Anda di halaman 1dari 14

DERMATOFITOSIS

DEFINISI1

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan golongan jamur dermatofita.
Jamur ini dapat menginvasi seluruh lapisan stratum korneum dan menghasilkan gejala
melalui aktivasi respon imun pejamu.

ETIOLOGI

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang
terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidemophyton.

KLASIFIKASI

Terdapat berbagai variasi gambaran klinis dermatofitosis, hal ini bergantung pada spesies
penyebab, ukuran inokolum jamur, bagian tubuh yang terkena, dan sistem imun pejamu.
Selanjutnya untuk kemudahan diagnosis dan tatalaksana maka dermatofitosis dibagi menjadi
beberapa bentuk, yaitu:

 Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.


 Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
 Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
 Tinea pedis et manun, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
 Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.
 Tinea korporis, dermatofitosis pada kulit glabrosa pada bagian lain yang tidak
termasuk bentuk 5 tinea di atas.

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:

 Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan


disebabkan Trichophyton concentricum.
 Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan Trichophyton
schoenleini; secara klinis antara lain terbentuk scutula dan berbau seperti tikus
(mousy odor).
 Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah kelainan.
 Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.

Keempat istilah tersebut dapat dianggap sebagai tinea korporis. Selain itu, dikenal istilah
tinea incognito, yang berarti dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah
diobati dengan steroid topikal kuat.

GAMBARAN KLINIS

TINEA CAPITIS1,2

Tinea capitis merupakan infeksi pada rambut dan kulit kepala akibat Trichophyton dan
Microsporum.

3 bentuk klinis Tinea Kapitis

1. Tipe Gray Patch Ring Worm


 Biasanya disebabkan oleh Microsporum.
 Sering ditemukan pada anak-anak.
 Penyakit dimulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini
melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Lesi tampak
berskuama, hyperkeratosis, dan berbatas tegas karena rambut yang patah.
 Rambut berwarna abu-abu, mudah patah dan terlepas dari akarnya (mudah
dicabut tanpa rasa nyeri) sehingga menimbulkan alopesia setempat  gray
patch.
 Pasien merasa gatal.
 Pemeriksaan lampu Wood  fluoresensi berwarna hijau kekuning-kuningan.

2. Tipe Kerion
 Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis berupa pembengkakan yang
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang di sekitarnya.
 Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum gypseum,
pembentukan kerion lebih sering terlihat.
 Menimbulkan jaringan parut  alopesia menetap.
 Lesi biasanya gatal, dapat disertai nyeri dan limfadenopati servikalis posterior.
3. Black dot ring worm
 Penyebab : Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum.
 Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang
tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut yang
hitam di dalam folikel rambut memberi gambaran black dot.
 Kadang masih terdapat sisa rambut normal di antara alopesia. Skuama difus
juga umum ditemui.

4. Favus
 Penyebab utama : Trichophyton schoenleinii
 Dimulai di kepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah
kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula).
 Krusta ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat
dasar yang cekung merah dan basah. Rambut tidak berkilat dan akhirnya
terlepas.
 Biasanya tercium bau tikus (mousy odor).

Diagnosis banding Tinea Kapitis :

 Dermatitis seboroik
 Psoriasis
 Dermatitis atopik
 Liken simpleks kronik
 Alopesia areata
 Trikotilomania
 Liken plano pilaris

TINEA BARBAE2

 Terjadi pada pria


 Sering disebabkan oleh T. mentagrophytes var mentagrophytes dan T. verrucosum.
 Lebih sering mengenai daerah janggut dibandingkan kumis / bibir atas.
 2 tipe tinea barbae: tipe superfisial dan tipe inflamatorik.
 Gambaran klinis:
- Gatal, nyeri
- Papul eritematous atau pustul yang ditengahnya terdapat folikel rambut. Kadang
terlihat krusta dan eksudasi.
- Rambut yang terkena rontok dan mudah tercabut.
- Pada tipe inflamatorik, gambaran mirip seperti kerion pada tinea kapitis.

Diagnosis banding:

 Folikulitis bacterial (sycosis vulgaris)


 Pseudofolikulitis barbae
 Acne vulgaris
 Rosasea
 Dermatitis kontak
 Dermatitis perioral

TINEA KORPORIS1,2

 Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin)


 Etiologi tersering: T. rubrum
Etiologi lainnya: M. canis, T. tonsurans
 Kelainan kulit berupa lesi bulat atau lonjong, batas tegas, terdiri atas eritema, skuama
dan kadang-kadang vesikel dan papul di tepi. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta
akibat garukan.
 Daerah tengah biasanya lebih tenang.
 Disertai gatal ringan.
 Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain.
 Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik,
karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu.

 Tinea korporis menahun : tanda radang akut tidak terlihat lagi.


 Tinea imbrikata : bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton
concentrikum disebut sebagai tinea imbrikata. Dimulai dengan papul berwarna
coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah terlepas
dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian
tengah sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Terbentuk
lingkaran konsentris tersusun seperti susunan genting. Tidak pernah mengenai rambut.
Permulaan infeksi, penderita merasa gatal. Bila kronis, peradangan sangat ringan dan
asimptomatik.

Diagnosis banding Tinea Korporis :

 Psoriasis
 Pitiriasis rosea
 Morbus Hansen tipe PB / MB
 Eritema anulare centrifugum
 Tinea imbrikata
 Dermatitis numularis

TINEA KRURIS1,2

 Merupakan dermatofitosis pada lipat paha, genital, area pubis, daerah perineum, dan
sekitar anus.
 Merupakan bentuk klinis yang sering ditemui di Indonesia.
 Penyebab tersering: T. rubrum dan E. floccosum.
 Bersifat akun atau menahun, bahkan dapat berlangsung seumur hidup.

 Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya.
Lesi serupa tinea korporis berupa plak anular berbatas tegas dengan tepi meninggi
yang dapat pula disertai papul dan vesikel. Terletak didaerah inguinal, dapat meluas
ke suprapubic, perineum, perianal dan bokong.
Area genital dan skrotum dapat terkena pada pasien tertentu. Sering disertai gatal
dengan maserasi atau infeksi sekunder.
 Efloresensi polimorfik (dapat berupa efloresensi primer maupun sekunder).
 Pasien mengeluh gatal.
 Bila penyakit menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik.

Diagnosis banding :

 Eritasma
 Kandidiasis
 Dermatitis intertriginosa
 Dermatitis seboroik
 Dermatitis kontak
 Psoriasis
 Liken simpelks kronik

TINEA MANUS1,2

 Merupakan dermatofitosis pada tangan


 Etiologi: T. rubrum (tersering), T. interdigitale, E. floccosum.
 Biasanya unilateral, sering pada tangan yang dominan.
 Pasien mengeluh gatal.
 Gambaran lesi:
Tipe hiperkeratotik: Patch disertai skuama dengan batas tegas, hiperkeratosis,
fissura pada palmar. Central Clearing (lesi berkurang pada bagian tengah).
Tipe dyshidrotic: papul, vesikel dan bulla pada telapak tangan dan sisi lateral jari,
mirip dengan lesi pada tinea pedis bullosa.

Diagnosis banding :

 Dermatitis atopik
 Liken simpleks kronikus
 Dermatitis kontak alergi
 Dermatitis kontak iritan
 Psoriasis vulgaris

TINEA PEDIS1,2

Adalah dermatofitosis pada kaki, terutama sela-sela jari dan telapak kaki.

 Disebabkan oleh T. rubrum (tersering), T. interdigitale, E. floccosum.


 Onset: sering antara 20-50 tahun.
 Faktor predisposisi: panas, lingkungan lembab, penggunaan alas kaki tertutup,
hiperhidrosis.
 Durasi penyakit: beberapa bulan-tahun, hingga seumur hidup.
1. Tipe Interdigitalis
- Merupakan tipe yang paling sering dilihat.
- Skuama, eritema, dan maserasi pada daerah interdigital atau subdigital di antara
jari 3 dan 4 atau di antara jari 4 dan 5.
- Infeksi dapat menyebar ke daerah sekitarnya.
- Aspek klinis maserasi = kulit putih dan rapuh.
- Oklusi dan ko-infeksi dengan bakteri dapat menyebabkan maserasi, pruritus, dan
malodor (dermatofitosis kompleks atau athlete’s foot).

2. Tipe Moccasin Foot (Chronic Hyperkeratotic)


- Terjadi pada seluruh kaki. Dari telapak kaki, tepi, sampai punggung kaki terlihat
kulit menebal dan bersisik.
Eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi.
- Klinis tampak skuama difus atau setempat, bilateral, pada kulit yang tebal (telapak
kaki, lateral dan medial kaki), dikenal sebagai “moccasin-type”
- Dapat timbul sedikit vesikel, meninggalkan skuama kolaret dengan diameter
kurang dari 2 mm.
- Bersifat kronik dan sering resisten pada pengobatan.
- Tinea manum unilateral umumnya berhubungan dengan tinea pedis hiperkeratotik
sehingga terjadi “two feet-one hand syndrome”.
3. Tipe Vesikobullosa
- Klinis : tampak vesikel tegang dengan diameter lebih dari 3 mm, vesikopustul,
atau bulla pada kulit tipis telapak kaki dan periplantar.
- Jarang dilaporkan pada anak-anak

4. Tipe Ulseratif akut


- Terjadi ko-infeksi dengan bakteri gram negative menyebabkan vesikopustul dan
daerah luas dengan ulserasi purulent pada permukaan plantar.
- Sering diikuti selulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam.

Diagnosis banding :

 Dermatitis kontak
 Psoriasis
 Keratoderma
 Skabies
 Pompoliks (eksema dishidrotik)
TINEA UNGUIUM1,2

 Merupakan kelainan kuku yang disebabkan oleh dermatofit.


 3 bentuk klinis Tinea Unguium:
1. Bentuk Subungual Distalis
Dimulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar ke proksimal
dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh. Jika proses ini berjalan terus,
maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku
rapuh yang menyerupai kapur.

2. Leukonikia Trikofita
Kelainan kuku berupa leukonikia atau keputihan di permukaan kuku yang dapat
dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur. Kelainan ini dihubungkan dengan
Trichophyton mentagrophytes sebagai penyebabnya.
3. Bentuk Subungual Proksimalis
Kelainan kuku dimulai dari pangkal kuku bagian proksimal, membentuk
gambaran klinis yang khas yaitu kuku di bagian distal masih utuh, sedangkan di
proksimal rusak.
Diagnosis banding Tinea Unguium :

 Kandidiasis kuku
 Onikomikosis dengan penyebab lain
 Onikolisis
 Trachyonychia
 Brittle nail
 Dermatitis kronis
 Psoriasis
 Lichen planus

Pemeriksaan Penunjang Tinea Secara Umum1,3

Pemeriksaan mikologi: pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Bahan klinis yang
dibutuhkan kerokan kulit, rambut, dan kuku.

Pemeriksaan kerokan kulit dan kuku dengan KOH

Tampak hifa panjang, bersekat, dan bercabang, spora berderet (artrospora).

Pemeriksaan Lampu Wood

Pada tinea kapitis didapatkan fluoresensi berwarna kuning kehijauan.


PENGOBATAN
Edukasi pasien dengan infeksi jamur4

 Menjaga kebersihan diri.


 Mematuhi pengobatan yang diberikan untuk mencegah resistensi obat.
 Menggunakan pakaian yang tidak ketat dan menyerap keringat.
 Pastikan kulit dalam keadaan kering sebelum menutup area yang rentan terinfeksi
jamur.
 Untuk tinea pedis: gunakan sendal atau sepatu yang lebar dan keringkan jari kaki
setelah mandi.
 Hindari penggunaan handuk atau pakaian bergantian dengan orang lain. Cuci handuk
yang kemungkinan terkontaminasi.
 Tatalaksana linen infeksius: pakaian, sprei, handuk dan linen lainnya direndam
dengan sodium hipoklorit 2% untuk membunuh jamur atau menggunakan disinfektan
lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Buku ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 7, Cetakan Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2021.
2. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA et al. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine eight edition. US: Mc Graw Hill. 2012.
3. Tim editor PB IDI. Buku Panduan Keterampilan Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Edisi 1. Jakarta: PB IDI. 2017.
4. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta: Centra Communication. 2017.

Anda mungkin juga menyukai