Kelompok 2B
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB IV PENUTUP...............................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma bronkiale merupakan satu hiperreaksi dari bronkus dan trakea, sehingga
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang bersifat reversible (Naga, 2012).
Asma adalah penyakit dengan karakteristik sesak napas dan wheezing, kondisi ini
akibat kelainan dari jalan napas di paru dan memengaruhi sensitivitas saraf pada jalan
napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas membengkak
karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang masuk ke paru
(Rosalina, 2015). Penyakit asma adalah efek peradangan paru yang menyebabkan
menyempitnya jalan napas, sehingga pengeluaran udara dari paru-paru terhambat, dan
demikian pula dengan udara yang dihembuskan ke paru-paru (Setiono, 2005 dalam
Aspar, 2014). Reaksi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan
menambah frekuensi pernapasan sehingga menimbulkan gejala sesak napas
(Haryanto, 2014).
Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya
dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan
sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi
segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma adalah berupa batuk
kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang
1
berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas,
sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan.
Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak terlatih dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penderita asma kelelahan saat bernapas ketika serangan atau ketika
beraktivitas (Brunner & Suddard, 2002).
Agar nantinya makalah ini dapat di gunakan sebagai sumber maupun informasi
penguat dalam pembuatan karya ilmiah maupun makalah yang sejalan dengan isi
makalah ini.
2
5. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Asma Bronkial
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Pemeriksaan Penunjang Asma Bronkiale
7. Untuk Mengetahui dan Memahami bentuk Asuhan Keperawatan dari Asma
Bronkiale, yang terdiri dari : pengkajian, diagnosa, intervensi dan
implementasi.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoristis
Sebagai dasar maupun tambahan materi dalam makalah, jurnal, maupun karya
ilmiah lain sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih maksimal.
Sebagai bahan pembelajaran dan bahan bacaan yang mudah di pahami sehingga
dapat berguna bagi mahasiswa baik saat pembelajaran mata kuliah di kampus maupun
di luar kampus.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Asma bronkial adalah suatu kondisi medis yang menyebabkan saluran udara
paru-paru membengkak dan menyempit. Karena pembengkakan ini, jalur udara
menghasilkan lendir berlebih sehingga sulit bernapas, yang mengakibatkan batuk,
napas pendek, dan mengi.
Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada
awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10
tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-
anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun
perbandingan ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda
antara satu kota dengan kota yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia
prevalensi asma berkisar antara 5 – 7 %.
4
di udara, dan dapat pula disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan
atau respon positif terhadap tes provokasi yang melibatkan inhalasi antigen
spesifik.
Gejala klinis asma bronkhial yang khas adalah sesak napas yang berulang
dan suara mengi (wheezing). Gejala ini bervariasi pada tiap-tiap orang berdasarkan
tingkat keparahan dan frekuensi. Intermintten yaitu sering tanpa gejala atau
munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dangejala asma bronchial malam
berkurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal paru
masih baik. Terdapat 3 paristen yaitu :
5
1) Persisten ringan yaitu gejala asma bronkhial lebih dari 1 kali dalam seminggu
dan serangannya sampai mengganggu aktivitas,termasuk tidur. Gejala asma
malam lebih dari 2 kali dalam sebulan, semua ini membuat faal paru relatif
menurun.
2) Persisten sedang yaitu gejala asma bronchial terjadi setiap hari dan serangan
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, serta terjadinya 1-2 kali seminggu.
Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu dan dapat membuat faal
paru menurun.
3) Persisten berat yaitu gejala asma bronchial terjadi terus menerus. Gejala asma
pada malam hari dapat terjadi dan hampir setiap malam akibatnya faal paru
sangat menurun (WHO, 2014).
Gejala dan tanda asma menurut (Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
1. Stadium dini
a) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b) Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c) Whezing belum ada
d) Belum ada kelainan bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f) BGA belum patologis
2. Stadium lanjut/kronik
a) Batuk, ronchi
6
b) Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan
c) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d) Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e) Thorak seperti barel chest
f) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g) Sianosis
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca,
kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam
saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imunoglubulin E (IgE).
IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast, kemudian sel mast
tersensitasi. Sel mast tersensitasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami
degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan
bradikinin.Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul
edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini
akan menyebabkan proliferasi akibat terjadinya sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan
nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi ganguan
ventilasi.
7
Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan
hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2
dalam kapiler (hipoventilasi) 14 yang akan menyebabkan terjadi asidosis respiratorik.Hal
ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2
dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi
gangguan perfusi dimana oksigenasi ke jaringan tidak memadai sehingga terjadi
hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.
2.5 Penatalaksanaan
4. Kortikosteroid
8
b) Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam
12 jam.
1. Pemeriksaan Radiologi
3. Scanning Paru
9
4. Spirometer
6. X-ray Dada/Thorax
7. Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi
IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan
mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu
merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit
tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
8. Petanda Inflamasi
10
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala
klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal
inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat
dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam
sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan
napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara
jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan
inflamasi dan derajat berat asma.Biopsi endobronkial dan
transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang
atau sulit dilakukan di luar riset.
a. Biodata
Asma bal terjadi dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai
pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun dan sepertiga kasus
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.Predisposisi laki-laki dan perempuan
diusia sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bal adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
11
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis,urtikaria, dan eskrim).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk.
b) Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan yang
lainnya.
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
d) Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya,skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, sperti kifosis, skoliosis,
dan lordosis.
e) Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan
kemestrianpergerakakan dada.
f) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1 : 2.Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukan adanya obstruksi pada jalan
napas dan sering ditemukan pada klienChronic Airflow Limitation
(CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
h) Kelainan pada bentuk dada.
12
i) Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau
tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada
paru atau pleura.
j) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama inspirasi,yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keaadaan kulit,
dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara
3) Perkusi
Suara perkusi normal.:
a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
b) Dullness: bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati.
c) Timpani: musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara.
13
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas
tambahan(abnormal), dan suara.
b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan
vesikular.
d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction rub,dan
crackles
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas.
2. Pola nafas tidak efektid b.d hambatan upaya nafas.
3. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, perubahan
membrane alveolus-kapiler.
4. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan.
14
3. Intervensi Keperawatan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan proseedur
batuk efektif
- Anjurkan Tarik napas dalam
meelalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan melalui
mulut dengan bibir mencucu
15
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi Tarik
napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, Jika perlu
2 Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas (1.01011)
hambatan upaya pola nafas keperawatan selama 1x3 jam Observasi :
diharapkan inspirasi dan atau - Monitor pola napas
ekspirasi yang memberikan - Monitor bunyi napas
ventilasi adekuat membaik - Monitor sputum
dengan
Kriteria hasil: Terapeutik :
- Dispnea menurun - Pertahankan kepatenan jalan
- Penggunaan otot bantu napas
nafas menurun - Posisikan semi-fowler
- Pemanjangan fase - Berikan minum hangat
ekspirasi menurun - Lakukan fisioterafi dada
- Ortopnea menurun - Lakukan penghisapan lendir
- Pernapasanpursen-lip - Lakukan hiperoksigenasi
- Pernafasan cuping - Keluarkan sumbatan benda
hidung menurun padat dengan forsep
- Diameter thorax - Berikan oksigen jika perlu
anterior posterior
meningkat
- Frekuensi nafas Edukasi :
16
membaik - Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator
3 Gangguan pertukaran gas Setelah diberikan asuhan Manajemen Jalan napas (1. 01011)
b.d gangguan suplai keperawatan selama ...x24 jam,
Observasi :
oksigen, perubahan diharapkan pertukaran gas
membrane alveolus- pada pasien adekuat dengan - Monitor bunyi napas tambahan
17
mobilisasi pasien.
Edukasi :
- Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi :
- Kolaborasi penentuan dosis
Oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
4 Defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Terapi Menelan (I.03144)
ketidakmampuan menelan keperawatan maka diharapkan
makanan. masalah keperawatan Observasi :
ketidakmampuan menelan - Monitor tanda dan gejala
makanan menurun dengan aspirasi
Kriteria hasil : - Monitor gerakan lidah saat
- Reflek menelan makan
meningkat - Monitor tanda kelelahan saat
- Kemampuan makan, minum dan menelan
mengosongkan mulut
meningkat Terapeutik :
meningkat nyaman
18
refluks lambung meningkatkan kekuatan lidah
menurun - Fasilitasi meletakkan makanan
- Produksi saliva di belakang mulut
membaik - Berikan perawatan mulut, sesuai
- Penerimaan makanan kebutuhan
membaik
Edukasi :
- Informasikan manfaat terapi
menelan kepada pasien dan
keluarga
- Anjurkan membuka dan
menutup mulut saat memberikan
makanan
- Anjurkan tidak berbicara saat
makan
Kolaborasi :
- Kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain dalam
memberikan terapi (mis. Terapi
okupasi, ahli patologi bicara,
dan ahli gizi) dalam mengatur
program rehabilitasi pasien.
3. Implementasi Keperawatan
19
1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d 1. Identifikasi kemampuan batuk
hipersekresi jalan napas 2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4. Monitor input dan output cairan (missal jumlah
dan karakteristiknya)
5. Buang secret pada tempatb sputum
6. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
7. Anjurkan Tarik napas dalam meelalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan melalui mulut dengan
bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
8. Anjurkan mengulangi Tarik napas dalam
hingga 3 kali
9. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
Tarik napas dalam yang ke-3
2 Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya 1. Monitor pola napas
pola nafas 2. Monitor bunyi napas dan sputum
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Posisikan semi-fowler
5. Lakukan fisioterafi dada
6. Lakukan penghisapan lendir
7. Lakukan hiperoksigenasi
8. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep
9. Berikan oksigen jika perlu
10. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
11. Ajarkan teknik batuk efektif
20
3 Gangguan pertukaran gas b.d gangguan 1. Monitor bunyi napas tambahan
suplai oksigen, perubahan membrane 2. Berikan posisi semi- fowler atau fowler untuk
alveolus-kapiler. memaksimalkan ventilasi
3. Berikan oksigen bila perlu
4. Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu
5. Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya
napas
6. Monitor pola napas
7. Auskultasi bunyi napas untuk mengetahui
adanya suara napas tambahan
8. Monitor nilai analisa gas darah (AGD)
4 Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan 1. monitor tanda dan gejala aspirasi
menelan makanan. 2. monitor gerakan lidah saat makan
3. monitor tanda kelelahan saat makan, minum
dan menelan
4. berikan lingkungan yang nyaman
5. gunakan alat bantu, jika perlu
6. hindari penggunaan sedotan
7. berikan permen lolipop untuk meningkatkan
kekuatan lidah
8. fasilitasi meletakkan makanan di belakang
mulut
9. berikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
10. informasikan manfaat terapi menelan kepada
pasien dan keluarga
11. anjurkan membuka dan menutup mulut saat
memberikan makanan
12. anjurkan tidak berbicara saat makan
13. kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan terapi (mis. Terapi okupasi, ahli
21
patologi bicara, dan ahli gizi) dalam mengatur
program rehabilitasi pasien.
BAB III
PENUTUP
22
3.1 Kesimpulan
Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin, biasanya
dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada, disertai dengan
sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami pada awalnya susah, tetapi
segera menjadi kuat. Karakteristik batuk pada penderita asma adalah berupa batuk
kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang
berbusa, jernih dan kental. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas,
sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot aksesori pernapasan.
Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada
awal kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10
tahun dan sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-
anak, terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun
perbandingan ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara
satu kota dengan kota yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi
asma berkisar antara 5 – 7 %.
Gejala klinis asma bronkhial yang khas adalah sesak napas yang berulang dan
suara mengi (wheezing). Gejala ini bervariasi pada tiap-tiap orang berdasarkan
tingkat keparahan dan frekuensi. Intermintten yaitu sering tanpa gejala atau
munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dangejala asma bronchial malam
berkurang dari 2 kali dalam sebulan.
3.2 Saran
23
Diharapkan mahasiswa bisa memahami dan mengerti lebih jauh lagi tentang
asma bronkiale. Serta diharapkan mahasiswa bisa mendapatkan tambahan ilmu
pengetahuan dari makalah ini. Kami juga sadar makalah ini jauh dari kata sempurna,
maka sekiranya saran dan kritikan yang membangun sangat kami butuhkan dari
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
24
Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita. Suryanto,
E. et al. (2004), Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Stern J, Pier J, Litonjua AA. Asthma epidemiology and risk factors. Semin
Immunopathol. 2020 Feb;42(1):5-15. doi: 10.1007/s00281-020-00785-1.
25