Lainnya diserap ke
dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.
b. Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan
yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di
lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup,
karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau tenggoroka Zat beracun
mengikuti rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju
perut.
c. Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya adalah
zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan
waja Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan
(misalnya kecelakaan medis). Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin
terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan
pengendalian lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di
udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).

7
2.4.2 Bahan kimia di tempat kerja
Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat kerja.
Bahan- bahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau bagian bentuk
bahan baku yang digunakan untuk membuat suatu produk. Juga dapat digunakan
sebagai pelumas, untuk pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk
samping.
Banyak bahan kimia yang digunakan di tempat kerja mempengaruhi
kesehatan kita dengan cara-cara yang tidak diketahui. Dampak kesehatan dari
beberapa bahan kimia bisa secara perlahan atau mungkin membutuhkan
waktu bertahun- tahun untuk berkembang.
2.4.3 Pencegahan untuk mengurangi bahaya kerja
a. Kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan negatif
(sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi
bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut sepenuhnya diketahui;
b. Wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu untuk
menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke dalam tubuh dan
bagaimana paparan dapat dikendalikan;
c. Bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia misalnya dengan
memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada sumber polutan, menggunakan
rotasi pekerjaan untuk mempersingkat pajanan pekerja terhadap bahaya;
d. Jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi pekerja,
seperti respirator dan sarung tangan
e. Bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang sesuai melalui
lembar data keselamatan (LDK) dan label dan bagaimana menginterpretasikan
LDK dan label tersebut.
2.4.4 Lembar Data Keselamatan dan Pelabelan Bahan Kimia
Pelabelan merupakan pemberian tanda berupa gambar/simbol, huruf/tulisan,
kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang disertakan pada bahan
berbahaya, dimasukkan ke dalam, ditempelkan, atau merupakan bagian kemasan
bahan berbahaya, sebagai keterangan atau penjelasan yang berisi nama sediaan
atau nama dagang, nama bahan aktif, isi/berat netto, kalimat peringatan dan tanda
atau simbol bahaya, petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan. Pelabelan
bahan kimia merupakan salah satu cara penting untuk mencegah penyalahgunaan
atau penanganan yang dapat menyebabkan cedera atau sakit. Dalam transportasi,
bila kemungkinan terjadi kecelakaan, maka sangat penting dalam keadaan darurat
untuk mengetahui risiko dari zat-zat tersebut.
Sedangkan lembar data keselamatan bahan adalah lembar petunjuk yang
berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari bahan berbahaya, jenis bahaya
yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan tindakan khusus yang berhubungan
dengan keadaan darurat dalam penanganan bahan berbahaya.

8
Contoh LAbel GHS untuk Transportasi

Di Indonesia, selain lembar data keselamatan, penyediaan pelabelan bahan


kimia merupakan salah satu kewajiban pengusaha/pengurus dalam
mengendalikan bahan kimia di tempat kerja. Adapun lembar data keselamatan
bahan dan pelabelan beserta klasifikasi bahaya bahan kimia yang berdasarkan
sistim global harmonisasi telah juga diadopsi oleh Pemerintah Indonesia.

2.4.5 Bahaya Faktor Fisik


Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain
kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra
ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses
produksi atau produk samping yang tidak diinginkan.
a. Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat me- nimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan
atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga,
menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini
sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya
fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang
batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.
b. Penerangan
Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk
melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk
peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan perakitan
benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya
mengemas kotak.
Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat
langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila
penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba

9
untuk memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat
menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan
dapat memperlambat pekerjaan mereka.
c. Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke
atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi
secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari
kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua atau
sebagian dari tubuh. Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering
mempengaruhi tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada
pembuluh darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di
jalan bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga
menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri punggung
bagian bawah.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang
disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan
getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak langsung
dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot. Batasan getaran
alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan
tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2.
d. Iklim kerja
Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal, keadaan ini
memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan fisiologis dan
merupakan salah satu alasan mengapa sangat penting untuk mempertahankan
tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat kerja. Faktor- faktor ini
secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas individu
pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk
memastikan lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan
kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:
- mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan;
- menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;
- mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek
kerja yang aman.
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap
berada dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang
sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan.
Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.iklim kerja berdasarkan suhu dan
kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur dengan
memperhatikan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan
berdasarkan beban kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang
dan berat).

10
e. Radiasi Tidak Mengion
Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak
mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet).
Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, televisi,
radar dan telepon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz – 300
giga hertz dan panjang gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi gelombang mikro
yang pendek < 1 cm yang diserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan
kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1
cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam.
Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik,
laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet. Panjang
felombang sinar ultra violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat berdampak
pada kulit dan mata.
2.4.6 Bahaya Faktor Biologi
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti
pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran
yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan
virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang
mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja – pekerja yang menghirup debu-
debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,.
Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu
organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru
pada pekerja gandum. Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah
satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur
kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau
bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci.
Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya,
faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang
lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi
dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-
pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa
imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap
kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi
terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan
keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap
difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha
kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan
pula imunisasi dengan virus influenza.
2.5 Strategi Intervensi Komunitas
2.5.1 Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah belajar
dari pengalaman sebelumnya, faktor pendidikan/ pengetahuan individu, media
massa, televisi, penyuluhan oleh petugas kesehatan, dan sebagainya. Begitu juga
dengan masalah kesehatan lingkungan sekitar masyarakat, tentunya gambaran

11
penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya sangat memengaruhi
upaya penanganan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penanganan yang bersifat individual tidak akan mampu
mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu, maka mereka telah melakukan
pendekatan pemecahan masalah kesehatan menggunakan proses kelompok.
2.5.2 Pendidikan kesehatan (health promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis,
dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer materi/teori dari
seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Akan tetapi,
perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok
atau masyarakat sendiri. Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar seorang
mampu:
a. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan
sumber daya yang ada pada mereka dan ditambah dengan dukungan dari
luar.
c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf
hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat.
Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang
Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu “meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik,
mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
2.5.3 Kerja Sama (Partner Ship)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat
jika tidak di tangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi lingkungan
masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya
mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas, melalui upaya ini berbagai
persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATA KOMUNITAS PADA POPULASI RENTAN
PEKERJA PROYEK KONTRUKSI

3.1 Deskripsi kasus


Di wilayah Tanjung, Kertosono terdapat proyek konstruksi CV.
GEMILANG. Dalam proyek konstruksi ini terdapat 25 pekerja namun sebagian
besar masih banyak yang kurang informasi terkait perilaku hidup bersih dan sehat,
seperti mencuci tangan setelah bekerja, mengabaikan pentingnya APD, dan
kesalahan saat posisi istirahat. Mahasiswa STIKES Karya Husada Kediri
melakukan praktik keperawatan komunitas di perusahaan proyek konstruksi PT.
CV GEMILANG di Desa Tanjung Kecamatan Kertosono Kabupaten
Nganjuk.Kami melakukan pengkajian selama 3 hari Berikut data dari HRD adalah
sebagai berikut
No Karakteristik Frekuensi
1 Jenis kelamin laki laki 25 orang
2 Jenis pekerjaan
a. Mandor a. 1 orang
b. Tukang kayu b. 7 orang
c. Tukang besi (rebarman) c. 6 orang
d. Tukang batu (mason) d. 11 orang
3 Usia
a. 25-35 tahun a. 20 orang
b. 36-46 tahun b. 5 orang
4 Tingkat pendidikan a. 10 orang
a. Tamat SMA b. 10 orang
b. Sarjana

3.2 Proses Kperawatan


3.2.1 Pengkajian Inti
a) Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas proyek kontruksi CV.
GEMILANG berada di Kecamatan Tanjung Kecamatan Kertisono Kabupaten
Nganjuk.
b) Status kesehatan komunitas
Dari pengkajian yang dilakukan terdapat keluhan yang dirasakan oleh para
pekerja
- 10 orang sering pusing batuk-batuk dan sesak
- 5 sering kadang terjatuh/luka luka/cidera pada kaki, tangan
- 5 orang nyeri leher dan punggung
- 5 orang tidak merasakan keluhan
Tanda tanda vital
- <110/70mmHg : 5 orang
- 120/80mmHg- 130/90mmHg : 25 orang
Nadi

13
- 70-90x/menit : 5 orang
- 80-100x/menit : 25 orang
Kejadian penyakit (dalam satu bulan terakhir)
- ISPA 10 orang
- Nyeri akut 5 orang
- Risiko Cidera 5 orang
c) Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi komunitas
Pekerja mendapat makan pagi siang dan malam dari perusahaan
d) Pola pemenuhan cairan dan elekrolit
Para pekerja mengatakan bahwa kebutuhan cairan mendapat dari perusahaan dan
terjamin kebersihannya
e) Pola istirahat dan tidur
Untuk istirahat para pekerja istirahat pada saat makan siang dan dilakukan pada
malam hari saat pergantian shift. Waktu bekerja 9 jam mulai pukul 08.00 pagi
sampai 17.00 sore
f) Pola eliminasi
Saat dilakukan anamnesa kepada pekerja, sebagian pekerja kadang merasa
anyang-anyang karena sering menahan buang air kecil saat bekerja
g) Pola aktvitas dan gerak
Saat dilakukan anamnesa kepada para pekerja, sebagian pekerja mengeluh nyeri
pada punggung dan leher
h) Pola pemenuhan kebersihan diri
Sebagian bekerja proyek tidak mencuci tangan saat hendak makan
i) Status psikososial
Antar pegawai tidak ada yang mengalami pertengkaran. Mereka senang bekerja
sama, pergantian shift juga tepat waktu
j) Status pertumbuhan dan perkembangan
1. Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan
Pekerja yang sering memeriksakan kesehatan ke klinik 5 orang
Pekerja yang memeriksakan saat sakit saja 10 orang
Pekerja yang belum pernah ke klinik 10orang
2. Pola pencegahan terhadap penyakit
Tidak menggunakan masker saat bekerja 15 orang
Jarang menggunakan perlengkapan APD 10 orang
3. Pola perilaku tidak sehat dalam komunitas
Setelah dilakukan observasi sebagian pekerja tidak mencuci tangan saat
hendak makan, ada yang mencuci tangan dengan prosedur kurang benar, 10
orang pekerja memiliki kebiasaan merokok
3.2.2 Pengkajian subsistem
a. Lingkungan fisik
Dikarenakan pekerja proyek konstruksi berpindah-pindah maka disini diperlukan
AMDAL (Analisis mengenai dampak lingkungan) jadi sebelum melaksanakan
proyek, tetap akan dilakukan amdal untuk pengelolaan lingkungan dan mencegah
terjadinya pencemaran/kerusakan lingkungan

14
b. Pelayanan kesehatan dan social
Di proyek kontruksi ini tidak terdapat klinik kesehatan yang disediakan untuk para
pekerja. Tidak ada sosialisasi hidup bersih dan sehat, penggunaan APD dan
teknik peregangan yang benar
c. Ekonomi
Rata rata penghasila proyek kontruksi tergantung pada penyedia jasa kontruksi..
Semisal nilai kontrak X Tarif PPh Jasa Kontruksi yaitu 2 miliar x 3% = Rp.
60.000.000. Dengan demikian, PPh jasa kontruksi yang harus disetor kepada
kantor pajak adalah 60 juta. Jumlah uang tersebut sudah dihitung sebagai pajak
penghasilan jasa kontruksi harus dipotong dari nilai kontrak itu
d. Kemanan dan Transportasi
Sistem keamanan cukup baik, transportasi baik
System komuniksi
Sarana komun ikasi para pekerja proyek kontruksi sebagaian besar menggunakan
hp. Sebagian besar antar pekerja menggunakan bahasa Indonesia dsn jawa
e. Pendidikan
Tingkat pendidikan dari pekerja
Tamat SMA 10 orang
Sarjana 15 orang
f. Rekreaasi
Berdasarkan hasil observasi terdapat hari libur dan itupun digunakan untuk pulang
ke keluarga masing masing
3.3 Analisa Data
Data yang telah kami dapatkan dari hasil pengkajian yang kami lakukan mulai
tanggal 7-10 April 2021, untuk memenuhi diagnose keperawatan adalah sebagai
berikut :
1 10 orang dari 25 orang pekerja tidak Perilaku Kesehatan
mencuci tangan setelah bekerja cenderung berisiko pada
15 orang melakukan cuci tangan namun para pekerja proyek
tidak memakai sabun cuci tangan dan kontruksi
kurang benar melakukan cuci tangan

2 5 orang pekeja jarang memakai APD Manajemen kesehatan


kadang terluka pada bagian tangan, kaki, tidak efektif
mata
10 pekerja tidak memakai masker
akibatnya rentan terkena ISPA karena
terpapar kadar debu PM10

3 5 Para pekerja proyek konstruksi sering Resiko Cidera


mengalami nyeri karena salah posisi saat
istirahat atau bekerja

15
4 Para pekerja belum menerapkan prosedur Defisit Kesehatan
yang benar terkait APD dan menjaga Komunitas
kesehatan lingkungan pekerja

5 Pekerja proyek konstruksi sebagia besar Defisit Pengetahuan


belum berpeirlaku sesuai standart
kesehatan

3.4 Diagnosa
1. Manajemen Kesehatan Tidak efektif Berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi tentang penggunaan APD ditandai dengan sebagian pekerja tidak
memakai masker
2. Perilaku Kesehatan Cenderung berisiko berhubungan dengan personal
hygiene yang rendah
3. Resiko cedera berhubungan dengan posisi yang salah

16
3.5 Intervensi

Diagnosa Sasaran Tujuan Strategi Rencana Kegiatan Evaluasi


Manajemen Setelah dilakukan - Para pekerja - Promosi kesehatan 1. Pembentukan kader Kriteria Evaluasi
Kesehatan Tidak penyuluhan 2 kali proyek - Pengorganisa-sian kesehatan Para pekerja
efektif pertemuan diharapkan para konstruks para pekerja proyek 2. Pengorganisasian kelompok menggunakan
Berhubungan pekerja proyek konstruksi APD sesuai
- Kader konsruksi kader
dengan dapat meningkatkan prosedur dan
manajemen kesehatan. kesehatan - Pemberdaya-an 3. Berikan Penyuluhn tentang kelengkapan
kurangnya
Setelah dilakukan proyek masyarakat factor yang dapat
paparan
penyuluhan seperti : konstruksi - Kemitraan mempengaruhi kesehatan Standart Evaluasi
informasi tentang a. Pengetahuan tentang - Tokoh Pekerja yang
4. Berikan penyuluhan tentang
penggunaan APD pentingnya perilaku mengabaikan
masyarakat perilaku hidup bersih
ditandai dengan hidup bersih dan sehat pentingnya
5. dan sehat
sebagian pekerja meningkat 6. Berikan penyuluhan materi pemakaian
tidak memakai b. Pengetahuan tentang tentang pemakaian masker masker dan APD
masker faktor resiko terhadap dan APD lainnya
masalah kesehatan yang 7. Berkoordinasi dengan tokoh
dihadapi meningkat masyarakat untuk
8. bekerjasama dengan
fasilitas kesehatan setempat
untuk penanganan masalah
lebih lanjut
Perilaku Setelah dilakukan - Para pekerja - Promosi kesehatan 1. Pengorganisasian Kriteria Evaluasi
Kesehatan penyuluhan 2 kali proyek - Pengorganisa-sian pembentukan kader pada para pekerja
Cenderung pertemuan diharapkan konstruks para pekerja proyek proyek konstruksi proyek konstruksi
pada proyek konstruksi melakukan cuci

17
berisiko meningkatkan - Kader kesehatan konsruksi 2. Berikan penyuluhan kepada tangan dengan
berhubungan pemeliharaan kesehatan. proyek - Pemberdaya-an kader kesehatan tentang baik dan benar
dengan personal Setelah dilakukan konstruksi masyarakat perilaku hidup bersih dan selepas bekerja
penyuluhan seperti :
hygiene yang - Tokoh - Kemitraan sehat.
a. Pengetahuan pekerja Standart evaluasi
rendah masyarakat 3. Berikan penyuluhan tentang Para pekerja yang
konstruksi meningkat
6 langkah mencuci tangan belum melakukan
tentang perilaku hidup
menggunakan air dan sabun cuci tangan
bersih dan sehat
dengan baik dan benar dengan baik dan
b. Mampu menerapkan
4. Libatkan masyarakat dalam benar
dalam kehidupan
menciptakan lingkungan
sehari-hari baik dalam
yang aman dan sehat
pekerjaan maupun di
5. Berikan penyuluhan tentang
rumah tentang cara
strategi untuk meningkatkan
melakukan cuci tangan
kesehatan kepada kader dan
yang benar setelah
tokoh masyarakat agar
bekerja
mampu menyelesaikan
masalah secara mandiri
6. Berkoordinasi dengan tokoh
masyarakat untuk bermitra
dengan fasilitas kesehatan
terdekat setempat untuk
melakukan skrining
kesehatan
Resiko Cidera Setelah dilakukan - Para pekerja - Promosi kesehatan 1. Pembentukan kader Kriteria Evaluasi
berhubungan penyuluhan 2 kali proyek - Pengorganisa-sian kesehatan Para pekerja
dengan posisi pertemuan diharapkan para konstruks para pekerja proyek 2. Pengorganisasian kelompok mampu
pekerja proyek konstruksi mengetahui

18
yang salah dapat meningkatkan - Kader kesehatan konsruksi kader pengaturan posisi
manajemen kesehatan. proyek - Pemberdaya-an 3. Berikan penyuluhan tentang yang benar
Setelah dilakukan konstruksi masyarakat perlunya posisi tubuh yang Standart evaluasi
penyuluhan seperti : Para pekerja yang
- Tokoh - Kemitraan benar untuk mencegah
- Pengetahuanan dan sering nyeri
masyarakat kelelahan dan cidera
tentang bahaya karena posisi
4. Berikan penyuluhan
cidera meningkat yang salah saat
penyebab nyeri pada otot dan
- Pengetahuan istirahat
sendi
tentang posisi
5. Berikan penyuluhan tentang
tubuh yang benar
cara mengatur posisi selama
meningkat
bekerja untuk mencegah
cidera
6. bekerjasama dengan fasilitas
kesehatan setempat untuk
penanganan masalah lebih
lanjut

19
3.6 Implementasi Dan Evaluasi

No KEGIATAN EVALUASI

1. Pembentukan Kader dan Pemberian Materi terkait PHBS kepada para pekerja proyek S : Klien mengatakan hanya mengetahui cuci
konstruksi tangan biasa saja
1. Membentuk (pengorganisasian).Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi terkait materi 1. O:
2. Menganjurkan tidak menyentuh mulut, mata, dan hidung dengan menggunakan -Klien melakukan cuci tangan pakai sabun, tetapi
tangan sebelum cuci tangan jarang
3. Menganjurkan selalu mencuci tangan yang benar menggunakan sabun dan air -Klien belum bisa mencuci tangan dengan benar
mengalir.
4. Mengajarkan cara cuci tangan yang benar.
5. Mendemonstrasi cara cuci tangan yang benar bersama-sama. A: Masalah belum teratasi
6. Memberikan waktu pekerja untuk bertanya
P: Lanjutkan Intervensi
2. 1. Mengidentifikasi kesiapan kader dan kemampuan menerima informasi. S: Klien mengatakan APD digunakan namun
2. Mereview pemahaman kader tentang materi pertemuan sebelumnya (Materi 1). tidak lengkap
3. Menjelaskan pentingnya pemakaian masker dan APD O: - klien belum paham terkait pentingnya
4. Menganjurkan untuk memakai masker dan APD masker dan APD lainnya
5. Mengajarkan cara memakai masker yang benar - klien belum mengerti dampak pemaparan debu

20
6. Mendemonstrasi secara bersaam sama PM 10 material
7. Memberikan waktu kepada pekerja untuk bertanya terkait materi yang
disampaikan. A: Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi
3. 1. Mengidentifikasi kesiapan kader dan kemampuan menerima informasi S: Klien mengatakan saat istirahat menekuk
2. Meriview pemahaman kader tentang materi 2 kakinya
3. Menjelaskan posisi yang benar
4. Menganjurkan posisi relaksasi yang benar O: - klien belum paham terkait pentingnya posisi
5. Mendemonstrasi secara bersama sama yang benar saat istirahat
6. Memberikan waktu kepada pekerja bertanya terkait materi bersama sama - klien belum mengerti dampak dari kesalahan
posisi

A: Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi

21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tenaga kerja atau pekerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan atau kegiatan baik fisik maupun non fisik di dalam hubungan kerja
maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat atau kebutuhannya sendiri. Upaya kesehatan
kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas ,beban, dan lingkungan keja agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun masyarakat disekitarnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal.
4.2 Saran
Makalah ini membahas tentang keperawatan komunitas dengan berfokus
pada tenaga kerja. Sehingga dengan membahas ini, semestinya pekerja dapat
menggunakan APD dengan benar untuk mencegah terjadinya kecelakaan pada
saat kerja.

22
Daftar Pustaka

Alfiansyah, Y, Kurniawan,B & Ekawati 2020, ‘Analisis Upaya Manajemen K3 Dalam


Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan Kerja pada Proyek Konstruksi PT. X
Semarang’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal, vol. 8, no. 5, hal. 595-597

Sofiandi,Maezul 2018, Asuhan Keperawatan Komunitas pada Kelompok


Pekerja,id.scribd.com, dilihat 14 April 2021, https://id.scribd.com +

Kristiana,Retna 2018, ‘Identifikasi Penyebab Kecelakaan kerja Pada Proyek Konstruksi


Bangunan Gedung Tinggi’ , Journal Forum Mekanika, vol. 7, no. 1, hal. 1-58

23

Anda mungkin juga menyukai