Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN (ASMA BRONKIAL)

DOSEN PENGAMPU: Kadarwati, S.Kep., M.Kep


DISUSUN OLEH: Kelompok 2B

G1B121052 Bella Amalia G1B121076 Utari Pujimori


G1B121054 Hasanaul Fikri G1B121078 Fa’iz Medica Putra
G1B121056 Intan Octra Senda G1B121080 Jesica Juliana Wati
G1B121058 Mei Lely Tiani B. G1B121082 Hadi Nazipatul P.
G1B121060 Eliska Epriana K.M. G1B121084 Icu Saskiah
G1B121062 Ditatri Utami G1B121086 Branata Esa W.
G1B121064 Nabila Yunika C. G1B121088 Ratna Darma Adila
G1B121066 Mita Sari G1B121090 Shelly Afriani
G1B121068 Dwi Marcellina G1B121092 Fidelis Nicomaast
G1B121070 Desy E Pakpahan G1B121094 Chika Khansa F.
G1B121072 Kesy Maghfirah G1B121996 Selzi Dhea A.
G1B121074 Yulia Rahma Putri G1B121098 Veni Misriyani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah “Manajemen Asuhan
Keperawatan Asma Bronkial)
Penyusunan laporan ini merupakan salah satu metode pembelajaran pada mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I pada Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan masukan, dorongan, dan bimbingan kepada penulis
dalam menyusun makalah ini, baik dari segi moral dan materil.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi pengembangan Ilmu Keperawatan.

Jambi, 1 November 2022

Kelompok 2B

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................1

1.3 Tujuan ......................................................................................................2

1.4 Manfaat ....................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................3

2.1 Definisi Asma Bronkial.............................................................................3

2.2 Etiologi Asma Bronkial.............................................................................3

2.3 Manifestasi Klinis Asma Bronkial............................................................4

2.4 Patofisiologi Asma Bronkial.....................................................................5

2.5 Penatalaksanaan Asma Bronkial ..............................................................5

2.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................5

2.7 Asuhan Keperawatan ...............................................................................6

BAB IV PENUTUP...............................................................................................15

4.1 Kesimpulan ............................................................................................15

4.2 Saran .......................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Asma bronkiale merupakan satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea, sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (Naga, 2012).
Asma adalah penyakit dengan karakteristik sesak napas dan wheezing, kondisi ini
akibat kelainan dari jalan napas di paru dan memengaruhi sensitivitas saraf pada jalan
napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak
karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru
(Rosalina, 2015). Penyakit asma adalah efek peradangan paru yang menyebabkan
menyempitnya jalan napas, sehingga pengeluaran udara dari paru-paru terhambat, dan
demikian pula dengan udara yang dihembuskan ke paru-paru (Setiono, 2005 dalam
Aspar, 2014). Reaksi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan
menambah frekuensi pernapasan sehingga menimbulkan gejala sesak napas
(Haryanto, 2014).

Asma bronkiale adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di hampir semua negara di dunia, di derita oleh anak- anak sampai
dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mengancam
jiwa seseorang. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma
dengan peningkatan prevalensi pada anak- anak (GINA, 2006). Asma biasanya
dikenal dengan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing (Mengi)
intermiten yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap suatu zat iritan atau
alergen.

Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya
dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan
sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi
segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma adalah berupa batuk
kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang

1
berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas,
sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan.
Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan atau ketika
beraktivitas (Brunner & Suddard, 2002).

Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia


menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga
mencapai 180.000 orang setiap tahun (GINA, 2006). Depkes RI (2008) menyebutkan
bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang diseluruh dunia dan terus
meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani
dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah adalah untuk


mengetahui konsep teori manajemen asuhan keperawatan asma bronkial?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum

Agar nantinya makalah ini dapat di gunakan sebagai sumber maupun informasi
penguat dalam pembuatan karya ilmiah maupun makalah yang sejalan dengan isi
makalah ini.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa mampu:

1. Untuk Mengetahui dan Memahami Asma Bronkiale


2. Untuk Mengetahui Etiologi Asma Bronkiale
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Manifestasi klinis Asma Bronkiale
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Asma Bronkiale

2
5. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Asma Bronkial
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Pemeriksaan Penunjang Asma Bronkiale
7. Untuk Mengetahui dan Memahami bentuk Asuhan Keperawatan dari Asma
Bronkiale, yang terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi dan
implementasi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoristis

Sebagai dasar maupun tambahan materi dalam makalah, jurnal, maupun karya
ilmiah lain sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih maksimal.

1.4.2 Manfaat Untuk Mahasiswa

Sebagai bahan pembelajaran dan bahan bacaan yang mudah di pahami sehingga
dapat berguna bagi mahasiswa baik saat pembelajaran mata kuliah di kampus maupun
di luar kampus.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asma Bronkial

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran napasyang


melibatkan banyak sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrindan lain-
lain. Inflamasikronik ini berhubungan dengan hiper responsif jalan napasyang
menimbulkan episode berulang dari mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa
berat dan batuk terutama pada malam dan pagi dini hari, kejadian ini biasanya
ditandai dengan obstruksi jalan napasyang bersifat reversiblebaik secara spontan
ataudengan pengobatan (Wijaya and Toyib, 2018).

Asma bronkial adalah suatu kondisi medis yang menyebabkan saluran udara
paru-paru membengkak dan menyempit. Karena pembengkakan ini, jalur udara
menghasilkan lendir berlebih sehingga sulit bernapas, yang mengakibatkan batuk,
napas pendek, dan mengi.

2.2 Etiologi Asma Bronkial

Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada
awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10
tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-
anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun
perbandingan ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda
antara satu kota dengan kota yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia
prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.

Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma.


Asma alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun
keluarga seperti rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai
dengan reaksi kulit terhadap injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat

4
di udara, dan dapat pula disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
atau respon positif terhadap tes provokasi yang melibatkan inhalasi antigen
spesifik.

Pada manusia alergen berupa debu rumah (tungau) marupakan pencetus


tersering dari eksaserbasi asma. Tungau-tungau tersebetut secara biologis dapat
merusak struktur daripada saluran nafas melalui aktifitas proteolitik, yang
selanjutnya menghancurkan integritas dari tight junction antara sel-sel epitel.
Sekali fungsi dari epitel ini dihancurkan, maka alergen dan partikel lain dapat
dengan mudah masuk ke area yang lebih dalam yaitu di daerah lamina propia.
Penyusun daripada tungau-tungau pada debu rumah ini yang memiliki aktivitas
protease ini dapat memasuki daerah epitel dan mempenetrasi daerah yang lebih
dalam di saluran pernafasan.

Faktor lingkungan yang berhubungan dengan imune dan nonimunologi juga


merupakan pencetus daripada asma termasuk rokok dan perokok pasif. Kira-kira
25% sampai 30% dari penderita asma adalah seorang perokok. Hal ini
menyimpulkan bahwa merokok ataupun terkena asap rokok akan meningkatkan
morbiditas dan keparahan penyakit dari penderita asma. Terpapar asap rokok yang
lama pada pasien asma akan berkontribusi terhadap kerusakan dari fungsi paru,
yaitu penurunan kira-kira 18% dari FEV 1 selama 10 tahun.Pasien asma yang
memiliki kebiasaan merokok akan mempercepat terjadinya emfisema

2.3 Manifestasi Klinik Asma Bronkial

Gejala klinis asma bronkhial yang khas adalah sesak napas yang berulang
dan suara mengi (wheezing). Gejala ini bervariasi pada tiap-tiap orang berdasarkan
tingkat keparahan dan frekuensi. Intermintten yaitu sering tanpa gejala atau
munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dangejala asma bronchial malam
berkurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal paru
masih baik. Terdapat 3 paristen yaitu :

5
1) Persisten ringan yaitu gejala asma bronkhial lebih dari 1 kali dalam seminggu
dan serangannya sampai mengganggu aktivitas,termasuk tidur. Gejala asma
malam lebih dari 2 kali dalam sebulan, semua ini membuat faal paru relatif
menurun.
2) Persisten sedang yaitu gejala asma bronchial terjadi setiap hari dan serangan
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, serta terjadinya 1-2 kali seminggu.
Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu dan dapat membuat faal
paru menurun.
3) Persisten berat yaitu gejala asma bronchial terjadi terus menerus. Gejala asma
pada malam hari dapat terjadi dan hampir setiap malam akibatnya faal paru
sangat menurun (WHO, 2014).

Gejala dan tanda asma menurut (Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
1. Stadium dini
a) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek  
b) Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c) Whezing belum ada
d) Belum ada kelainan bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f) BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan


a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum  
b) Whezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik 
a) Batuk, ronchi

6
b) Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan
c) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d) Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e) Thorak seperti barel chest
f) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g) Sianosis

2.4 Patofisiologi Asma Bronkial

Patofisiologi asma melibatkan inflamasi jalan napas kronik yang


menyebabkan limitasi jalan napas. Beberapa sitokin yang diketahui berhubungan
dengan patofisiologi asma antara lain interleukin (IL) 17, IL–12, dan IL–23. 
Sitokin lain, seperti IL–3, IL–4, IL–5, IL–13, dan granulocyte – macrophage
colony stimulating factor berkaitan dengan inflamasi pada sel Th2. Inflamasi
kronik pada asma menyebabkan peningkatan sekresi, penambahan jumlah sel
goblet, dan sel sekretoris yang pada akhirnya menyebabkan perubahan struktur
jalan napas. Selain itu, inflamasi berulang juga menyebabkan kerusakan epitel,
fibrosis subepitel, serta peningkatan jumlah otot polos jalan napas. Gejala asma
dapat dipicu atau diperburuk oleh paparan alergen dan iritan, infeksi saluran
pernapasan atas, aktivitas fisik, dan udara dingin.

Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca,
kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam
saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imunoglubulin E (IgE).
IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast, kemudian sel mast
tersensitasi. Sel mast tersensitasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami
degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan
bradikinin.Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul
edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini
akan menyebabkan proliferasi akibat terjadinya sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan
nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi ganguan
ventilasi.

7
Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan
hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2
dalam kapiler (hipoventilasi) 14 yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.Hal
ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2
dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi
gangguan perfusi dimana oksigenasi ke jaringan tidak memadai sehingga terjadi
hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.

2.5 Penatalaksanaan

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas

2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.

3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan


maupun penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :

a) Pengobatan dengan obat-obatan seperti

1. Beta agonist (beta adrenergik agent)

2. Methylxanlines (enphy bronkodilator)

3. Anti kolinergik (bronkodilator)

4. Kortikosteroid

5. Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)

8
b) Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :

1. Oksigen 4-6 liter menit.

2. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg)


inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 Akademi
Keperawatan Harum Jakartamenit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau
terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.

3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam.

4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera


atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat
berat.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu


serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun.

2. Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang


dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa


redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-
paru.

9
4. Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis


juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

5. Peak Flow Meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat


tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari
paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam
menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding
PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk
diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran
napas besar,  PFMdibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik,
APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak
dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

6. X-ray Dada/Thorax

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.

7. Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi
IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan
mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu
merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit
tidak dapat dilakukan (pada dermographism).

8. Petanda Inflamasi

10
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala
klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal
inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat
dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam
sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan
napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara
jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan
inflamasi dan derajat berat asma.Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang
atau sulit dilakukan di luar riset.

2.7 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

a. Biodata

Asma bal terjadi dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai
pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun dan sepertiga kasus
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.Predisposisi laki-laki dan perempuan
diusia sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bal adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).

2) Riwayat kesehatan dahulu

11
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis,urtikaria, dan eskrim).

3) Riwayat kesehatan keluarga

Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat


penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya. tidak
ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk.
b) Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan yang
lainnya.
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
d) Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya,skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, sperti kifosis, skoliosis,
dan lordosis.
e) Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan
kemestrianpergerakakan dada.
f) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2.Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukan adanya obstruksi pada jalan
napas dan sering ditemukan pada klienChronic Airflow Limitation
(CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
h) Kelainan pada bentuk dada.

12
i) Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada
paru atau pleura.
j) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi,yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit,
dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara
3) Perkusi
Suara perkusi normal.:
a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
b) Dullness: bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati.
c) Timpani: musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara.

Suara perkusi abnormal :

a) Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan


dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
b) Flatness: sangat dullness. Oleh karena itu,nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah hati,di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi

13
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas
tambahan(abnormal), dan suara.
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub,dan
crackles

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas.
2. Pola nafas tidak efektid b.d hambatan upaya nafas.
3. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, perubahan
membrane alveolus-kapiler.
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan.

14
3. Intervensi Keperawatan

No Dagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Keperawatn


Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Latihan Batuk Efektif (101006)
efektif b.d hipersekresi keperawatan maka diharapkan Observasi :
jalan napas masalah keperawatan bersihan - Identifikasi kemampuan batuk
jalan napas meningkat dengan - Monitor adanya retensi sputum
Kriteria Hasil : - Monitor tanda dan gejala infeksi
- Batuk efektif saluran napas
meningkat - Monitor input dan output cairan
- Produksi sputum (missal jumlah dan
menurun karakteristik)
- Mengi menurun
- Wheezing menurun Terapeutik :
- Frekuensi napas - Atur posisi semi-fowler atau
membaik pola napas fowler
Membaik - Pasang perlak dan bengkok
dipangkuan pasien
- Buang secret pada tempatb
sputum

Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan proseedur
batuk efektif
- Anjurkan Tarik napas dalam
meelalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan melalui
mulut dengan bibir mencucu

15
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi Tarik
napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas
dalam yang ke-3

Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, Jika perlu
2 Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (1.01011)
hambatan upaya pola nafas keperawatan selama 1x3 jam Observasi :
diharapkan inspirasi dan atau - Monitor pola napas
ekspirasi yang memberikan - Monitor bunyi napas
ventilasi adekuat membaik - Monitor sputum
dengan
Kriteria hasil: Terapeutik :
- Dispnea menurun - Pertahankan kepatenan jalan
- Penggunaan otot bantu napas
nafas menurun - Posisikan semi-fowler
- Pemanjangan fase - Berikan minum hangat
ekspirasi menurun - Lakukan fisioterafi dada
- Ortopnea menurun - Lakukan penghisapan lendir
- Pernapasanpursen-lip - Lakukan hiperoksigenasi
- Pernafasan cuping - Keluarkan sumbatan benda
hidung menurun padat dengan forsep
- Diameter thorax - Berikan oksigen jika perlu
anterior posterior
meningkat
- Frekuensi nafas Edukasi :

16
membaik - Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian
bronkodilator

3 Gangguan pertukaran gas Setelah diberikan asuhan Manajemen Jalan napas (1. 01011)
b.d gangguan suplai keperawatan selama ...x24 jam,
Observasi :
oksigen, perubahan diharapkan pertukaran gas
membrane alveolus- pada pasien adekuat dengan - Monitor bunyi napas tambahan

kapiler. - Berikan posisi semi- fowler atau


Kriteria hasil :
fowler untuk memaksimalkan
- Mendemonstrasikan ventilasi
peningkatan ventilasi - Berikan oksigen bila perlu
dan oksigenasi yang - Kolaborasi pemberian
adekuat bronkodilator bila perlu
- Memelihara kebersihan
paru-parudan bebas Terapeutik :
dari tanda-tanda - Bersihkan secret pada mulut,
distress pernafasan hidung dan trachea, jika perlu
- Suara nafas yang bersih - Pertahankan kepatenan jalan
,tidak sianosis, tidak nafas
dipsnea - Berikan oksigen tambahan, jika
- Tanda-tanda vital dan perlu
analisa gas darah dalam - Tetap berikan oksigen saat
rentang normal pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat

17
mobilisasi pasien.

Edukasi :
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah

Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis
Oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
4 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Terapi Menelan (I.03144)
ketidakmampuan menelan keperawatan maka diharapkan
makanan. masalah keperawatan Observasi :
ketidakmampuan menelan - Monitor tanda dan gejala
makanan menurun dengan aspirasi
Kriteria hasil : - Monitor gerakan lidah saat
- Reflek menelan makan
meningkat - Monitor tanda kelelahan saat
- Kemampuan makan, minum dan menelan
mengosongkan mulut
meningkat Terapeutik :

- Usaha menelan - Berikan lingkungan yang

meningkat nyaman

- Pembentukan lobus - Jaga privasi pasien

meningkat - Gunakan alat bantu, jika perlu

- Frekuensi tersedak - Hindari penggunaan sedotan

menurun - Posisikan duduk

- Batuk, muntah, dan - Berikan permen lolipop untuk

18
refluks lambung meningkatkan kekuatan lidah
menurun - Fasilitasi meletakkan makanan
- Produksi saliva di belakang mulut
membaik - Berikan perawatan mulut, sesuai
- Penerimaan makanan kebutuhan
membaik
Edukasi :
- Informasikan manfaat terapi
menelan kepada pasien dan
keluarga
- Anjurkan membuka dan
menutup mulut saat memberikan
makanan
- Anjurkan tidak berbicara saat
makan

Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dalam
memberikan terapi (mis. Terapi
okupasi, ahli patologi bicara,
dan ahli gizi) dalam mengatur
program rehabilitasi pasien.

3. Implementasi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan

19
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d 1. Identifikasi kemampuan batuk
hipersekresi jalan napas 2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4. Monitor input dan output cairan (missal jumlah
dan karakteristiknya)
5. Buang secret pada tempatb sputum
6. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
7. Anjurkan Tarik napas dalam meelalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan melalui mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
8. Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam
hingga 3 kali
9. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
Tarik napas dalam yang ke-3

2 Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya 1. Monitor pola napas
pola nafas 2. Monitor bunyi napas dan sputum
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Posisikan semi-fowler
5. Lakukan fisioterafi dada
6. Lakukan penghisapan lendir
7. Lakukan hiperoksigenasi
8. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep
9. Berikan oksigen jika perlu
10. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
11. Ajarkan teknik batuk efektif

20
3 Gangguan pertukaran gas b.d gangguan 1. Monitor bunyi napas tambahan
suplai oksigen, perubahan membrane 2. Berikan posisi semi- fowler atau fowler untuk
alveolus-kapiler. memaksimalkan ventilasi
3. Berikan oksigen bila perlu
4. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
5. Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya
napas
6. Monitor pola napas
7. Auskultasi bunyi napas untuk mengetahui
adanya suara napas tambahan
8. Monitor nilai analisa gas darah (AGD)
4 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan 1. monitor tanda dan gejala aspirasi
menelan makanan. 2. monitor gerakan lidah saat makan
3. monitor tanda kelelahan saat makan, minum
dan menelan
4. berikan lingkungan yang nyaman
5. gunakan alat bantu, jika perlu
6. hindari penggunaan sedotan
7. berikan permen lolipop untuk meningkatkan
kekuatan lidah
8. fasilitasi meletakkan makanan di belakang
mulut
9. berikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
10. informasikan manfaat terapi menelan kepada
pasien dan keluarga
11. anjurkan membuka dan menutup mulut saat
memberikan makanan
12. anjurkan tidak berbicara saat makan
13. kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan terapi (mis. Terapi okupasi, ahli

21
patologi bicara, dan ahli gizi) dalam mengatur
program rehabilitasi pasien.

BAB III
PENUTUP

22
3.1 Kesimpulan

Asma bronkiale adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat di hampir semua negara di dunia, di derita oleh anak- anak sampai
dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mengancam
jiwa seseorang. Lebih dari seratus juta penduduk di seluruh dunia menderita asma
dengan peningkatan prevalensi pada anak- anak.

Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya
dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan
sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi
segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma adalah berupa batuk
kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang
berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas,
sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan.

Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada
awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10
tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-
anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun
perbandingan ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara
satu kota dengan kota yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi
asma berkisar antara 5 – 7 %.

Gejala klinis asma bronkhial yang khas adalah sesak napas yang berulang dan
suara mengi (wheezing). Gejala ini bervariasi pada tiap-tiap orang berdasarkan
tingkat keparahan dan frekuensi. Intermintten yaitu sering tanpa gejala atau
munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dangejala asma bronchial malam
berkurang dari 2 kali dalam sebulan.

3.2 Saran

23
Diharapkan mahasiswa bisa memahami dan mengerti lebih jauh lagi tentang
asma bronkiale. Serta diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan tambahan ilmu
pengetahuan dari makalah ini. Kami juga sadar makalah ini jauh dari kata sempurna,
maka sekiranya saran dan kritikan yang membangun sangat kami butuhkan dari
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

24
Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita. Suryanto,
E. et al. (2004), Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Megan Stapleton, PharmD, Amanda Howard-Thompson. Smoking and Asthma.


JABFM May–June 2011 Vol. 24 No. 3, p.313-322

N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract


downregulates C/EBPa in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur
Respir J 2011; 38: 50–58

O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al.


(2010), Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, Ontario Canada.

Stern J, Pier J, Litonjua AA. Asthma epidemiology and risk factors. Semin
Immunopathol. 2020 Feb;42(1):5-15. doi: 10.1007/s00281-020-00785-1.

World Health Organization (WHO). 2016. Asthma Fact Sheets.

25

Anda mungkin juga menyukai