Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGARUH TERAPI NEBULISER UNTUK PASIEN ASMA BRONKIAL

MUHAMAD HAFIZH F
1022031132

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS FALETEHAN
MEI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengaruh terapi nebulizer untuk
pasien asma bronkial” tepat pada waktu nya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu. Ns.Eka Ernawati, S.Kep. M.Kep. selaku
pembimbing mata kuliah EBP yang telah membimbing,mengarahkan serta memotivasi sehingga
dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni

Penulis berterimakasih kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuan nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat jauh dari kata sempurna karena adanya
keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang
bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Serang, Mei 2023


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................5
2.1 Konsep Asma....................................................................................................................5
2.1.1 Definisi......................................................................................................................5
2.1.2 Etiologi......................................................................................................................5
2.1.3 Klasifikasi asma.........................................................................................................6
2.1.4 Manifestasi klinis.......................................................................................................7
2.1.5 Patofisiologi...............................................................................................................8
2.1.6 Penatalaksanaan.........................................................................................................9
2.1.7 Komplikasi...............................................................................................................10
2.2 Konsep terapi nebulizer...................................................................................................11
2.2.1 Definisi terapi nebulizer...........................................................................................11
2.2.2 Manfaat teraoi bekam..............................................................................................11
2.2.3 Jenis jenis nebulizer.................................................................................................11
2.2.4 Prosedur terapi nebulizer.........................................................................................12
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Orang yang menderita asma memiliki saluran pernapasan yang lebih responsif dibandingkan
dengan orang yang tidak memiliki asma. Saat paru-paru terkena pemicu asma, otot-otot di
saluran pernapasan akan mengalami kekakuan yang menyebabkan penyempitan saluran tersebut.
Selain itu, produksi lendir juga meningkat. Gabungan kondisi-kondisi ini menghasilkan gejala-
gejala asma pada penderita.. (Afifudin & Endiyono, 2019)
Terapi nebulizer merupakan metode pengobatan yang melibatkan penghirupan larutan obat
yang telah diubah menjadi bentuk gas seperti kabut menggunakan perangkat yang disebut
nebulizer. (Aryani et al.,2009)
Fungsi nebulizer adalah membantu mengatasi dan mencegah gejala sesak napas serta
mengurangi peradangan pada sistem pernapasan. Tata cara penggunaannya melibatkan dokter
yang meresepkan obat melalui nebulizer. Setelah itu, pasien menghirup uap obat melalui selang
yang terhubung ke corong mulut atau masker yang terpasang pada nebulizer. (Simon, 2022)

1.2 Rumusan Masalah


Asma adalah suatu kondisi kronis yang mempengaruhi saluran pernapasan. Penyakit ini
disebabkan oleh peradangan pada saluran pernapasan yang menyebabkan bronkus menjadi lebih
sensitif terhadap rangsangan dan mengakibatkan penyempitan jalan napas. Gejala klinis yang
umum dari asma meliputi mengi (wheezing), sesak napas, sesak dada, dan batuk yang
intensitasnya dapat bervariasi dari waktu ke waktu, disertai dengan keterbatasan aliran udara saat
mengeluarkan napas. Gejala-gejala ini seringkali memburuk pada malam hari, saat terpapar
alergen seperti debu atau asap rokok, atau saat seseorang mengalami penyakit seperti demam.
(Global Initiative of Asthma 2018)

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mengetahui Pengaruh terapi nebulizer pada penderita asma bronkial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asma

2.1.1 Definisi
Asma adalah kondisi peradangan kronis pada saluran napas yang melibatkan berbagai
jenis sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin, dan lainnya. Peradangan kronis ini
berhubungan dengan respons yang berlebihan dari saluran napas yang menyebabkan
seringnya terjadi episode mengi (wheezing), sesak napas, rasa berat di dada, dan batuk
terutama pada malam hari dan pagi dini. Kejadian ini sering kali ditandai dengan obstruksi
pada saluran napas yang dapat diperbaiki baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
(Wijaya & Toyib, 2018)
Asma bronkhial merupakan suatu jenis penyakit saluran pernapasan yang bersifat kronis
atau jangka panjang. Pada kondisi ini, terjadi peradangan dan penyempitan saluran napas
yang menyebabkan kesulitan bernapas atau sesak napas. Selain kesulitan bernapas, penderita
asma juga dapat mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma
dapat terjadi pada semua kelompok usia, baik itu pada anak-anak maupun orang dewasa.
(Astuti & Derliana, 2018)
Asma adalah kondisi di mana saluran napas mengalami penyempitan karena sensitivitas
yang tinggi terhadap rangsangan tertentu. Penyempitan ini terjadi secara berulang dan di
antara episode penyempitan bronkus, fungsi ventilasi saluran napas cenderung normal.
Penderita asma bronkial memiliki sensitivitas dan reaktivitas yang tinggi terhadap
rangsangan eksternal, seperti debu rumah, bulu hewan, asap, dan zat alergen lainnya. Gejala
asma dapat muncul secara tiba-tiba dan dengan cepat, sehingga jika tidak mendapatkan
pertolongan segera, dapat meningkatkan risiko kematian. Penyempitan saluran napas pada
asma bronkial juga dapat terjadi akibat peradangan yang menyebabkan otot polos saluran
napas berkontraksi, pembengkakan membran lendir, dan produksi lendir yang berlebihan.
(Purwanto, 2016)
2.1.2 Etiologi
Obstruksi pada saluran napas pada asma disebabkan oleh:
a. Kontraksi otot di sekitar bronkus yang menyebabkan penyempitan napas.
b. Pembengkakan pada membran bronkus.
c. Penumpukan lendir yang kental di dalam bronkus.
Faktor predisposisi pada asma adalah Faktor genetik, di mana adanya kecenderungan alergi
yang diturunkan dari keluarga dekat meningkatkan risiko seseorang terkena asma jika terpapar
faktor pemicu.
Faktor pemicu asma meliputi:
a. Alergen, yang terbagi menjadi tiga jenis: inhalan (seperti debu, bulu binatang, serbuk
bunga, bakteri, dan polusi udara), ingestan (makanan dan obat-obatan tertentu), dan
kontaktan (bahan yang berkontak langsung dengan kulit).
b. Infeksi saluran pernapasan, terutama disebabkan oleh virus seperti virus Influenza.
c. Perubahan cuaca, terutama cuaca lembab dan udara dingin.
d. Lingkungan kerja, terutama di tempat kerja yang memiliki paparan tertentu seperti pabrik
kayu, polisi lalu lintas, atau penyapu jalanan.
e. Olahraga, terutama aktivitas berat yang dapat memicu serangan asma. f. Stres, gangguan
emosional yang dapat menjadi pemicu atau memperberat serangan asma. (Wahid &
Suprapto, 2013)
2.1.3 Klasifikasi asma

Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru


1 2 3 4
Intermiten Bulanan APE ≥ 80 %
 Gejala <  ≤ 2 kali sebulan  VEP1 ≥ 80 % nilai
1/minggu prediksi
 Tanpa gejala di  APE ≥ 80 % nilai
luar serangan terbaik
 Serangan singkat  Variabiliti APE < 20
%
Resistan ringan Mingguan  ≤ 2 kali sebulan APE ≥ 80 %
 Gejala > 1x /  VEP1 ≥ 80 % nilai
minggu, tetapi < prediksi
1x / hari  APE ≥ 80 % nilai
 Serangan dapat terbaik
mengganggu  Variabiliti APE 20-
aktiviti dan tidur 30 %
Persiten sedang Harian  > 1x/seminggu APE 60 - 80 %
 Gejala tiap hari  VEP1 60 - 80 % nilai
 Serangan prediksi
menggangu  APE 60 - 80 % nilai
aktifitas dan tidur terbaik
 Membutuhkan  Variabiliti APE > 30
Bronkadilator %
setiap hari
1 2 3 4
Persisten berat Continue APE ≤ 60 %
 Gejala terus  Sering  VEP1 ≤ 60 % nilai
menerus prediksi
 Sering kambuh  APE ≤ 60 % nilai
 Aktivitas fisik terbaik
terbatas  Variabiliti APE > 30
%
2.1.4 Manifestasi klinis
Secara umum, gejala asma meliputi batuk (dengan atau tanpa lendir), sesak napas,
dan mengi.
a. . Biasanya serangan asma cenderung terjadi pada malam hari.
b. . Eksaserbasi seringkali diawali dengan peningkatan gejala selama beberapa hari,
namun juga bisa terjadi secara tiba-tiba.
c. . Terdapat pernapasan yang berat dan mengi.
d. Penyempitan jalan napas dapat memperburuk kesulitan bernapas (dispnea).
e. Awalnya terjadi batuk kering, kemudian diikuti dengan batuk yang lebih kuat dan
produksi dahak yang berlebih. (Sari, 2019)

Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien asma, seperti yang dijelaskan
oleh Halim Danokusumo (2000) dalam (Padila, 2013), meliputi:
a. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

1. Batuk dengan produksi dahak yang lengket dan sulit dikeluarkan, bisa disertai
atau tidak disertai pilek.
2. Terdapat suara ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, dengan sifat
hilang timbul.
3. Terdengar suara mengi (wheezing).
4. Tidak ada kelainan pada bentuk dada.
5. Terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam darah dan IgE.
6. Hasil analisis gas darah (BGA) belum menunjukkan kelainan patologis.
b. Stadium lanjut/kronik:
1. Batuk, ronchi
2. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
3. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5. Thorak seperti barel chest
6. Tampak tarikan otot
7. Sianosis
8. BGA Pa O2 kurang dari 80%
9. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Rongen
paru
10. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.

2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi asma pada anak, menurut IDAI (2015), dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Obstruksi saluran napas
Inflamasi pada saluran napas pada pasien asma merupakan dasar
terjadinya gangguan fungsi paru. Obstruksi saluran napas menyebabkan
pembatasan aliran udara yang dapat pulih baik secara spontan maupun setelah
pengobatan. Perubahan fungsional yang terjadi terkait dengan gejala khas asma
seperti batuk, sesak napas, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran napas terhadap
berbagai rangsangan. Gejala batuk disebabkan oleh stimulasi saraf sensorik pada
saluran napas oleh mediator inflamasi. Pada anak, batuk berulang sering kali
menjadi salah satu gejala asma yang sering dijumpai.
Penyempitan saluran napas pada asma dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos pada bronkus yang diperkuat oleh
pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Agonis tersebut meliputi histamin,
triptase, prostaglandin D2, dan leukotrien C4 yang dilepaskan oleh sel mast,
neuropeptida dari saraf sensorik lokal, serta asetilkolin dari saraf eferen pasca-
ganglionik. Kontraksi otot polos saluran napas diperkuat oleh penebalan dinding
saluran napas akibat edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi, dan perubahan
struktural seperti hiperplasia dan hipertrofi kronis pada otot polos, pembuluh
darah, dan sel-sel sekretori. Selain itu, hambatan saluran napas juga meningkat
akibat produksi sekret yang berlimpah, kental, dan lengket oleh sel goblet dan
kelenjar submukosa, keluarnya protein plasma melalui mikrovaskular bronkus,
serta penumpukan debris seluler pada dinding saluran napas.
Pada anak, seperti pada orang dewasa, terjadi perubahan patologis pada
bronkus yang dikenal sebagai remodeling saluran napas. Inflamasi ini dipicu oleh
berbagai faktor seperti alergen, virus, aktivitas fisik, dan lain-lain yang
menyebabkan respons hiperreaktivitas pada saluran napas penderita asma.

b. Hiperreaktivitas saluran napas


Penyempitan saluran napas yang berlebihan adalah patofisiologi yang
memiliki relevansi klinis terbesar dalam penyakit asma. Mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini
masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, kemungkinan terkait dengan
perubahan pada otot polos saluran napas (hiperplasia dan hipertrofi) yang terjadi
secara sekunder, yang mengakibatkan perubahan dalam kontraktilitasnya. Selain
itu, inflamasi pada dinding saluran napas, terutama di daerah peribronkial, dapat
memperburuk penyempitan saluran napas selama kontraksi otot polos.
Untuk menguji hiperreaktivitas bronkus secara klinis, dilakukan
pemberian stimulus aerosol histamin atau metakolin dengan peningkatan dosis
secara bertahap, kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR
atau FEV1). Stimulus lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering,
aerosol garam hipertonik, dan adenosin tidak langsung mempengaruhi otot polos
(berbeda dengan histamin dan metakolin) , tetapi dapat merangsang pelepasan
mediator dari sel mast, ujung serat saraf, atau sel-sel lain di saluran napas.
Hiperreaktivitas dikatakan terjadi jika terdapat penurunan FEV1 sebesar 20%
pada konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.
2.1.6 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi penatalaksanaan saat
serangan asma dan penatalaksanaan asma jangka Panjang:
a. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Penanganan serangan akut pada asma harus diketahui oleh pasien.
Disarankan agar penatalaksanaan asma dilakukan oleh pasien di rumah, namun
jika tidak ada perbaikan, segera mencari fasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan harus dilakukan dengan cepat dan disesuaikan dengan tingkat
keparahan serangan. Evaluasi keparahan serangan didasarkan pada riwayat
serangan, gejala, pemeriksaan fisik, dan idealnya dilakukan pemeriksaan fungsi
paru, untuk kemudian memberikan pengobatan yang tepat dan cepat. Pada
serangan asma, digunakan obat-obat seperti:
 Bronkodilator
 Kortikosteroid
Pada serangan ringan, pengobatan yang digunakan hanya terbatas pada
penggunaan agonis kerja cepat sebanyak 32 dosis, yang sebaiknya diberikan
melalui inhalasi. Jika penggunaan inhalasi tidak memungkinkan, obat tersebut
dapat diberikan secara sistemik. Pada pasien dewasa, dapat dipertimbangkan
pemberian kombinasi dengan teofilin/aminofilin dalam bentuk oral.
Pada situasi tertentu, seperti adanya riwayat serangan asma yang parah
sebelumnya, terdapat pilihan untuk memberikan kortikosteroid oral (misalnya
metilprednisolon) dalam jangka waktu singkat selama 3-5 hari. Pada serangan
asma dengan tingkat sedang, disarankan untuk menggunakan B2 agonis kerja
cepat dan kortikosteroid oral. Pada pasien dewasa, sebagai tambahan, dapat
dipertimbangkan penggunaan ipratropium bromida inhalasi dan aminofilin
intravena (baik dalam bentuk bolus atau drip). Namun, pada anak-anak,
pemberian ipratropium bromida inhalasi dan aminofilin intravena tidak
disarankan.
Apabila diperlukan, pasien dapat diberikan oksigen dan cairan intravena
pada serangan asma yang berat. Pada serangan asma yang parah, pasien perlu
dirawat dan mendapatkan oksigen, cairan infus, B2 agonis kerja cepat,
ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid intravena, dan aminofilin intravena
(dalam bentuk bolus atau drip). Jika B2 agonis kerja cepat tidak tersedia,
adrenalin dapat digunakan secara subkutan. Pada kasus serangan asma
yangmengancam jiwa, sebaiknya pasien segera dirujuk ke Unit Perawatan Intensif
(ICU). Pemberian obat-obat bronkodilator lebih disarankan dalam bentuk inhalasi
menggunakan nebuliser. Jika tidak tersedia nebuliser, dapat digunakan Inhaler
Dosis Terukur (MDI) dengan menggunakan alat bantu seperti spacer.
b. Penatalaksanaan asma jangka Panjang

Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengendalikan


asma dan mencegah terjadinya serangan. Pengobatan jangka panjang asma
disesuaikan dengan tingkat keparahan asma yang diklasifikasikan. Prinsip
pengobatan jangka panjang meliputi edukasi, penggunaan obat asma
(pengontrol dan pelega), serta menjaga kebugaran

1) Edukasi yang diberikan mencakup:


a. Kapan pasien berobat/mencari pertolongan
b. Mengenali gejala asma secara dini
c. Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu
penggunaan nya
d. Mengenali dan menghindari factor pencetus
e. Kontrol teratur (Kemenkes, 2018)
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma diantaranya: (Kurniawan Adi
Utomo,2015)

1. Pneumonia
Peradangan terjadi pada jaringan paru-paru yang dapat disebabkan oleh
infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru.
2. Atelektasis
Terjadi penyempitan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara, baik bronkus maupun bronkiolus.
3. Gagal nafas
Terjadi ketika pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru
tidak mampu mempertahankan laju konsumsi oksigen yang cukup dan
menyebabkan akumulasi karbondioksida di dalam sel-sel tubuh
4. Bronkitis
Adalah kondisi di mana terjadi pembengkakan pada lapisan dalam saluran
pernapasan kecil di paru-paru (bronkiolus) dan peningkatan produksi lendir
(dahak). Hal ini menyebabkan kesulitan pernapasan pada penderitanya.
2.2 Konsep terapi nebulizer
2.2.1 Definisi terapi nebulizer
Terapi nebulizer adalah metode pengobatan di mana larutan obat diubah menjadi kabut
atau uap dengan menggunakan perangkat bernama nebulizer, yang kemudian dihirup oleh pasien.
(Aryani, 2009)
2.2.2 Manfaat teraoi bekam
Terapi nebulizer umumnya digunakan dalam pengobatan penyakit pernapasan seperti
asma, bronkitis, atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Beberapa manfaat yang umumnya
dikaitkan dengan terapi nebulizer meliputi:
1. Membantu meredakan gejala sesak napas: Nebulizer dapat menghasilkan kabut
obat yang dapat langsung dihirup ke dalam saluran pernapasan, membantu
membuka saluran udara yang sempit dan meredakan sesek nafas.
2. Mengurangi peradangan dan pembengkakan.Terapi nebulizer sering
menggunakan obat-obatan antiinflamasi atau bronkodialator yang dapat
membantu mengurangi peradangan dan pembengkakan pada saluran
pernafasan,sehingga memperbaiki fungsi nafas pernafasan
3. Memberikan obat secara tepat dan efektif. Nebulizer memberikan obat-obatan
secara langsung ke saluran pernafasan,memastikan obat mencapai area yang
terkena langsung dan memberikan efek yang lebih cepat dan efektif di
bandingkan dengan obat yang di minum secara oral. (Kemenkes, Manfaat terapi
nebulizer, 2019)
2.2.3 Jenis jenis nebulizer
Ada 3 jenis nebulizer di antaranya yaitu:

1. Nebulizer jet kompresor

Nebulizer dengan jet kompresor adalah alat inhalasi yang menggunakan

tekanan gas tinggi untuk mengubah obat cair menjadi uap. Alat inhalasi ini efektif

dalam menghantarkan obat cair yang tidak dapat diolah oleh inhaler biasa, seperti

antibiotik dan mukolitik (pengencer dahak). Jet kompresor nebulizer memiliki

harga yang terjangkau dan dilengkapi dengan fitur canggih yang memudahkan
pengguna. Namun, kekurangan jet kompresor nebulizer adalah suara yang lebih

berisik dibandingkan dengan jenis nebulizer lainnya.

2. Ultrasonic Nebulizer

Nebulizer ini menggunakan getaran suara berfrekuensi tinggi untuk

mengubah obat cair menjadi uap aerosol. Generasi terbaru dari nebulizer ini

memiliki kemampuan menghasilkan uap 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan

tipe kompresor. Namun, perlu diperhatikan bahwa nebulizer ultrasonik ini

memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis nebulizer lainnya.

3. Mesh Nebulizer

Nebulizer jenis ini menggunakan teknologi tinggi dengan menggunakan

micropump berbasis gelombang getaran ultrasonik untuk menghasilkan aerosol.

Mesh nebulizer merupakan salah satu pilihan terbaik dalam alat hirup, karena

memiliki efisiensi tinggi, tidak berisik, dan mampu menghasilkan tetesan uap

cairan yang sangat halus dibandingkan dengan jenis nebulizer lainnya. Selain itu,

ukurannya yang praktis dan penggunaan baterai membuatnya mudah dibawa ke

mana saja. Namun, perlu diingat bahwa harga nebulizer ini cenderung lebih mahal

dan mungkin kurang efektif dalam mengolah obat dengan konsistensi yang kental.

2.2.4 Prosedur terapi nebulizer


Sebelum menggunakan nebulizer, penting untuk mendapatkan penjelasan dari

dokter atau perawat mengenai cara penggunaannya dan untuk mengklarifikasi segala

pertanyaan yang mungkin ada. Meskipun setiap alat nebulizer dapat memiliki sedikit

perbedaan dalam pengoperasiannya, ada beberapa langkah umum yang dapat diikuti:
1. Pastikan tangan dalam keadaan bersih sebelum menyentuh alat nebulizer dan

obat-obatannya.

2. Persiapkan obat yang diresepkan oleh dokter dan tuangkan ke dalam wadah

nebulizer sesuai petunjuk. Periksa ketersediaan cairan dalam wadah dan

pastikan tidak ada kebocoran atau kerusakan pada perangkat.

3. Pasang selang atau saluran udara pada nebulizer dan pastikan saluran udara

terhubung dengan kuat.

4. Jika menggunakan masker, pastikan masker terpasang dengan benar pada

wajah dan menutupi hidung dan mulut dengan rapat. Jika menggunakan

corong mulut, pegang corong dengan rapat di antara gigi dan bibir.

5. Nyalakan nebulizer sesuai instruksi yang diberikan oleh produsen. Biasanya, alat

akan menghasilkan kabut obat yang bisa dihirup.

6. Bernapaslah secara perlahan dan dalam melalui mulut atau hidung, tergantung

pada jenis alat yang digunakan. Usahakan untuk tetap tenang dan santai

selama proses penggunaan.

7. Terus menghirup uap obat sampai semua obat dalam nebulizer habis atau

sesuai petunjuk dari dokter.

8. Setelah selesai, matikan nebulizer dan bersihkan alat sesuai petunjuk yang

diberikan oleh produsen. Pastikan untuk membersihkan semua bagian dengan

benar dan mengeringkannya dengan baik sebelum digunakan kembali.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam merawat pasien dalam berbagai kondisi medis, terdapat tiga tujuan utama yang
perlu diperhatikan, yaitu mencegah kematian, mengurangi risiko kerusakan organ, dan
meningkatkan kebahagiaan atau kualitas hidup pasien. Pada pasien yang menderita asma,
berbagai hasil pemeriksaan seperti FEV1 (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik), PEF (peak
expiratory flow), gejala, serta sputum, digunakan sebagai acuan utama dalam menilai tingkat
kontrol asma dan secara umum menjadi penilaian apakah tujuan perawatan pasien asma telah
tercapai. Pasien dengan asma yang berat cenderung mengalami gangguan kualitas hidup yang
lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang mengalami gangguan asma yang ringan.
Asma memiliki dampak negatif pada kualitas hidup penderitanya. Gangguan yang
disebabkan oleh asma dapat membatasi berbagai aktivitas sehari-hari, termasuk olahraga, absensi
di sekolah, dan dapat menyebabkan kehilangan hari kerja. Tujuan dari penatalaksanaan asma
adalah mencapai kontrol asma, yaitu kondisi yang optimal yang menyerupai orang yang sehat
sehingga penderita dapat menjalankan aktivitas harian seperti orang normal, dan hal ini berarti
meningkatkan kualitas hidup penderita.
Asma adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan sepenuhnya. Penderita asma sering
mengalami kekambuhan terkait dengan gejala asma yang mereka alami. Namun, asma dapat dikendalikan
melalui terapi medis dan gaya hidup yang sehat. Kontrol asma yang baik akan mengurangi frekuensi
kekambuhan dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Menurut penelitian oleh Priyanto et al. (2011) di
wilayah Asia Pasifik, hanya sekitar 5% pasien asma yang menganggap kondisi asma mereka sepenuhnya
terkontrol, sedangkan 35% pasien menganggapnya terkontrol sebagian. Hanya 10% pasien yang
menggunakan inhalasi steroid untuk mengontrol asma, sementara 68% menggunakan bronkodilator. Oleh
karena itu, penatalaksanaan asma bertujuan untuk mencapai kondisi asma yang terkontrol. Kondisi
terkontrol dalam konteks ini merujuk pada keadaan optimal yang menyerupai orang sehat, sehingga
penderita asma dapat menjalankan aktivitas sehari-hari layaknya orang normal dan meningkatkan kualitas
hidup mereka
DAFTAR PUSTAKA

Afifudin, T., & Endiyono. (2019). Penerapan Terapi Nebuliser Terhadap Pasien Asma.

Aryani. (2009). Pemberian terapi nebuliser. Aryani, 1.

Astuti, & Derliana. (2018). Asma Bronkial. Astuti dan Derliana , 5.

Kemenkes. (2018). Penatalaksanaan asma. Asma Bronkial, 1.

Kemenkes. (2019). Manfaat terapi nebulizer. Kemenkes, 1.

Organization, W. H. (2022).

Purwanto. (2016). Asma Bronkial. Purwanto, 5.

Sari, P. (2019). Manifestasi Klinis Asma Bronkial. Asma Bronkial, 1.

Simon, G. (2021, Agustus 27). RUPA-RUPA. ICA. ICA. ICA. LA TINGUINA. PARCONA. SUBTANJALLA.
CHINCHA ALTA. CHINCHA ALTA. GROCIO PRADO. PUEBLO NUEVO. SUNAMPE. PISCO. PISCO. SAN
ANDRÉS. Retrieved from /blog/nebulizer-mengenal-manfaat-cara-pemakaian-dan-jenis-
nebulizer/: ://www.ruparupa.com

Simon, G. (2022). Manfaat terapi nebuliser. Giavanni Simon, 1.

Syutrika A. Sondakh, F. M. (2020). PENGARUH PEMBERIAN NEBULISASI TERHADAP FREKUENSI


PERNAFASAN PADA PASIEN GANGGUAN SALURAN PERNAFASAN. Volume 8 Nomor 1 [Februari
2020], 75-82ISSN 2302-1152, 75-82.

Syutrika A. Sondakh1, F. M. (2020). PENGARUH PEMBERIAN NEBULISASI TERHADAP FREKUENSI


PERNAFASAN PADA PASIEN GANGGUAN SALURAN PERNAFASAN. Volume 8 Nomor 1 [Februari
2020], 75-82ISSN 2302-1152, 76-82.
Syutrika A. Sondakh1, F. M. (2020). PENGARUH PEMBERIAN NEBULISASI TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN GANGGUAN SALURAN PERNAFASAN. Volume 8 Nomor 1 [Februari
2020], 75-82ISSN 2302-1152, 76-82.

Utomo, K. A. (2015). Komplikasi asma. Kurniawan Adi Utomo, 3.

Utomo, K. A. (2015). Komplikasi Asma. Asma Bronkial, 1.

Utomo, K. A. (n.d.). Komplikasi Asma.

Wahid, & Suprapto. (2013). Asma Bronkial. Wahid dan Suprapto, 38.

Wijaya, & Toyib. (2018). Asma. Wijaya dan Toyib, 5.

Anda mungkin juga menyukai