Asma Bronchialle
Asma Bronchialle
Disusun oleh :
Alhamdulilah, segala puji bagi Allah S.W.T. pada akhirnya makalah untuk memenuhi
tugas makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah telah selesai disusun dengan judul
Asuhan Keperawatan dengan Pasien Asma Bronchialle.
Makalah ini disusun dengan mengacu pada beberapa sumber bacaan atau buku dan juga
akses internet. Tulisan ini sebagian besar hanyalah kutipan-kutipan dari beberapa sumber
sebagaimananya yang tercantum dalam daftar pustaka, dengan beberapa ulasan pribadi. Ulasan
pribadi sifatnya hanyalah analisis dan sintesis dari beberapa kutipan yang berasal dari bahan
bacaan.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna dan
mungkin beberapa pandangan penyusun sedikitnya belum teruji kebenarannya, namun harapan
kami semoga ada setitik manfaat terutama untuk kami pribadi dan teman-teman yang telah
membaca makalah ini.
Jakarta, 2021
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
2.1 Definisi Asma Bronkial.........................................................................................................4
2.2 Etiologi Asma Bronkial.........................................................................................................5
2.3 Klasifikasi Asma Bronkial.....................................................................................................6
2.4 Patofisiologi Asma Bronkial..................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis Asma Bronkial.........................................................................................9
2.6 Komplikasi...........................................................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................................................12
BAB III.........................................................................................................................................13
ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................................13
I. Pengkajian...............................................................................................................................13
II. Data Fokus.............................................................................................................................20
II. Analisa Data..........................................................................................................................21
III. Intervensi.........................................................................................................................23
VI. Implementasi........................................................................................................................25
VI. Evaluasi................................................................................................................................27
ii
BAB IV..........................................................................................................................................29
PENUTUP....................................................................................................................................29
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Data Word Health Organization (WHO) Tahun 2018, juga menunjukkan data yang
serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di
negara maju. Pada Tahun 2016, sebanyak 300 jiwa penduduk di dunia menderita asma
bronkial dari berbagai golongan umur dan ras. Pada Tahun 2017, meningkat menjadi 350
jiwa dan Tahun 2018 prevalensi asma meningkat menjadi 420 jiwa. Prevalensi asma telah
meningkat disemua negara, dan diperkirakan 250.000 orang meninggal karena asma
bronkhial (Kemenkes, 2018). Daerah Pasuruan mendapat peringkat dua setahunnya.
Sedangkan Tahun 2018 prevalensi asma meningkat menjadi 500 jiwa. Di provinsi Jawa
Timur sebesar 4,45% yang menderita penyakit asma bronkial dengan masalah pola napas
tidak efektif. Jawa Timur diperkirakan sebesar 172 per 1000 penduduk (Kemenkes, 2018).
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien memerlukan
perawatan, baik dirumah sakit maupun di rumah (Nursalam, 2018).
Asma bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
pernafasan yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, rasa berat didada, dan batuk
terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau
tanpa pengobatan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya asma bronkial meliputi faktor
alergi, faktor non alergi, faktor psikologi, faktor genetik atau keturunan dan faktor
lingkungan. Pola napas tidak efektif ditandai dengan adanya suara mengi, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya
peradangan yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah sehingga
terjadi wheezing. Penyempitan saluran pernafasan tersebut menghalangi udara yang masuk
sampai menimbulkan manifestasi klinis sehingga muncul masalah salah satunya pola nafas
tidak efektif. Pada masalah pola nafas tidak efektif pada penderita asma bronkial dapat kita
lakukan tindakan untuk mencegah atau mengatasi kekambuhan penderita penyakit asma
bronkial (Fitria, 2018).
Akibat dari penyakit asma bronkial jika tidak ditangani akan menimbulkan
komplikasi seperti pneumothorak, ateletaksis, gagal nafas, dan bronkhitis. Meskipun asma
dapat berakibat fatal, asma lebih sering mengganggu pekerjaan, aktivitas fisik, dan banyak
aspek kehidupan lainnya. Semakin tinggi kasusu asma bronkial, maka penderita asma
bronkial perlu dilakukan asuhan keperawatan yang tepat. Peran perawat sangat penting
2
dalam merawat pasien asma bronkial antara lain sebagai pelayanan kesehatan, pendidik dan
perorganisasian pelayanan kesehatan yang khususnya adalah sebagai pemberi asuhan
keperawatan. Sebagai perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai
kesehatan pasien yang optimal antara lain dengan, pemberian posisi semi fowler dengan
derajat kemiringan 45°, yaitu mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma dan ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam yaitu suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,
selain dapat menurunkan intensitas nyeri teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Andarmoyo, 2018).
Berdasarkan latar belakang di atas, kami tertarik untuk mengambil kasus asuhan
keperawatan pasien dengan asma bronkial.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma Bronkial.
2. Mahasiswa Mengetahui Proses Keperawatan (Pengkajian, Diagnosa, Intervensi,
Implementasi, dan Evaluasi) pada Pasien dengan Diagnosa Medis Asma Bronkial.
3. Mahasiswa Mengetahui Pendokumentasikan Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Diagnosa Medis Asma Bronkial.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Etiologi Asma Bronkial
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan faktor pencetus timbulnya
serangan asma bronkial (Muttaqin, 2017), yaitu:
1) Faktor predisposisi
Genetik Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi ini
penderita sangat mudah terkena penyakit asma brokial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor Pencetus
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, bulu binatang, spora jamur, beberapa makanan
laut dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernafasan
Saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah
satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial. Diperkirakan
dua pertiga penderita asma bronkial dewasa serangan asma ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernafasan.
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca
menjadi pemicu serangan asma bronkial.
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien asma
bronkial. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu
jalanan.
e. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma.
5
f. Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma bronkial, selain
itu juga dapat memperberat serangan asma bronkial yang sudah ada. Disamping
gejala asma bronkial harus segera diobati. penderita asma bronkial yang mengalami
stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.
g. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti, penisilin, salsilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
h. Polusi udara
Pasien asma bronkial sangat peka terhadap udara berdebu, asap rokok, asap pabrik
atau asap kendaraan, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida foto
kemikal, serta bau yang tajam
6
c) Asma Campuran (Mixed Asthma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk
kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau non-alergik.
d) Asma Bronkial Pada Remaja dan Orang Dewasa
Pada usia remaja dan dewasa rangsangan pencetus asma bronkial jarang
disebabkan oleh hanya satu faktor saja. Walaupun reaksi hipersensitivitas yang
segera timbul merupakan faktor utama pada 1/3 dari penderita asma bronkial
dewasa dan remaja, faktor keterlibatan infeksi, terutama virus, ikut berperan
dalam memperburuk keadaan. Demikian pula alergi ternyata ikut berperan
sebagai faktor pencetus asma bronkial dewasa, terutama bagi orang-orang yang
mempunyai bakat keturunan.
Faktor penginduksi lain bagi asma bronkial dewasa diantaranya adalah gerak
badan, kontak terhadap udara dingin atau iritan lain seperti asap, embun, dan
aerosol. Intoleransi aspirin (atau obat-obat anti radang non- steroid) dan terakhir
faktor emosi. Sekalipun demikian, sejumlah episode asmatik yang timbul secara
keseluruhan tak dapat dihubungkan dengan jelas ke faktor mana. Oleh
karenanya, penyebab asma ini harus dianggap belum diketahui.
7
c) Asma sedang
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi menggunakan aktifitas atau tidur,
gejala asma terjadi <1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agnosi
kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1>60% dan 80%.
d) Asma parah (savere)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, egajala asam malam heri
seminggu terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF, dan
PEv1,60%.
8
Pada asma bronkial, diameter bronkiolus lebih kurang selama ekspirasi
daripada inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama sekresi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma bronkial biasanya bisa melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea (Price, 2016).
9
2.6 Komplikasi
Menurut Muttaqin (2018), komplikasi pada pasien asma bronkial yaitu:
1) Pneumonia
Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru-paru
yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
2) Atelektasis
Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus).
3) Bronkhitis
Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru
yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang - ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
4) Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah normal (normal PaO 85-100
mmHg, SaO2 95%).Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 <
90%. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt),
atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan
melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke
volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala
hipoksemia di antaranya sesak napas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali per
menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.
5) Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi atau
meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi
setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan.
10
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2018), yaitu :
1) Pengukuran Fungsi Paru (spirometri): Pengukuran ini dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV
atau FVC sebanyak lebih dari 20%menunjukkan diagnosis asma bronkial.
2) Uji provokasi bronkus: Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 105 atau lebih.
3) Pemeriksaan tes kulit: Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik
dalam tubuh.
4) Pemeriksaan Laboratorium :
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): Hanya dilakukan pada serangan asma berat
karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum: Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan trensudasi dari
edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitelnya dari
perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji.
c. Sel eosinofil: Pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai1000-
1500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinosil normal antara 100-200/mm3.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia: Jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia dan hiperkapnea.
e. Pemeriksaan Radiologi : Hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma bronkial
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasisresistensi terhadap antibiotik.
11
2.8 Penatalaksanaan
Asma Bronkial Terdapat dua jenis penatalaksanaan pada penderita asma bronkial
(Smeltzer, 2018), yaitu :
1) Penatalaksaan Farmakologi
a) Agonis adrenergik – beta 2 kerja – pendek
b) Antikolinergik
c) Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI)
d) Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien
e) Metilxantin
2) Penatalaksanaan Non Farmakologi
a) Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asma.
b) Pola hidup sehat Meningkatkan kebugaran fisik.
c) Berhenti atau tidak merokok Lingkungan kerja yang berpotensi dalam
menimbulkan asma.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Identitas Pasien:
Nama : Tn. Y
Umur : 34 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Status : Sudah menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Komplek Inkopad
Tanggal Masuk : 12 oktober 2021
Tanggal Pengkajian : 12 oktober 2021
No Register : 15467
Diagnose Medis : Asma
Penanggung jawab :
Nama : Ny. A
Usia : 32 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan/Sumber penghasilan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Istri
13
B. Status Kesehatan
14
d. Pola kesehatan fungsional
2. Pola nutrisi metabolic Pasien mengatakan makan 3x Pasien makan 3x sehari tetapi
sehari dengan sayur dan lauk dengan setengah porsi. Minum
pauk, 1 porsi penuh. Untuk air putih 4 gelas/ hari
minum 2,5 – 3 L, per hari.
3. Pola eliminasi BAB : 1x sehari, BAB : 1x sehari,
karakteristik normal karakteristik normal
BAK : 5x sehari, BAK : 5x sehari,
karakteristik normal karakteristik normal
4. Pola Latihan - Pola gerak : bias bergerak dibantu oleh perawat dan
dengan bebas keluarga.
- Pola aktifitas : Dapat
beraktifitas seperti biasa
- Saat sakit : pasien
mengatakan kesulitan
beraktifitas di atas tempat
tidur
- Pola gerak : terbatas
karena harus dibantu
orang lain
- Pola aktifitas : hanya
bisa melakukan aktifitas
15
ditempat tidur
5. Pola Istirahat Tidur Pasien menagatakan setiap Saat sakit pasien susah tidur
hari tidur dengan rentang 6 – dan sedikit terganggu karena
8 jam. Tidur mulai pukul terasa sesak nafas dan batuk.
21.00WIB, bangun pagi Tidur pukul 22.00WIB dan
pukul 06.00 WIB bangun pukul 05.30WIB.
16
11. Pola nilai – kepercayaan Pasien menganut agama Pasien merasa kesulitan dalam
islam dan melaksanakan solat melaksanakan solat 5 waktu
5 waktu. dan hanya dilakukan di atas
tempat tidur
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan Minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Keterangan :
17
Inspeksi dan Palpasi: simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam, tidak
ada lesi.
2) Telinga
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
3) Pemerikasaan Hidung
Inspeksi: simetris, terdapat pernapasan cuping hidung, napas irregular, tidak ada
lesi.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
4) Mulut dan Faring
Inspeksi: mukosa bibir lembab, tidak ada lesi di sekitar mulut, biasanya ada
kesulitan menelan.
5) Leher
Inspeksi: simetris, tidak ada peradanagan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
6) Dada dan thoraks
Inspeksi: batuk non produktif, terdapat sputum yang kental dan sulut
dikeluarkan, bernapas menggunakan otot-otot tambahan, adanya teknik napas
cuping hidung, pasien tampak agak kesulitan berbicara karena sesak.
Palpasi: pasien bernapas menggunakan otot-otot tambahan.
Perkusi: lapang paru hipersonor saat diperkusi, diafragma menjadi datar dan
rendah.
Auskultasi: Terdapat suara vesikuler yang meningkat dengan ekspirasi lebih dari
4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.
7) Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
18
Palpasi: ictus cordis terletak di ICS V mid claviculla kiri
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara tambahan.
Perkusi: suara pekak
8) Abdomen
Inspeksi: bentuk perut normal, simetris, tidak tampak asites, tidak tidak tampak
ada tanda-tanda infeksi.
Auskultasi: bising usus pasien 7x/menit.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba ada benjolan, turgor kulit normal,
tidak teraba ada pembesaran hepar.
Perkusi: bunyi perut pasien saat di perkusi timpani.
9) Integumen
Inspeksi: struktur kulit halus, berwarna sawo matang, turgor kulit normal,
sianosis.
Palpasi: tidak teraba adanya nyeri tekan atau benjolan.
10) Ekstermitas
Inspeksi: tampak simetris kanan dan kiri, bentuk normal, pergerakan normal,
tidak tampak adanya tanda-tanda infeksi.
Palpasi: tidak teraba adanya nyeri tekan dan benjolan.
KASUS
19
Tn. Y pada Selasa, 12 oktober 2021 pukul 07:15 WIB datan ke IGD RS Medika Dramaga . Tn. Y
berumur 34 tahun, beralamat dikomplek inkopad. Tn. Y dengan keluhan sesak nafas dadakan
setelah melalukan aktivitas berat, dada terasa sesak , batuk berdahak konsistensi kental berwarna
kuning dan kesulitan untuk bernafas dan berbicara. Tn. Y mempunyai riwayat asma, Tn. Y
memiliki riwayat penyakit asma sama dengan ibunya.
Kesadaran pasien Compos mentis, GCS 4,5,6 Keadaan lemah, klien tampak gelisah, wheezing
( + ) , pasien tampak sesak, sianosis, batuk dengan dahak konsistensi kental bewarna kuning,
Irama nafas irreguler, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 28x/menit,suhu
36,7oC
20
1. DS: Bersihan jalan napas Spasme jalan napas
- Pasien mengatakan mengalami tidak efektif
sesak secara tiba-tiba setelah
melakukan aktivitas berat.
- Pasien mengatakan mengalami
batuk berdahak hingga mengalami
kesulitan bernapas dan berbicara.
DO:
- Nilai TTV pasien:
TD: 110/80 mmHg
HR: 90x/menit
RR: 28x/menit
Suhu: 36,7oC
- Pasien tampak lemah dan gelisah.
- Pasien tampak mengalami
dispneu.
- Pasien tidak dapat batuk secara
efektif.
- Karakteristik sputum pasien
konsistensi kental berwarna
kuning kuning dan berbau khas.
- Terdapat suara tambahan berupa
mengi
21
2. DS : Pola Nafas Tidak Hambatan Upaya
- Klien mengatakan sesak nafas Efektif Nafas (Kelemahan
yang dirasakan mendadak stelah otot pernafasan)
melakukan aktifitas berat
- Klien mengatakan dada terasa
sesak, batuk dan kesulitan untuk
bernafas
DO :
- Pasien tampak bernapas
menggunakan otot bantu
pernapasan.
- Pola napas abnormal (Wheezing,
takipneu)
- Irama nafas irreguler
- NIlai TTV :
TD : 110/80
N : 90X/menit
RR : 28X/menit
S : 36,7 C
II. Diagnosa
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas ditandai
dengan dispneu, lemah dan gelisah, kesulitan berbicara, batuk tidak efektif, whezzing,
sianosis, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot)
ditandai dengan dispneu, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal
(whezzing, takipneu), pernapasan cuping hidung.
22
III. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
napas tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
berhubungan maka bersihan jalan napas
dengan spasme dapat meningkat dengan - Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
jalan napas kriteria hasil(L.01001):
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
ditandai dengan - Batuk efektif napas
- Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah
dispneu, lemah dan meningkat
dan karakteristik)
gelisah, kesulitan - Produksi sputum
Terapeutik
berbicara, batuk berkurang
tidak efektif, - Whezzing berkurang - Atur posisi semi-Fowler atau
Fowler
whezzing, sianosis, - Dispneu berkurang
- Pasang perlak dan bengkok di
frekuensi napas - Sulit bicara berkurang pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
berubah, pola - Sianosis berkurang
napas berubah. - Gelisah berkurang Edukasi
(D.0149 hal.18) - Frekuensi napas
- Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik batuk efektif
- Pola napas membaik - Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
23
2.Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
berhubungan dengan selama 1x24 jam maka pola
Observasi
hambatan upaya napas napas pasien membaik
(kelemahan otot) ditandai dengan kriteria hasil - Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
dengan dispneu, (L.01004):
- Monitor bunyi napas tambahan
penggunaan otot bantu - Tekanan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
pernapasan, pola napas ekspirasi meningkat
- Monitor sputum (jumlah, warna,
abnormal (whezzing, - Dispneu aroma)
takipneu), pernapasan menurun
Terapeutik
cuping hidung. (D.0005) - Penggunaan
- Pertahankan kepatenan jalan
otot bantu napas menurun
napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
- Pernapasan thrust jika curiga trauma cervical)
- Posisikan semi-Fowler atau
cuping hidung menurun
Fowler
- Frekuensi - Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
napas membaik
perlu
- Kedalaman - Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
napas membaik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
- Penghisapan endotrakeal
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
24
bronkodilator, ekspektoran.
VI. Implementasi
No. Hari/Tanggal Jam Implementasi TTD
DX
1. Selasa, 12 Oktober Observasi
2021
07.30 - Mengidentifikasi kemampuan batuk
07.30 - Memonitor adanya retensi sputum
07.30 - Memonitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
07.30 - Memonitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan
karakteristik)
Terapeutik
07.43 Edukasi
07.45
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
- Menganjurkan tarik napas dalam melalui
07.45 hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
07.45 mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Menganjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
08.25
25
Kolaborasi
Terapeutik
08.00
- Mempertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
07.40 trauma cervical)
07.40 - Memposisikan semi-Fowler atau Fowler
08.00 - Memberikan minum hangat
08.30 - Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
08.20 - Melakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
07.10 - Melakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Memberikan oksigen
08.40 Edukasi
08.25 Kolaborasi
26
VI. Evaluasi
No. dx Hari/tgl/jam Evaluasi Paraf
1. Selasa, 12 S:
Oktober 2021. - Pasien mengatakan sudah tidak sesak lagi
12.00 - Pasien mengatakan sudah tidak sulit lagi berbicara
O:
- Nilai TTV
TD: 110/90 mmHg
N: 88x/menit
RR: 23/menit
S: 36,6°C
- Pasien tampak tidak gelisah lagi
- Pasien sudah mulai mampu batuk secara efektif
- Produksi sputum mulai berkurang dengan karakteristik
kental kekuningan
- Suara tambahan whezzing sudah mulai berkurang
27
- Pasien tampak tidak sesak lagi
- Pasien sudah tidak mengalami sianosis
- Frekuensi pernapasan dan pola pernapasan pasien mulai
membaik.
A: Masalah Teratasi
P: Intervensi dihentikan
2. Selasa, 12 S:
Oktober 2021 - Pasien mengatakan sudah merasa lebih nyaman
12.00 - Pasien dan Klien mengatakan sudah memahami edukasi
yang diberikan oleh perawat
O:
- Klien menerima kedatangan perawat
- Pasien dan Klien dan keluarga menyetujui kontrak yang
dilakukan dengan perawat
- Pasien dan Klien memperhatikan saat perawat
memberikan edukasi
- Tekanan ekspirasi napas pasien sudah membaik
- Penggunaan otot bantu pernapasan sudah berkurang
- Pasien tampak tidak lagi menggunakan pernapasan
cuping hidung
- Frekuensi dan kedalaman napas pasien mulai membaik
28
A:
Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma bronkial adalah suatu penyakit gangguan jalan napas obstruktif intermiter
yang bersifat revisable. Ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
napas. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe:
Ekstermitas (alergik), intrinsic (non alergik) asma gabungan. Ada juga beberapa hal yang
menjadi factor penyebab timbulnya serangan asma bronkial sepeti factor genetic dan factor
prepitasi (allergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga, dan aktivitas berat).
Pencegahan yang dapat dilakukan berupa:
a. Menjauhi allergen
b. Menghindari kecelakaan
c. Menghindar stress psikis
d. Mencegah dan mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olah raga renang dan senam asma
29
30
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, C. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: EGC.
Herdman, T. Heather (2016). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. (2018). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed). Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed).Jakarta : DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed). Jakarta : DPP PPNI.
Wahid dan Imam. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: CV Trans
Info Media.
iv