Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

“ASTHMA BRONKHIALE”

Oleh:

Kelompok 1

Zhahira Hidayah 2110070120050


Resha Mardiamon 2110070120051
Qonita Lutvia 2110070120052
Aurelya Fahreza Syafel 2110070120053
Jesica Sagita Mutiarani 2110070120056
Annisa Fahira 2110070120057
Della Agustin Sukmi 2110070120058
Frina Harissa 2110070120060

Dosen pengampu : Sevilla Ukhtil Huvaid,SKM, M.Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang,Dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadiat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular yang berjudul “ Asthma Bronkhiale”

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Epidemiolgi Penyakit Tidak Menular. Selain itu, makalah ini juga bertuujuan untuk menambah
wawasan penulis dan juga para pembaca.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sevilla Ukhtil Huvaid selaku dosen
pengmpu mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang kami tekuni.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil manfaatnya
sehingga dapat membeikan inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran kami tunggu
untuk perbaikan makalah ini nantinya.

Padang, 8 November 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

BAB I ......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 4

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 5

1.3. Tujuan.......................................................................................................................... 5

BAB II........................................................................................................................................ 6

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 6

BAB III ...................................................................................................................................... 8

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 8

3.1. Defenisi dan Patofisiologi Asthma Bronkhiale ........................................................... 8

3.2. Factor Risiko Asthma Bronkhiale ............................................................................. 10

3.3. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Asthma Bronkhiale ................................... 11

BAB IV .................................................................................................................................... 13

PENUTUP................................................................................................................................ 13

4.1. Kesimpulan................................................................................................................ 13

4.2. Saran .......................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Asma bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada
malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma bronkial bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak
mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat
menimbulkan kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Gejala ini menyebabkan pola napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif adalah kondisi
dimana individu mengalami penurunan ventilasi yang adekuat aktual atau potensial, karena
perubahan pola napas (Carpenito, 2012). Penderita asma dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat namun sesekali melakukan ekspirasi/sangat sulit saat ekspirasi (Hasdianah
dan Suprapto, 2016).

Prevalensi asma menurut World Health Organization (WHO) tahun 2019 sekitar 235 juta.
Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, yang mempengaruhi kurang lebih 1-
18% populasi di berbagai negara di dunia. Menurut WHO yang bekerja sama dengan Global
Asthma Network (GAN) yang merupakan organisasi asma di dunia, memprediksikan pada
tahun 2025 akan terjadi kenaikan populasi asma sebanyak 400 juta dan terdapat 250 ribu
kematian akibat asma. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit utama yang 2 menyebabkan
pasien memerlukan perawatan, baik dirumah sakit maupun di rumah (Ikawati, 2016).

Terdapat berbagai macam faktor pemicu terjadinya serangan asma bronkial yang sering
dijumpai antara lain alergen, exercise (latihan), polusi udara, faktor kerja (occupational
factors), infeksi pernapasan, masalah hidung dan sinus, sensitif terhadap obat dan makanan,
penyakit refluk gastroesophageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) dan faktor
psikologis (stres emosional) (Lewis, 2014). Asma Bronkial menimbulkan gejala periodik
berupa wheezing, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam hari atau
dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi yang menyebabkan obstruksi jalan
napas yang bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Perhimpunan Dokter Paru 3
Indonesia, 2016). Tindakan yang dapat kita lakukan untuk mencegah atau mengatasi

4
kekambuhan masalah pola napas tidak efektif pada penderita asma adalah manajemen jalan
napas dan pemantauan respirasi (PPNI, 2018).

Upaya sederhana dan efektif yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko penurunan
pengembangan dinding dada pada pasien asma yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat.
Posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit kardio pulmonari adalah posisi semi
fowler dengan derajat kemiringan 45° yaitu mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma
(Potter, 2012).

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut:

1. Apa itu Asthma Bronkhiale dan patofisiloginya?


2. Apa saja factor risiko Asthma Bronkhiale?
3. Bagaimana pencegahan dan pengendalian penyakit asthma bronkhiale?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini sebagai berikut:

1. Mengetahui defenisi dan patofisiologi penyakit asthma bronkhiale


2. Mengetahui factor risiko pada penyakit asthma bronkhiale
3. Mengetahui pencegahan dan pengendalian penyakit asthma bronkhiale

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Defenisi

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang melibatkan banyak sel-
sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan lainlain. Inflamasi kronik ini
berhubungan dengan hiper responsif jalan napas yang menimbulkan episode berulang dari
mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam dan pagi dini
hari, kejadian ini biasanya ditandai dengan obstruksi jalan napas yang bersifat reversible baik
secara spontan atau dengan pengobatan (Wijaya and Toyib, 2018).

Asma bronkhial adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit
bernapas, selain sulit bernapas penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri
dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita semua golongan usia baik muda maupun tua
(Astuti and Darliana, 2018).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena
hipersensivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradanagan, penyempitan
ini bersifat berulang dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan
ventilasi yang lebih normal. Penderita asma bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif terhadap
rangasangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.

Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba
jika tidak dapat mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan
asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran
pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan
(Purwanto, 2016).

2. Penyebab Asthma

Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada penderita asma belum diketahui
mekanismenya.(Putra, Arafat and Syam, 2020) Faktor pencetus yang dapat menimbulkan
serangan asma bronkial adalah :

a. Faktor Presipitasi :

6
1) Allergen Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungai debu rumah
(dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang,
beberapa makanan laut, dan sebagainya.
2) Infeksi saluran pernapasan Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh
virus. Virus influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma bronkiale. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa,
serangan asmanya ditimbulkan oleh saluran pernapasan.
3) Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena
banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma
bronkial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang
agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak.
4) Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asma bronkial akan
mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang
berlebih. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah
menimbulkan serangan asma.
5) Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkial sensitive atau alergi terhadap
obat tertentu seperti penisillin salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
6) Polusi udara Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung basil pembakaran dan aksida foto
kemikal, serta bau yang tajam.
7) Lingkungan kerja Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang
menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial (Qomar, 2018).
b. Faktor predisposisi (genetik) Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika
terpapar 10 dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifisitas saluran pernapasan
juga bisa diturunkan (Haris, Julhana and Nadira, 2018)

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Defenisi dan Patofisiologi Asthma Bronkhiale

1. Defenisi

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang melibatkan banyak sel-
sel inflamasi seperti eosinofil, sel mast, leukotrin dan lain-lain. Inflamasi kronik ini
berhubungan dengan hiper responsif jalan napas yang menimbulkan episode berulang dari
mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam dan pagi dini
hari, kejadian ini biasanya ditandai dengan obstruksi jalan napas yang bersifat reversible baik
secara spontan atau dengan pengobatan (Wijaya and Toyib, 2018).

Asma bronkhial adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit
bernapas, selain sulit bernapas penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri
dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa diderita semua golongan usia baik muda maupun tua
(Astuti and Darliana, 2018).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena
hipersensivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradanagan, penyempitan
ini bersifat berulang dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan
ventilasi yang lebih normal. Penderita asma bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif terhadap
rangasangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba
jika tidak dapat mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan
asma bronkial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot polos saluran
pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan
(Purwanto, 2016).

2. Patofisiologo Asthma

8
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B.
Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel
mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airbone. Alergen tersebut harus
tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala
asma. Namun, pada lain kasus terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga sejumlah kecil
alergen masuk ke dalam tubuh sudah dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas
(Klau, 2015).

Obat yang sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan pewarna
seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada sistem
pernapasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula dilihat
dari masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu
menjadi rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal akhirnya diikuti oleh munculnya asma
progresif. Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian
obat setiap hari. Setelah pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang akan terbentuk
terhadap agen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme terjadinya bronkuspasme oleh aspirin
ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan
leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin (Klau, 2015).

Antagonis delta-agrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas
pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktifitas jalan
napas. Oleh karena itu, antagonis beta-agrenergik harus dihindarkan oleh pasien tersebut.
Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industri
makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang
sensitif. Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit dan sulfat klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah menelan makanan
atau cairan yang mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan
anggur (Purwanto, 2016).

Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal pasien akan
mengakibatkan reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluarkannya
substansi pereda alergi yang merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu
dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan

9
gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan
sekresi mukus (Fitrianda, 2016)

3.2. Factor Risiko Asthma Bronkhiale

Dalam faktor risiko penyakit asma, dapat dibagi menjadi tiga bagian faktor risiko,yaitu faktor
genetik, faktor lingkungan,dan faktor lain :

1. Faktor Genetik
a. Riwayat keluarga
Faktor genetik merupakan salah satu dari faktor risiko seseorang dapat terkena
penyakit asma. Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya , meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asmabronkial jika terpanjan dengan faktor
pencetus.
b. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body mass index (BMI), merupakan faktor risiko asma.
Mediator tertentu seperti Leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran nafas dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,
penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala
fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor lingkungan (ALergen dalam rumah)
a. Hewan peliharaan dan debu rumah
Asma alergenik disebabkan alergi terhadap bulu hewan, kotoran
hewan,tungau,debu,jamur dan antigen lain yang di temukan secara terus menerus di
lingkungan (Asdie ,2000)
3. Faktor lain
a. Makanan
Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, bahan
penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b. Obat
Obat sulfat seperti kalium metabisulfit,kalium dan natrium bisulfit,nutrium sulfit,dan
sulfat dioksida , yang digunakan dalam industri makanan dan formasi sebagai agen
sanitasi dan pengawetan, juga dapat menimbulkan asma pada pasien yang sensitive.

10
Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung
senyawa ini(Asdie,2000)
c. Rokok
Asap rokok dikaitkan dengan pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam
rumah yang menghasilkan campuran gas yang kompleks dan partikel-partikel
berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau,
diantaranya hidrokarbon polisiklik,karbon monoksida,karbon dioksida,nitrit
oksida,nikotin,dan akrolein. Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi
paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek
berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa
asma pada usia dini (Purnomo,2008).
d. Cuaca
Penyebab asma timbul dari cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma.Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim
seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari berterbangan)
e. Latihan fisik
Latihan fisik merupakan salah satu penyebab episode akut asma yang paling sering
ditemukan. Timbulnya bronkospasme akibat latihan fisik mungkin berpengaruh
pada beberapa pasien asma dan pada beberapa pasien mungkin mekanisme pencetus
tunggal yang akan menimbulkan gejala asma. Ditemukan interaksi yang bermakna
antara ventilas yang di peroleh dari exercise,suhu dan kandungan air udara yang
diinspirasi dan besarnya obstruksi pasca exercise.jadi, untuk kondisi udara yang
diinspirasi secara sama, berlari akan menyebabkan serangan asma yang lebih berat
dibandingkan berjalan(Purnomo,2008)

3.3. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Asthma Bronkhiale

Pasien dengan asma untuk mencegah kekambuhan harus menjalani pemeriksaan seperti
mengidentifikasi subtansi, faktor-faktor penyebab, atau yang mencetuskan terjadinya serangan
kekambuhan asma. Penyebab yang mungkin dapat saja bantal, kasur pakaian jenis tertentu,
hewaan peliharaan, sabun, makanan tertentu, jamur dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan
dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya yang harus dibuat untuk

11
menghindari dari agen penyebab kekambuhan penyakit asma bronkiale adalah dengan
menghindari faktor pencetus seminimal mungkin, yaitu menghindari hal-hal berikut: a) Faktor
ekstrinsik seperti:

1. Zat iritasi sepati debu, asap rokok, gas dan bahanbahan kimia.
2. Zat allergen seperti bulu binatang terutama bila menderita Asma alergi.
3. Perubahan temperature yang mendadak.
4. Aktivitas fisik yang berlebihan terutama pada exercise induced asma.
5. Gangguan emosi dan stress.
6. Faktor pekerjaan. Di mana derajat keparahan jumlah kekambuhan asma pada mingguan
bisa menyerang lebih dari 1 kali dalam satu minggu sedangakan dalam kurun waktu 1
bulan bisa mencapai lebih dari 2 kali. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
yang bisa menyebabkan sesak dan harus taat untuk minum obat selama gejala asma
bronkiale tersebut masih menyerang (Brunner, 2011).

Hindari penggunaan kasur dan bantal kapuk, Gunakan kasur dan bantal sintesis (busa,
dacron), Ganti sprei secara teratur (setidaknya seminggu sekali). Jaga kebersihan perabotan
rumah, Usahakan tidak memakai karpet di dalam rumah atau kamar tidurBerhenti merokok
dan menghindari asap rokok. Olahraga teratur(contoh: senam asma, berenang). Gizi yang
cukup dan seimbang (Isi Piringku). Patuh menggunakan obat pengontrol teratur sesuai
anjuran Dokter. Hindari penggunaan kipas angin karena bisa menerbangkan debu, bila
menggunakan Ac bersihkan filter secara rutin. Gunakan masker bila menyapu lantai atau
di tempat yang berisiko terkena debu atau polusi

12
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Asma bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada
malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan

Asma bronkhial adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang
ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang menimbulkan sesak atau sulit
bernapas, selain sulit bernapas penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri
dada, batuk-batuk, dan mengi

Terdapat berbagai macam faktor pemicu terjadinya serangan asma bronkial yang sering
dijumpai antara lain alergen, exercise (latihan), polusi udara, faktor kerja (occupational
factors), infeksi pernapasan, masalah hidung dan sinus, sensitif terhadap obat dan makanan

Upaya sederhana dan efektif yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko penurunan
pengembangan dinding dada pada pasien asma yaitu dengan pengaturan posisi saat istirahat.
Posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit kardio pulmonari adalah posisi semi
fowler dengan derajat kemiringan 45° yaitu mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma

4.2. Saran
Makalah ini masih banyak kurangnya, penulis berharap pembaca dapat memahami isi dari
makalah ini dan dapat menyampakaikan kritik dan saran yang mendukung untuk makalah ini,
makalah ini jauh dari kata sempurna.

13
DAFTAR PUSTAKA

DR. R. Darmanto Djojodibroto, S. F. (2009). Respirologi. Jakarta: EGC.

Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyebab dan Pencegahannya. (t.thn.).

Yuliati, D. (2015). Pentatalaksanaan Asma Bronkial. Malang: Universitas Brawijaya Press.

14

Anda mungkin juga menyukai