Anda di halaman 1dari 21

WRAP UP SKENARIO 2 BLOK NEOPLASIA

BENJOLAN DI LEHER

Kelompok B-13

Ketua : Putri Ayu Kartika Sari 1102015181


Sekretaris : Riska Rammadita Isaputri 1102015199
Anggota : Muhammad Rifki Kholis Putra 1102014172
Rianty Fadiah 1102014226
Sella Pratiwi 1102014240
Zenna Al-Kautsar 1102014293
Muhammad Fahmi Syah Putra 1102015145
Nazhira Nur Amaliya 1102015165
Shabrina Radyaning Windria 1102015220
Shafira Imaniari 1102015221

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp. 021-4244574 Fax. 021-4244574

1
Daftar Isi

Daftar Isi .......................................................................................................................2


Skenario ........................................................................................................................3
Kata Sulit ......................................................................................................................4
Pertanyaan .....................................................................................................................4
Jawaban .........................................................................................................................4
Hipotesis .......................................................................................................................6
Sasaran Belajar
1. Mampu Memahami dan Menjelaskan Limfoma ....................................................8
1.1 Definisi ...........................................................................................................8
1.2 Etiologi ...........................................................................................................8
1.3 Epidemiologi...................................................................................................9
1.4 Klasifikasi .......................................................................................................9
1.5 Patofisiologi ..................................................................................................12
1.6 Manifestasi Klinis .........................................................................................15
1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding ................................................................15
1.8 Tatalaksana ...................................................................................................17
1.9 Komplikasi ....................................................................................................19
1.10Pencegahan ...................................................................................................20
1.11Prognosis.......................................................................................................20
Daftar Pustaka .............................................................................................................21

2
Skenario

Seorang laki-laki 30 tahun datang ke Poliklinik RS Yarsi dengan keluhan timbul


benjolan di leher kanan. Teraba atau diketahui oleh pasien sejak 3 minggu sebelumnya.
Awalnya benjolan sebesar kacang tanah dan semakin membesar 1 minggu terakhir
dengan ukuran sebesar telur puyuh. Demam, sering keringat malam hari dan penurunan
berat badan (dari 65 kg menjadi 50 kg) dialami oleh pasien. Tidak terdapat nyeri atau
kesulitan menelan. Berdasar pemeriksaan dokter, disebut kemungkinan pembengkakan
kelenjar getah bening dan perlu dilakukan tindakan biosi. Setelah dibiopsi didapat hasil
pemeriksaan Patologi dengan suatu keganasan dengan sel dominan limfosit.

3
Kata Sulit

Limfosit : leukosit mononuklear non granular yang intinya berwarna gelap,


kromatin padat, dan sitoplasma berwarna biru pucat.

Pertanyaan

1. Apakah kemungkinan diagnosis pasien?


2. Pemeriksaan apa yang bisa dilakukan selain pemeriksaan patologi?
3. Mengapa pasien sering berkeringat pada malam hari?
4. Mengapa tidak terdapat nyeri atau kesulitan menelan?
5. Mengapa terjadi penurunan berat badan?
6. Apakah etiologi dari penyakit atau keluhan yang diderita pasien?
7. Mengapa benjolan semakin membesar?
8. Apa tatalaksana yang bisa dilakukan?
9. Mengapa pada hasil pemeriksaan patologi ditemukan sel dominan limfosit?
10. Apa saja faktor resiko dari penyakit ini?
11. Apa pencegahan yang bisa dilakukan?

Jawaban

1. Limfoma Non-Hodgkin
DD : TB, Limfadenopati, Infeksi
2. Biopsi eksisional, pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk melihat LDH
(biasanya tinggi pada limfoma), CT Scan, aspirasi sum sum tulang, pemeriksaan
THT (untuk melihat cincin Waldeyer), konsultasi jantung.
3. Karena terjadi peningkatan metabolisme tubuh
4. - Karena tidak terdapat tanda inflamasi
- Karena tidak menekan saraf nyeri
- Karena ukurannya masih kecil
5. Karena nutrisi dalam tubuh diserap oleh sel kanker.
6. Perubahan DNA atau mutasi yang terjadi di limfosit atau sel darah putih.
7. Karena terjadi mutasi yang menyebabkam proliferasi sel
8. - Kemoterapi (pilihan pertama)
- Radiasi
- Terapi sistemik : imunoterapi, eliminasi sel kanker
9. Karena adanya mutasi dari sel limfosit.
10. - Pajanan bahan kimia, kemoterapi, radiasi
- Status gizi
- Faktor genetik
- Inflamasi kronis karenan penyakit autoimun

4
11. - Penggunaan alat pelindung diri (contoh : masker)
- Perbaikan gizi
- Mengurangi makanan yang mengandung zat karsinogen (contoh : daging olahan,
sate, gorengan)

5
Hipotesis

Limfoma non-hodgkin dapat disebabkan oleh karena adanya perubahan DNA atau
mutasi yang terjadi di limfosit atau sel darah putih. Faktor resiko yang bisa menyebabkan
penyakit ini adalah pajanan bahan kimia atau kemoterapi atau radiasi, status gizi, faktor
genetik, inflamasi kronis karenan penyakit autoimun. Untuk menegakkan diagnosis,
dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan kelenjar getah bening,
hati dan lien, dan performance status. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
biopsi eksisional, pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk melihat LDH (biasanya
tinggi pada limfoma), CT Scan, aspirasi sum sum tulang, pemeriksaan THT (untuk
melihat cincin Waldeyer), konsultasi jantung. Tatalaksana dapat diberikan dengan
kemoterapi (pilihan pertama), radiasi, dan terapi sistemik berupa imunoterapi, eliminasi
sel kanker. Penyakit ini dapat dicegah dengan penggunaan alat pelindung diri (contoh:
masker), perbaikan gizi, mengurangi makanan yang mengandung zat karsinogen (contoh:
daging olahan, sate, gorengan).

6
Sasaran Belajar

1 Mampu memahami dan menjelaskan Limfoma


1.1. Definisi
1.2. Etiologi
1.3. Epidemiologi
1.4. Klasifikasi
1.5. Patofisiologi
1.6. Manifestasi Klinis
1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.8. Tatalaksana
1.9. Komplikasi
1.10. Pencegahan
1.11. Prognosis

7
1 Mampu memahami dan menjelaskan Limfoma
1.1. Definisi
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk
keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T
dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas).
Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan
komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu
Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH) (Mansjoer, A.
2001).

Limfoma adalah sekumpulan keganasan primer pada kelenjar getah bening


dan jaringan limfoid. Berdasarkan tipe histologiknya, limfoma dapat dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu Limfoma Non Hodgkin dan Hodgkin.

Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel


limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol.
Karena jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka
pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ manapun.

1.2. Etiologi
1) Abnormalitas genetik
2) Genetik
3) Faktor lingkungan
4) Infeksi Virus
a. Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt,
(sebuah penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).
b. Infeksi HTLV – 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1).

Faktor Predisposisi
1. Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada
orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan
yang terkena paparan UV.
2. Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko
tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organik (Mansjoer, A. 2001).

Faktor resiko untuk penyakit Hodgkin adalah infeksi virus; infeksi virus
onkogenik diduga berperan dalam menimbulkan lesi genetik, virus
memperkenalkan gen asing ke dalam target. Virus-virus tersebut adalah
virus Epstein-Barr, Sitomegalovirus, HIV, dan Human Herpes Virus-6
(HHV-6). Faktor resiko lain adalah defisiensi imun, misalnya pada pasien
transplantasi organ dengan pemberian obat imunosupresif atau pada pasien
cangkok sumsum tulang. Keluarga dari pasien Hodgkin (adik-kakak) juga
mempunyai risiko untuk mejadi penyakit Hodgkin.

8
1.3. Epidemiologi
Insiden limfoma non-Hodgkin berkisar 63.190 kasus pada tahun 2007 di AS
dan merupakan penyebab kematian utama pada kanker pada pria usia 20-39
tahun. Di Indonesia, limfona non-Hodgkin bersama-sama dengan limfoma
Hodgkin dan leukemia menduduki urutan peringkat keganasan ke-6.

Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus


baru, dan 26.100 orang meninggal karena limfoma non-Hodgkin. Di
Amerika Serikat, 5% kasus LNH baru terjadi pada pria, dan 4% pada wanita
per tahunnya. Pada tahun 1997, LNH dilaporkan sebagai penyebab kematian
akibat kanker utama pada pria usia 20-39 tahun. Insidensi LNH di Amerika
Serikat menurut National Cancer Institute tahun 1996 adalah 15.5 per
100.000. LNH secara umum lebih sering terjadi pada pria. Insidensi LNH
meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan mencapai puncak pada
kelompok usia 80-84 tahun. Saat ini angka pasien LNH di Amerika semakin
meningkat dengan pertambahan 5-10% pertahunnya, menjadikannya urutan
ke lima tersering dengan angka kejadian 12-15 per 100.000 penduduk.
Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian LNH
terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS an LNH
kiranya memperkuat dugaan adanya hubungan LNH dengan infeksi.

Di Amerika Serikat terdapat 7500 kasus baru Penyakit Hodgkin setiap


tahunnya. rasio kekerapan antara laki-laki dan perempuan adalah 1,3-1,4
berbanding 1. Terdapat distribusi umur bimodal, yaitu pada usia 15-34 tahun
dan usia di atas 55 tahun.

1.4. Klasifikasi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan.
Rappaport membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian
subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus
berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation
yang membagi limfoma menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi
berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan
genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal
dengan Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms
(REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working
Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis,
pengobatan, dan prognosis.

Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua


jenis, yaitu:
1. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe, yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki
empat subtipe menurut Rye, antara lain:

9
 Nodular Sclerosis
 Lymphocyte Predominance
 Lymphocyte Depletion
 Mixed Cellularity

Jenis Gambaran Mikroskopik Kejadian Perjalanan


Penyakit

Limfosit Sel Reed-Stenberg sangat sedikit tapi ada 3% dari Lambat


Predominan banyak limfosit kasus
Sklerosis Sejumlah kecil sel Reed-Stenberg & campuran 67% dari Sedang
Noduler sel darah putih lainnya; kasus
daerah jaringan ikat fibrosa
Selularitas Sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang sedang 25% dari Agak cepat
Campuran & campuran sel darah putih lainnya kasus
Deplesi Limfosit Banyak sel Reed-Stenberg & sedikit limfosit 5% dari Cepat
jaringan ikat fibrosa yang berlebihan kasus

2. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)


Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-
Hodgkin menjadi tiga kelompok utama, antara lain:
 Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma lilmfositik tumor,
limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler
campuran sel balah besar dan kecil.
 Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel
besar, limfoma sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan
kecil, dan limfoma difus sel besar.
 Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma
imunoblastik sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak
belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-


Sternberg yang bercampur dengan ilfiltrat sel radang yang bervariasi. Sel
Reed-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45mm, sering berinti
ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak
(multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak
jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti
"mata burung hantu" (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang
bening.

10
LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di
mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi
metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih
bersifat tidak lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen,
dan sering metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan,
sama saja dengan N

Klasifikasi Stadium
Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap
lokasi jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya
serta digambar secara skematis. Hal ini penting dalam menilai hasil
pengobatan. Disepakati menggunakan sistem staging menurut Ann-Arborr.

Keterangan :

A : Tanpa gejala konstitusional

B : Dengan gejala konstitusional
E : Keterlibatan ekstranodal

Klasifikasi histologik

Penggolongan histologik Limfoma Non Hodgkin merupakan masalah
yang rumit. Perkembangan terkhir klasifikasi yang banyak digunakan dan
diterima oleh pusat-pusat kesehatan adalah berdasarkan Formulasi praktis
IWF dan REAL/WHO.
 B Cell Neoplasm
I. Precursor B-cell neoplasm: Precursor B-Acute Lymphoblastic
Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Peripheral B-cell neoplasms
A. B-cell chronic lymphocytic leukemia
B. B-cell prolymphocytic leukemia
C. Lymphoplasmacytic lymphoma
D. Mantle cell lymphoma
E. Follicular lymphoma
F. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type

11
G. Nodal marginal zone B-cell lymphoma
H. Splenic marginal zone lymphoma
I. Hairy cell leukemia
J. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
K. Diffuse large B-cell lymphoma
L. Burkitt’s lymphoma

 T Cell and putative NK Cell Neoplasm


I. Precursor T-cell neoplasms: Precursor T Acute Lymphoblastic
Leukaemia/Lymphoblastic Lymphoma
II. Peripheral T Cell and NK Cell Neoplasm
A. T Cell chronic lymphocytic leukemia/prolymphocytic 
leukemia
B. T-cell granular lymphocytic leukaemia
C. Mycosis fungoides / Sézary syndrome
D. Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise characterized
E. Hepatosplenic gamma/delta lymphoma
F. Subcutaneous panniculitis-like T-cell lymphoma
G. Angioimmunoblastic T-cell lymphoma
H. Extranodal NK/T cell lymphoma, nasal type
I. Enteropathy-type intestinal T-cell lymphoma
J. Adult T-cell leukaemia/lymphoma
K. Anaplastic large-cell lymphoma primary systemic type
L. Anaplastic large-cell lymphoma primary cutaneus type
M. Aggressive NK cell leukaemia

1.5. Patofisiologi
90% limfoma non-Hodgkin berasal dari sel B. Hal ini didasarkan pada
didapatkannya ekspresi antigen B-lineage-restricted dan clonal rearrangements
gen imunoglobin rantai berat dan ringan.

Seperti sel darah lainnya, sel limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-
sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial pada
tahap awal bertransformasi menjadi sel pregenitor limfosit yang kemudian
berdiferensiasi menjadi dua jalur. Sebagian mengalami "pematangan" dalam
kelenjar thymus untuk menjadi sel limfosit T, dan sebagian lagi menuju kelenjar
limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel
limfosit B.

Apabila ada rangsangan oleh antigen yang "sesuai" meka limfosit T maupun B
akan bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif
menjalankan fungsi respon imunitas seluler, sedangkan limfosit B aktif menjadi
imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin.
Terjadi perubahan morfologi yang mencolok pada perubahan ini, dimana
sitoplasma yang sedikit/kecil pada limfosit B "tua" menjadi bersitoplasma
banyak/luas pada sel plasma, perubahan ini terjadi pada sel limfosit B disekitar
atau di dalam sentrum germinativum; sedangkan limfosit T aktif berukuran lebih

12
besar dibanding limfosit T "tua".

Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya
mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfost tua yang tengah berada
dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan
imunogen). Hal yang perlu diketahui adalah proses ini terjadi di dalam kelenjar
getah bening, dimana sel limfosit tua berada diluar sentrum germinativum
sedangkan imunoblas berada di bagian paling sentral dari sentrum germinativum.
Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1) Ukurannya
makin besar; 2) Kromatin inti menjadi lebih halus; 3) Nukleolinya terlihat; 4)
Protein permukaan sel mengalami perubahan reseptor.

Hal mendasar lain yang perlu diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi sel
kanker seringkali tetap mempertahankan sifat dasarnya. Misalnya sel kanker
limfosit tua tetap mepertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun denganm
tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker imunoblas amat jarang masuk
ke dalam aliran darah, namun dengan tingkat mitosis yang tinggi.

13
Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus

Nyeri Pembesaran Gangguan Hipertermi


kelenjar getah termoregulasi Resiko Resiko
bening terjadinya infeksi terjadinya
infeksi

Mendesak jaringan sekitar Mendesak pembuluh darah Mendesak sel saraf

Sistem Sistem saraf Sistem Sistem Respons


pernapasan pencernaan muskuluskletal psikososial

Pa O2 menurun Paralisis faringeal Efek Sesak napas


hiperventilasi Penurunan suplai
PCO2 meningkat Tindakan invasif
Produksi asam oksigen
Sesak napas Kesulitan kejaringan
lambung
menelan
Peningkatan meningkat Koping tidak
produksi sekret Peningkatan efektif
Penurunan nafsu Peristaltik
makan menurun metabolisme
Penurunan
anaerob
imunitas
Kecemasan

Mual, nyeri Peningkatan


Pola napas tidak lambung produksi asam
efektif konstipasi laktat

Jalan nafas tidak
efektif

Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas

Sumber : (Mansjoer, A. 2001) Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1.

14
1.6. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-
spesifik, diantaranya:
 Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
 Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang jelas
 Keringat malam banyak
 Cepat lelah
 Penurunan nafsu makan
 Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
 Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak
atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak
napas akibat pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun
splenomegali.
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang
kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran >
6-10 cm atau mediastinum >33% rongga toraks).

1.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.

1. Anamnesis
Umum:
 Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ
 Malaise umum
 Berat badan menurun 10% dalam waktu 3 bulan
 Demam tinggi 38 ̊C selama 1 minggu tanpa sebab
 Keringat malam
 Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar)
 Penggunaan obat-obatan tertentu
Khusus:
 Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma)
 Kelainan Darah
 Penyakit Infeksi (Toxoplasma, Mononukleosis, Tuberkulosis, Lues,
dsb)

2. Pemeriksaan Fisik
 Pembesaran KGB
 Kelainan/pembesaran organ
 Performance status: ECOG atau WHO/karnofsky

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi
 Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling
representatif, superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar
superfisial/perifer yang paling representatif, maka tidak perlu biopsi

15
intraabdominal atau intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa:
- Rutin
Histopatologi: sesuai kriteria REAL-WHO
- Khusus
Imunohistokimia
 Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak
cukup hanya dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB
sulit dibiopsi, maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama
dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin
mencukupi untuk diagnosis.
 Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi

b. Laboratorium
 Rutin
Hematologi:
- Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit, 
trombosit,
LED, hitung jenis
- Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah 

Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik:
- SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein

total, albumin-globulin
- Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
- Gula Darah Sewaktu
- Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
- HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg) 

 Khusus
- Gamma GT
- Serum Protein Elektroforesis (SPE)
- Imunoelektroforesa (IEP)
- Tes Coomb
- B2 mikroglobulin
c. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi
spina illiaca dengan hasil spesimen 1-2 cm.

d. Radiologi

Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
thorak/abdomen. Bila hal ini tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-
kurangnya dapat dilakukan dengan : Toraks foto PA dan Lateral dan
USG seluruh abdomen.

e. Konsultasi THT

Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.

f. Cairan tubuh lain (cairan pleura, cairan asites, cairan liquor


serebrospinal)

16
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan caracytospin,
disamping pemeriksaan rutin lainnya.

g. Imunofenotyping
Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK) untuk CD 20
dan akan lebih ideal bila ditambahkan dengan pemeriksaan CD45,
CD3 dan CD56 dengan format pelaporan sesuai dengan kriteria WHO
(kuantitatif).

h. Konsultasi jantung

Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung.

Diagnosis Banding
a. Citomegalovirus
b. Mononukleosis infeksiosa
c. Ca paru
d. Arthritis rheumatoid
e. Sarkoidosis
f. Serum Sickness
g. Sifilis
h. Lupus Eritematosus Sistemik
i. Toxoplasmosis
j. Tubercolosis

1.8. Tatalaksana
Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma (jenis
histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan umum
pasien.

a. LNH Indolen
Indolen, Stadium I dan Stadium II
Kontrol penyakit jangka panjang atau perbaikan masa bebas penyakit
(disease free survival) secara bermakna dapat dicapai pada sejumlah
pasien LNH indolen stadium I atau stadium II dengan menggunakan
dosis radiasi 2500-4000 cGy pada lokasi yang terlibat atau pada lapangan
yang lebih luas yang mencakup lokasi nodal yang berdekatan (termasuk
sistem KGB terkait dengan ekstra nodal yang terlibat).
Standar plihan terapi:
 Iridiasi
 Kemoterapi dengan terapi radiasi
 Extended (regional) iradiasi, untuk mencapai nodal yang bersebelahan
 Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria 
GELF)
 Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi

Indolen, Stadium II/III/IV


Pengelolaan optimal pada LNH indolen stadium lanjut masih

17
kontroversial dan masih melalui berbagai penelitian klinis.
Standar pilihan terapi:
 Tanpa terapi
Pasien asimptomatik dilakukan penundaan terapi dengan observasi.
Pasien stadium lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak
mempengaruhi harapan hidup. Remisi spontan dapat terjadi. Terapi
diberikan bila ada gejala sistemik, perkembangan tumor yang cepat
dan komplikasi akibat perkembangan tumor (misal: obstruksi atau
efusi).
 Rituximab
Merupakan anti CD20 antibodi monoklonal kimera yang telah
disetujui untuk terapi LNH indolen yang relaps atau refrakter. Obat
ini bekerja dengan cara aktivasi antibodi-dependent sitotoksik T-sel,
mungkinmelalui aktivasi komplemen dan memperantarai sinyal
intraseluler. Dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama
yaitu R-CVP. Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan
maka kemoterapi kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya :
COPP, CHOP dan FND.
 Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
Memberikan respons sampai 50% pada pasien yang telah
diobati/kambuh.
 Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi
kombinasi tidak dapat diberikan/ditoleransi
- Cyclofosfamid
- Chlorambucil
 Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan
stem cell resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
 Raditerapi paliatif
Diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk mengurangi
nyeri/obstruksi.

Indolen, rekuren
Standar pilihan terapi:
 Radiasi paliatif

 Kemoterapi
 Transplantasi sumsum tulang

b. LNH Agresif (Diffuse Large B Cell Lymphoma)


LNH Stadium I dan II
Pada kondisi tumor non bulky (diameter tumor< 10 cm) dengan kriteria:
pasien muda risiko rendah atau rendah- menengah (aaIPI score ≤1) dan
risiko tinggi atau menengah- tinggi (aaIPI ≥2), bila fasilitas
memungkinkan, kemoterapi kombinasi R-CHOP 6-8 siklus merupakan
protokol standar saat ini serta dapat dipertimbangkan pemberian
radioterapi (untuk konsolidasi).

18
LNH Stadium I-II (Bulky), III dan IV
 Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6-8 
siklus ±
radioterapi konsolidasi, dipertimbangkan pada 
stadium I dan II
 Uji klinik pada stadium II dan IV

LNH Refrakter/Relaps
 Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi, 
dapat diberikan
terapi salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak
ekstensif. Terapi pilihan bila memungkinakan adalah kemoterapi
salvage diikuti dengan transplantasi sumsum tulang
 Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
 High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti 
dengan
transplantasi sumsum tulang

Pengobatan limfoma Hodgkin adalah radioterapi ditambah kemoterapi,


tergantung dari staging dan faktor resiko. Radioterapi meliputi Extended
Field Radiotherapy (EFRT), Involved Field Radiotherapy (IFRT) dan
radioterapi (RT) pada limfoma residual atau bulky disease.

Menurut EORTC/GELA (European Organization for Research and


Treatment of Carcinoma/Groupe d'Etude des Lymphomes de I'Adulte) faktor
resikonya yaitu:
 Massa mediastinal yang besar
 Usia 50 tahun atau lebih
 Peningkatan laju endap darah
 4 regio atau lebih

Dalam guideline yang dikeluarkan oleh National Comprehensive Cancer


Network (2004) kemoterapi yang direkomendasikan adalah ABVD dan
Stanford V sebagai kemoterapi terpilih.

Terapi lain penyakit Hodgkin yang masih diteliti adalah: Imunoterapi


dengan antibodi monoklonal anti CD 20, Imunotoksin anti CD 25, bispesifik
monoklonal antibodi CD 16/CD 30 bispesifik antibodi dan radio
immunokonjugasi.

1.9. Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan
komplikasi karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena
pertumbuhan kanker pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa
pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada
paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan
neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri
dan leukositosis jika penyakit jika penyakit sudah memasuki tahap
leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat

19
berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati,
dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan
doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.

1.10. Pencegahan
 Menghindari faktor resiko
 Kurangi konsumsi zat karsinogen
 Lakukan pola hidup sehat

1.11. Prognosis
Limfoma non-Hodgkin dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent
Lymphoma dan Agressive Lymphoma. LNH indolen memiliki prognosis yang
relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat
disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe indolen adalah noduler dan
folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek,
namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi
intensif. Risiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis
"divergen" baik pada kelompok indolen maupun agresif.

Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin


ditentukan oleh beberapa faktor dibawah ini, antara lain:
 Serum albumin < 4 g/dL
 Hemoglobin < 10.5 g/dL
 Jenis kelamin laki-laki
 Stadium IV
 Usia 45 tahun keatas
 Jumlah sel darah putih > 15.000/mm3
 Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor diatas maka harapan hidupnya mencapai 90%
sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor diatas angka harapan
hidupnya hanya 59%.

Sedangkan untuk limfoma non-Hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosis


antara lain:
 Usia (> 60 tahun)
 Ann Arbor stage (III-IV)
 Hemoglobin (< 12 g/dL)
 Jumlah area limfonodi yang terkena (> 4)
 Serum LDH (meningkat)
Yang kemudia dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah
(memiliki 0-1 faktor diatas). resiko menengah (memiliki 2 faktor diatas), dan
resiko buruk (memiliki 3 atau lebih faktor diatas).

20
Daftar Pustaka

Lymphoma Non Hodgkin treatment. National Cancer Institute (NCI). 2008.

PERHOMPEDIN. Panduan Tata Laksana PERHOMPEDIN: Penatalaksanaan Limfoma


Non Hodgkin. November 2010

Mansjoer, A. 2001. Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta: Aesculapius


Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview.

Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].


http://healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/.

Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. "Limfoma Non-Hodgkin". Disunting oleh


Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition. Philadelphia:
Elsevier & Saunders.

Vinjarman, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].


http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview.

21

Anda mungkin juga menyukai