Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

PERDARAHAN SALURAN CERNA

Disusun Oleh:

Ulfi Nela Yanar

1102014272

Pembimbing:
dr. Nugroho Budi Santoso, Sp.PD, FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PASAR REBO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JAKARTA 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saluran cerna merupakan masalah yang sering kita jumpai.


Manifestasinya bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam
jiwa hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien
dengan perdarahan dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan
menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis
(muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran cerna
bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas)
biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian atas, meskipun demikian
perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menimbulkan
melena.

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu


penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian
besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam
keadaan gawat darurat yang perlu tindakan cepat dan tepat. Kejadian
perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja
namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani
perawatan di rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan
mortalitas yang cukup tinggi.

Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi 75 % -80 %


dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun,
tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 %
hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 50 tahun terakhir.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Cerna

Gambar 1. Anatomi Oesophagus


a. Oesophagus - Sepertiga tengah,
 Panjang kira-kira 25-40 rr.esophageal cabang
cm aorta thoracalis
- Sepertiga bawah,
a.gastrica sinistra
 Terdiri dari 3 bagian:
cabang a.coeliaca
- Pars cervicalis
- Pars thoracalis
- Pars abdominalis
 Vena:
- Sepertiga atas,
 Arteriae:
v.thyroidea inferior
- Sepertiga atas,
a.thyroidea inferior - Sepertiga tengah,
v.azygos
cabang truncus
- Sepertiga bawah,
thyrocervicalis
v.azygos dan v.gastrica
sinistra
b. Ventriculus (Gaster/ Lambung)

Gambar 2. Anatomi Ventriculus

Ventriculus atau gaster dibagi menjadi beberapa bagian:

 Fundus gastricum berbentuk kubah, menonjol ke atas dan


terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus berisi
penuh udara.
 Corpus gastricum terbentak dari ostium cardiacum sampai
incisura angularis, suatu lekukan yang ada pada bagian bawah
curvatura minor.
 Anthrum pyloricum terbentang dari incisura angularis sampai
pylorus.
 Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular.
Dinding otot pylorus yang tebal membentuk musculus sphincter
pyloricus. Rongga pylorus dinamakan canalis pyloricus.

 Pembuluuh Darah pada Gaster

1. Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus.


- Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus.
Arteri ini berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai
oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang

3
curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi
1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster.

- Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica


communis pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri
sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian
kanan bawah gaster.

- Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis


pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam
ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.

- Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria


splenica pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam
ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang
bagian atas curvatura major.

- Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria


gastroduodenalis yang merupakan cabang arteria
hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan
mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major.

2. Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi


portal. Vena gastrica sinistra dan dextra bermuara langsung
ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena
gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis.
Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena
mesentrica superior.

3
c. Intestinum Tenue

Gambar 3. Anatomi Intestinum Tenue

 Panjangnya sekitar 12 jari (25 cm), melengkung seperti huruf C


 Dibagi menjadi 3 bagian : Pars superior duodeni, pars descendens
duodeni, pars inferior duodeni (dapat dibedakan: pars horizontalis &
ascendens)
 Pada duodenum akan bermuara:

- Ductus pancreaticus accessories/minor (Santorini, tidak selalu ada)


dan letaknya lebih ke oral. Bagiannya yang menonjol disebut papilla
duodeni minor

- Ductus pancreaticus major (Wirsungi) serta ductus choledochus,


muara bersama lebih ke anal. Bagiannya yang menonjol disebut
papilla duodeni major yang meluas ke cranial sebagai plica
longitudinalis duodeni

- Di dalam dinding papilla duodeni major terdapat suatu rongga


disebut ampulla yang dindingnya terdapat suatu otot yaitu m. sphincter
oddi

3
 Jejunum dan Ileum
-
Intestinum jejunum: usus kosong

-
Intestinum ileum: usus berkelok-kelok

-
Terletak pada region umbilikalis

-
Selain duodenum, 2/3 proximal usus halus merupakan
jejunum, 3/5 distal merupakan ileum.

-
Arteriae : berasal dari cabang A.mesentrica superior,
cabang-cabangnya membentuk anyaman yaitu arcade
jejunalis dan ilei

-
Vena : senama dengan arterinya

d. Intestinum Crassum (Usus Besar)

Gambar 4. Anatomi Intestinum Crassum

 Dibagi dalam colon dan intestinum rectum


 Colon dibagi menjadi:
- Colon ascendens, di sebelah kanan pada region lumbalis
dextra naik dari caudal ke cranial, dimulai dari caecum. Pada

3
ujung caecum bermuara bangunan kecil berupa pipa
menyerupai cacing disebut processus (appendix) vermiformis
- Colon transversum
- Colon descendens
- Colon sigmoid

Gambar 5. Anatomi Caecum


 Pada region ileaca dextra

 Pada sisi medial bawah caecum terdapat appendix vermiformis,


yaitu

- Bentuk seperti cacing dengan panjang 8-13cm


- Terletak di region iliaca dextra
- Appendix punya penutup peritoneum yang lengkap pada
bagian bawah mesenterium usus halus disebut mesoappendix

2.2 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


a. Definisi
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) adalah
kehilangan darah dalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah
proksimal ligamentum treitz, mulai dari esofagus, gaster, duodenum
sampai pada bagian atas dari jejunum. Sebagian besar perdarahan
saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus
peptikum (PUD, peptic ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori
atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau
alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis

3
merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang
jarang.1

b. Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi 75 %
hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna.
Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut
saluran cerna, masih 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selama
50 tahun terakhir.
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien
perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus.
Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus),
perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear
(5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs
memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus
perdarahan akut.2
Etiologi di Indonesia :

 Varises esofagus ( 70-75%)

 Perdarahan tukak peptik, gastritis erosiva, gastropati


hipertensi portal, esofagitis, tumor, dan angiodisplasia.

c. Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian
atas yaitu
 Duodenal ulcer
 Erosive esophagitis
 Gastric atau
duodenal erosions  Angioma

 Varices  Arteriovenous
malformation
 Gastric ulcer
 Gastrointestinal stromal
 Mallory – Weiss tear tumors

3
d. Patogenesis

Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi


dalam proses pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa gaster.
Beberapa mekanisme telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster.
Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica membentuk suatu lapisan
tipis yang mencegah partikel makanan besar menempel secara langsung
pada lapisan epitel. Lapisan mukosa juga mendasari pembentukan
lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang melindungi mukosa dari
paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai
hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke
mukosa gaster selain mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga
berfungsi untuk melunturkan asam yang berdifusi ke lamina propia.
Gastritis akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi
mekanisme-mekanisme protektif tersebut.
Pada orang yang sudah lanjut usia pembentukan musin berkurang
sehingga rentan terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS
dan obat antiplatelet dapat mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang
umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi sekresi
bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.
Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan
meningkatkan sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya
tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan menstimulasi sekresi
gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan sekresi
lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi
alkohol yang berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam dan isi
minuman berakohol selain alkohol juga merangsang sekresi asam
sehingga menyebabkan perlukaan mukosa saluran cerna. Penggunaan
zat-zat penghambat mitosis pada terapi radiasi dan kemoterapi
menyebabkan kerusakan mukosa menyeluruh karena hilangnya
kemampuan regenerasi sel. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid pada
perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko perdarahan SCBA. Pada
pasien DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah
penurunan prostasiklin yang berfungsi mempertahankan mukosa
lambung sehingga mudah terjadi perdarahan.
Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok
memicu kekambuhan, menghambat proses penyembuhan dan respon terapi
sehingga memperparah komplikasi ulkus kearah perforasi.

e. Manifestasi Klinik
 Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya
perdarahan saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau
“coffee ground”.

 Melena : Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan


kotoran bercampur asam lambung, biasanya mengindikasikan
perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan daripada
usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya.

 Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah anemia,


sinkope, instabilitas hemodinamik karena hipovolemik dan
gambaran klinis dari komorbid seperti penyakit hati kronis,
penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal.

f. Diagnosis
Diagnosis perdarahan SCBA dibuat berdasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, inspeksi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT),
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan endoskopi, radionuclide
scanning, radiografi barium kontras.
 Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditekankan:

1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah


yang keluar

2. Riwayat perdarahan sebelumnya

3. Riwayat perdarahan dalam keluarga

4. Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh lain

5. Penggunaan obat-obatan terutama antiinflamasi nonsteroid dan


antikoagulan

6. Kebiasaan minum alkohol

7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronis, demam


berdarah, demam tifoid, GGK, DM, hipertensi, alergi obat-
obatan

8. Riwayat transfusi sebelumnya

 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat
memperkirakan seberapa banyak pasien kehilangan darah.
Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan sistolik turun >10
mmHg menandakan telah banyak kehilangan darah.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan
mukosa penyakit sistematik. Perlu juga dicari stigmata pasien
dengan sirosis hati karena pada pasien sirosis hati dapat disertai
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau
melena.
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa
abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit
paru, penyakit jantung, penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang
tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini
mempunyai nilai prognostik. Dalam prosedur diagnosis ini
penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat
berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,
aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif
sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses
maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien.
Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan
tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.

 Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiagram (terutama pasien berusia > 40 tahun)
2. BUN, kreatinin serum
3. Elektrolit (Na, K, Cl)
4. Pemeriksaan lainnya:

Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk
diagnosis, dengan akurasi diagnosis > 90%. Waktu yang paling
tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung pada derajat
berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam pertama
pemeriksaan endoskopi merupakan standar perawatan yang
direkomendasikan. Pasien dengan perdarahan yang terus
berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi suportif
membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy)
untuk diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi. Tujuan
pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest
membuat klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar
penemuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan
tindakan selanjutnya.

Tabel 1. Klasifikasi Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest


Radionuclide Scanning
Labeling sel darah merah pasien dengan menggunakan zat
radioaktif yang kemudian dimasukkan lagi dalam sistem
sirkulasi pasien dapat menentukan lokasi sumber perdarahan
walaupun laju perdarahan relative sedikit (0,1 mililiter/menit),
22 tapi kurang spesifik untuk menentukan tempat perdarahan
dibandingkan teknik arteriografi.

Arteriografi selektif
Arteriografi selektif melalui aksis seliak, arteri mesenterika
superior, arteri mesenterika inferior dan cabangnya dapat
digunakan untuk diagnosis, sekaligus dapat untuk terapeutik.
Pemeriksaan ini membutuhkan laju perdarahan minimal 0,5-1,0
mililiter permenit.

Radiografi barium kontras


Teknik pemeriksaan ini kurang direkomendasikan. Selain sulit
untuk menentukan sumber perdarahan, juga adanya zat kontras
akan mempersulit pemeriksaan endoskopi maupun arteriografi.
g. Tatalaksana
Tujuan utama pengelolaan perdarahan SCBA adalah stabilisasi
hemodinamik, menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan ulang
dan menurunkan mortalitas.
Resusitasi
Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang berat sebelum
transfuse darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu
monitoring ketat pemberian cairan, diperlukan akses sentral. Target
resusitasi adalah hemodinamik stabil, produksi urin cukup (>30
cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb tercapai (8-10
gr%).

Pemberian vitamin K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah
dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di klinik untuk perdarahan
akut varises esofagus sejak 1953. Pernah dicobakan pada perdarahan
non varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan
plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresinyang
mengandung vasopressin murni dan preparat pituitari gland yang
mengandung vasopressin dan oksitosin. Pemberiaan vasopressin
dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam
100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60
menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian
pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat
menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner
mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan
preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40
mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal
400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas
90 mmHg.

Somatostatin dan analognya (octreotid)


Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan
aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding dengan
vasopressin. Penggunaan di klinik pada perdarahan akut varises
esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin dapat
menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus,
dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises. Dosis
pemberian somastatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan
per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan perinfus
25 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti.

Obat-obatan golongan antisekresi asam


Obat-obatan golongan antisekresi asam yang dilaporkan bermanfaat
untuk mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah
inhibitor proton dosis tinggi. Diawali oleh bolus omeprazole 80 mg/iv
kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/KGBB/jam selama 72 jam,
perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi
omeprazole hanya 4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di
Indonesia hanya untuk pemberian bolus, yang bisa digunakan per infus
ialah persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis sama
seperti omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan
antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA
karena tukak peptik kurang bermanfaat.
Balon tamponade
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises
esofagus dimulai sekitar tahun 1950, paling populer adalah sengstaken
blakemore tube (SB-tube) yang mempunyai 3 pipa serta 2 balon
masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan
SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi, laserasi
sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24
jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik
yang berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan observasi yang ketat.4

Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif
atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya
meliputi:
 Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater
probe)
 Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan
adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).

Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila
dilakukan ahli endoskopi yang termapil dna berpengalaman.
Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan
SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena
alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan
terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80%
perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan, namun pada kasus
perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
dengan menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali
suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak
melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut
atau polidoklonal umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya
tukak atau perforasi akibat nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan.
Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahan bisa
mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan
ulang frekuensinya sekitar 15-20%.

Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi
dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak
awal dalam bentuk tim multi disipliner pada pengelolaan kasus
perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan
bedah baiknya dilakukan.4

2.3 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah


a. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian bawah umumnya didefinisikan
sebagai perdarahan yang berasal daru usus di sebelah bawah
ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian
bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar.
Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak
berpengaruh pada tekanan darah, seperti pada perdarahan hemoroid,
polip kolon, kanker kolon atau kolitis. Hanya 15% pasien dengan
perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah,
seperti perdarahan yang berasal dari bagian proksimal dan ileum
terminal.4

b. Etiologi
Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik
merupakan penyebab tersering dari saluran cerna bagian bawah.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang
biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon. Perdarahan
saluran cerna bagian bawah bersifat lambat, intermiten.
 Divertikulosis, perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri
dan terjadi pada 3% pasien divertikulosis. Tinja biasanya berwarna
merah marun, kadang-kadang bisa juga menjadi merah. Umumnya
terhenti secara spontan dan tidak berulang, oleh karena itu tidak
ada pengobatan khusus yang dibutuhkan oleh pasien.

 Angiodisplasia, merupakan penyebab 10-40% perdarahan saluran


cerna bagian bawah. Angiodisplasia merupakan salah satu
penyebab kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia kolon
biasanya multipel, ukuran kecil kurang dari diameter <5mm dan
biasa terlokalisir di daerah caecum dan kolon sebelah kanan.

 Kolitis iskemia, ditandai dengan penurunan aliran darah viseral


dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah
mesentrik. Umumnya pasien kolitis iskemia berusia tua dan
kadang-kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat
lain, dan dehidrasi.

 Penyakit perianal, contohnya hemoroid dan fisuran ani biasanya


menimbulkan perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak
bercampur dengan faeces. Polip dan karsinoma kadang-kadang
menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yang disebabkan
oleh hemoroid oleh karena itu pada perdarahan yang diduga dari
hemoroid perlu dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan
kemungkinan polip dan karsinoma kolon.

 Neoplasia kolon, tumor kolon jinak maupun ganas yang biasanya


terdapat pada pasien usia lanjut dan biasanya berhubungan dengan
ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar. 4
c. Manifestasi Klinik
 Hematokezia, diartikan darah segar yang keluar melalui anus dan
merupakan manifestasi tersering dari perdarahan saluran cerna
bagian bawah. Hematokezia lazimnya menunjukkan perdarahan
kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga
dapat berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit
darah yang cepat.

 Melena, diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau


yang khas. Melena timbul bilamana hemoglobin dikonversi
menjadi hematin atau hemokrom lainnya oleh bakteri setelah 14
jam. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna
bagian atas atau usus halus, namun demikian melena juga dapat
berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan perlambatan
mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth,
sarcol, lycorice, obat-obat yang mengandung besi (obat tambah
darah) dapat menyebabkan feses menjadi hitam. Oleh karena itu
perlu test guaiac untuk menentukan adanya hemoglobin.

 Darah samar, timbul bilamana ada perdarahan ringan namun tidak


sampai merubah warna tinja/feses. Perdarahan jenis ini dapat
diketahui dengan tes guaiac. 4

d. Diagnosis
 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan
1. Pasien datang dengan keluhan darah segar yang keluar
melalui anus (hematokezia).
2. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna
bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat
juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan
perlambatan mobilitas.
3. Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri. Tinja
biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa juga
menjadi merah. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak
berulang.
4. Hemoroid dan fisura ani biasanya menimbulkan perdarahan
dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan
faeces.
5. Pasien dengan perdarahan samar saluran cerna kronik
umumnya tidak ada gejala atau kadang hanya rasa lelah
akibat anemia.
6. Nilai dalam anamnesis apakah bercampur dengan feses
(seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum)
atau terpisah/menetes (terduga hemoroid), pemakaian
antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya seperti
demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya berat badan
(kanker), perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit
(hemoroid intema, angiodisplasia), nyeri perut (kolitis
infeksi, iskemia mesenterial), tenesmus ani (fisura, disentri).
4

 Pemeriksaan Fisik
1. Pada colok dubur ditemukan darah segar
2. Nilai tanda vital, terutama ada tidaknya renjatan atau hipotensi
postural (Tilt test).
3. Pemeriksaan fisis abdomen untuk menilai ada tidaknya rasa
nyeri tekan (iskemia mesenterial), rangsang peritoneal
(divertikulitis), massa intraabdomen (tumor kolon, amuboma,
penyakit Crohn). 4

 Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi
Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau
sudah berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan
prosedur diagnostik yang terpilih sebab akurasinya tinggi dalam
menentukan sumber perdarahan sekaligus dapat menghentikan
tindakan terapeutik. Kolonoskopi dapat menunjukkan adanya
divertikel namun demikian sering tidak dapat mengidentifikasi
sumber perdarahan yang sebenarnya.

Scintigraphy dan Angiografi


Kasus dengan perdarahan yang berat tidak memungkinkan
pemeriksaan dengan kolonoskopi maka dapat dilakukan
pemeriksaan angiografi dengan perdarahan lebih dari ½ ml per
menit. Sebelum pemeriksaan angiograpi dilakukan sebaiknya
periksa terlebih dahulu dengan scintigraphy bilamana lokasi
perdarahan tidak dapat ditemukan. Helical CT-angiography juga
dapat mendeteksi angiodisplasia. Divertikulum Meckel dapat
didiagnosis dengan scanning Meckel menggunakan radio label
technetium yang akan berakumulasi pada mukosa yang
memproduksi asam di dalam divertikulum.

Enema Barium
Bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus mengobati
intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium juga dapat
menunjukkan divertikulum Meckel. Deteksi sumber perdarahan
yang tidak lazim di usus halus membutuhkan enteroclysis yaitu
pemeriksaan usus halus dengam barium yang melibatkan difusi
barium, air, methyl selulosa melalui tabung fluoroskopi yang
melewati ligamentum Treitz untuk menciptakan gambaran
kontras ganda. Bila entreoskopi, kolonoskopi, radio barium
tidak dapat mengidentifikasi sumber perdarahan dan
suplementasi besi dapat mengatasi dampak kehilangan darah
maka pemeriksaan lebih lanjut tidak dapat dilanjutkan. 4
e. Tatalaksana
Resusitasi
Resusitasi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah yang
akut mengikuti protokol yang juga dianjurkan pada perdarahan saluran
cerna bagian atas. Dengan langkah awal menstabilkan hemodinamik.
Oleh karena perdarahan saluran cerna bagian atas yang hebat
juga menimbulkan darah segar di anus maka pemasangan NGT
dilakukan pada kasus-kasus yang perdarahannya kemungkinan dari
saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan laboratorium memberikan
informasi serupa dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
meskipun azotemia jarang ditemukan pada perdarahan saluran cerna
bagian atas. Pemeriksaan segera diperlukan pada kasus-kasus yang
membutuhkan transfusi lebih 3 unit PRC. 4

Medikamentosa
Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter dapat di obati
dengan bulk-forming agent, sitz baths, dan menghindari mengedan.
Salpe yang mengandung steroid dan obat supositoria sering digunakan
namun manfaatnya masih dipertanyakan.
Kombinasi estrogen dan progesteron dapat mengurangi
perdarahan yang timbul pada pasien yang menderita angiodisplasia.
IBD biasanya memberi respons terhadap obat-obatan anti inflamasi.
Pemberian formalin intrarektal dapat memperbaiki perdarahan yang
timbul pada proktitis radiasi. Respon serupa juga terjadi pada
pemberian oksigen hiperbarik. 4

Terapi Endoskopi
Thermal heater probe, elektrokoagulasi, dan sclerotherapy telah
banyak digunakan. terdapat laporan yang menunjukkan bahwa
elektrokoagulasi dapat berhasil diterapkan untuk pendarahan divertikula
kolon, meskipun terapi ini belum banyak dianut. Terapi dengan endoscopy
ini juga dapat memicu perdarahan berulang yang lebih signifikan.
Sebaliknya, angiodysplasias dapat segera diobati dengan tindakan
endoskopik. Perdarahan akut dapat dikontrol dalam hingga 80% dari
pasien dengan perdarahan angiodysplasias, meskipun perdarahan berulang
juga dapat terjadi hingga 15%. Terapi endoskopi ini juga sesuai untuk
pasien dengan perdarahan dari daerah yang telah dilakukan polypectomy.

Terapi Bedah
Pada beberapa diagnostik (divertikel Meckel atau keganasan)
bedah merupakan pendekatan utama setelah keadaan pasien stabil. Bedah
emergensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan dapat
memperburuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan perdarahan
berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka hemikolektomi
kanan atau subtotal dapat dipertimbangkan dan memberikan hasil yang
baik. 4
Daftar Pustaka

1. Dubey, S., 2008. Perdarahan Gastrointestinal Atas. Dalam: Greenberg, M.I.,et


al. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Vol 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
2. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI
bleeding in Hasan
3. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA:
Merck Research Laboratories.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S. 2007. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai