Disusun Oleh:
1102014272
Pembimbing:
dr. Nugroho Budi Santoso, Sp.PD, FINASIM
JAKARTA 2018
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
3
curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi
1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster.
3
c. Intestinum Tenue
3
Jejunum dan Ileum
-
Intestinum jejunum: usus kosong
-
Intestinum ileum: usus berkelok-kelok
-
Terletak pada region umbilikalis
-
Selain duodenum, 2/3 proximal usus halus merupakan
jejunum, 3/5 distal merupakan ileum.
-
Arteriae : berasal dari cabang A.mesentrica superior,
cabang-cabangnya membentuk anyaman yaitu arcade
jejunalis dan ilei
-
Vena : senama dengan arterinya
3
ujung caecum bermuara bangunan kecil berupa pipa
menyerupai cacing disebut processus (appendix) vermiformis
- Colon transversum
- Colon descendens
- Colon sigmoid
3
merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang
jarang.1
b. Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi 75 %
hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna.
Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut
saluran cerna, masih 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selama
50 tahun terakhir.
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien
perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus.
Penyebab lainnya seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus),
perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear
(5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs
memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus
perdarahan akut.2
Etiologi di Indonesia :
c. Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian
atas yaitu
Duodenal ulcer
Erosive esophagitis
Gastric atau
duodenal erosions Angioma
Varices Arteriovenous
malformation
Gastric ulcer
Gastrointestinal stromal
Mallory – Weiss tear tumors
3
d. Patogenesis
e. Manifestasi Klinik
Hematemesis : Muntah darah dan mengindikasikan adanya
perdarahan saluran cerna atas, yang berwarna coklat merah atau
“coffee ground”.
f. Diagnosis
Diagnosis perdarahan SCBA dibuat berdasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, inspeksi dengan pemasangan nasogastric tube (NGT),
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan endoskopi, radionuclide
scanning, radiografi barium kontras.
Anamnesis
Pada anamnesis yang perlu ditekankan:
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat
memperkirakan seberapa banyak pasien kehilangan darah.
Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan sistolik turun >10
mmHg menandakan telah banyak kehilangan darah.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan kulit dan
mukosa penyakit sistematik. Perlu juga dicari stigmata pasien
dengan sirosis hati karena pada pasien sirosis hati dapat disertai
gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus
dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau
melena.
Pemeriksaan fisik lainnya yang penting yaitu masa
abdomen, nyeri abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit
paru, penyakit jantung, penyakit rematik dll. Pemeriksaan yang
tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses ini
mempunyai nilai prognostik. Dalam prosedur diagnosis ini
penting melihat aspirat dari Naso Gastric Tube (NGT). Aspirat
berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak aktif,
aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif
sangat mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses
maka warna aspirat pun dapat memprediksi mortalitas pasien.
Walaupun demikian pada sekitar 30% pasien dengan perdarahan
tukak duodeni ditemukan adanya aspirat yang jernih pada NGT.
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiagram (terutama pasien berusia > 40 tahun)
2. BUN, kreatinin serum
3. Elektrolit (Na, K, Cl)
4. Pemeriksaan lainnya:
Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk
diagnosis, dengan akurasi diagnosis > 90%. Waktu yang paling
tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung pada derajat
berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam pertama
pemeriksaan endoskopi merupakan standar perawatan yang
direkomendasikan. Pasien dengan perdarahan yang terus
berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi suportif
membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy)
untuk diagnosis dan terapi melalui teknik endoskopi. Tujuan
pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest
membuat klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar
penemuan endoskopi yang bermanfaat untuk menentukan
tindakan selanjutnya.
Arteriografi selektif
Arteriografi selektif melalui aksis seliak, arteri mesenterika
superior, arteri mesenterika inferior dan cabangnya dapat
digunakan untuk diagnosis, sekaligus dapat untuk terapeutik.
Pemeriksaan ini membutuhkan laju perdarahan minimal 0,5-1,0
mililiter permenit.
Pemberian vitamin K
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang
mengalami perdarahan SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan
pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressin
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah
dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di klinik untuk perdarahan
akut varises esofagus sejak 1953. Pernah dicobakan pada perdarahan
non varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan
plasebo. Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresinyang
mengandung vasopressin murni dan preparat pituitari gland yang
mengandung vasopressin dan oksitosin. Pemberiaan vasopressin
dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam
100 ml dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60
menit dan dapat diulang tiap 3 sampai 6 jam; atau setelah pemberian
pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin dapat
menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner
mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan
preparat nitrat, misalnya nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40
mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan sampai maksimal
400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas
90 mmHg.
Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif
atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya
meliputi:
Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater
probe)
Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal (misalnya suntikan
adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila
dilakukan ahli endoskopi yang termapil dna berpengalaman.
Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan
SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena
alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan
terhalang atau letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80%
perdarahan tukak peptik dapat berhenti spontan, namun pada kasus
perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan
pendukung ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan
dengan menggunakan adrenalin 1 : 10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali
suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak
melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut
atau polidoklonal umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya
tukak atau perforasi akibat nekrosis jaringan dilokasi penyuntikan.
Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahan bisa
mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan
ulang frekuensinya sekitar 15-20%.
Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi
dan radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak
awal dalam bentuk tim multi disipliner pada pengelolaan kasus
perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan
bedah baiknya dilakukan.4
b. Etiologi
Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik
merupakan penyebab tersering dari saluran cerna bagian bawah.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang kronik dan berulang
biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon. Perdarahan
saluran cerna bagian bawah bersifat lambat, intermiten.
Divertikulosis, perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri
dan terjadi pada 3% pasien divertikulosis. Tinja biasanya berwarna
merah marun, kadang-kadang bisa juga menjadi merah. Umumnya
terhenti secara spontan dan tidak berulang, oleh karena itu tidak
ada pengobatan khusus yang dibutuhkan oleh pasien.
d. Diagnosis
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan
1. Pasien datang dengan keluhan darah segar yang keluar
melalui anus (hematokezia).
2. Umumnya melena menunjukkan perdarahan di saluran cerna
bagian atas atau usus halus, namun demikian melena dapat
juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan
perlambatan mobilitas.
3. Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri. Tinja
biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa juga
menjadi merah. Umumnya terhenti secara spontan dan tidak
berulang.
4. Hemoroid dan fisura ani biasanya menimbulkan perdarahan
dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan
faeces.
5. Pasien dengan perdarahan samar saluran cerna kronik
umumnya tidak ada gejala atau kadang hanya rasa lelah
akibat anemia.
6. Nilai dalam anamnesis apakah bercampur dengan feses
(seperti terjadi pada kolitis atau lesi di proksimal rektum)
atau terpisah/menetes (terduga hemoroid), pemakaian
antikoagulan, atau terdapat gejala sistemik lainnya seperti
demam lama (tifoid, kolitis infeksi), menurunnya berat badan
(kanker), perubahan pola defekasi (kanker), tanpa rasa sakit
(hemoroid intema, angiodisplasia), nyeri perut (kolitis
infeksi, iskemia mesenterial), tenesmus ani (fisura, disentri).
4
Pemeriksaan Fisik
1. Pada colok dubur ditemukan darah segar
2. Nilai tanda vital, terutama ada tidaknya renjatan atau hipotensi
postural (Tilt test).
3. Pemeriksaan fisis abdomen untuk menilai ada tidaknya rasa
nyeri tekan (iskemia mesenterial), rangsang peritoneal
(divertikulitis), massa intraabdomen (tumor kolon, amuboma,
penyakit Crohn). 4
Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi
Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau
sudah berhenti maka pemeriksaan kolonoskopi merupakan
prosedur diagnostik yang terpilih sebab akurasinya tinggi dalam
menentukan sumber perdarahan sekaligus dapat menghentikan
tindakan terapeutik. Kolonoskopi dapat menunjukkan adanya
divertikel namun demikian sering tidak dapat mengidentifikasi
sumber perdarahan yang sebenarnya.
Enema Barium
Bermanfaat untuk mendiagnosis sekaligus mengobati
intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium juga dapat
menunjukkan divertikulum Meckel. Deteksi sumber perdarahan
yang tidak lazim di usus halus membutuhkan enteroclysis yaitu
pemeriksaan usus halus dengam barium yang melibatkan difusi
barium, air, methyl selulosa melalui tabung fluoroskopi yang
melewati ligamentum Treitz untuk menciptakan gambaran
kontras ganda. Bila entreoskopi, kolonoskopi, radio barium
tidak dapat mengidentifikasi sumber perdarahan dan
suplementasi besi dapat mengatasi dampak kehilangan darah
maka pemeriksaan lebih lanjut tidak dapat dilanjutkan. 4
e. Tatalaksana
Resusitasi
Resusitasi pada perdarahan saluran cerna bagian bawah yang
akut mengikuti protokol yang juga dianjurkan pada perdarahan saluran
cerna bagian atas. Dengan langkah awal menstabilkan hemodinamik.
Oleh karena perdarahan saluran cerna bagian atas yang hebat
juga menimbulkan darah segar di anus maka pemasangan NGT
dilakukan pada kasus-kasus yang perdarahannya kemungkinan dari
saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan laboratorium memberikan
informasi serupa dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
meskipun azotemia jarang ditemukan pada perdarahan saluran cerna
bagian atas. Pemeriksaan segera diperlukan pada kasus-kasus yang
membutuhkan transfusi lebih 3 unit PRC. 4
Medikamentosa
Hemoroid fisura ani dan ulkus rektum soliter dapat di obati
dengan bulk-forming agent, sitz baths, dan menghindari mengedan.
Salpe yang mengandung steroid dan obat supositoria sering digunakan
namun manfaatnya masih dipertanyakan.
Kombinasi estrogen dan progesteron dapat mengurangi
perdarahan yang timbul pada pasien yang menderita angiodisplasia.
IBD biasanya memberi respons terhadap obat-obatan anti inflamasi.
Pemberian formalin intrarektal dapat memperbaiki perdarahan yang
timbul pada proktitis radiasi. Respon serupa juga terjadi pada
pemberian oksigen hiperbarik. 4
Terapi Endoskopi
Thermal heater probe, elektrokoagulasi, dan sclerotherapy telah
banyak digunakan. terdapat laporan yang menunjukkan bahwa
elektrokoagulasi dapat berhasil diterapkan untuk pendarahan divertikula
kolon, meskipun terapi ini belum banyak dianut. Terapi dengan endoscopy
ini juga dapat memicu perdarahan berulang yang lebih signifikan.
Sebaliknya, angiodysplasias dapat segera diobati dengan tindakan
endoskopik. Perdarahan akut dapat dikontrol dalam hingga 80% dari
pasien dengan perdarahan angiodysplasias, meskipun perdarahan berulang
juga dapat terjadi hingga 15%. Terapi endoskopi ini juga sesuai untuk
pasien dengan perdarahan dari daerah yang telah dilakukan polypectomy.
Terapi Bedah
Pada beberapa diagnostik (divertikel Meckel atau keganasan)
bedah merupakan pendekatan utama setelah keadaan pasien stabil. Bedah
emergensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan dapat
memperburuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan perdarahan
berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka hemikolektomi
kanan atau subtotal dapat dipertimbangkan dan memberikan hasil yang
baik. 4
Daftar Pustaka