Anda di halaman 1dari 35

KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH I

KASUS ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONCHIALLE


Dosen Pengampu : Ns. Naziyah, S.Kep.,M.Kep

Disusun oleh :

1. Adinda Sahira : 204201516104


2. Difa Adillah Syafana : 204201516032
3. Erika Apriliana Putri : 204201516041
4. Meivia Annisa : 204201516112
5. Nevasya Fauzia Ranamajaki : 204201516037
6. Regita Kurnia Febrian : 204201516016
7. Windy Vita Zefanya : 204201516020

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FALKUTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, segala puji bagi Allah S.W.T. pada akhirnya makalah untuk memenuhi
tugas makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah telah selesai disusun dengan judul
Asuhan Keperawatan dengan Pasien Asma Bronchialle.

Makalah ini disusun dengan mengacu pada beberapa sumber bacaan atau buku dan juga
akses internet. Tulisan ini sebagian besar hanyalah kutipan-kutipan dari beberapa sumber
sebagaimananya yang tercantum dalam daftar pustaka, dengan beberapa ulasan pribadi. Ulasan
pribadi sifatnya hanyalah analisis dan sintesis dari beberapa kutipan yang berasal dari bahan
bacaan.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna dan
mungkin beberapa pandangan penyusun sedikitnya belum teruji kebenarannya, namun harapan
kami semoga ada setitik manfaat terutama untuk kami pribadi dan teman-teman yang telah
membaca makalah ini.

Jakarta, 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................4
2.1 Definisi Asma Bronkial.........................................................................................................4
2.2 Etiologi Asma Bronkial.........................................................................................................5
2.3 Klasifikasi Asma Bronkial.....................................................................................................6
2.4 Patofisiologi Asma Bronkial..................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis Asma Bronkial.........................................................................................9
2.6 Komplikasi...........................................................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................................................11
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................................................12
BAB III.........................................................................................................................................13
ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................................................13
I. Pengkajian...............................................................................................................................13
II. Data Fokus.............................................................................................................................20
II. Analisa Data..........................................................................................................................21
III. Intervensi.........................................................................................................................23
VI. Implementasi........................................................................................................................25
VI. Evaluasi................................................................................................................................27

ii
BAB IV..........................................................................................................................................29
PENUTUP....................................................................................................................................29
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma bronkial merupakan satu hipereaksi dari bronkus dan trakea, sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (Naga, 2017). Asma
bronkial adalah penyakit dengan karakteristik sesak napas dan wheezing, dimana frekuensi
dan keparahan dari tiap orang berbeda. Asma bronkial merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan yang banyak dijumpai di masyarakat. Kondisi ini akibat kelainan dari
jalan napas di paru dan memengaruhi sensitivitas saraf pada jalan napas sehingga mudah
teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak karena penyempitan jalan napas
dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru (Effendy, 2018).
Asma bronkial dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk, susah tidur, dan menimbulkan wheezing. Asma bronkial
bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang dapat gejala tanpa tidak menggangu
aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat
menimbulkan kematian (Muttaqin, 2018)
Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa. Banyak
klien asma dalam keluarganya mempunyai riwayat alergi. Asma akut, yang disebut sebagai
serangan asma dapat dicetuskan oleh stress, olahraga berat, infeksi, atau pemajanan terhadap
alergen atau iritan lain seperti debu, asap rokok, dan faktor lingkungan. Beberapa individu
dengan asma mengalami respons imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi
yang dihasilkan (IgE kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi seperti histamin, bradikinin,
dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator
ini dalam jaringan paru mempengarusi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus yang banyak.

1
Data Word Health Organization (WHO) Tahun 2018, juga menunjukkan data yang
serupa bahwa prevalensi asma terus meningkat dalam tiga puluh tahun terakhir terutama di
negara maju. Pada Tahun 2016, sebanyak 300 jiwa penduduk di dunia menderita asma
bronkial dari berbagai golongan umur dan ras. Pada Tahun 2017, meningkat menjadi 350
jiwa dan Tahun 2018 prevalensi asma meningkat menjadi 420 jiwa. Prevalensi asma telah
meningkat disemua negara, dan diperkirakan 250.000 orang meninggal karena asma
bronkhial (Kemenkes, 2018). Daerah Pasuruan mendapat peringkat dua setahunnya.
Sedangkan Tahun 2018 prevalensi asma meningkat menjadi 500 jiwa. Di provinsi Jawa
Timur sebesar 4,45% yang menderita penyakit asma bronkial dengan masalah pola napas
tidak efektif. Jawa Timur diperkirakan sebesar 172 per 1000 penduduk (Kemenkes, 2018).
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan pasien memerlukan
perawatan, baik dirumah sakit maupun di rumah (Nursalam, 2018).
Asma bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
pernafasan yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, rasa berat didada, dan batuk
terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat reversible baik dengan atau
tanpa pengobatan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya asma bronkial meliputi faktor
alergi, faktor non alergi, faktor psikologi, faktor genetik atau keturunan dan faktor
lingkungan. Pola napas tidak efektif ditandai dengan adanya suara mengi, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya
peradangan yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah sehingga
terjadi wheezing. Penyempitan saluran pernafasan tersebut menghalangi udara yang masuk
sampai menimbulkan manifestasi klinis sehingga muncul masalah salah satunya pola nafas
tidak efektif. Pada masalah pola nafas tidak efektif pada penderita asma bronkial dapat kita
lakukan tindakan untuk mencegah atau mengatasi kekambuhan penderita penyakit asma
bronkial (Fitria, 2018).
Akibat dari penyakit asma bronkial jika tidak ditangani akan menimbulkan
komplikasi seperti pneumothorak, ateletaksis, gagal nafas, dan bronkhitis. Meskipun asma
dapat berakibat fatal, asma lebih sering mengganggu pekerjaan, aktivitas fisik, dan banyak
aspek kehidupan lainnya. Semakin tinggi kasusu asma bronkial, maka penderita asma
bronkial perlu dilakukan asuhan keperawatan yang tepat. Peran perawat sangat penting

2
dalam merawat pasien asma bronkial antara lain sebagai pelayanan kesehatan, pendidik dan
perorganisasian pelayanan kesehatan yang khususnya adalah sebagai pemberi asuhan
keperawatan. Sebagai perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai
kesehatan pasien yang optimal antara lain dengan, pemberian posisi semi fowler dengan
derajat kemiringan 45°, yaitu mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma dan ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam yaitu suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini
perawat mengajarkan kepada klien bagaimana melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan,
selain dapat menurunkan intensitas nyeri teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Andarmoyo, 2018).
Berdasarkan latar belakang di atas, kami tertarik untuk mengambil kasus asuhan
keperawatan pasien dengan asma bronkial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronkial?
2. Bagaimanakah Proses Keperawatan (Pengkajian, Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan
Evaluasi) pada Pasien dengan Diagnosa Medis Asma Bronkial?
3. Bagaimanakah Pendokumentasikan Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis Asma
Bronkial?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma Bronkial.
2. Mahasiswa Mengetahui Proses Keperawatan (Pengkajian, Diagnosa, Intervensi,
Implementasi, dan Evaluasi) pada Pasien dengan Diagnosa Medis Asma Bronkial.
3. Mahasiswa Mengetahui Pendokumentasikan Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Diagnosa Medis Asma Bronkial.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma Bronkial


Asma bronkial merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermitten, bersifat
reversibel dimana trakea dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
serta mengalami peradangan atau inflamasi (Padila, 2017).
Asma bronkial adalah suatu keadaan kondisi paru-paru kronis yang ditandai dengan
kesulitan bernafas, dan menimbulkan gejala sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk
terutama pada malam menjelang dini hari. Dimana saluran pernafasan mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
penyempitan atau peradangan yang bersifat sementara (Muttaqin, 2018).
Asma bronkial adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang dapat pulih dan
intermiten yang ditandai oleh penyempitan jalan nafas, sehingga mengakibatkan dispnea,
batuk, dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi dari beberapa menit sampai jam, serta bergantian
dengan periode bebas gejala (Wahid, 2018).
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan dari luar,
seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi. Gejala
kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika
tidak mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma
bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan saluran
pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran pernafasan,
pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebih (Ikawati,
2018).

4
2.2 Etiologi Asma Bronkial
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan faktor pencetus timbulnya
serangan asma bronkial (Muttaqin, 2017), yaitu:
1) Faktor predisposisi
Genetik Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat alergi ini
penderita sangat mudah terkena penyakit asma brokial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor Pencetus
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu rumah, bulu binatang, spora jamur, beberapa makanan
laut dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernafasan
Saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah
satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkial. Diperkirakan
dua pertiga penderita asma bronkial dewasa serangan asma ditimbulkan oleh infeksi
saluran pernafasan.
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca
menjadi pemicu serangan asma bronkial.
d. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien asma
bronkial. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu
jalanan.
e. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma bronkial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat paling mudah
menimbulkan asma.

5
f. Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma bronkial, selain
itu juga dapat memperberat serangan asma bronkial yang sudah ada. Disamping
gejala asma bronkial harus segera diobati. penderita asma bronkial yang mengalami
stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya.
g. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti, penisilin, salsilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
h. Polusi udara
Pasien asma bronkial sangat peka terhadap udara berdebu, asap rokok, asap pabrik
atau asap kendaraan, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida foto
kemikal, serta bau yang tajam

2.3 Klasifikasi Asma Bronkial


1) Berdasarkan Etiologi
Menurut Herdman (2016), asma bronkial terbagi menjadi alergik, idiopatikatau non-
alergik, dan campuran (mixed).
a) Ekstrinsik atau (alergik asthma)
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu,
ketombe, tepung sari makanan, dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airbone
dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis
alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma
ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak.
b) Intrinsik atau Idiopatik atau (non-alergik asthma)
Merupakan jenis asma yang tidak berhubungan secara langsung dengan alergen
spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas,
emosi/stres, dan polusi lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa
agen farmakologi, seperti antagonis betaadrenergik dan bahan sulfat (penyedap
makanan) juga dapat menjadi faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau
non-alergik dapat menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu
dapat berkembang menjadi bronkitis dan emfisema.

6
c) Asma Campuran (Mixed Asthma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk
kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau non-alergik.
d) Asma Bronkial Pada Remaja dan Orang Dewasa
Pada usia remaja dan dewasa rangsangan pencetus asma bronkial jarang
disebabkan oleh hanya satu faktor saja. Walaupun reaksi hipersensitivitas yang
segera timbul merupakan faktor utama pada 1/3 dari penderita asma bronkial
dewasa dan remaja, faktor keterlibatan infeksi, terutama virus, ikut berperan
dalam memperburuk keadaan. Demikian pula alergi ternyata ikut berperan
sebagai faktor pencetus asma bronkial dewasa, terutama bagi orang-orang yang
mempunyai bakat keturunan.
Faktor penginduksi lain bagi asma bronkial dewasa diantaranya adalah gerak
badan, kontak terhadap udara dingin atau iritan lain seperti asap, embun, dan
aerosol. Intoleransi aspirin (atau obat-obat anti radang non- steroid) dan terakhir
faktor emosi. Sekalipun demikian, sejumlah episode asmatik yang timbul secara
keseluruhan tak dapat dihubungkan dengan jelas ke faktor mana. Oleh
karenanya, penyebab asma ini harus dianggap belum diketahui.

2) Berdasarkan tingkat keparahan penyakit


a) Asma interminten
Gejala muncul<1kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam
atau hari, gejala asma malam terjadi <2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal
dan asma tomatik di antara waktu serangan, peakexpriatory flow (PEF) dan
forced expiratory value in 1 second (PEV 1) 80%.
b) Asma ringan
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi menggunakan aktifitas atau tidur, gejala
asma terjadi <1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi menggunakan aktifitas atau tidur,
gejala asma malam hari tierjadi >2 kali dalam 1 bulan, PEF, dan PEV1>80%.

7
c) Asma sedang
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi menggunakan aktifitas atau tidur,
gejala asma terjadi <1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agnosi
kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1>60% dan 80%.
d) Asma parah (savere)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, egajala asam malam heri
seminggu terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF, dan
PEv1,60%.

2.4 Patofisiologi Asma Bronkial


Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan,
cuaca, kegiatan jasmani yang berlebihan dan psikis akan merangsang reaksi
hiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsan sel plasma
menghasilkan imunoglubin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor
dinding sel mast, kemudian sel mast tersensitasi. Sel mast tersensitasi akan mengalami
degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah
mediator seperti histamin, bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan
kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibat terjadinya
sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan
CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi.
Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan
hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan
CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.
Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2
dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi
gangguan perkusi dimana oksigenasi ke jaringan tidak memadai sehingga terjadi
hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.

8
Pada asma bronkial, diameter bronkiolus lebih kurang selama ekspirasi
daripada inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama sekresi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma bronkial biasanya bisa melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea (Price, 2016).

2.5 Manifestasi Klinis Asma Bronkial


Menurut Padila (2018), manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma bronkial
diantaranya ialah:
Keluhan utama penderita asma bronkial ditandai dengan sesak nafas
mendadak, disertai inspirasi yang pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan
diikuti bunyi meni (wheezing), batuk yang disertai serangan nafas yang kumat kumatan.
Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang,atau berat dan
sesak nafas timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba tiba
menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing
tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yangkeluar masuk paru. Bila dijumpai
obstruksi ringan atau kelelahan otot pernafasan, wheezing akan terdengar lebih lama
atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti
dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, makin keluhan sesak
semakin berat.

9
2.6 Komplikasi
Menurut Muttaqin (2018), komplikasi pada pasien asma bronkial yaitu:
1) Pneumonia
Adalah peradangan pada jaringan yang ada pada salah satu atau kedua paru-paru
yang biasanya disebabkan oleh infeksi.

2) Atelektasis
Adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus).
3) Bronkhitis
Adalah kondisi dimana lapisan bagian dalam dari saluran pernafasan di paru-paru
yang kecil (bronkiolus) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang - ulang dalam
upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan.
4) Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah normal (normal PaO 85-100
mmHg, SaO2 95%).Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 <
90%. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt),
atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan
melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan stroke
volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi. Tanda dan gejala
hipoksemia di antaranya sesak napas, frekuensi napas dapat mencapai 35 kali per
menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.
5) Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi atau
meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi
setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan.

10
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2018), yaitu :
1) Pengukuran Fungsi Paru (spirometri): Pengukuran ini dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator aerososl golongan adrenergik. Peningkatan FEV
atau FVC sebanyak lebih dari 20%menunjukkan diagnosis asma bronkial.
2) Uji provokasi bronkus: Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 105 atau lebih.
3) Pemeriksaan tes kulit: Untuk menunjukkan antibody IgE hipersensitif yang spesifik
dalam tubuh.
4) Pemeriksaan Laboratorium :
a. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup): Hanya dilakukan pada serangan asma berat
karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum: Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang
berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan trensudasi dari
edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitelnya dari
perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara
tersebut kemudian diikuti kultur dan uji.
c. Sel eosinofil: Pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai1000-
1500/mm3 baik asma instrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel
eosinosil normal antara 100-200/mm3.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia: Jumlah sel leukosit yang lebih dari
15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi SGOT dan SGPT meningkat
disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia dan hiperkapnea.
e. Pemeriksaan Radiologi : Hasil pemeriksaan radiologi pada klien asma bronkial
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasisresistensi terhadap antibiotik.

11
2.8 Penatalaksanaan
Asma Bronkial Terdapat dua jenis penatalaksanaan pada penderita asma bronkial
(Smeltzer, 2018), yaitu :
1) Penatalaksaan Farmakologi
a) Agonis adrenergik – beta 2 kerja – pendek
b) Antikolinergik
c) Kortikosteroid : inhaler dosis – terukur (MDI)
d) Inhibitor pemodifikasi leukotrien / antileukotrien
e) Metilxantin
2) Penatalaksanaan Non Farmakologi
a) Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asma.
b) Pola hidup sehat Meningkatkan kebugaran fisik.
c) Berhenti atau tidak merokok Lingkungan kerja yang berpotensi dalam
menimbulkan asma.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
A. Identitas Pasien:
 Nama : Tn. Y
 Umur : 34 tahun
 Agama : Islam
 Jenis Kelamin : Laki – Laki
 Status : Sudah menikah
 Pendidikan : S1
 Pekerjaan : PNS
 Suku Bangsa : Indonesia
 Alamat : Komplek Inkopad
 Tanggal Masuk : 12 oktober 2021
 Tanggal Pengkajian : 12 oktober 2021
 No Register : 15467
 Diagnose Medis : Asma

Penanggung jawab :

 Nama : Ny. A
 Usia : 32 Tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pekerjaan/Sumber penghasilan : Wiraswasta
 Hubungan dengan klien : Istri

13
B. Status Kesehatan

1. Keluhan Utama ( Saat MRS dan saat ini )


Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dadakan setelah melalukan aktivitas berat,
dada terasa sesak , batuk berdahak konsistensi kental berwarna kuning dan kesulitan
untuk bernafas.

2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan sakit saat ini


Pasien mengatakan sesak nafas dadakan setelah melakukan aktivitas berat, dan dada
terasa sesak, batuk berdahak konsistensi kental berwarna kuning dan sulit untuk
bernapas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengatakan sesak nafas dadakan setelah melalukan aktivitas berat, dada
terasa sesak , batuk berdahak konsistensi kental berwarna kuning dan kesulitan
untuk bernafas. Kesadaran pasien Compos mentis, GCS 4,5,6 Keadaan lemah,
klien tampak gelisah, wheezing ( + ) , pasien tampak sesak , batuk dengan dahak
konsistensi kental bewarna kuning, Irama nafas irreguler, tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 28x/menit,suhu 36,7oC

b. Riwayat kesehatan dahulu


Tn. Y memiliki riwayat asma sebelumnya ia pernah mengalami ini.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Pasien mengatakan bahwa mempunyai riwayat penyakit asma sama dengan
ibunya.

14
d. Pola kesehatan fungsional

11 Pola fungsional menurut Gordon :

No Pola Fungsional Sebelum sakit Saat sakit


.
1. Pola persepsi - Pasien mengatakan sakitnya Saat sakit pasien dibawa
menajemen kesehatan murni bukan karena factor kerumah sakit
mistis, tetapi karena factor
ilmiah

2. Pola nutrisi metabolic Pasien mengatakan makan 3x Pasien makan 3x sehari tetapi
sehari dengan sayur dan lauk dengan setengah porsi. Minum
pauk, 1 porsi penuh. Untuk air putih 4 gelas/ hari
minum 2,5 – 3 L, per hari.
3. Pola eliminasi  BAB : 1x sehari,  BAB : 1x sehari,
karakteristik normal karakteristik normal
 BAK : 5x sehari,  BAK : 5x sehari,
karakteristik normal karakteristik normal

4. Pola Latihan - Pola gerak : bias bergerak dibantu oleh perawat dan
dengan bebas keluarga.
- Pola aktifitas : Dapat
beraktifitas seperti biasa
- Saat sakit : pasien
mengatakan kesulitan
beraktifitas di atas tempat
tidur
- Pola gerak : terbatas
karena harus dibantu
orang lain
- Pola aktifitas : hanya
bisa melakukan aktifitas

15
ditempat tidur

5. Pola Istirahat Tidur Pasien menagatakan setiap Saat sakit pasien susah tidur
hari tidur dengan rentang 6 – dan sedikit terganggu karena
8 jam. Tidur mulai pukul terasa sesak nafas dan batuk.
21.00WIB, bangun pagi Tidur pukul 22.00WIB dan
pukul 06.00 WIB bangun pukul 05.30WIB.

6. Pola Kognitif-Persepsi Dapat menentukan pilihan Menentukan pilihan dan


dan keputusannya secara keputusan dibantu oleh
mandiri. keluarga.
7. Pola persepsi diri – Pasien dapat mengenal dan Pasien dapat mengenal dan
konsep diri mengingat siapa dirinya mengingat siapa dirinya
dengan baik. dengan baik.
8. Pola aturan – Pasien memiliki hubungan Pasien dapat berkomunikasi
berhubungan baik dengan keluarga, dan dengan baik, dengan perawat,
masyarakat dikarenakan keluarga mapun temannya.
keluarga yang menunggu
selalu bergantian dan banyak
pula tetangga yang
menjenguk pasien dan pasien
mengatakan jika pasien
punya masalah selalu
menceritakan dengan
keluarga.
9. Pola seksual – pasien berjenis kelamin laki pasien berjenis kelamin laki
reproduksi laki, sudah menikah, laki, sudah menikah, memiliki
memiliki 2 anak. 2 anak.
10. Pola koping – toleransi Pasien mengatakan jika Pasien menceritakan
terhadap stress pasien punya masalah selalu keluhannya kepada keluarga
menceritakan dengan
keluarga.

16
11. Pola nilai – kepercayaan Pasien menganut agama Pasien merasa kesulitan dalam
islam dan melaksanakan solat melaksanakan solat 5 waktu
5 waktu. dan hanya dilakukan di atas
tempat tidur

4) Pola aktivitas latihan

Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan Minum

Mandi

Toileting

Berpakaian

Berpindah

Keterangan :

0 : Mandiri 3. Di bantu orang lain dan alat

1 : Alat bantu 4. Tergantung total

2. Di bantu orang lain

e. Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Asma


1) Kepala dan Muka

17
Inspeksi dan Palpasi: simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam, tidak
ada lesi.
2) Telinga
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
3) Pemerikasaan Hidung
Inspeksi: simetris, terdapat pernapasan cuping hidung, napas irregular, tidak ada
lesi.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
4) Mulut dan Faring
Inspeksi: mukosa bibir lembab, tidak ada lesi di sekitar mulut, biasanya ada
kesulitan menelan.
5) Leher
Inspeksi: simetris, tidak ada peradanagan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan.
6) Dada dan thoraks
Inspeksi: batuk non produktif, terdapat sputum yang kental dan sulut
dikeluarkan, bernapas menggunakan otot-otot tambahan, adanya teknik napas
cuping hidung, pasien tampak agak kesulitan berbicara karena sesak.
Palpasi: pasien bernapas menggunakan otot-otot tambahan.
Perkusi: lapang paru hipersonor saat diperkusi, diafragma menjadi datar dan
rendah.
Auskultasi: Terdapat suara vesikuler yang meningkat dengan ekspirasi lebih dari
4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi napas tambahan utama
wheezing pada akhir ekspirasi.

7) Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak

18
Palpasi: ictus cordis terletak di ICS V mid claviculla kiri
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal, tidak ada suara tambahan.
Perkusi: suara pekak
8) Abdomen
Inspeksi: bentuk perut normal, simetris, tidak tampak asites, tidak tidak tampak
ada tanda-tanda infeksi.
Auskultasi: bising usus pasien 7x/menit.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba ada benjolan, turgor kulit normal,
tidak teraba ada pembesaran hepar.
Perkusi: bunyi perut pasien saat di perkusi timpani.
9) Integumen
Inspeksi: struktur kulit halus, berwarna sawo matang, turgor kulit normal,
sianosis.
Palpasi: tidak teraba adanya nyeri tekan atau benjolan.
10) Ekstermitas
Inspeksi: tampak simetris kanan dan kiri, bentuk normal, pergerakan normal,
tidak tampak adanya tanda-tanda infeksi.
Palpasi: tidak teraba adanya nyeri tekan dan benjolan.

KASUS

19
Tn. Y pada Selasa, 12 oktober 2021 pukul 07:15 WIB datan ke IGD RS Medika Dramaga . Tn. Y
berumur 34 tahun, beralamat dikomplek inkopad. Tn. Y dengan keluhan sesak nafas dadakan
setelah melalukan aktivitas berat, dada terasa sesak , batuk berdahak konsistensi kental berwarna
kuning dan kesulitan untuk bernafas dan berbicara. Tn. Y mempunyai riwayat asma, Tn. Y
memiliki riwayat penyakit asma sama dengan ibunya.

Kesadaran pasien Compos mentis, GCS 4,5,6 Keadaan lemah, klien tampak gelisah, wheezing
( + ) , pasien tampak sesak, sianosis, batuk dengan dahak konsistensi kental bewarna kuning,
Irama nafas irreguler, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 28x/menit,suhu
36,7oC

II. Data Fokus


Data Subjektif Data Objektif
- Pasien mengatakan merasa sesak - Pasien tampak lemah dan gelisah.
secara tiba-tiba setelah melakukan - Pasien tampak mengalami dispneu.
aktivitas berat. - Pasien tampak bernapas dengan
- Pasien mengatakan pernah cuping hidung.
mengalami hal ini sebelumnya - Karakteristik sputum pasien
- Pasien mengatakan bahwa ada konsistensi kental berwarna kuning
anggota keluarga (ibu) yang juga kuning dan berbau khas.
memiliki riwayat penyakit asma. - Lapang paru terdengar hipersonor,
- Pasien mengatakan mengalami batuk dengan diafragma datar dan rendah.
berdahak hingga mengalami - Terdapat suara vesikuler meningkat.
kesulitan bernapas berbicara. - Terdapatnyasuara tambahan berupa
whezzing di akhir ekspirasi.
- Nilai TTV pasien:
 TD: 110/80 mmHg
 HR: 90x/menit
 RR: 28x/menit
 Suhu: 36,7oC

II. Analisa Data


No Data Masalah Etiologi

20
1. DS: Bersihan jalan napas Spasme jalan napas
- Pasien mengatakan mengalami tidak efektif
sesak secara tiba-tiba setelah
melakukan aktivitas berat.
- Pasien mengatakan mengalami
batuk berdahak hingga mengalami
kesulitan bernapas dan berbicara.
DO:
- Nilai TTV pasien:
 TD: 110/80 mmHg
 HR: 90x/menit
 RR: 28x/menit
 Suhu: 36,7oC
- Pasien tampak lemah dan gelisah.
- Pasien tampak mengalami
dispneu.
- Pasien tidak dapat batuk secara
efektif.
- Karakteristik sputum pasien
konsistensi kental berwarna
kuning kuning dan berbau khas.
- Terdapat suara tambahan berupa
mengi

21
2. DS : Pola Nafas Tidak Hambatan Upaya
- Klien mengatakan sesak nafas Efektif Nafas (Kelemahan
yang dirasakan mendadak stelah otot pernafasan)
melakukan aktifitas berat
- Klien mengatakan dada terasa
sesak, batuk dan kesulitan untuk
bernafas
DO :
- Pasien tampak bernapas
menggunakan otot bantu
pernapasan.
- Pola napas abnormal (Wheezing,
takipneu)
- Irama nafas irreguler
- NIlai TTV :
TD : 110/80
N : 90X/menit
RR : 28X/menit
S : 36,7 C

II. Diagnosa
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas ditandai
dengan dispneu, lemah dan gelisah, kesulitan berbicara, batuk tidak efektif, whezzing,
sianosis, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot)
ditandai dengan dispneu, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas abnormal
(whezzing, takipneu), pernapasan cuping hidung.

22
III. Intervensi
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif (I.01006)
napas tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam
Observasi
berhubungan maka bersihan jalan napas
dengan spasme dapat meningkat dengan - Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
jalan napas kriteria hasil(L.01001):
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
ditandai dengan - Batuk efektif napas
- Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah
dispneu, lemah dan meningkat
dan karakteristik)
gelisah, kesulitan - Produksi sputum
Terapeutik
berbicara, batuk berkurang
tidak efektif, - Whezzing berkurang - Atur posisi semi-Fowler atau
Fowler
whezzing, sianosis, - Dispneu berkurang
- Pasang perlak dan bengkok di
frekuensi napas - Sulit bicara berkurang pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
berubah, pola - Sianosis berkurang
napas berubah. - Gelisah berkurang Edukasi
(D.0149 hal.18) - Frekuensi napas
- Jelaskan tujuan dan prosedur
membaik batuk efektif
- Pola napas membaik - Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik, ditahan
selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian mukolitik


atau ekspektoran

23
2.Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
berhubungan dengan selama 1x24 jam maka pola
Observasi
hambatan upaya napas napas pasien membaik
(kelemahan otot) ditandai dengan kriteria hasil - Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
dengan dispneu, (L.01004):
- Monitor bunyi napas tambahan
penggunaan otot bantu - Tekanan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi
kering)
pernapasan, pola napas ekspirasi meningkat
- Monitor sputum (jumlah, warna,
abnormal (whezzing, - Dispneu aroma)
takipneu), pernapasan menurun
Terapeutik
cuping hidung. (D.0005) - Penggunaan
- Pertahankan kepatenan jalan
otot bantu napas menurun
napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-
- Pernapasan thrust jika curiga trauma cervical)
- Posisikan semi-Fowler atau
cuping hidung menurun
Fowler
- Frekuensi - Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika
napas membaik
perlu
- Kedalaman - Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
napas membaik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum
- Penghisapan endotrakeal
- Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian

24
bronkodilator, ekspektoran.

VI. Implementasi
No. Hari/Tanggal Jam Implementasi TTD
DX
1. Selasa, 12 Oktober Observasi
2021
07.30 - Mengidentifikasi kemampuan batuk
07.30 - Memonitor adanya retensi sputum
07.30 - Memonitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
07.30 - Memonitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan
karakteristik)

Terapeutik

07.40 - Mengatur posisi semi-Fowler atau


07.55 Fowler
07.55 - memasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
- membuang sekret pada tempat sputum

07.43 Edukasi
07.45
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
- Menganjurkan tarik napas dalam melalui
07.45 hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
07.45 mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Menganjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
- Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
08.25

25
Kolaborasi

- Berkolaborasi pemberian mukolitik atau


ekspektoran

2. Selasa, 12 Oktober Observasi


2021
07.35 - Memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
07.35 - Memonitor bunyi napas tambahan (mis.
Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)
07.35 - Memonitor sputum (jumlah, warna,
aroma)

Terapeutik
08.00
- Mempertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
07.40 trauma cervical)
07.40 - Memposisikan semi-Fowler atau Fowler
08.00 - Memberikan minum hangat
08.30 - Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
08.20 - Melakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
07.10 - Melakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
- Memberikan oksigen

08.40 Edukasi

08.40 - Menganjurkan asupan cairan 2000


ml/hari, jika tidak kontraindikasi.
- Mengajarkan teknik batuk efektif

08.25 Kolaborasi

- Berkolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran.

26
VI. Evaluasi
No. dx Hari/tgl/jam Evaluasi Paraf
1. Selasa, 12 S:
Oktober 2021. - Pasien mengatakan sudah tidak sesak lagi
12.00 - Pasien mengatakan sudah tidak sulit lagi berbicara

O:
- Nilai TTV
TD: 110/90 mmHg
N: 88x/menit
RR: 23/menit
S: 36,6°C
- Pasien tampak tidak gelisah lagi
- Pasien sudah mulai mampu batuk secara efektif
- Produksi sputum mulai berkurang dengan karakteristik
kental kekuningan
- Suara tambahan whezzing sudah mulai berkurang

27
- Pasien tampak tidak sesak lagi
- Pasien sudah tidak mengalami sianosis
- Frekuensi pernapasan dan pola pernapasan pasien mulai
membaik.

A: Masalah Teratasi

P: Intervensi dihentikan

2. Selasa, 12 S:
Oktober 2021 - Pasien mengatakan sudah merasa lebih nyaman
12.00 - Pasien dan Klien mengatakan sudah memahami edukasi
yang diberikan oleh perawat

O:
- Klien menerima kedatangan perawat
- Pasien dan Klien dan keluarga menyetujui kontrak yang
dilakukan dengan perawat
- Pasien dan Klien memperhatikan saat perawat
memberikan edukasi
- Tekanan ekspirasi napas pasien sudah membaik
- Penggunaan otot bantu pernapasan sudah berkurang
- Pasien tampak tidak lagi menggunakan pernapasan
cuping hidung
- Frekuensi dan kedalaman napas pasien mulai membaik

28
A:
Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asma bronkial adalah suatu penyakit gangguan jalan napas obstruktif intermiter
yang bersifat revisable. Ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
napas. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe:
Ekstermitas (alergik), intrinsic (non alergik) asma gabungan. Ada juga beberapa hal yang
menjadi factor penyebab timbulnya serangan asma bronkial sepeti factor genetic dan factor
prepitasi (allergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga, dan aktivitas berat).
Pencegahan yang dapat dilakukan berupa:

a. Menjauhi allergen
b. Menghindari kecelakaan
c. Menghindar stress psikis
d. Mencegah dan mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olah raga renang dan senam asma

29
30
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Effendy, C. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather (2016). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. (2018). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. (2018). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogjakarta : Sorowajan Baru.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed). Jakarta : DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed).Jakarta : DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. ((cetakan II) 1 ed). Jakarta : DPP PPNI.

Wahid dan Imam. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: CV Trans
Info Media.

iv

Anda mungkin juga menyukai