Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEKERASAN

Disusun oleh:
1. Retno Ginasti 2000029147
2. Baiq Annisa Solekhah 2000029148
3. Nafila Desca Fitria 2000029149
4. Sabrina Salsabila Agustiningrum 2000029150
5. Mupidah 2000029151
6. Winda Novianita 2000029152
7. Dhaffa Hapsari Pramestihadi 2000029153
8. Pandu Al Fitrah 2000029154
9. Eva Dwi Anggraeni 2000029155
10. Nurul Fijrianti Syukur 2000029156
11. Maulidya Aulia Rahma 2000029157
12. Mubadi Rahman 2000029158
13. Lituhayu Liyudza Dwiagda Maheswari 2000029159
14. Bismi Anggini 2000029160
15. Astri Nine Legoningsih 2000029161

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah- Nya tugas
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok dari dosen pengampu mata kuliah Dasar
Kesehatan Reproduksi dan KIA, dengan judul “KEKERASAN”.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet
yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Dengan materi kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu untuk memahaminya. Dengan
demikian, kami sadar materi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak, agar bisa
menjadi lebih baik.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULAN.........................................................................................................................................1
1.1 Latar belakang................................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...........................................................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
2.1. Apa itu kekerasan..............................................................................5Error! Bookmark not defined.
2.2 jenis-jenis kekerasan.......................................................................................................................5
2.3 Faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kekerasan..............................................................8
2.4 Cara untuk mencegah kekerasan...................................................................................................11
2.5 Contoh dari kekerasan..................................................................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................................16
3.2 Daftar pustaka...............................................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULAN

1.1 Latar belakang

Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang


baru. Kekerasan sering dilakukan bersama dengan salah satu bentuk tindak
pidana, seperti yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum pidana (KUHP)
misalnya pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP), penganiayaan (Pasal
351 KUHP), perkosaan (Pasal 285 KUHP) dan seterusnya.

Tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,


sedangkan cara bagaimana kekerasan dilakukan atau alat apa yang dipakai, masing-
masing tergantung pada kasus yang timbul. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja,
baik laki-laki maupun perempuan, dari anak-anak sampai dewasa namun, yang menarik
perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa kaum perempuan (istri).

Apalagi kalau kekerasan tersebut terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga yang
menjadi korban adalah kaum perempuan dan anak. Dalam kenyataannya sangatlah sulit
untuk mengukur secara tepat luasnya kekerasan terhadap perempuan, karena ini berarti
harus memasuki wilayah peka kehidupan perempuan, yang mana perempuan sendiri
enggan membicarakannya. Tindak kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah
bersama.

Menurut Herkutanto, bentuk-bentuk kekerasan dapat berupa kekerasan psikis,


bentuk tindakan ini sulit untuk dibatasi pengertiannya karena sensitifitas emosi seseorang
sangat bervariasi. Dalam suatu rumah tangga hal ini dapat berupa tidak diberikannya
suasana kasih sayang pada istri agar terpenuhi kebutuhan emosionalnya. Hal ini penting
untuk perkembangan jiwa seseorang identifikasi yang timbul pada kekerasan psikis lebih
sulit diukur dari pada kekerasan fisik.

Penelantaran perempuan, penelantaran adalah kelalaian dalam memberikan


kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki ketergantungan pada pihak lain

1
khususnya pada lingkungan rumah tangga. Kekerasan Fisik, bila didapati perlakuan
bukan karena kecelakaan pada perempuan. Perlakuan itu dapat diakibatkan oleh suatu
episode kekerasan yang tunggal atau berulang, dari yang ringan hingga yang fatal
Pelanggaran seksual, setiap aktifitas seksual yang dilakukan oleh orang dewasa atau
perempuan.

Pelanggaran seksual ini dapat dilakukan dengan pemaksaan atau dengan tanpa
pemaksaan. Pelanggaran seksual dengan unsur pemaksaan akan mengakibatkan
perlukaan yang berkaitan dengan trauma yang dalam bagi perempuan.

Dampak kekerasan yang dialami oleh istri dapat menimbulkan akibat secara
kejiwaan seperti kecemasan, murung, setres, minder, kehilangan percaya kepada suami,
menyalahkan diri sendiri dan sebagainya. Akibat secara fisik seperti memar, patah tulang,
cacat fisik, ganggungan menstruasi, kerusakan rahim, keguguran, terjangkit penyakit
menular, penyakit-penyakit psikomatis bahkan kematian.

Penderitaan akibat penganiayaan dalam rumah tangga tidak terbatas pada istri
saja, tetapi menimpa pada anak-anak juga. Anak-anak bisa mengalami penganiayaan
secara langsung atau merasakan penderitaan akibat menyaksikan penganiayaan yang
dialami ibunya, paling tidak setengah dari anak-anak yang hidup di dalam rumah tangga
yang didalamnya terjadi kekerasan juga mengalami perlakuan kejam. Sebagian besar
diperlakukan kejam secara fisik, sebagian lagi secara emosional maupun seksual.

Prilaku induvidu sesunggunya merupakan produk sosial, dengan demikian nilai


dan norma yang berlaku dalam masyarakat turut membentuk prilaku induvidu artinya
apabila nilai yang dianut suatu masyarakat bersifat patriakal yang muncul adalah
superioritas laki-laki dihadapan perempuan, menifestasi nilai tersebut dalam kehidupan
keluarga adalah dominasi suami atas istri. Secara kultural laki-laki ditempatkan pada
posisi lebih tinggi dari pada perempuan, karena itu memiliki legitimasi untuk menaklukan
dan memaksa perempuan.

Konsekuensi logis dari perumusan perbuatan kekerasan dalam rumah tangga


sebagai delik aduan didalam Undang-Undang No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan

2
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) ini adalah, pihak aparat penegak hukum
hanya dapat bersifat pasif, dan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi
atau campur tangan dalam suatu urusan warga masyarakat yang secara yuridis dinyatakan
sebagai masalah domestik, dan penegakan ketentuan didalam undang undang ini lebih
banyak bergantung pada kemandirian dari setiap orang-orang yang menjadi sasaran
perlindungan hukum undang-undang ini.

Permasalahan yang muncul dari Undang-Undang No 23 tahun 2004 Tentang


Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah bahwa keengganan
seorang istri yang menjadi korban kekerasan melaporkan kepada pihak yang berwajib,
dalam hal ini polisi, karena beberapa akibat yang muncul dari laporan tersebut yang
muncul adalah perceraian, kehilangan nafkah hidup karena suami masuk penjara, masa
depan anak-anak teramcam dan lain-lain. Dengan kondisi seperti ini maka dilihat dari
segi sosiologi hukum, peluang keberhasilan penegakan hukum Undang-Undang No 23
tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) ini
sangat sulit untuk mencapai keberhasilan maksimal.

Undang-Undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam


Rumah Tangga merupakan implementasi Undang-Undang No 7 Tahun 1984 tentang
Penegasan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak serta bentuk diskriminasi
merupakan suatu isu global sekaligus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang wajib
diselesaikan oleh negara dan masyarakat luas.

Dengan adanya Undang-Undang No 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) tersebut kini segala bentuk kekerasan
dalam rumah tangga menjadi tindakan kriminal sebagai salah satu dampak dari penerapan
kekerasan tersebut adalah terjadinya kesadaran publik atas kekerasan dalam rumah
tangga. Disamping itu, timbul pula berbagai persoalan dalam menyelesaikan proses
hukum KDRT. Dengan peraturan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga tersebut
segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga bukan lagi menjadi ranah internal keluarga
tetapi menjadi ranah publik.

3
Kekerasan ini mempunyai akar yang dalam faktor budaya menempatkan
perempuan pada posisi yang timpang dalam hubungannya dengan laki-laki. Perlakuan
salah dan ketidak adilan yang diderita perempuan tidak mungkin dikoreksi hanya dengan
melakukan pembaruan sistem peradilan pidana. Dalam kenyataannya sistem peradilan
pidana dapat dimobilisasi untuk menjadi alat yang lebih efektif dalam menindak,
mencegah, dan merespons perbuatan kekerasan terhadap perempuan.

Hal ini banyak terjadi dalam masyarakat, dalam hubungan keluarga, perempuan
semua umur menjadi sasaran segala bentuk kekerasan, termasuk pemukulan,
pemerkosaan, bentuk bentuk lain penyerangan seksual, mental dan bentuk kekerasan lain
yang dikekalkan oleh sikap-sikap tradisional, ketergantungan ekonomi, memaksa
perempuan untuk bertahan pada hubungan yang didasarkan pada kekerasan.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu kekerasan?


2. Apa saja jenis-jenis kekerasan?
3. Faktor apasaja yang menyebabkan terjadinya kekerasan?
4. Bagaimana cara untuk mencegah kekerasan?
5. Contoh dari kekerasan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu kekerasan, jenis-jenis kekerasan, faktor penyebab, contoh,
dan cara untuk mencegahnya.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apa itu kekerasan

Tindak kekerasan adalah suatu perbuatan yang disengaja atau suatu bentuk aksi
atau perbuatan yang merupakan kelalaian, yang kesemuanya merupakan pelanggaran atas
hukum kriminal, yang dilakukan tanpa suatu pembelaan atau dasar kebenaran dan diberi
sanksi oleh Negara sebagai suatu tindak pidana berat atau tindak pelanggaran hukum
yang ringan (Topo santoso, 2003)

Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal (yang


bersifat,berciri) keras, perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan
cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain

5
(Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dari uraian diatas tampaklah bahwa batasan
dan pengertian tentang tindak kekerasan yang diberikan adalah meliputi setiap aksi atas
perbuatan yang melanggar undang-undang hal ini adalah hukum pidana.

Batasan tindak kekerasan tidaklah hanya tindakan melanggar hukum atau


undang-undang saja, tetapi juga merupakan tindakan yang bertentangan dengan conduct
norms, yang tindakan-tindakan bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat walaupun tindakan itu belum dimasukkan atau diatur dalam undang-undang
(Varia Peradilan, 1997)

2.2 jenis-jenis kekerasan

Berikut ini terdapat beberapa jenis-jenis kekerasan, antara lain:

 Kekerasan Fisik

“ Kekerasan fisik adalah  perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit,
atau luka berat” (Pasal 6).

Sesungguhnya kekerasan yang dialami seorang isteri memiliki dimensi yang


tidak tunggal.  Seseorang yang menjadi korban kekerasan fisik, biasanya ia telah
mengalami kekerasan psikis sebelum dan sesudahnya. Tidak sedikit juga yang
mengalami kekerasan dan penelantaran ekonomi. Kekerasan fisik bisa muncul dalam
berbagai bentuk dan rupa. Berdasarkan pasal 6 UU No. 23 tahun 2004 tentang P-
KDRT sebagaimana tersebut di atas, kekerasan fisik dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu :

1. Kekerasan fisik berat berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul,


membenturkan kebenda yang lain, bahkan sampai melakukan percobaan
pembunuhan atau melakukan pembunuhan dan semua perbuatan yang dapat
mengakibatkan, antara lain:
 Sakit yang menimbulkan ketidakmampuan menjalankan kegiatan sehari-hari.

6
 Luka berat pada tuubuh korban, luka yang sulit disembuhkan atau yang
menimbulkan kematian.
 Kehilangan salah satu panca indera.
 Luka yang mengakibatkan cacat.
 Kematian korban.
2. Kekerasan fisik ringan seperti menampar, menarik rambut, mendorong, dan
perbuatan lain yang mengakibatkan, antara lain:
 Cidera ringan.
 Rasa sakit dan luka fisik yang tidak termasuk dalam kategori berat.

 Kekerasan Psikis

Kekerasan psikis atau kekerasan mental adalah kekerasan yang mengarah


pada serangan terhadap mental/psikis seseorang, bisa berbentuk ucapan yang
menyakitkan, berkata dengan nada yang tinggi, penghinaan dan ancaman.

Sedangkan di dalam UU No. 23 tahun 2004 tentang P-KDRT dijelaskan


bahwa, “Kekerasan Psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang”. (Pasal 7).

 Kekerasan seksual

Meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang


menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan atau tujuan tertentu. ( Pasal 8 ).

Kata ‘Pemaksaan hubungan seksual‘ disini lebih diuraikan untuk


menghindari  penafsiran bahwa pemaksaan hubungan seksual hanya dalam bentuk
pemaksaan fisisk semata ( harus adanya unsur penolakan secara verbal atau
tindakan ), tetapi pemaksaan juga dapat terjadi dalam tataran psikis (dibawah tekanan
sehingga tidak bisa melakukan penolakan dalam bentuk apapun).

7
 Kekerasan Ekonomi

Pasal 9 menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan penelantaran rumah


tangga atau dapat diartikan sebagai kekerasan ekonomi terhadap rumah tangga,
antara lain:

1. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya padahal
menurut hokum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian, dia
wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
2. Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang
untuk bekerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah
kendali orang tersebut.

Dalam buku kekerasan terhadap isteri, bentuk-bentuk kekerasan terhadap


perempuan  dalam rumah tangga meliputi :

1. Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang membatasi isteri untuk bekerja
didalam atau diluar rumah yang menghasilkan uang atau barang dan atau
membiarkan isteri bekerja untuk dieksploitasi, atau menelantarkan anggota keluarga,
dalam arti tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
2. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang menyebabkan rasa sakit, cidera, luka
atau cacat pada tubuh seseorang, dan atau menyebabkan kematian.
3. Kekerasan psikologis atau psikis adalah setiap perbuatan dan ucapan yang
mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak
dan rasa tidak berdaya serta rasa ketakutan pada isteri.
4. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual,
memaksa isteri baik secara fisik untuk melakukan hubungan seksual atau melakukan
hubungan seksual tanpa persetujuan dan di saat isteri tidak menghendaki, melakukan
hubungan seksual dengan cara yang tidak disukai isteri, maupun menjauhkan atau
tidak memenuhi kebutuhan seksual istri.

8
2.3 Faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan

a. Faktor Pendidikan

Pendidikan dalam arti luas termasuk kedalam pendidikan formal dan non
Formal (kursus-kursus). Faktor pendidikan sangatlah menentukan perkembangan
Jiwa dan kepribadian seseorang, dengan kurangnya pendidikan maka mempengaruhi
prilaku dan kepribadian seseorang, sehingga bisa menjerumuskan untuk melakukan
tindakan-tindakan yang bertentangan dengan norma dan aturan-aturan hukum yang
berlaku.

Apabila seseorang tidak mengecap yang namanya bangku sekolah maka


Perkembangan seseorang dan cara berpikir orang tersebut akan sulit berkembang,
Sehingga dengan keterbelakangan dalam berpikir maka dia akan melakukan suatu
Perbuatan yang menurut dia baik tetapi belum tentu bagi orang lain itu baik. Tapi
Tindakan yang sering dilakukannya itu adalah perbuatan yang dapat merugikan
Orang lain. Pendidikan adalah merupakan wadah yang sangat baik untuk Membentuk
watak dan moral seseorang, yang mana semua itu didapatkan didalam Dunia
pendidikan. Tapi tidak tertutup kemungkinan seseorang yang melakukan kejahatan
Tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ilmu yang tinggi dan mengecap Dunia
pendidikan yang tinggi pula.Tapi tidak tertutup kemungkinan seseorang yang
melakukan kejahatan Tersebut adalah orang-orang yang mempunyai ilmu yang tinggi
dan mengecap Dunia pendidikan yang tinggi pula.

b. Faktor Pergaulan

Pada prinsipnya suatu pergaulan tertentu membuat atau menghasilkan Norma-


norma tertentu yang terdapat didalam masyarakat. Pengaruh pergaulan Bagi
seseorang di dalam maupun diluar lingkungan rumah tersebut sangatlah Berbeda,
sangatlah jauh dari ruang lingkup pergaulanya. Karena dimanapun kita Berada maka
tiap ruang lingkup tersebut merupakan lingkungan yang sangat Berbeda-beda maka
akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda pula sesuai Lingkungan tersebut.

9
Mengenai pergaulan yang berbeda-beda yang dilakukan oleh seseorang Dapatlah
melekat dan sebagai motivasi bagi seseorang karena dalam sebuah Contoh yang
terjadi pada saat bencana alam dimana masyarakat pada saat itu Merasa mengalami
kekurangan dari segala hal, seperti makanan dan kebutuhan

Hidup yang harus dipenuhi oleh setiap orag pada saat terjadinya bencana alam,
ia Melihat orang-orang mengambil atau mencuri barang-barang milik orang lain
Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, disamping karena adanya ajakan dan
Dorongan dari teman-teman yang lain. Dengan hal tersebut maka ia terdorong Dalam
dirinya ikut melakukan pencurian barang-barang milik orang lain.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan adalah semua benda dan materi yang mempengaruhi Hidup
manusia seperti kesehatan jasmani dan kesehatan rohani, ketenangan lahir Dan batin.
Lingkungan sosial adalah berupa lingkungan rumah tangga, sekolah Dan lingkungan
luar sehari-hari,dan lingkungan masyarakat. Suatu rumah tangga Adalah merupakan
kelompok lingkungan yang terkecil tapi pengaruhnya terhadap Jiwa dan kelakuan si
anak karena awal pendidikannya di dapat dari lingkungan ini. Lingkungan alam yang
teduh damai di daerah-daerah pedesaan dan pegunungan Yang mana memberikan
pengaruh yang menyenangkan, sedangkan daerah kota Dan industri yang penuh dan
padat, bising, penuh hiruk pikuk yang memuakkan, Mencekam dan menstiulir
penduduknya untuk menjadi kanibal (kejam, bengis, Mendekati kebiadabannya)

Pada prinsipnya prilaku seseorang dapat berubah dan bergeser bisa Dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti halnya dalam kasus pencurian yang Dilakukan pada
saat terjadinya bencana alam itu merupakan suatu kriminal Situasional atau kriminal
primer yang dilakukan oleh orang-orang biasa (non –kriminal) atau yang bukan
penjahat dan individu-individu yang pada umumnya Patuh terhadap hukum.

Oleh karena adanya tekanan dari masyarakat atau faktor eksternal yang
Merobek-robek keseimbangan batinnya dengan demikian seseorang dapat
Melakukan perbuatan kriminal yang mana adanya tekanan Seseorang bertindak
berbuat kejahatan adalah didasarkan pada proses antara lain:

10
1. Tingkah laku itu dipelajari

Secara negatif dikatakan bahwa tingkah laku kriminal itu tidak diwarisi
Sehingga atas dasar itu tidak ada seseorang menjadi jahat secara mekanisme.

2. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam hubungan komunikasi.


3. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam kelompok pergaulan yang intim.

Selain faktor-faktor tersebut diatas ada satu faktor yang menyebabkan Orang
melakukan kejahatan yaitu faktor kesombongan moral, yang mana dalam Faktor ini
seseorang melakukan kejahatan tanpa memperhatikan disekelilingnya Yang mana dia
mau melakukan suatu kejahatan tanpa memperhatikan keadaan Asalkan dia mendapatkan
apa yang diinginkannya baik dengan cara baik atau Dengan cara jahat dan baik itu dalam
keadaan gempa maupun dalam keadaan yang Lain. Maka faktor ini merupakan salah satu
dari jenis faktor-faktor yang lain yang Mempengaruhi orang melakukan kejahatan.

2.4   Cara untuk mencegah kekerasan

Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan adalah


upaya yang melibatkan semua orang di masyarakat kita. Kekerasan adalah
pelanggaran hak asasi manusia untuk keselamatan. Kekerasan terhadap perempuan
sudah terjadi sejak lama, tapi kita bisa bekerja sama untuk mencegahnya di masa
depan. Kekerasan terhadap perempuan dapat dicegah dengan memperkuat akses
perempuan pada hak asasi dan sumber daya dasar. Ada beberapa hal yang dapat
membantu mencegah terjadinya kekerasan yang terjadi pada perempuan.

11
 Hubungi Pihak Berwajib

Hubungi polisi jika dirimu melihat atau mendengar bukti kekerasan dalam rumah


tangga. Dapatkan bantuan kepada pihak berwajib untuk menyelamatkanmu dari
kekerasan perempuan. Pihak berwajib akan menindak lanjuti perkara tersebut dan
bisa saja, pelaku dihukum.

 Dapatkan Dukungan dari Keluarga

Dukung teman atau anggota keluarga yang mungkin berada dalam hubungan yang
penuh kekerasan. Memberikan dukungan dan membuka diri menjadi teman bercerita
dapat menolong para korban kekerasan terutama pada perempuan yang sering kita
jumpai. Bahkan Sahabat Fimela juga dapat menjadi sukarelawan dan membuat
komunitas atau organisasi lain yang membantu para penyintas dan bekerja mencegah
kekerasan.

 Ajarkan kepada Anak Sedini Mungkin

Ajari anak sejak dini bahwa merekalah yang memutuskan siapa yang akan
menyentuh mereka dan di mana. Pertimbangkan untuk mengajari mereka nama yang
tepat untuk bagian tubuh mereka mereka di usia muda sehingga mereka dapat
berkomunikasi dengan jelas tentang tubuh mereka. Ajari anak-anak bahwa itu adalah
pilihan mereka apakah mereka ingin memeluk atau mencium orang lain, bahkan
keluarga sekali pun.

 Ajarkan anak menghormati orang lain

Ajari anak untuk memperlakukan orang lain sebagaimana mereka ingin


diperlakukan. Bicaralah dengan anak tentang hubungan yang sehat dan pentingnya
memperlakukan pasangan kencan mereka dan orang lain dengan hormat.

 Ajari Mereka Menciptakan Penolakan

12
Bekerja untuk menciptakan budaya yang menilak kekerasan sebagai cara untuk
menangani masalah. Melawan pesan yang mengatakan bahwa kekerasan atau
penganiayaan terhadap perempuan diperbolehkan. Jangan melakukan kekerasan dan
melecehkan diri sendiri.

 Menjadi Aktivis

Berpartisipasilah dalam acara anti-kekerasan. Dukung layanan kekerasan dalam


rumah tangga dan program pencegahan kekerasan dengan menyumbangkan waktu
luangmu.

 Menjadi sukarelawan dalam program pemuda

Terlibat dalam program yang mengajarkan anak muda untuk memecahkan masalah
tanpa kekerasan. Terlibat dalam program yang remaja tentang hubungan yang sehat
dan maskulinitas dan feminitas yang sehat.

 Tanyakan Kebijakan dan Program Anti Kekerasan di Tempat Kerja dan


Sekolah

Di tempat kerja, tanyakan tentang kebijakan yang menangani masalah pelecehan


seksual, misalnya. Di kampus, tanyakan tentang layanan pengantaran siswa ke
asmara dengan aman di malam hari, kotak panggilan darurat di kampus, keamanan
kampus, dan tindakan pengalaman lainnya. Tanyakan tentang program pelatihan
intervensi pengamat yang mungkin terjadi di kampus atau di tempat kerja.

2.5 Contoh dari kekerasan

13
A. Contoh kekerasan verbal

1. Name-calling

Name-calling merupakan nama panggilan yang bernada hinaan atau mengata-


ngatai seseorang dengan mengganti namanya menjadi sebutan yang lain.
Contohnya, “kamu tidak akan mengerti ini karena kamu bodoh.”

2. Degradasi

Kata-kata ini dikeluarkan agar seseorang merasa bersalah terjadap dirinya


sendiri dan menganggap dirinya tidak berguna. Contohnya, “kamu tidak akan bisa
jadi apa-apa kalau bukan karena bantuan saya.”

3. Manipulasi

Kekerasan verbal ini dilakukan dengan tujuan memerintah Anda, tapi tidak
dengan kalimat imperatif. Misalnya, “kalau kamu memang sayang keluarga, kamu
tidak akan melakukan itu.”

4. Menyalahkan

Berbuat salah adalah hal yang manusiawi. Namun, orang yang melakukan
kekerasan akan menjadikan kesalahan Anda sebagai pembenaran atas tindakan
mereka, misalnya dengan berkata “saya harus memarahi kamu karena perilakumu
sangat tidak bisa ditolerir.”

5. Merendahkan

Kata-kata ini akan keluar ketika si pelaku kekerasan verbal berniat


mengerdilkan Anda dan di saat yang bersamaan membuat dirinya lebih superior.
Contoh kalimat merendahkan adalah “saya yakin suara kamu bagus, tapi lebih
bagus lagi kalau kamu diam saja.”

14
6. Kritik berkelanjutan

Menerima kritik adalah bagian dari proses pendewasaan diri. Namun


dalam kekerasan verbal, kritik dilakukan dengan sangat kasar dan terus-menerus
sehingga korbannya akan merasa tidak punya harga diri. Contohnya, “kamu suka
marah-marah makanya tidak ada orang yang suka dengan kamu.”

7. Menuduh

Menuduh juga bisa menjadi kekerasan verbal ketika hal itu dilakukan
untuk menjatuhkan mental Anda. Tidak perlu dengan kata-kata kasar, bentuk
kekerasan verbal ini dapat berupa “saya harus berteriak karena kamu keras
kepala.”

8. Menolak berbicara

Bahkan tidak berkata apa pun bisa jadi bentuk kekerasan verbal, terutama
bila dilakukan untuk membuat korbannya merasa tidak enak. Misalnya, ketika
Anda bertengkar dengan pasangan, ia memilih diam dan pergi ketika Anda
menuntut penjelasan darinya.

9. Mengarang

Pasangan kerap mengatakan bahwa Anda suka mengarang suatu kejadian


agar Anda merasa bersalah? Bisa jadi itu adalah bentuk kekerasan verbal agar
Anda segera minta maaf dan kian tergantung pada mereka.

Contoh konkretnya seperti Anda menagih janji pasangan untuk


membantu pekerjaan rumah, tapi dia berkata “kita tidak pernah ada perjanjian soal
itu”. Bahkan, ia bisa menegaskannya dengan “jangan suka mengarang, itu cuma
halusinasi kamu” sehingga Anda akan meminta maaf.

10. Perdebatan yang tidak berujung

15
Berdebat adalah bagian dari hubungan yang sehat, namun perdebatan
yang tak berujung dan dilakukan berulang kali bisa jadi bentuk kekerasan verbal.
Misalnya, jika Anda merupakan wanita yang bekerja, kondisi rumah mungkin
tidak selalu rapi.

Ketika ini terjadi berkali-kali, pasangan Anda selalu menyalahkan Anda yang
akhirnya mengakibatkan debat tak berujung.

11. Ancaman

Kekerasan verbal bisa jadi awal mula terjadinya kekerasan fisik, salah
satunya dimulai ketika pelaku kekerasan ini mengeluarkan nada ancaman.
Ancaman ini sangat mudah dikenali karena sudah pasti memberi efek takut pada
korban dan menuntut korban untuk patuh pada kata-kata pelaku kekerasan ini.

Contohnya, “kalau kamu tidak menuruti saya, jangan salahkan saya jika
terjadi sesuatu yang mengerikan pada kamu.”

12. Melawan

Melawan adalah kecenderungan untuk menjadi argumentatif, tidak hanya


dalam konteks politik, filosofis, atau ilmiah tetapi juga dalam konteks umum.

Korban kekerasan tersebut dapat membagikan perasaan positifnya tentang


kegiatan yang baru saja dilakukannya, dan pelaku kemudian mencoba
menyangkal bahwa perasaannya salah. Melawan, mengabaikan perasaan, pikiran,
dan pengalaman korban secara teratur merupakan salah satu jenis kekerasan
verbal.

B. Contoh kekerasan fisik

16
Memukul, menampar, menjambak, menendang, menusuk, membakar,
menyabet, menyulut dengan rokok, melemparkan benda yang mengarah pada
anggota tubuh korban, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dari keseluruhan materi, dapat disimpulkan bahwa


tindakan kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru.
Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, dari
anak-anak sampai dewasa namun, yang menarik perhatian publik adalah kekerasan
yang menimpa kaum perempuan (istri). Bentuk-bentuk kekerasan dapat berupa
kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan dalam rumah tangga,
dan sebagainya.

17
Kekerasan adalah tindakan agresi yang menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain hingga batas tertentu. Segala penyimpangan yang terjadi di
dalam kekerasan dapat terjadi karena dipengaruhi oleh tuntutan lingkungan sekitar.
Untuk itu, peran orang tua dan lingkungan sekitar harus memberikan contoh-contoh
yang baik agar kepribadian seseorang dapat menjadi baik juga.

DAFTAR PUSTAKA

Ibu Guru. 2020. Kekerasan: Pengertian, Jenis, Penyebab dan Dampak.


https://kelasips.com/jenis-jenis-kekerasan/ , diakses tanggal
3 Juli 2021 pukul 11.00 WIB

Pinjungwati, Galuh Tri. 2020. 8 Pencegahan dan Penanganan Tindakan Kekerasan


Terhadap Perempuan. https://www.fimela.com/lifestyle-
relationship/read/4418451/8-pencegahan-dan-penanganan-tindakan-
kekerasan- terhadap-perempuan , diakses tanggal 3 Juli 2021 pukul 10.57
WIB

18
Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, PN.Balai Pustaka,
Jakarta,2003.Hal.550

Varia Peradilan, “Langkah Pencegahan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap


Wanita”, TahunXIII.No.145 Oktober 1997.Hal 118

Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, ‘Kriminologi”, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003.Hal. 21

W.A.Bonger. 1977. Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta: PT. Pembangunan Ghalia


Indonesia

Makarim, Mufti. 2010. Memaknai Kekerasan. https://referensi.elsam.or.id/wp-


content/uploads/2014/12/MEMAKNAI-%C3%A2%E2%82%AC
%C5%93KEKERASAN%C3%A2%E2%82%AC%C2%9D.pdf. Diakses pada 3
Juli 2021.

19

Anda mungkin juga menyukai