Anda di halaman 1dari 10

By ; Sukma Aditya Putra (081.0211.

148)

Asma Bronkial
Definisi

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai
rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat
berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan
tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik),
gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).

Gambar 1 : tipe asma

1
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti
debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma
ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena
itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan
dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-
alergik.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.

1. Faktor predisposisi

Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi

a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

· Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi)

· Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)

· Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam tangan)

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini
berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

2
c. Stress

Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan
dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Epidemiologi :Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini
tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia.
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5
dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau
sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan
bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan
menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 %
diantaranya mempunyai gejala klasik. (Muchid dkk,2007)

Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas.
Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada
asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka
antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

3
Gambar 2. mekanisme asma

Gambar 3. Penyempitan saluran nafas

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal
yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.

4
Klasifikasi

Derajat Gejala Gejala malam Faal paru

Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu Kurang dari 2 kali dalam APE >
sebulan 80%
Asimtomatik

Mild persistan -Gejala lebih dari 1x/minggu tapi Lebih dari 2 kali dalam APE
kurang dari 1x/hari sebulan >80%

-Serangan dapat menganggu Aktivitas


dan tidur

Moderate -Setiap hari, Lebih 1 kali dalam APE 60-


persistan seminggu 80%
-serangan 2 kali/seminggu, bisa
berahari-hari.

-menggunakan obat setiap hari

-Aktivitas & tidur terganggu

Severe persistan - gejala Kontinyu Sering APE


<60%
-Aktivitas terbatas

-sering serangan

Gejala Klinis

Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran
udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan terapi. Penyakit ini brsifat episodik
dengan eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala.

Keluhan utama penderita asma adalah sesak napas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek
dibandingkan dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai
serangan sesak napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma keluhan tersebut dapat
ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin
meningkat atau tiba-tiba menjadi berat. Hal ini sering terjadi terutama pada penderita dengan rhinitis
alergika atau radang saluran napas bagian atas. Sedangkan pada sebagian besar penderita keluhan
utama ialah sukar bernapas disertai rasa tidak enak di daerah retrosternal.

Diagnosis Banding

1. Bronkitis kronis

Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua
tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok
berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan
kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

5
2. Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita
biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu
merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong,
gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada
di dapat adanya hiperinflasi.

3. Gagal jantung kiri

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu.
Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita
duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.

4. Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala
sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang.
Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop,
sianosis, dan hipertensi.

Diagnosis asma bronkial

1. Anamnesa

a. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung
sembuh, atau batuk malam hari.

b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible.

c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi
duduk.

b. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi.

c. Paru :

· Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah.

· Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

· Perkusi : hipersonor

· Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan IgE

b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot Leyden.

6
c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan, adanya penyakit lain

d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi, reversibilitas, variabilitas

e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis

Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau
bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan.
Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu
pengamatan antara satu sampai dua jam.

Gambaran klinis status asmatikus

· Penderita tampak sakit berat dan sianosis.

· Sesak nafas, bicara terputus-putus.

· Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh dalam
dehidrasi berat.

· Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat
memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.

Penatalaksanaan

1. Tujuan pengobatan asma

a. Menghilangkan & mengendalikan gejala asma

b. Mencegah eksaserbasi akut

c. Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal

d. Mengupayakan aktivitas normal (exercise)

e. Menghindari ESO

f. Mencegah airflow limitation irreversible

g. Mencegah kematian

2. Terapi awal

a. Pasang Oksigen 2-4 liter/menit dan pasang infuse RL atau D5.

b. Bronkodilator (salbutamol 5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi dan pemberian dapat diulang dalam
1 jam.

c. Aminofilin bolus intravena 5-6 mg/kgBB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya cukup diberikan setengah dosis.

d. Anti inflamasi (kortikosteroid) menghambat inflamasi jalan nafas dan mempunyai efek supresi
profilaksis

7
e. Ekspektoran : adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan
menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan,
misalnya dengan obat batuk hitam (OBH), obat batuk putih (OBP), gliseril guaiakolat (GG)

f. Antibiotik : hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi
saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.

Antibiotika yang efektif adalah :

1. Pengobatan berdasarkan saat serangan :

a. Reliever/Pelega:

 Gol. Adrenergik:

ü Adrenalin/epinephrine 1 : 1000 ? 0,3 cc/sc

ü Ephedrine: oral

 Short Acting beta 2-agonis (SABA)

ü Salbutamol (Ventolin): oral, injeksi, inhalasi

ü Terbutaline (Bricasma): oral, injeksi, inhalasi

ü Fenoterol (Berotec): inhalasi

ü Procaterol (Meptin): oral, inhalasi

ü Orciprenaline (Alupent): oral, inhalasi

 Gol. Methylxantine:

ü Aminophylline: oral, injeksi

ü Theophylline: oral

 Gol. Antikolinergik:

ü Atropin: injeksi

ü Ipratropium bromide: inhalasi

 Gol. Steroid:

ü Methylprednisolone: oral, injeksi

8
ü Dexamethasone: oral, injeksi

ü Beclomethasone (Beclomet): inhalasi

ü Budesonide (Pulmicort): inhalasi

ü Fluticasone (Flixotide): inhalasi

b. Controller/Pengontrol:

 Gol. Adrenergik
 Long-acting beta 2-agonis (LABA) à Salmeterol & Formoterol (inhalasi)
 Gol. Methylxantine: Theophylline Slow Release
 Gol. Steroid: inh., oral, inj.
 Leukotriene Modifiers: Zafirlukast
 Cromolyne sodium: inhalasi
 Kombinasi LABA & Steroid: inhalasi

2. Terapi serangan asma akut

Berat Terapi lokasi


ringannya
serangan

Ringan Terbaik : Agonis beta 2 inhalasi diulang Di rumah


setia 1 jam

Alternatif : agonis beta 2 oral 3 X 2 mg

Sedang Terbaik : oksigen 2-4 liter/menit dan agonis - puskesmas


beta 2 inhalasi
- klinik rawat jalan
Alternatif :agonis beta 2 IM/adrenalin
subkutan. Aminofilin 5-6mg/kgbb - IGD

-praktek dokter umum

-rawat inap jika tidak ada


respons dalam 4 jam.

Berat Terbaik : - IGD

-Oksigen 2-4 liter/menit - Rawat inap apabila dalam 3


jam belum ada perbaikan
-agonis beta 2 nebulasi diulang s/d 3 kali
dalam 1 jam pertama -pertimbangkan masuk ICU
jika keadaan memburuk
-aminofilin IV dan infuse progresif.
-steroid IV diulang tiap 8 jam

Mengancam Terbaik ICU

9
jiwa -lanjutkan terapi sebelumnya

-pertimbangkan intubasi dan ventilasi


mekanik

3. Terapi Edukasi/non farmakologi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk

a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri)

b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)

c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

4. Pencegahan

a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

b. Menghindari kelelahan

c. Menghindari stress psikis

d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

e. Olahraga renang, senam asma

Komplikasi

1. Pneumotoraks

2. Pneumodiastinum dan emfisema subcutis

3. Atelektasis

4. Gagal nafas

Prognosis
- Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat pronosa adalah baik.
- Asma karena faktor imunologi (faktor ekstrinsik) yang muncul semasa kecil prognosanya lebih baik
dari pada yang muncul sesudah dewasa.
- Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai.

10

Anda mungkin juga menyukai