BENJOLAN DI LEHER
Kelompok B-13
1
Daftar Isi
2
Skenario
3
Kata Sulit
Pertanyaan
Jawaban
1. Limfoma Non-Hodgkin
DD : TB, Limfadenopati, Infeksi
2. Biopsi eksisional, pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk melihat LDH
(biasanya tinggi pada limfoma), CT Scan, aspirasi sum sum tulang, pemeriksaan
THT (untuk melihat cincin Waldeyer), konsultasi jantung.
3. Karena terjadi peningkatan metabolisme tubuh
4. - Karena tidak terdapat tanda inflamasi
- Karena tidak menekan saraf nyeri
- Karena ukurannya masih kecil
5. Karena nutrisi dalam tubuh diserap oleh sel kanker.
6. Perubahan DNA atau mutasi yang terjadi di limfosit atau sel darah putih.
7. Karena terjadi mutasi yang menyebabkam proliferasi sel
8. - Kemoterapi (pilihan pertama)
- Radiasi
- Terapi sistemik : imunoterapi, eliminasi sel kanker
9. Karena adanya mutasi dari sel limfosit.
10. - Pajanan bahan kimia, kemoterapi, radiasi
- Status gizi
- Faktor genetik
- Inflamasi kronis karenan penyakit autoimun
4
11. - Penggunaan alat pelindung diri (contoh : masker)
- Perbaikan gizi
- Mengurangi makanan yang mengandung zat karsinogen (contoh : daging olahan,
sate, gorengan)
5
Hipotesis
Limfoma non-hodgkin dapat disebabkan oleh karena adanya perubahan DNA atau
mutasi yang terjadi di limfosit atau sel darah putih. Faktor resiko yang bisa menyebabkan
penyakit ini adalah pajanan bahan kimia atau kemoterapi atau radiasi, status gizi, faktor
genetik, inflamasi kronis karenan penyakit autoimun. Untuk menegakkan diagnosis,
dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan kelenjar getah bening,
hati dan lien, dan performance status. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
biopsi eksisional, pemeriksaan laboratorium darah rutin untuk melihat LDH (biasanya
tinggi pada limfoma), CT Scan, aspirasi sum sum tulang, pemeriksaan THT (untuk
melihat cincin Waldeyer), konsultasi jantung. Tatalaksana dapat diberikan dengan
kemoterapi (pilihan pertama), radiasi, dan terapi sistemik berupa imunoterapi, eliminasi
sel kanker. Penyakit ini dapat dicegah dengan penggunaan alat pelindung diri (contoh:
masker), perbaikan gizi, mengurangi makanan yang mengandung zat karsinogen (contoh:
daging olahan, sate, gorengan).
6
Sasaran Belajar
7
1 Mampu memahami dan menjelaskan Limfoma
1.1. Definisi
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk
keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T
dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas).
Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan
komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu
Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH) (Mansjoer, A.
2001).
1.2. Etiologi
1) Abnormalitas genetik
2) Genetik
3) Faktor lingkungan
4) Infeksi Virus
a. Virus Eipstein Barr yang berhubungan dengan limfoma Burkitt,
(sebuah penyakit yang bisa ditemukan di Afrika).
b. Infeksi HTLV – 1 (Human T Lymphotropic Virus tipe 1).
Faktor Predisposisi
1. Gaya hidup yang tidak sehat: Risiko Limfoma Maligna meningkat pada
orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan
yang terkena paparan UV.
2. Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko
tinggi terkena limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan
pertanian. Hal ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut
organik (Mansjoer, A. 2001).
Faktor resiko untuk penyakit Hodgkin adalah infeksi virus; infeksi virus
onkogenik diduga berperan dalam menimbulkan lesi genetik, virus
memperkenalkan gen asing ke dalam target. Virus-virus tersebut adalah
virus Epstein-Barr, Sitomegalovirus, HIV, dan Human Herpes Virus-6
(HHV-6). Faktor resiko lain adalah defisiensi imun, misalnya pada pasien
transplantasi organ dengan pemberian obat imunosupresif atau pada pasien
cangkok sumsum tulang. Keluarga dari pasien Hodgkin (adik-kakak) juga
mempunyai risiko untuk mejadi penyakit Hodgkin.
8
1.3. Epidemiologi
Insiden limfoma non-Hodgkin berkisar 63.190 kasus pada tahun 2007 di AS
dan merupakan penyebab kematian utama pada kanker pada pria usia 20-39
tahun. Di Indonesia, limfona non-Hodgkin bersama-sama dengan limfoma
Hodgkin dan leukemia menduduki urutan peringkat keganasan ke-6.
1.4. Klasifikasi
Klasifikasi patologi limfoma telah mengalami perubahan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan.
Rappaport membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian
subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus
berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation
yang membagi limfoma menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi
berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan
genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal
dengan Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms
(REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working
Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis,
pengobatan, dan prognosis.
9
Nodular Sclerosis
Lymphocyte Predominance
Lymphocyte Depletion
Mixed Cellularity
10
LH lebih bersifat lokal, berekspansi dekat, cenderung intra nodal, hanya di
mediastinum, dan jarang metastasis ke sumsum tulang. ia juga dapat terjadi
metastasis melalui darah. Jika dibandingkan dengan NHL, NHL lebih
bersifat tidak lokal, expansi jauh, cenderung extranodal, berada di abdomen,
dan sering metastasis ke sum-sum tulang. Secara staging, dan pengobatan,
sama saja dengan N
Klasifikasi Stadium
Penetapan stadium penyakit harus dilakukan sebelum pengobatan dan setiap
lokasi jangkitan harus didata dengan cermat baik jumlah dan ukurannya
serta digambar secara skematis. Hal ini penting dalam menilai hasil
pengobatan. Disepakati menggunakan sistem staging menurut Ann-Arborr.
Keterangan :
A : Tanpa gejala konstitusional
B : Dengan gejala konstitusional
E : Keterlibatan ekstranodal
Klasifikasi histologik
Penggolongan histologik Limfoma Non Hodgkin merupakan masalah
yang rumit. Perkembangan terkhir klasifikasi yang banyak digunakan dan
diterima oleh pusat-pusat kesehatan adalah berdasarkan Formulasi praktis
IWF dan REAL/WHO.
B Cell Neoplasm
I. Precursor B-cell neoplasm: Precursor B-Acute Lymphoblastic
Leukemia/lymphoblastic lymphoma
II. Peripheral B-cell neoplasms
A. B-cell chronic lymphocytic leukemia
B. B-cell prolymphocytic leukemia
C. Lymphoplasmacytic lymphoma
D. Mantle cell lymphoma
E. Follicular lymphoma
F. Extranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
11
G. Nodal marginal zone B-cell lymphoma
H. Splenic marginal zone lymphoma
I. Hairy cell leukemia
J. Plasmacytoma/ plasma cell myeloma
K. Diffuse large B-cell lymphoma
L. Burkitt’s lymphoma
1.5. Patofisiologi
90% limfoma non-Hodgkin berasal dari sel B. Hal ini didasarkan pada
didapatkannya ekspresi antigen B-lineage-restricted dan clonal rearrangements
gen imunoglobin rantai berat dan ringan.
Seperti sel darah lainnya, sel limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-
sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial pada
tahap awal bertransformasi menjadi sel pregenitor limfosit yang kemudian
berdiferensiasi menjadi dua jalur. Sebagian mengalami "pematangan" dalam
kelenjar thymus untuk menjadi sel limfosit T, dan sebagian lagi menuju kelenjar
limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel
limfosit B.
Apabila ada rangsangan oleh antigen yang "sesuai" meka limfosit T maupun B
akan bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif
menjalankan fungsi respon imunitas seluler, sedangkan limfosit B aktif menjadi
imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin.
Terjadi perubahan morfologi yang mencolok pada perubahan ini, dimana
sitoplasma yang sedikit/kecil pada limfosit B "tua" menjadi bersitoplasma
banyak/luas pada sel plasma, perubahan ini terjadi pada sel limfosit B disekitar
atau di dalam sentrum germinativum; sedangkan limfosit T aktif berukuran lebih
12
besar dibanding limfosit T "tua".
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya
mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfost tua yang tengah berada
dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan
imunogen). Hal yang perlu diketahui adalah proses ini terjadi di dalam kelenjar
getah bening, dimana sel limfosit tua berada diluar sentrum germinativum
sedangkan imunoblas berada di bagian paling sentral dari sentrum germinativum.
Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1) Ukurannya
makin besar; 2) Kromatin inti menjadi lebih halus; 3) Nukleolinya terlihat; 4)
Protein permukaan sel mengalami perubahan reseptor.
Hal mendasar lain yang perlu diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi sel
kanker seringkali tetap mempertahankan sifat dasarnya. Misalnya sel kanker
limfosit tua tetap mepertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun denganm
tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker imunoblas amat jarang masuk
ke dalam aliran darah, namun dengan tingkat mitosis yang tinggi.
13
Abnormalitas genetic, factor
lingkungan, infeksi virus
Kelemahan fisik
umum,odem
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas
14
1.6. Manifestasi Klinis
Gejala yang sering ditemukan pada penderita limfoma pada umumnya non-
spesifik, diantaranya:
Penurunan berat badan >10% dalam 6 bulan
Demam 38oC >1 minggu tanpa sebab yang jelas
Keringat malam banyak
Cepat lelah
Penurunan nafsu makan
Pembesaran kelenjar getah bening yang terlibat
Dapat pula ditemukan adanya benjolan yang tidak nyeri di leher, ketiak
atau pangkal paha (terutama bila berukuran di atas 2 cm); atau sesak
napas akibat pembesaran kelenjar getah bening mediastinum maupun
splenomegali.
Tiga gejala pertama harus diwaspadai karena terkait dengan prognosis yang
kurang baik, begitu pula bila terdapatnya Bulky Disease (KGB berukuran >
6-10 cm atau mediastinum >33% rongga toraks).
1. Anamnesis
Umum:
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ
Malaise umum
Berat badan menurun 10% dalam waktu 3 bulan
Demam tinggi 38 ̊C selama 1 minggu tanpa sebab
Keringat malam
Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar)
Penggunaan obat-obatan tertentu
Khusus:
Penyakit autoimun (SLE, Sjorgen, Rheuma)
Kelainan Darah
Penyakit Infeksi (Toxoplasma, Mononukleosis, Tuberkulosis, Lues,
dsb)
2. Pemeriksaan Fisik
Pembesaran KGB
Kelainan/pembesaran organ
Performance status: ECOG atau WHO/karnofsky
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Biopsi
Biopsi KGB dilakukan cukup pada 1 kelenjar yang paling
representatif, superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar
superfisial/perifer yang paling representatif, maka tidak perlu biopsi
15
intraabdominal atau intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa:
- Rutin
Histopatologi: sesuai kriteria REAL-WHO
- Khusus
Imunohistokimia
Diagnosis harus ditegakkan berdasarkan histopatologi dan tidak
cukup hanya dengan sitologi. Pada kondisi tertentu dimana KGB
sulit dibiopsi, maka kombinasi core biopsy FNAB bersama-sama
dengan teknik lain (IHK, Flowcytometri dan lain-lain) mungkin
mencukupi untuk diagnosis.
Tidak diperlukan penentuan stadium dengan laparotomi
b. Laboratorium
Rutin
Hematologi:
- Darah Perifer Lengkap (DPL) : Hb, Ht, leukosit,
trombosit,
LED, hitung jenis
- Gambaran Darah Tepi (GDT) : morfologi sel darah
Analisis urin : urin lengkap
Kimia klinik:
- SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), LDH, protein
total, albumin-globulin
- Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin
- Gula Darah Sewaktu
- Elektrolit: Na, K, Cl, Ca, P
- HIV, TBC, Hepatitis C (anti HCV, HBsAg)
Khusus
- Gamma GT
- Serum Protein Elektroforesis (SPE)
- Imunoelektroforesa (IEP)
- Tes Coomb
- B2 mikroglobulin
c. Aspirasi Sumsum Tulang (BMP) dan biopsi sumsum tulang dari 2 sisi
spina illiaca dengan hasil spesimen 1-2 cm.
d. Radiologi
Untuk pemeriksaan rutin/standard dilakukan pemeriksaan CT Scan
thorak/abdomen. Bila hal ini tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-
kurangnya dapat dilakukan dengan : Toraks foto PA dan Lateral dan
USG seluruh abdomen.
e. Konsultasi THT
Bila Cincin Waldeyer terkena dilakukan laringoskopi.
16
Jika dilakukan pungsi/aspirasi diperiksa sitologi dengan caracytospin,
disamping pemeriksaan rutin lainnya.
g. Imunofenotyping
Minimal dilakukan pemeriksaan imunohitstokimia (IHK) untuk CD 20
dan akan lebih ideal bila ditambahkan dengan pemeriksaan CD45,
CD3 dan CD56 dengan format pelaporan sesuai dengan kriteria WHO
(kuantitatif).
h. Konsultasi jantung
Menggunakan echogardiogram untuk melihat fungsi jantung.
Diagnosis Banding
a. Citomegalovirus
b. Mononukleosis infeksiosa
c. Ca paru
d. Arthritis rheumatoid
e. Sarkoidosis
f. Serum Sickness
g. Sifilis
h. Lupus Eritematosus Sistemik
i. Toxoplasmosis
j. Tubercolosis
1.8. Tatalaksana
Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, antara lain: tipe limfoma (jenis
histologi), stadium, sifat tumor (indolen/progresif), usia, dan keadaan umum
pasien.
a. LNH Indolen
Indolen, Stadium I dan Stadium II
Kontrol penyakit jangka panjang atau perbaikan masa bebas penyakit
(disease free survival) secara bermakna dapat dicapai pada sejumlah
pasien LNH indolen stadium I atau stadium II dengan menggunakan
dosis radiasi 2500-4000 cGy pada lokasi yang terlibat atau pada lapangan
yang lebih luas yang mencakup lokasi nodal yang berdekatan (termasuk
sistem KGB terkait dengan ekstra nodal yang terlibat).
Standar plihan terapi:
Iridiasi
Kemoterapi dengan terapi radiasi
Extended (regional) iradiasi, untuk mencapai nodal yang bersebelahan
Kemoterapi (terutama pada stadium ≥2 menurut kriteria
GELF)
Kombinasi kemoterapi dan imunoterapi
17
kontroversial dan masih melalui berbagai penelitian klinis.
Standar pilihan terapi:
Tanpa terapi
Pasien asimptomatik dilakukan penundaan terapi dengan observasi.
Pasien stadium lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak
mempengaruhi harapan hidup. Remisi spontan dapat terjadi. Terapi
diberikan bila ada gejala sistemik, perkembangan tumor yang cepat
dan komplikasi akibat perkembangan tumor (misal: obstruksi atau
efusi).
Rituximab
Merupakan anti CD20 antibodi monoklonal kimera yang telah
disetujui untuk terapi LNH indolen yang relaps atau refrakter. Obat
ini bekerja dengan cara aktivasi antibodi-dependent sitotoksik T-sel,
mungkinmelalui aktivasi komplemen dan memperantarai sinyal
intraseluler. Dapat diberikan sebagai kombinasi terapi lini pertama
yaitu R-CVP. Pada kondisi dimana Rituximab tidak dapat diberikan
maka kemoterapi kombinasi merupakan pilihan pertama misalnya :
COPP, CHOP dan FND.
Purine nucleoside analogs (Fludarabin) pada LNH primer
Memberikan respons sampai 50% pada pasien yang telah
diobati/kambuh.
Alkylating agent oral (dengan/tanpa steroid), bila kemoterapi
kombinasi tidak dapat diberikan/ditoleransi
- Cyclofosfamid
- Chlorambucil
Kemoterapi intensif ± Total Body irradiation (TBI) diikuti dengan
stem cell resque dapat dipertimbangkan pada kasus tertentu
Raditerapi paliatif
Diberikan pada tumor yang besar (bulky) untuk mengurangi
nyeri/obstruksi.
Indolen, rekuren
Standar pilihan terapi:
Radiasi paliatif
Kemoterapi
Transplantasi sumsum tulang
18
LNH Stadium I-II (Bulky), III dan IV
Bila memungkinkan, pemberian kemoterpi RCHOP 6-8
siklus ±
radioterapi konsolidasi, dipertimbangkan pada
stadium I dan II
Uji klinik pada stadium II dan IV
LNH Refrakter/Relaps
Pasien LNH refrakter yang gagal mencapai remisi,
dapat diberikan
terapi salvage dengan radioterapi jika area yang terkena tidak
ekstensif. Terapi pilihan bila memungkinakan adalah kemoterapi
salvage diikuti dengan transplantasi sumsum tulang
Kemoterapi salvage seperti R-DHAP maupun R-ICE
High dose chemotherapy plus radioterapi diikuti
dengan
transplantasi sumsum tulang
1.9. Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan
komplikasi karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena
pertumbuhan kanker pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa
pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada
paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan
neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri
dan leukositosis jika penyakit jika penyakit sudah memasuki tahap
leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat
19
berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati,
dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan
doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.
1.10. Pencegahan
Menghindari faktor resiko
Kurangi konsumsi zat karsinogen
Lakukan pola hidup sehat
1.11. Prognosis
Limfoma non-Hodgkin dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent
Lymphoma dan Agressive Lymphoma. LNH indolen memiliki prognosis yang
relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat
disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe indolen adalah noduler dan
folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek,
namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi
intensif. Risiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis
"divergen" baik pada kelompok indolen maupun agresif.
20
Daftar Pustaka
Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition. Philadelphia:
Elsevier & Saunders.
21