Anda di halaman 1dari 42

Skenario :

Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan utama berak encer yang disertai
darah dan lendir. Keluhan ini dirasakan sejak beberapa bulan yang lalu. Wanita ini juga mengeluh sakit perut yang
sifatnya hilang timbul dan penurunan berat badan kurang lebih 5 kg dalam satu bulan terakhir. Ia berusaha
mengobati penyakitnya dengan meminum obat anti diare namun tidak memberikan hasil. Pemeriksaan fisis
menunjukkan adanya anemia dan nyeri perut khususnya pada region bawah abdomen.

1) Anatomi, Histologi dan Fisiologi organ terkait :


Anatomi :
Lambung (Gaster)
Lambung terletak oblique dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di bawah diafragma.
Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung berbentuk J, dan bila penuh berbentuk seperti buah
peer raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 2 L. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus,
corpus, dan antrum piloricum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan curvatura minor
dan bagian kiri bawah lambung terdapat curvatura mayor.
Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan yang terjadi. Sfingter
cardia atau sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks
isi lambung masuk ke esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter cardia dikenal
dengan nama daerah cardia. Di saat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam
duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam
lambung.

Intestinum Tenue
Dimulai dari ujung distal pylorus sampai di caecum. Terdiri dari :
Duodenum
jejenum
ileum.
Panjang seluruh intestinum tenue adalah kira-kira 7 meter.

DUODENUM
Disebut usus 12 jari oleh karena panjangnya adalah selebar 12 jari atau kurang lebih 25 cm. Berbentuk
huruf C dengan bagian konkaf menghadap ke kiri. Dimulai dari ujung distal pylorus sampai flexura
duodeno-jejenalis. Terdiri dari:
pars superior
pars descendens
pars horizontalis
pars ascendens.

PARS SUPERIOR DUODENI


Letaknya ke kanan mengarah ke dorsal, mulai dari sebelah ventral columna vertebralis dan vena
cava inferior. Pangkal pars superior duodeni mudah mengikuti gerakan dari pylorus. Di sebelah ventralnya
terletak hepar dan vesica fellea, di sebelah dorsal terletak ductus cysticus, vena portae dan pancreas.

PARS DESCENDENS DUODENI


Bagian ini berbatasan :
di sebelah dorsal dengan renalis dexter dan sinister
di sebelah ventral dengan hepar, vesica fellea, colon transversum, intestinum tenue.

PARS HORIZONTALIS DUODENI


Bagian ini terletak mengarah ke kiri menyilang m.psoas major, vena cava inferior, aorta
abdominalis dan m.psoas minor. Di sebelah dorsal terdapat ureter dexter, vasa testicularis dextra dan vena
mesenterica inferior. Di sebelah ventral terdapat vena mesentrica superior dan radix mesenterii. Bagian ini
lebih panjang bila dibandingkan dengan ketiga bagian lainnya.

PARS ASCENDENS DUODENI


Berada di sebelah kiri aorta abdominalis, membelok ke ventral menjadi flexura duodeno-jejenalis.
Letak flexura ini kurang lebih setinggi pars superior duodeni.
Lokalisasi Pangkal duodenum dimulai setinggi vertebra lumbalis I, kurang lebih 2,5 cm di sebelah kanan
linea mediana dan berakhir di sebelah kiri linea mediana setinggi vertebra lumbalis II. Pars descendens
turun sampai setinggi vertebra lumbalis III. Bagian konkaf dari duodenum ditempati oleh caput pancreatic.
Batas antara pars superior duodeni dan pars descendens duodeni disebut flexura duodeni superior, batas
antara pars descendens duodeni dan pars horizontalis duodeni disebut flexura duodeni inferior. Antara pars
superior duodeni dan hepar terdapat ligamentum hepatoduodenale yang merupakan penebalan dari tepi
bebas omentum minus. Jadi bagian ini terletak intraperitoneal, sedangkan bagian duodenum lainnya
terletak retroperitoneal. Ductus choledochus bermuara ke dalam pars descendens duodeni melalui papilla
duodeni major, yang terletak kurang lebih 7 cm dari pylorus di bagian konkaf dari duodenum. Kadang-
kadang terdapat papilla duodeni minor di sebelah cranial papilla duodeni major.
Flexura duodeno-jejenalis di fixir oleh ligamentum Treitz [ = lig.suspensorium duodeni ] pada diaphragma.
Ligamentum ini terdiri dari jaringan ikat dan otot.

VASCULARISASI
1) Arteria supra duodenalis, memberi suplai darah kepada pars superior duodeni; arteri ini adalah
suatu end arteri sehingga bagian dari duodenum ini sering mengalami ulcus [ = ulcus duodeni ].
2) Arteria retroduodenalis memberikan aliran darah kepada dinding posterior duodenum.
3) Arteria pancreatico duodenalis superior, yang berada di sebelah posterior pars superior duodeni,
berjalan di antara pancreas dan pars descendens duodeni, memberi suplai darah kepada duodenum
dan pancreas.
4) Arteria pancreatico duodenalis inferior, dipercabangkan oleh m.mesenterica superior, berjalan ke
cranialis di antara pancreas dan duodenum, mengadakan anastomose dengan a.pancreatico
duodenalis superior. Memberi suplai darah kepada duodenum dan pancreas.
5) Arteria gastrica dextra, juga memberikan cabang-cabang kepada duodenum.
6) Arteria gastro epiploica dextra, memberikan cabang-cabang kepada duodenum

INNERVASI
Menerima serabut-serabut saraf dari plexus coeliacus dan plexus mesentericus superior, berjalan
sesuai dengan pembuluh darah yang dipercabangkan oleh arteria coeliaca dan arteria mesenterica superior.

LYMPHONODUS
Pembuluh lymphe dari duodenum membawa lymphe menuju ke lymphonodus pancreatico
duodenalis yang terletak di antara caput pancreatis dan duodenum, kemudian mengalir menuju ke
lymphonodus hepaticus dan l.n.preaorticus.
Jejenum Ileum
Organ ini berkelok-kelok dan difiksasi pada dinding dorsal cavum abdominis oleh mesenterium.
Panjang seluruh jejenum ileum adalah 6 7 meter; jejenum berada di bagian proximal dengan panjang
kurang lebih 2/5 bagian dari keseluruhnya, sedangkan ileum berada di bagian distal [ anal ] dengan panjang
kira-kira 3/5 bagian yang sisa.
Pada umumnya jejenum berada dalam keadaan kosong, warnanya lebih merah [ lebih banyak
mengandung pembuluh darah ], dindingnya lebih tebal, diameter lumen lebih besar, plica circularis
Kerkringi lebih besar dan jumlahnya lebih banyak, vili intestinales lebih besar dan lebih banyak jumlahnya,
percabangan pembuluh-pembuluh darah kurang kompleks. Hal yang tersebut tadi jelas terlihat
perbedaannya bila dibandingkan jejenum bagian proximal dengan ileum bagian distal, di bagian tengah
perbedaan-perbedaan tersebut kurang jelas.
Mesenterium pada jejenum kelihatan lebih terang oleh karena jaringan lemak extraperitoneal
hanya terbatas pada pangkal pembuluh darah, sedangkan pada ileum jaringan lemak tersebut mengikuti
seluruh panjang pembuluh darah sampai pada dinding ileum.
Kurang lebih 1 meter di sebelah proximal dari ujung terminal ileum terdapat diverticulum ilei [ =
diverticulum Meckeli ], sebagai sisa dari ductus omphalomesentericus. Ukuran diverticulum ini sebesar 5
cm.

LOKALISASI
Jejenum dan ileum menempati sebagian besar cavum abdominis bahkan sampai ke dalam cavum
pelvicum. Mesenterium berbentuk kipas dengan bagian yang terlebar di bagian tengah sebesar 20 cm,
melekat pada dinding dorsal abdomen dan tempat melekatnya disebut radix mesenterii. Panjang radix
mesenterii kira-kira 15 cm, terletak miring dari kiri atas ke kanan bawah, dimulai dari flexura duodeno-
jejenalis [ setinggi corpus vertebrae lumbalis II ] sampai setinggi articulatio sacroiliaca dextra. Oleh karena
jejenum ileum bentuknya lebih panjang daripada radix mesenterii maka jejenum ileum terletak
berkelok-kelok, sangat mobil atau mudah bergerak. Di dalam mesenterium terdapat cabang-cabang dari
a.mesenterium superior, nervus, lymphonodus, pembuluh lymphe dan jaringan lemak. Radix mesenterii
menyilang di sebelah ventral pars horizontal duodeni, corpus vertebrae lumbalis III dan ureter dexter.

VASCULARISASI
Aliran darah bersumber pada a.mesentrica superior melalui cabang aa.jejenales dan aa.ileae.
Pembuluh-pembuluh darah berjalan di dalam mesenterium.

INNERVASI
Jejenum ileum mendapatkan innervasi dari plexus mesentericus superior, dan percabangan
serabut saraf berjalan mengikuti cabang-cabang arteri.

LYMPHONODUS
Di dalam mesenterium terdapat banyak lymphonodus dari berbagai ukuran dan dibagi menjadi 3
kelompok, sebagai berikut :
Dekat jejenum dan ileum
Mengikuti pembuluh-pembuluh darah
Pada radix mesenterii

Intestinum Crassum
Lebih pendek daripada intestinum tenue, panjang kira-kira 1,5 meter.
Pangkalnya lebih lebar daripada ujung distalnya.
Terdiri dari :
1. caecum dan processus vermiformis
2. colon
3. rectum.
Pada intestinum crassum dapat dilihat struktur-struktur sebagai berikut :
Taenia coli, yang dibentuk oleh bersatunya serabut-serabut stratum longitudinale lapisan
muscularis; terdapat 3 taenia yang terletak pada ketiga sisi dari intestinum crassum, yakni taenia
omentalis, taenia libera dan taenia mesocolica.
Haustra, yang terbentuk oleh adanya taenia tersebut tadi; taenia lebih pendek daripada panjang
dinding intestinum crassum sehingga dinding intestinum crassum tertarik.
Incisura, yang terdapat di antara haustra dan dibentuk oleh pertumbuuhan stratum circulare yang
terjadi lebih cepat daripada stratum longitudinale, dengan demikian terbentuk plica ke arah
mucosa dan disebut plica semilunaris.
Appendices epiploicae, yaitu lipatan peritoneum yang berisi jaringan lemak dan terdapat pada
incisura; banyak terdapat pada colon transversum.

CAECUM
Bangunan ini merupakan permulaan dari colon; salah satu ujungnya buntu dan menghadap ke
caudal. Sedangkan ujung yang lain terbuka menghadap ke cranial. Terletak di dalam fossa iliaca dextra,
dibungkus oleh peritoneum [ intra peritoneal ], mudah bergerak.
Pada dinding sebelah kiri caecum terdapat muara dari ileum; mucosa dinding di bagian ini
membentuk lipatan yang dinamakan valvula ileo colica Bauhini. Valvula tersebut tadi terdiri dari labium
superior dan labium inferius, bertemu membentuk frenula valvulae coli, yaitu frenulum anterior [ sinister ]
dan frenulum posterior [ dexter ].
Pada caecum terdapat juga muara dari processus vermiformis [ = appendix ], dan pada pangkalnya
terdapat valvula processus vermiformis. Processus vermiformis berbentuk silindris, mempunyai lumen dan
berujung buntu. Baik letak, maupun panjang dan arah dari processus vermiformis sangat bervariasi.
Letaknya bisa retro caecal, sub caecal, retro colica, pre ileal dan post ileal. Processus vermiformis
mempunyai alatpenggantung, yang disebut mesenteriolum atau mesoappendix sehingga processus
vermiformis terletak intra peritoneal.
Pada pangkal processus vermiformis ketiga taeniae coli bersatu.

COLON
Terdiri dari :
1. colon ascendens
2. colon transversum
3. colon descendens
4. colon sigmoideum

COLON ASCENDENS
Merupakan kelanjutan dari caecum ke arah cranial, mulai dari fossa iliaca dextra, berada di
sebelah ventral m.quadratus lumborum, di ventral polus inferior ren dexter, membelok ke kiri setinggi
vertebra lumbalis II, membentuk flexura coli dextra, selanjutnya menjadi colon transversum.
Pada facies ventralis terdapat taenia libera, pada facies dorsolateral terdapat taenia omentalis dan
pada facies dorsomedial terdapat taenia mescolica. Colon ascendens ditutupi oleh peritoneum, disebut letak
retroperitoneal.

COLON TRANSVERSUM
Mulai dari flexura coli dextra, berjalan melintang ke kiri melewati linea mediana, agak miring ke
cranial sampai di tepi kanan ren sinister, d sebelah caudal lien, lalu membelok ke caudal. Belokan ini
disebut flexura coli sinistra, terletak setinggi vertebra lumbalis I, difiksasi pada diaphragma oleh
ligamentum phrenico colicum.
Pada facies ventralis terdapat taenia omentalis, pada facies inferior terdapat taenia libera dan pada
facies dorsalis terdapat taenia mesocolica. Di sebelah cranial dari kanan ke kiri colon transversum
berbatasan dengan :
hepar
vesica fellea
curvatura major ventriculi
extremitas inferior lienalis.
Di sebelah caudal berbatasan dengan jejenum. Di sebelah ventral ditutupi oleh omentum majus.
Di sebelah dorsal dari kanan ke kiri berbatasan dengan :
pars descendens duodeni
caput pancreatic
ren sinister.
Colon transversum dibungkus oleh peritoneum viscerale, disebut mesocolon transversum, dan
difiksir [ digantung ] pada dinding dorsal abdomen.

COLON DESCENDENS
Dimulai dari flexura coli sinistra, berjalan ke caudal, berada di sebelah ventro-lateral polus inferior
ren sinister, di sisi lateral m.psoas major, di sebelah ventral m.quadratus lumborum sampai di sebelah
ventral crista iliaca dan tiba di fossa iliaca sinistra. Kemudian membelok ke kanan, ke arah ventrocaudal
menjadi colon sigmoideum, berada di sebelah ventral dari vasa iliaca externa. Taenia omentalis terletak
pada permukaan dorsolateral, taenia libera berada pada facies ventralis dan taenia mesocolica berada pada
bagian medio-dorsal. Colon descendens ditutupi oleh peritoneum parietale [ letak retro peritoneal ].

COLON SIGMOIDEUM
Bangunan ini berbentuk huruf S dan terletak di dalam cavum pelvicum. Membuat dua buah
lekukan dan pada linea mediana menjadi rectum, setinggi corpus vertebrae sacralis 3. pada colon ini masih
terdapat haustra dan taenia.
Dibungkus oleh peritoneum viscerale dan membentuk mesocolon sigmoideum, difiksasi pada
dinding pelvi.

RECTUM
Merupakan bagian caudal [ anal ] dari intestinum crassum, terletak retroperitoneal, memanjang
mulai setinggi corpus vertebrae sacralis 3 sampai Anus. Anus adalah muara dari rectum ke dunia luar. Pada
rectum terdapat flexura sacralis yang mengikuti curvatura os sacrum dan flexura perinealis yang mengikuti
lengkungan perineum. Bagian cranialis disebut pars ampularis recti dan bagian caudalis disebut pars analis
recti.
Pada pars ampularis terdapat 3 buah plica transversalis yang dibentuk oleh penebalan stratum
circulare tunica muscularis. Plica yang tengah sangat tebal, disebut plica transversalis Kohlraush, berfungsi
sebagai penahan isi rectum.
Pada pars analis terdapat plica yang arahnya longitudional dan disebut columna rectalis Morgagni.
Di sebelah analis columna rectalis bersatu membentuk anulus rectalis [ = anulus haemorrhoidalis ]. Di
sebelah profunda mucosa terdapat plexus venosus yang disebut plexus haemorrhoidalis.

VASCULARISASI
Bersumber pada :
a. Arteria mesenterica superior :
A.ileocolica, yang mempercabangkan r.ascendens [ r.superior ] menuju ke colon ascendens, dan
r.descendens [ r.inferior ] yang mempercabangkan :
A.coecalis anterior
A.coecalis posterior
A.appendicularis
R.ilealis
b. A.colica dextra, mempercabangkan r.ascendens dan r.descendens
c. A.colica media, memberikan cabang terminal berupa ramus sinister dan ramus dexter.
d. Arteria mesenterica inferior :
- A.colica sinistra, mempercabangkan r.ascendens dan r.descendens
- A.sigmoidea

Aliran darah venous mengikuti perjalanan arteri.

INNERVASI
N.vagus [ chorda posterior ] memberikan cabang-cabang yang mengikuti percabangan arteria
coeliaca dan arteria mesenterica superior untuk caecum, processus vermiformis, colon ascendens, colon
transversum. Colon descendens dan colon sigmoideum menerima serabut-serabut parasympathis dari
segmental Sacral 3 4, melalui plexus mesentericus inferior. Saraf sympathis berpusat pada medulla
spinalis Th. 6 12 dan Lumbal 1 3.

Histologi
A. Gaster
a. Tunica mucosa
Pada keadaan hidup biasanya terlihat merah muda kecuali pada daerah cardia dan pylorus agak
pucat. Tampak pada permukaan lipatan-lipatan yang disebut rugae karena longgarnya tunica
submucosa di bawahnya. Terdapat gambaran yang lebih menetap yaitu tonjolan-tonjolan yang
membentuk bulat dipisahkan oleh alur-alur disekitarnya yang dinamakan areola gastrica. Sebagian
besar tunica mucosa terisi oleh kelenjar lambung yaitu : glandula cardiaca, glandula fundica, dan
glandula pylorica.
o Epitel
Dilapisi oleh epitel silindris selapis. Didaerah cardia terdapat peralihan dari epitel
oesophagus. Semua sel epitel merupakan sel yang menghasilkan mucus. Sel-sel epitel
tersebut dijumpai adanya terminal bars. Dengan mikroskop elektron tampak microvili
pada permukaan dengan lapisan karbohidrat pada membran plasma. Pada sitoplasma
terdapat butir musigen, bentuk bintang dengan warna gelap dan homogen. Dalam
keadaan normal sel-sel epitel ini selalu diperbarui setiap 3 hari. Tanda-tanda regenerasi
tampak pada bagian dasar foveola gastrica. Sel-sel yang terbentuk baru akan mendorong
ke atas utuk menggantikan sel-sel yang dilepaskan.
o Lamina propria
Jaringan pengikat pada lamina propria ini sangat sedikit karena terdesak oleh kelenjar-
kelenjar yang begitu rapat, yaitu jaringan ikat kolagen dan retikuler. Infiltrasi limfosit
tersebar secara difusi dan kadang-kadang
ditemukan lymphanodulus solitarius.
Ventriculi terdapat 3 macam kelenjar :
Glandula cardiac
Kelenjar ini terdapat disekitar muara oesophagus di dalam gaster. Glandula cardiaca
merupakan kelenjar tubuler kompleks yang bermuara pada dasar foveola gastrica. Pada
kelenjar ini hanya ditemukan satu jenis sel yaitu sel mukosa yang mirip dengan sel
mukosa pada glandula pylorica atau sel mukosa leher dari glandula fundica.
Glandula fundica/glandula gastrica propria
Merupakan kelenjar utama pada dinding ventriculus yang menghasilkan getah lambung.
Bentuk masing-masing kelenjar ialah tubuler simplex bercabang, bermuara pada dasar
foveola. Ujung-ujungnya sedikit membesar dan bercabang menjadi 23 buah. Ujung-
ujung kelenjar mencapai lamina muscularis mucosa. Dalam sebuah lambung terdapat
sekitar 15 juta kelenjar.
Dalam kelenjar ini dibedakan 4 macam sel :
1) Sel principal = sel zimogen atau sel utama (chief cell)
2) Sel parietal
3) Sel mukosa leher
4) Sel argentafin (sel enterokromatin)
Glandula pyloric
Kelenjar ini terdapat di dalam lamina propria daerah pylorus. Glandula pylorica
berbentuk tubuler bercabang simpleks, ujungnya bercilia hingga pada sediaan tampak
terpotong melintang.Sifat-sifat lain : Lumen besar, Terdapat satu macam sel saja, Sel-
selnya berbentuk silindris dengan sitoplasma pucat yang mengandung butir-butir tidak
jelas, inti terdesak ke basal sel, Tampak kapiler sekretori di antara sel-sel kelenjar
Dengan pewrnaan HE tampak sebagai sel zymogen atau sel mucosa leher
o Lamina muskularis mucosa gaster
Terdiri atas serabut-serabut otot polos sirkuler sebelah dalam dan longitudinal sebelah
luar. Kadang-kadang terdapat lagi serabut sirkuler di luar.
b. Tunika submucosa
Merupakan jaringan ikat padat yang mengandung sel-sel lemak, mast cells, sel limfoid
c. Tunika muscularis
Terdiri dari 3 lapisan berturut-turut dari dalam keluar, yaitu:
a. Stratum oblique
b. Stratum circulare
c. Stratum longitudinal
d. Tunika serosa
Merupakan jaringan pengikat biasa yang sebelah luar dilapisi oleh mesotil sebagai lanjutan dari
peritoneum viscerale yang meneruskan sebagai omentum majus. Pada perlekatan sepanjang
curvatura minor dan major tidak dilapisi oleh mesotil.

Intestinum Tenue
Intestinum tenue merupakan bagian tractus digestivus di antara ventriculus dan intestinum
crassum, seluruhnya ada sekitar 6 meter panjangnya. Intestinum tenue atau usus halus ini
dibedakan dalam 3 segmen berturut-turut yaitu :

Duodenum
Panjang sekitar 30cm, letak retroperitoneal yang tertutup oleh peritoneum parietale di sebelah
ventralnya.
Jejunum
Ileum
Jejunum dan ileum dibungkus seluruhnya oleh peritoneus viscerale.
Dindingnya :
a) Tunika mucosa
Untuk memenuhi fungsi utama yaitu absorbsi makanan, maka perlu perluasan dari
permukaan tunika mucosa. Perluasan tersebut dilaksanakan dalam beberapa tingkat :
o Lipatan-lipatan tunika mucosa sampai tunika submucosa, yang melingkar-
lingkar yang disebut plica circularis atau valvula kerckingi (mirip lipatan).
Lipatan ini merupakan bangunan yang tetap yang tidak berubah karena
pembesaran usus. Lipatan tersebut dimulai 5cm distal dari pylorus yang makin
membesar dan paling besar pada akhir duodenum dan awal jejunum dan makin
merendah sampai pada pertengahan ileum menghilang.
o Vili intestinalis
Merupakan penonjolan tunika mukosa dengan panjang 0,5 1,5 mm. Yang
meliputi seluruh permukaan tunica mucosa. Di daerah ileum agak jarang,
tersusun sebagai jari-jari, pada dasar vili terdapat muara kelenjar usus yang
disebut glandula intestinalis liberkuhn atau crypta lieberkuhn.
o Microvili
Dengan adanya microvili, maka luas permukaan diperbesar sekitar 30x. Pada
permukaan sel-sel epitel gambaran bergaris-garis yang disebut striated border,
yang merupakan tonjolan sitoplasmatis diliputi membrane sel.
o Epitel
Bentuk epitel silindris selapis. Oleh vili intestinalis dan glandula dibagi 4 sel,
yaitu :
a) Sel absorbtif
b) Sel piala/goblet sel
c) Sel argentafis
d) Sel paneth
o Lamina propria
Merupakan jaringan pengikat yang mengisi celah-celah di antara crypta
lieberkuhn. Mengandung serabut reticuler dan elastis. Terdapat sel makrofag,
limfosit, plasmosit, dan leukosit. Nodus limfaticus lebih banyak, sebesar 0,6 3
mm sepanjang usus. Pada ileum sebagai nodus limfaticus paling besar plaques
peyeri.
o Lamina muscularis
Terdiri atas 2 lapisan, yaitu :
Stratum circulare di sebelah dalam
Stratum longitudinal di sebelah luar
b) Tunika submucosa
Merupakan jaringan ikat padat yang banyak mengandung serabut elastis. Di dalamnya
terdapat pula kelompok-kelompok sel lemak. Terdapat anyaman saraf sebagai plexus
nervosus, submucosa meisseri.
Gambaran khusus tunika submucosa ada 2, yaitu:
Plica circularis
Glandula duodenalis bruneri
Tunika muscularis
Tunika serosa

INTESTINUM CRASUM
Saluran usus ini mempunyai panjang sekitar 1,5 m, diameternya dua kali lipat intestinum tenue.
Tidak ada plica circularis dan juga vili intestinalis, sehingga permukaan dalamnya tampak lebih halus.
Glandula intestinal lebih panjang dan rapat. Epitel yang melapisi tunika mucosanya pada umumnya sejenis.
Berdasarkan letak dan struktrunya, dibedakan dalam beberapa segmen, yaitu:
Colon, yang meliputi :
caecum dan appendix vermiformis
colon ascendes
colon tranversum
colon descendens
colon sigmoideum

Rectum, yang meliputi :


pars empularis recti
pars analis recti
anus

Colon
Dindingnya berstruktur sebagai berikut :
Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.
Epitel, berbentuk silindris selpais dengan sel piala. Banyak ditemukan sel argentafin dan kadang-
kadang sel paneth.
Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan adanya pula nodulus
Lymmphaticus yang tersusun berderet-deret sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta
lieberkuhn.
Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan limfoid dan kadang-kadang
terputus-putus
Tunica submucosa.
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang merata. Di dalam jariangan
tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf.
Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak berbeda dengan yang terdapat pada intestinum
tenue. Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix yang merupakan
alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum viscerale.

Valvula Ilecoececalis
Merupakan lipatan tunica mucosa dan tunica mucosa yang terdapat pada muara ileum
dalam caecum. Dalam lipatan ini terdapat serabut otot polos memperkuat struktur tersebut.
Serabut-serabut tersebut berasal dari stratum circulare tunica muscularis. Tapi bebas lipatan
tersebut membatasi suatu celah tempat muara ileum.

Caecum
Struktur histologisnya tidak berbeda dengan colon yang lain.
Colon Ascendens, Colon Tranversum, Colon Descendens dan Colon Sigmoideum.
Tunica mucosa
Tidak membentuk lipatan, plica atau villa sehingga permukaan dalamnya halus. Adanya lekukan
ke dalam oleh incisura di luar menyebabkan di dalam terdapat bangunan sebagai lipatan yang
diikuti seluruh lapisan dinding, yang disebut plica semilunaris.
Epitel, Epitel permukaan berbentuk silindris selapis dengan striated border yang tipis. Diantara
sel-sel epitel ini terdapat sel piala. Kelenjar-kelenjarnya lebih panjang dari yang terdapat di usus
halus, maka tunica mucosa lebih tebal. Kelenjar-kelenjar tersebut tersusun teratur dan sangat rapat.
Hampir seluruhnya sel-sel kelenjar terdiri atas sel piala. Kadang-kadang terdapat sel argentafin.
Sedang sel paneth sangat jarang.
Lamina propria, Susunan jaringan pengikat seperti pada intestinum tenue. Lebih banyak pula
nodulus lymphaticus soliterius yang kadang-kadang meluas ke tunica submucosa.
Lamina muscularis mucosae. Jelas adanya dua lapisan
o Tunica submucosa : Tidak ada keistimewaan
o Tunica muscularis
o Tunica serosa
Seperti juga pada intestinum tenue maka colon yang terdapat intraperitoneal akan dibungkus
seluruhnya oleh tunica serosa dengan mesotil. Pada beberapa tempat terdapat bangunan sebagai
kantung kecil yang berisi lerik yang disebut appendix epiepitionea

Rektum
Dibedakan 2 bagian :
Pars ampullaris recti
Sebagian besar tidak banyak berbeda strukturnya dengan colon. Glandula intestinalis merupakan
yang terpanajang diantara kelenjar usus. Kemudian makin jarang, memendek dan menghilang pars
analis recti. Jaringan limfoid lebih sedikit daripada digeolony. Tunica muscularisnya terdiri dari
dua lapisan tetapi tidak terdapat taenia lagi.Tunica serosa diganti oleh tunica adventitia, hingga
tidak dilapisi oleh mesotil.
Pars analis recti
Tunica mucosa membentuk lipatan longitudinal, sebanyak sekitar 8 buah. Lipatan longitudinale ini
disebut Columna rectalis Norgagni. Ujung lipatan-lipatan tersebut bersatu membatasi lubang anus.
Maka terbentuk sebagai katup valvula analis dan ruang yang disebut sinus analis. Pada apeks
katup anus, epitel silindris rektum digantikan langsung oleh epitel gepeng berlapis tanpa
kornifikasi dari saluran anus. Kelenjar intestinal berakhir di sini, lamina propria rectum digantikan
oleh jaringan ikat padat ireguler dalam lamina propria saluran anus. Submukosa rektum bersatu
dengan lamina propria saluran anus. Lamina propria dan submukosa keduanya amat vaskular pada
daerah ini. Plexus haemoroidalis interna yang terdiri dari vena terletak di dalam mukosa saluran
anus dan pembuluh darah meluas dari sini ke dalam submukosa rektum. Hemoroid interna adalah
hasil dilatasi patologik dari pembuluh-pembuluh ini. Hemoroid eksterna berkembang dari
pembuluh-pembuluh plexus venosum eksterna pada bibir anus. Stratum circulare tunica
musculoaris pada akhirnya akan menebal membentuk m.spincter ani internum. Sedangkan
diluarnya terdapat bekas-bekas otot yang bergerak melingkar membentuk m.spincter ani externus.
Pada akhir pars analis recti terdapat perubahan epitil, dari epitil silindris selapis menjadi epitil
gepeng berlapis tanpa keratinisasi. Daerah perubahan tersebut melingkar, disebut liner anorectale.
Lebih lanjut epitil gepeng terlapis tadi akan mengalami keratinisasi dan batasnya yang membentuk
lingkaran disebut liniaanucutanea. Di daerah ini mulai muncul folikel-folikel rambut dengan
glandula sebacea.glandula suderifera bersifat apokrin seperti di axilla, disebut glndula circum-
anale yang berbentuk tubuler.

Fisiologi
Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan masuk
ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa
membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting :
Lendir
asam klorida (HCl)
prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

Usus Halus
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum
akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap
ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.

Usus Besar
Usus besar terdiri dari :
Colon asendens (kanan)
Colon transversum
Colon desendens (kiri)
Colon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-
zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.

Rektum & Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang
lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih
tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan
dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Suatu
cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup.

2) factor- factor resiko apa saja yang menyebabkan berak encer, darah, dan lender, sakit perut hilang
timbul.
1) lingkungan yang tidak hygiene
a. Karena dengan lingkungan yang kurang sehat mundah untuk terkena diare.
2) mengosumsi makanan tertentu
Bakteri penyebab diare yang paling sering disebabkan oleh makanan adalah salmonella,
campylobacter, atau shigella dari ayam, e. coli enterohemoragik, bacillus cereus dari nasi goreng,
staphylococcus aureus atau salmonella dari mayones atau krim, salmonella dari telur, vibrio sp,
salmonella, atau virus hepatitis A akut dari makanan laut, khususnya jika mentah.
3) obat- obatan
Obat- obat yang dapat menyebabkan diare adalah antibiotic.

3. Penyakit-penyakit yang menyebabkan perdarahan pada saluran cerna :

Upper Gastrointestinal Tractus


- Gastroesophageal varices
- Non variceal
- Tukak peptik
- Stress ulcer
- Mallory-Weiss tear
- Duodenitis / esofagitis
- Tumor / Carcinoma
- Telengectasia herediter
- Hemostatic defect
- Angiodisplasia
- Dieulafoys lesion
Lower Gastrointestinal Tractus :
- Hemorroid
- Kolorectal carsinoma
- Ulcerative colitis
- Colorectal polyp
- Diverticuler disease
- Iskemia colitis
- Crohns disease
- Angiodisplasia

4. Mekanisme dari setiap gejala

Mekanisme diare kronik


Diare sekretorik
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan
elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Terjadinya sekresi intestinal yang berlebihan dan berkurangnya absorpsi menimbulkan diare yang cair dan
banyak. Pada umumnya disebabkan oleh tumor endokrin, malabsorpsi garam empedu, laksatif katartik.
Diare osmotic
Osmolaritas intralumen usus lebih tinggi dibandingkan osmolaritas serum. Akibat terdapatnya zat atau
makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Gaya osmotic berlebihan yang
ditimbulkan oleh zat terlarut dalam lumen dan mereda dengan puasa. Misalnya akibat penggunaan antasida
dan garam magnesium lainnya. Dapat juga terjadi pada intoleransi laktosa, obat laksatif (laktulosa,
magnesium sulfat).
Penyakit eksudatif
Keluarnya tinja purulen berdarah yang menetap selama puasa. Tinja sering keluar, tetapi volumenya
mungkin sedikit atau banyak. Misalnya akibat penyakit usus meradang idiopatik dan infeksi yang merusak
lapisan epitel.
Malabsorpsi
Keluarnya tinja dalam jumlah besar disertai peningkatan osmolaritas akibat nutrient dan kelebihan lemak
(steatorea) yang tidak diserap; hal ini biasanya mereda dengan puasa. Misalnya akibat infeksi yang
mengganggu absorpsi sel mukosa (Giardia Lamblia), obstruksi limfatik, defisiensi enzim pancreas, dan
berkurangnya luas permukaan usus halus.
Gangguan motilitas
Hal ini disebabkan oleh transit usus yang cepat atau justru karena terjadinya stasis yang menimbulkan
perkembangan berlebih bakteri intralumen usus. Hiperperistaltik akan mengakibatkan kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Sangat
bervariasi dalam hal pengeluaran tinja, volume, dan konstitensinya; bentuk lain diare harus disingkirkan.
Misalnya akibat disfungsi saraf (termasuk Irritable Bowel Syndrome) dan hipertiroidisme.

Disertai lendir
Ketika mukosa usus (terutama pada mukosa usus besar) teriritasi, maka dapat menyebabkan sel goblet menjadi
lebih aktif. Sel-sel goblet menghasilkan banyak mucus yang berfungsi untuk proteksi mukosa. Ketika mucus
jumlahnya terlalu berlebihan, maka dapat muncul dalam feses dan bermanifestasi sebagai feses berlendir.

Disertai darah
Feses yang disertai darah diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah pada dinding saluran cerna.
Pembuluh darah pada dinding traktus gastrointestinal mulai terdapat pada lamina propria tunika mukosa namun
jumlah pembuluh darah yang banyak ditemukan pada tunika submukosa. Hal ini berarti bahwa jika terdapat ulkus
yang mengenai tunika submukosa, maka dapat bermanifestasi sebagai feses disertai darah. Darah dapat
bermanisfestasi sebagai melena maupun hematokezia. Darah yang berwarna lebih gelap terjadi akibat oksidasi
hemoglobin oleh bakteri usus. Melena atau darah hitam menunjukkan bahwa perdarahan saluran cerna terjadi
pada bagian usus proximal atau bagian usus distal dengan masa transit yang lama sehingga memberi kesempatan
bakteri untuk mengoksidasi hemoglobin. Sedangkan hematokezia atau darah segar dapat disebabkan oleh
perdarahan saluran cerna bagian distal (misalnya rektum) atau pada proximal usus tetapi dengan masa transit yang
singkat sehingga tidak memberi kesempatan bakteri usus untuk mengoksidasi hemoglobin secara maksimal.

Sakit perut hilang timbul


Reseptor rasa sakit di dalam traktus digestivus terletak pada saraf yang tidak bermielin yang berasal dari sistim
saraf otonom pada mukosa usus. Jaras saraf ini disebut sebagai serabut saraf C yang dapat meneruskan rasa sakit
lebih menyebar dan lebih lama dari rasa sakit yang dihantarkan dari kulit oleh serabut saraf A.
Reseptor nyeri pada perut terbatas di submukosa, lapisan muskularis dan serosa dari organ di abdomen.
Serabut C ini akan bersamaan dengan saraf simpatis menuju ke ganglia pre dan paravertebra dan memasuki akar
dorsa ganglia. Impuls aferen akan melewati medula spinalis pada traktus spinotalamikus lateralis menuju ke
talamus, kemudian ke korteks serebri.
Impuls aferen dari visera biasanya dimulai oleh regangan atau akibat penurunan habat ambang nyeri pada
jaringan yang meradang. Nyeri ini khas bersifat tumpul, pegal, dan berbatas tak jelas serta sulit dilokalisasi. Impuls
nyeri dan visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas, hati, dan sistem empedu) mencapai medula spinalis
pada segmen thorakalis 6,7,8 serta dirasakan didaerah epigastrium.
Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz sampai fleksura hepatika
memasuki segmen Th 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus. Dari kolon distalis, ureter, kandung kemih, dan
traktus genitalia perempuan, impuls nyeri mencapai segmen Th 11 dan 12 serta segmen lumbalis pertama. Nyeri
dirasakan pada daerah supra publik dan kadang-kadang menjalar ke labium atau skrotum. Jika proses penyakit
meluas ke peritorium maka impuls nyeri dihantarkan oleh serabut aferen stomatis ke radiks spinals segmentalis.
Penyebab metabolik seperti pada keracunan timah dan porfirin belum jelas patofisiologi dan patogenesisnya.
Patofisiologi sakit perut berulang yang fungsional (tidak berhubungan dengan kelainan organik) masih sulit
dimengerti. Diperkirakan ada hubungan antara sakit perut berulang fungsional dengan penurunan ambang rangsang
nyeri. Berbagai faktor psikologik dan fisiologik dapat berperan sebagai mediator sebagai mediator atau moderator
dari sakit perut berulang fungsional.
Mekanisme timbulnya sakit perut yang organik, ialah:
1. Gangguan vaskuler. Emboli atau trombosis, ruptur, okulasi akibat torsi atau penekanan. Kejadian ini
misalnya, terjadi pada putaran kista ovarium dan jepitan usus pada inavaginasi.
2. Peradangan. Peradangan organ di dalam organ peritonium menimbulkan rasa sakit bila proses
peradangan telah mengenal peritoneum parietalis. Mekanismenya sama seperti peradangan pada
umumnya yang disalurkan melalui persyarafan somatik.
3. Gangguan pasase. Gangguan pasase atau obtruksi organ yang berbentuk pembuluh, baik yang
terdapat di dalam rongga peritoneal atau pun retroperitoneal. Bila pasase dalam saluran-saluran
tersebut terganggu akan timbul rasa sakit akibat tekanan intra lumen yang meninggi di bagian
proksimal sumbatan. Sakit dirasakan hilang timbul atau terus menerus dengan punyak nyeri yang
hebat (kolik).
4. Penarikan, peregangan dan pembentangan peritoneum viseralis. Dalam prakteknya, keempat
mekanisme timbulnya sakit perut jarang ditemukan sendiri-sendiri, tapi umumnya merupakan proses
campuran.

Anemia
Anemia yaitu berkurangnya kadar hemoglobin (hb)/jumlah eritrosit dalam darah tepi di bawah nilai
normal sesuai umur dan jenis kelamin. Sehubungan dengan traktus gastrointestinal, anemia dapat disebabkan
oleh:
Asupan nutrisi yang kurang
Misalnya kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung besi dan vitamin B12.
Kekurangan factor intrinsic
Sel-sel parietal lambung menghasilkan HCl dan factor intrinsic. Faktor intrinsic akan berikatan dengan
vitamin B12 sehingga dapat diserap di ilem. Kekurangan factor intrinsic menyebabkan gangguan
absorpsi vitamin B12.
Gangguan absorpsi
Absorpsi besi dan berbagai vitamin terjadi pada usus halus bagian atas, sementara absorpsi vitamin
B12 terjadi pada ileum terminalis. Jika usus halus mengalami gangguan, misalnya peradangan, maka
dapat menyebabkan gangguan absorpsi zat-zat yang dibuthkan dalam pembentukan hemoglobin
sehingga dapat menyebabkan anemia.
Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna yang massif ataupun yang sedikit namun perlangsungannya kronis dapat
menyebabkan anemia.
Selain itu, anemia prevalensinya lebih tinggi pada wanita.
Berat Badan Menurun
Penurunan berat badan terjadi jika pengeluaran energy melebihi kalori intake. Berat badan menurun
dapat disebabkan oleh banyak hal. Sehubungan dengan scenario, penyebabnya dapat berupa:
Kurang nafsu makan
Gangguan absorbsi
Kehilangan cairan berlebih
Perlu diingat bahwa penurunan berat badan tanpa diiringi gejala lain, dan utamanya bila ringan (< 3 kg dalam 6
bulan), biasanya tidak mengindikasikan adanya penyakit tertentu.

5. Obat anti diare tidak memberikan hasil


Antibiotik
Misalnya
- Tetraciklin: menghambat sintesa protein,bakteriostatik, spektrum antimikroba luas
- Cloramphenicol: memngambat sintesa protein dengan jalan menghambat enzyme peptidil transferase,
bakteriosastik
Anti motilitas
Salah satu penyebab diare yaitu motilitas yang meningkat. Motilitas yang meningkat menyebabkan absorpsi air
maupun zat-zat terlarut tidak berlangsung dengan maksimal sehingga jumlah air dan zat-zat tersebut meningkat.
Dengan pemberian antimotilitas, diharapkan member waktu yang maksimal untuk proses absorpsi.
Oralit
Oralit terdiri dari larutan garam dan gula. Jika fungsi absorpsi usus halus bagus, maka kedua zat ini akan
meningkatkan osmolalitas dalam sel sehingga dapat menarik air dari lumen ke dalam vili-vili usus.
Pasien tidak sembuh dengan pemberian obat diare. Berarti obat yang diberikan tidak sesuai dengan patomekanisme
diare pada pasien tersebut. Pada anamnesis tambahan, perlu ditanyakan jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien.

6. Langkah-langkah Diagnosis
a. Anamnesis

Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data penting untuk menegakkan
diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk dicatat. Nyeri abdomen atau diare
merupakan petunjuk kepada kolitis atau neoplasma. Keganasan kadang ditandai dengan penurunan berat
badan, anoreksia, limfadenopati atau massa yang teraba.
Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis etiologi. Dalam melakukan anamnesis perlu
ditanyakan hal-hal sebagai berikut:
- Waktu dan frekuensi diare
Misalnya lama diare kurang dari 3 bulan, sepanjang hari/mendadak mengarah ke penyakit organik; diare
yang tidak bisa ditahan mengarah ke penyakit inflamatorik; sedangkan diare pagi hari mengarah ke
penyakit IBS; dan diare dengan riwayat bepergian pada turis mengingatkan pada travellers diarrhea
atau tropical spru.
- Bentuk tinja
Misalnya lama steatorrhea menunjukkan kelainan pankreas/ileosekal; diare seperti air kemungkinan
merupakan kelainan dari usus halus; diare bercampur makanan menunjukkan waktu transit usus yang
cepat; tinja berbau asam menunjukkan gangguan penyerapan KH; pada perdarahan yang disertai diare
menunjukkan kolitis infektif/kolitis ulserosa; sedangkan diare yang diikuti darah yang menetes
menunjukkan hemorrhoid; dan perdarahan yang menyertai tinja normal menunjukkan hemorrhoid/fisura
ani, polip, keganasan.
- Nyeri abdomen
Misalnya nyeri dengan lokasi menetap menunjukkan kelainan organik; sedangkan nyeri abdomen
dengan lokasi yang berubah-ubah menunjukkan diare fungsional (psikogenik); nyeri disetar pusat
menunjukkan kelainan usus halus; sedangkan nyeri di suprapubik, kanan atau kiri bawah menunjukkan
kelainan usus besar; nyeri yang terus menerus menunjukkan ulserasi berat/abses/keganasan
menginfiltrasi saraf; sedangkan kram dan tinja kemerahan sering pada giardiasis.
- Demam
Sering menyertai infeksi atau keganasan.
- Mual muntah
Sering pada infeksi.
- Penurunan berat badan
Dengan riwayat dehidrasi/hipokalemia menunjukkan penyakit organik.
- Penggunaan obat
Seperti laksans, antibiotika (neomisisn), anti kanker, anti depresan, anti konvulsan, anti hipertensi,
penurunan kolesterol, antasida, kolkisin, diuretika, teofilin dan prostigmin dapat menimbulkan diare.
- Makanan dan minuman
Misalnya makanan dengan osmotik berlebihan, pemanis dari sorbitol/sirup jagung yang mengandung
fruktosa berlebih yang disertai kembung, flatus, kram menunjukkan gangguan absorpsi KH; diare
setelah minum susu menunjukkan intoleransi laktosa atau sindroma usus iritatif; selain itu alkohol juga
merupakan penyebab diare; perlu juga dipikirkan adanya alergi makanan pada penderita dengan riwayat
atopi.
- Lain-lain
Diare terutama pagi hari disertai keluhan nyeri perut, nyeri di daerah anus setelah defekasi, mual,
sendawa menunjukkan IBS; diare post reseksi ileum terminal/kolon kanan yang panjang dapat
menimbulkan penurunan waktu transit, malabsorpsi lemak dan KH, gangguan absorpsi bile
acid/berkurangnya pool bile acid, atau bakteri over growth; diare post reseksi yang lebih pendek pada
ileum terminal menunjukkan gangguan absorpsi bile acid yang sering terjadi setelah makan dan
membaik setelah puasa/tetapi cholestyramin; diare setelah cholesistektomi menunjukkan peningkatan
waktu transit, peningkatan siklus bile acid enterohepatik, dan malabsorpsi bile acid, diare setelah
radioterapi menunjukkan kolitis radiasi atau malabsorpsi, anemia kronik yang menyertai diare kronis
menunjukkan penyakit seliak/penyakit inflamasi usus non spesifik, diare berupa cair dan sangat hebat
tanpa infeksi dapat menunjukkan tumor endokrin; selain itu perlu dipikirkan adanya penyakit sistemik
seperti hipertiroid dan diabetes mellitus.
- Riwayat tukak peptik
- Riwayat penggunaan NSAID/OAINS
- Riwayat penyakit hati kronis
- Riwayat kelainan saluran cerna bagian bawah
b. Pemeriksaan Fisik
- Mencari kelainan sesuai dengan anamnesis atau kausa lain
- Colok dubur/RT
-
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan awal, harus diperhatikan benar apakah tinja berbentuk cair, lembek, berlemak/bercampur
darah. Diare dengan volume banyak dan berbau busuk menunjukkan infeksi dan perlu dilanjutkan
dengan pewarnaan gram dan kultur tinja. Diare cair/air atau berdarah disertai adanya telur
cacing/cacing. Perlu juga dipikirkan adanya infeksi HIV karena infeksi jarang menyerang pada
imunokompeten, dan perlu diperiksa organisme yang jarang seperti cryptosporidium. Adanya eritrosit
dalam tinja menunjukkan adanya luka, kolitis ulserosa, polip atau keganasan/infeksi. Pemeriksaan darah
tersamar, dapat menunjukkan keganasan. Adanya amilum yang banyak menunjukkan maldigesti KH,
yang perlu dilanjutkan pemeriksaan pH. Pada pH <6 dengan reduksi (=) menunjukkan intoleransi
glukosa. Adanya gelembung lemak menunjukkan malabsorpsi lemak, perlu dilanjutkan dengan
pemeriksaan tinja 72 jam dengan konsumsi 75-100 gram lemak/24 jam. Kelainan lemak dan test
phenolftalein tinja yang positif selain malabsorpsi juga menunjukkan IBD atau factitious. Tidak ada
satupun pemeriksaan yang dapat mengidentifikasi kasus IBS, sehingga diagnosis IBS ditunjang setelah
hasil semua pemeriksaan negatif.
Pemeriksaan tinja lanjutan meliputi pemeriksaan ELISA untuk antigen giardia, assay alakainisasi untuk
phenolphhtalein, pengukuran Na, K, sulfat, phostat, dan pengukuran osmotic gap.
- Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dilakukan setelah pemeriksaan tinja saja belum mengarah pada diagnosis.
Pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis, LED dilakukan untuk melihat adanya inflamasi atau infeksi di
usus. LED yang tinggi, kadar Hb dan albumin yang rendah menunjukkan kelainan organik. Jika
didapatkan anemia, perlu dilanjutkan pemeriksaan defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12 karena
gangguan absorbsi. Kadar asam folat yang rendah menunjukkan penyakit seliak. Kadar B12 yang
rendah menunjukkan overgrowth bacteria dalam usus. Hipoalbuminemia menunjukkan tanda
kehilangan protein karena radang di jejunum, ileum, colon atau sindroma malabsorpsi. Eosinofil
meningkat didapatkan pada alergi makanan atau parasit usus. Pemeriksaan serologi amuba atau IgG
terhadap campylobacter jejuni juga perlu dilakukan. Selanjutnya bila ada kecurigaan, perlu dilakukan
skrining infeksi HIV, fungsi tiroid, diabetes, fungsi hati, fungsi ginjal dan pemeriksaan elektrolit.
- Pemeriksaan urin rutin
Pemeriksaan thin-layer chromatography untuk pengguna laksan.
- BUN Creatinine
- Tes faktor pembekuan (PT/aPTT)
- Endoskopi UGIT/LGIT
o Kolonoskopi dan ileoskopi, yang merupakan pemeriksaan gold standard dalam menyingkirkan
penyakit inflamasi seperti kolitis mikroskopis collagenois dan crohns disease. Adanya darah dapat
menyingkirkan diare fungsional, selain itu dapat ditemukan pula adanya mukus berlebihan dan
spasme sigmoid pada IBS, dan mukosa kolon kehitaman pada pemakai laksan. Dengan biopsi
mukosa usus dapar ditemukan adanya keganasan pada kolitis yang lama.
o Endoskopi (gastroduodeno-jejunoskopi), dengan biopsi pada mukosa lambung, duodenum, jejunum
proksimal sering diindikasikan pada steatorea dan biopsi jejunum penting untuk diagnosis giardia,
selanjutnya biopsi bagian usus yang lebih bawah dilakukan laparotomi.
o Enteroskopi untuk menilai usus kecil setelah pemeriksaan barium follow trough/enteroclysis normal
karena 31,5% dapat mendiagnosis kasus malabsorpsi dan menyingkirkan penyakit inflamasi pada
penderita dengan barium follow trough.enteroclysis yang normal.
o Laparotomi perlu dipikirkan jika masih ada kecurigaan penyempitan atau massa dan dengan
enteroclysis hasilnya normal.
Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah berhenti maka pemeriksaan
kolonoskopi merupakan prosedur diagnostik yang terpilih sebab akurasinya tinggi dalam
menentukan sumber perdarahan sekaligus dapat menghentikan tidndakan terapeutik. Kolonoskopi
dapat menunjukkan adanya divertikel namun demikian sering tidak dapat mengidentifikasi sumber
perdarahan yang sebenarnya. Pada perdarahan yang hebat pemeriksaan kolonoskopi yang
dilaksanakan setelah pembersihan kolon singkat merupakan alat diagnostik yang baik dengan
akurasi yang menyamai bahkan melebihi angiografi. Sebaliknya enema barium tidak mampu
mendeteksi sampai 20% lesi yang ditemukan secara endoskopi khususnya jejas angioplasia.
- Scintigraphy dan angiografi
Kasus dengan perdarahan yang berat tidak memungkinkan pemeriksaan dengan kolonoskopi maka
dapat dilakukan pemeriksaan angiografi dengan perdarahan lebih dari ml per menit. Sebelum
pemeriksaan angiografi dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu dengan scintigraphy bilamana
lokasi perdarahan tidak dapat ditemukan.
- Radiografi
Pemeriksaan radiologi awal meliputi;
o BOF untuk pemeriksaan kalsifikasi pankreas dan dilatasi kolon.
o Colon in loop untuk melihat kelainan colon dan ileum terminal tetapi pada polip kecil, keganasan
dini dan kolitis tanpa ulkus tidak dapat terdiagnosis.
o Barium UGIT juga dapat menilai usus kecil.Enema barium dapat bermanfaat untuk mendiagnosis
sekaligus mengobati intususepsi. Pemeriksaan usus halus dengan barium yang teliti juga dapat
menunjukkan divertikulum Meckel. Deteksi sumber perdarahan yang tidak lazim di usus halus
membutuhkan enteroclysis yaitu pemeriksaan usus halus dengan barium dengan melibatkan difusi
barium, air, methyl selulosa melalui tabung fluoroskopi yang melewati ligamentum Treitz untuk
menciptakan gambaran kontras ganda.
o USG abdomen, untuk melihat kelainan pankreas, hati, limfoma maligna dan TBS usus, keganasan
kolon yang besar.
o CT-Scan dapat dilakukan apabila pemeriksaan USG belum jelas.
- Pemeriksaan malabsorbsi
o Pemeriksaan malabssorbsi KH dilakukan dengan menggunakan test D-xylose, untuk integritas dan
fungsi absorpsi usus halus. D-xylose merupakan pentosa yang diabsorpsi di dalam usus halus
proksimal tanpa dicernakan, masuk ke dalam hati kemudian dikeluarkan seluruhnya melalui ginjal.
o Test nafas hidrogen, dengan meminum laktose 25-30 gram dalam 200-500 cc air setelah puasa
malam, kemudian diukur ekspirasi akhir nafas dengan interval 15-30 menit setelah 3 jam, hasil
dikatakan positif bila didapatkan peningkatan hidrogen nafas. Hasil negatif tidak menyingkirkan
diagnosis sehingga jika diagnosis masih diduga perlu diperlukan trial diet bebas laktose.
Tes intoleransi laktose, dengan mengukur glukosa serum setelah bebas laktose oral.
o Pemeriksaan fungsi pankreas
Test sekretin-kolesistokinin untuk menilai fungsi pankreas pada steatorea, dengan cara
memasukkan pipa oral kecil untuk mengumpulkan enzim pankreas dan bikarbonat yang disekresi
pankreas dengan perangsangan sekretin/kolesistokinin (IV), atau keduanya.
Test bentitomide/NBT>PABA (N-benzoyl-L-tyrozyl-p-aminobenzoid acid) untuk menilai
eksokrin pankreas. Bentiromide akan diurai oleh enzim chymotripsin pankreas, diabsorpsi usus
secara cepat, dikonjugasi di hati dan diekskresikan melalui urine. Penderitan diberikan
bentiromide 500 mg oral, kemudian dilakukan penampungan urine selama 6 jam. Hasil dikatakan
positif bila konsentrasi bentiromine urine kurang daru 50%, dan jika nilainya intermediate
diperlukan konfirmasi dengan test elastase feses.
Test elastase feses, dilakukan untuk menilai fungsi eksokrin pankreas. Elastase merupaka enzim
spesifik pankreas yang tidak didegradasi selama transport usus dan konsentrasi dalam tinja
mencapai 5-6x dibandingkan dalam juice duodenal, yang digunakan untuk membedakan diare
karena pankreas atau bukan.
Test Schilling, dilakukan untuk menentukan penyebab defisiensi vitamin B12 dengan
menggunakan vitamin B12 berlabel secara oral. Dikatakan malabsorbsi bila ekskresi dalam urine
24 jam <8% dosis yang dikonsumsi. Test diulang dengan menambah faktor intrinsik, jika
defisiensi faktor intrinsik akan terjadi perbaikan absorpsi. Beberapa kasus membaik dengan
penambahan enzim pankreas. Pada pasien dengan bakteri overgrowth, absorpsi akan membaik
setelah pemberian antibiotika.
o Pemeriksaan struktur pankreas
ERCP, merupakan gold standard untuk mendiagnosis pankreatitis kronis kecuali jika BOF sudah
menunjukkan kalsifikasi maka ERCP tidak diperlukan, selanjutnya biopsi papila vateri
diperlukan jika dicurigai terdapat keganasan.
MRCP, juga efektif untuk mendeteksi penyakit pankreatitis kronis ataupun keganasan pankreas.
- Lain-lain
o Penyakit Celiak (sprue nontropikal, enteropati gluten), malabsorpsi semua zat makanan karena
kerusakan mukosa usus difus yang disebabkan gluten. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi usus
kecil dan perbaikan klinis setelah diet setelah diet bebas gluten (gandum). Penyakit Whipple,
merupakan penyakit sistemik yang berkaitan dengan infeksi aktinobakterium yang menyerang usus
kecil dan menimbulkan malabsorpsi. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi untuk mengidentifikasi
makrofag besar dengan PAS positif dalam lamina propria.
o Arteriografi mesenterika superior dan inferior, untuk menentukan sumbatan arteri mesenterika yang
menimbulkan kolitis iskemia.
o Sidik indium leukosit, mengevaluasi daerah inflamasi usus yang akan menerima iodium.
o Te HMPAO (Technetium Hexamethyl Propyleneamine Oxime), merupakan imaging dengan tekhnik
labelling sederhana, yang mempunyai keuntungan yaitu mengurangi batasan radiasi dibanding
indium. Tekhnik ini sering digunakan untuk mendiagnosis irritable bowel disease pada anak jika
dengan pemeriksaan ileoskopi hasilnya normal.
o Scan Se HCAT (Se Homotaurocholate), menilai integritas fungsi ileum terminal. Untuk absorpsi
asam lemak dan kolesterol oleh ileum terminal secara aktif diperlukan bile acid. Penderita diperiksa
dengancara menelan asam taurocholis (sintesis asam empedu terkonjugasi), kemudian setelah 7 hari
diukur konsentrasi metabolisme asam empedu serum dengan radiolabel Se Homotaurocholate.
Dikatakan BAM (Bile Acid Malabsorpsi) bila didapatkan konsentrasi <15% BAM sering terjadi
pada post reseksi ileum terminal, kolesistektomi, infeksi, inflamasi, IBS atau idiopatik yang
berespon terhadap chelating bile acid agent (trial cholestyramin).
o Scintigraphy radionucleotida, menggunakan solid (telur/roti)/cairan yang dilaberl dengan technetium
atau Indium diethylene triamine pentacetic acid, kemudian dicatat waktu yang diperlukan radioaktif
untuk mencapai caecum.
o Test nafas H2 laktose, test ini positif pada post operasi (vagotomi, gastrektomi), kondisi endokrin
(carsinoid, hipertiroid, DM) atau IBS.
o Tumor marker (CEA dan Ca 19-9) untuk keganasan pankreas dan kolon.
o Hormon serum seperti gastrin dan VIP (vasoactive intestinal peptide). Pemeriksaan gastrin
dilakukan bila ditemukan ulcus duodenum disertai diare, yang mengarah pada gastrioma (Zollinger
Ellison). Nilai normal gastrin serum adalah 150 pg/ml, sedangkan pada gastrioma dapat mencapai
1000 pg/ml; jika diare >1L/hari terutama jika hipokalemia, dilanjutkan dengan pengukuran VIP,
substansi P, kalsitonin dan histamin. Hormon VIP dihasulkan oleh tumor pankreas seperti
(VIP)omas, glukagonomas. Harga normal VIP serum adalah <50 pg/ml, pada tumor dapat mencapai
675-965 pg/ml.
o Pemeriksaan kadar 5-HIAA urine 24 jam (5-hydroxyindoleacetic acid) dilakukan untuk menyokong
diagnosis tumor carsinoid.
7. Jelaskan DD

GEJALA CA KOLITIS CROHNS DISENTRI


COLOREKTAL ULSERATI DISEASE BILIARIS
F
Wanita, 45 tahun + + + +

Di rasakan > 1 + + + +
bulan
Berak encer + + + +/-

Berak berdarah dan + + + +


lendir
Nyeri hilang timbul + + + +

Efek obat diare + +/- +/- +


tidak memberikan
hasil
Anemia + + + +

BB menurun + + + +

Ca Colorectal
Karsinoma kolerektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab kemtian kedua terbanyak di
Amerika setelah kanker paru. Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi belum ada
data yang pasti. Angka motalitas yang tinggi pada kanker kolorektal salah satunya disebabkan karena sebagian besar
pasien dating berobat sudah dalam stadium lanjut atau sudah terjadi komplikasi sehingga hasil akhir dari
penatalaksanaan yang dilakukan oleh dokter jauh dari harapan.
Etiologi
Penyebab pasti hingga kini belum diketahui karena ada banyak factor yang berperan dalam menimbulkan kanker
kolorektal ini. Tetapi factor-faktor yang kini di percaya mengawali munculnya karsinoma kolon diantaranya adalah
efek mutagen, intake daging yang berlebihan dan asam empedu yang tinggi dalam kolon.
Factor Resiko
Umur diatas 40 tahun
IBD (Inflamasy Bowel Disease) seperti : colitis ulserafif dan penyakit Crohn
Riwayat keluarga
Hereditary piliposis syndrome
Hereditary nonpolyposis colorectal cancer
Familial adenomatous polyposis
Ras atau latar belakang etnis : orang kulit hitam
Pola makan da gaua hidup, makanan rendah serat dan lamanya waktu transit sisa hasil pencernaan
dalam kolon dan rectal meningkat resiko kanker kolorektal.
Rokok dan alcohol
Riwyat polip
Perubahan pada mikroflora kolon

Gejala klinis
Pada stadium awal, kenker kolorektal jarang menimbulkan gelaja klinik. Gejala klinik kolorektal yang paling sering
adalah perunahan pada defekasi, pendarahan per anus (hematokezia), neyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat
badan. Kanker umunya berkembang lambat, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari gejala. Gejala
dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai letak kanker.

Diagnosis
Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur, pemeriksaan
laboratorium, kolonoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3
tahun untuk usia diatas 45 tahun. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
Anamnesis yang teliti harus dilakukan dengan perhatikan khusus pada perubahan pola defekasi, baik diare maupun
konstipasi, nyeri perut, pendarahan dari anus, penurunan berat badan dan factor predisposisi. Keluhan utama dan
pemeriksaan klinis didapat adanya pendarahan peranum disertai penigkatan frekuensi defekasi dan atau diare selama
minimal 6 minggu, pendarahan penurunan tanpa gejala awal.
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya anemia, tonjolan di abdomen, tanda-tanda obstruksi mekanik pada
anus, nyeri tekan,pembesaran kelenjar limfe, pembesaran hepar serta keadaan gizi pasien. Lakukan pemeriksaan
laboratorium da radiologi.
Penatalaksanaan
Kemoprevensi
Endoskopi dan operasi
Terapi adjuvant
Prognosis
Prognosis pasien kenker kolorektal sangan di tentukan oleh stadium tumor pada saat didiagnosis, ada tidaknya
metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan tumor tersebut terhadap radiasi dan kemoterapi

Penyakit Crohn

Definisi
Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan menahun pada dinding
usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus
halus (ileum) dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut
sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. Pada beberapa dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan
di negara Barat dan negara berkembang. Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa Yahudi, dan
cenderung terjadi pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis ulserativa. Kebanyakan kasus muncul sebelum
umur 30 tahun, paling sering dimulai antara usia 14-24 tahun.
Penyakit ini mempengaruhi daerah tertentu dari usus, kadang terdapat daerah normal diantara daerah yang terkena.
Pada sekitar 35 % dari penderita penyakit Crohn, hanya ileum yang terkena. Pada sekitar 20%, hanya usus besar
yang terkena. Dan pada sekitar 45 %, ileum maupun usus besar terkena.

Etiologi
Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya,
yaitu:
1. Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh
2. Infeksi
3. Makanan.

Gejala
Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang
dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah,
lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah penyumbatan usus, saluran
penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah (abses).
Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa menghubungkan usus dengan kandung
kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi
usus halus) merupakan komplikasi yang jarang terjadi.
Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum. Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus
besar meningkat. Sekitar sepertiga penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan
lecet (fissura) pada lapisan selaput lendir anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan tertentu pada bagian
tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan penumpukan amiloid (amiloidosis).
Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita juga bisa mengalami :
peradangan sendi (artritis)
peradangan bagian putih mata (episkleritis)
luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)
nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan
luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan, penderita masih bisa
mengalami :
peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa)
peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)
peradangan di dalam mata (uveitis) dan
peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).

Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering bukan merupakan gejala utama
dan bisa tidak muncul sama sekali. Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau
pertumbuhan yang lambat. Pola umum dari penyakit Crohn.
Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola yang umum terjadi, yaitu :
Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan
Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan
Nyeri hebat di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah
Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang gizi dan
kelemahan menahun.
Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses), yang sering
menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan penurunan berat badan.

Penegakan diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kram perut yang terasa nyeri dan diare berulang, terutama pada penderita
yang juga memiliki peradangan pada sendi, mata dan kulit.
Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun pemeriksaan darah bisa menunjukan
adanya:
Anemia
peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih
kadar albumin yang rendah
tanda-tanda peradangan lainnya.
Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada usus besar. Jika masih belum
pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis.
CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya abses, namun tidak digunakan
secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.

Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan gejalanya. Kram dan diare bisa
diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide, opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein.
Obat-obat ini diberikan per-oral (melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan.
Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat psillium, yang akan melunakkan tinja.
Sering diberikan antibiotik berspektrum luas. Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit
Crohn, terutama jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus. Penggunaan
metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai.
Efek samping ini biasanya menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali
setelah obat ini dihentikan. Sulfasalazine dan obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus
besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara tiba-tiba dan berat.
Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi diare, menyembuhkan sakit perut
dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang
memiliki efek samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan berat dan
gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera mungkin.
Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim kekebalan tubuh, efektif untuk
penyakit Crohn yang tidak memberikan respon terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk
mempertahankan waktu remisi (bebas gejala) yang panjang.
Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan sering
menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan
efek samping yang serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya
alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah putih.
Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan tepat, bisa memperbaiki
penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-
anak. Diet ini bisa dicoba sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan. Kadang-kadang zat makanan
diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn.
Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin dibutuhkan pembedahan. Pembedahan
untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala namun tidak menyembuhkan penyakitnya.
Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada hampir 50% kasus, diperlukan
pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi
dengan obat.

Komplikasi
Menurut U.S. National Digestive Diseases Information Clearinghouse, ada beberapa potensi komplikasi dari
penyakit Crohn, meliputi:
Sebuah sumbatan pada usus.
Luka lambung dan fistula, yang sering menjadi infeksi.
Ada sedikit luka dalam membran anus.
Kekurangan giziArthritis.
Masalah kulit.
Batu empedu atau batu ginjal.
Peradangan mata atau mulut.

Prognosis
Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus. Tetapi penyakit Crohn biasanya
muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur sepanjang hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau
berat, bisa sebentar atau lama.
Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu episode baru atau yang menentukan keganasannya tidak
diketahui. Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun bisa menyebar pada daerah lain
setelah daerah yang pernah terkena diangkat melalui pembedahan. Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal.
Tetapi beberapa penderita meninggal karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang
menahun.

Ulcerative Colitis

Definisi
Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau kolon mengalami inflamasi dan ulserasi
menghasilkan keadaan diare berdarah, nyeri perut, dan demam.
Kolitis ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi yang intermiten dari gejala. Serangan pertama dari
penyakit ini masih mempunyai diagnosis banding yang luas sehingga untuk menegakkan diagnosisnya dilakukan
dengan penapisan berbagai penyebab lain (terutama penyebab infeksi) dan dengan pemeriksaan sigmoidoskopi atau
kolonoskopi dengan biopsi. Serangan pertama kolitis ulseratif mempunyai gejala prodromal yang lebih lama
daripada penyakit infeksi akut. Bukti pendukung diagnosis kolitis ulseratif adalah ketidak terlibatan usus kecil.
Etiologi
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukkan
beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik.
1. Faktor familial/genetik

Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang kulit hitam dan orang Cina, dan
insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi. Hal ini
menunjukkan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.
2. Faktor infeksi

Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab
infeksi. Di samping banyak usaha untuk menemukan agen bakteri, jamur, atau virus, belum ada yang sedemikian
jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen yang dapat ditularkan yang
menghasilkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi.
3. Faktor imunologik

Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep bahwa manifestasi ekstraintestinal yang
dapat menyertai kelainan ini (misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat
terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan efek mereka melalui mekanisme
imunosupresif.
Pada 60-70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic
cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia
dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasiendengan p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLA-DR4
positif.
4. Faktor psikologik

Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan. Tidak lazim bahwa penyakit ini pada
mula terjadinya, atau berkembang, sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan seorang
anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus memiliki kepribadian yang khas yang
membuat mereka menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi
gejalanya.
5. Faktor lingkungan

Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa
insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada
dekade ke-3.
Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok
dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada
perokok sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok.
Epidemiologi
PC dan UC, keduanya memiliki insidensi tertinggi di Eropa,United Kingdomdan Amerika Utara. Di Amerika
Utara, insidensi memiliki rentang dari 2,2 sampai 14,3 kasus per 100.000 orang-tahun untuk KU dan dari 3,1
sampai 14,6 kasus per 100.000 orang-tahun untuk PC.
Insidensi dari IBD, terutama Kolitis Ulseratif, meningkat di Jepang, Korea Selatan, Singapore, dan India
utara, area-area yang awalnya diperkirakan memiliki insidensi yang rendah. Mortalitas tertinggi ditemukan pada
satu tahun pertama dari penyakit dan dalam jangka panjang dikarenakan risiko dari kanker kolon. Pada studi
populasi di Swedia, rasio mortalitas untuk Chorn Disease dan KU masing-masing adalah 1,51 dan 1,37.
Puncak usia untuk KU dan PC adalah antara 15 dan 30 tahun. Puncak kedua muncul diantara usia 60 dan
80 tahun. Rasio pria dan wanita untuk KU adalah 1:1 dan untuk PC adalh1,1-1,8:1.Efek merokok berbeda pada
KU dan PC. Risiko dari KU pada perokok adalah 40% dibandingkan non-perokok. Sebagai tambahan,
mantan perokok memiliki risiko 1,7 kali lipat lebih tinggi untuk terkena KU dibandingkan mereka yang
belum pernah merokok. Sebaliknya merokok dihubungkan dengan peningkatan dua kali lipat terkena PC.

Patogenesis
Kolitis ulseratif merupakan penyakit primer yang didapatkan pada kolon, yang merupakan perluasan dari rektum.
Kelainan pada rektum yang menyebar kebagian kolon yang lain dengan gambaran mukosa yang normal tidak
dijumpai. Kelainan ini akan behenti pada daerah ileosekal, namun pada keadaan yang berat kelainan dapat tejadi
pada ileum terminalis dan appendiks.
Pada daerah ileosekal akan terjadi kerusakan sfingter dan terjadi inkompetensi. Panjang kolon akan menjadi 2/3
normal, pemendekan ini disebakan terjadinya kelainan muskkuler terutama pada koln distaldan rektum. Terjadinya
striktur tidak selalu didaptkan pada penyakit ini, melaikan dapat terjadi hipertrofi lokal lapisan muskularis yang akan
berakibat stenosis yang reversibel.Lesi patologik awal hanya terbatas pada lapisan mukosa, berupa pembentukan
abses pada kriptus, yang jelas berbeda dengan lesi pada penyakit crohn yang menyerang seluruh tebal dinding usus.
Pada permulaan penyakit, timbul edema dan kongesti mukosa. Edema dapat menyebabkan kerapuhan hebat
sehingga terjadi perdarahan pada trauma yang hanya ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah menembus dinding kriptus dan menyear dalam
lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terlepas menyisakan daerah yang
tidak bermukosa (tukak). Tukak mula- mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium yang lebih lanjut, permukaan
mukosa yang hilang menjadi lebih luas sekali sehingga menyebabkan banyak kehilangan jaringan, protein dan
darah.

Gambaran Klinik
Kolitis Ulseratif
Gejala utama dari KU adalah diare, perdarahan rektal, tenesmus, lendir, dan nyeri perut. Keparahan
gejala berhubungan dengan luasnya penyakit. Meskipun KU dapat muncul secara akut, gejalanya umumnya
telah ada selama beberapa minggu hingga bulan. Pada beberapa keadaan, diare dan perdarahan cukup jarang
dan ringan sehingga pasien tidak mencari pertolongan medis.
Pasien dengan proktitis umumnya mengeluhkan perdarahan atau lendir berdarah, baik tercampur feses
ataupun tersirat pada feses normal ataupun yang keras. Mereka juga memiliki tenesmus, atau urgensi dengan
perasaan evakuasi yang tidak tuntas, namun jarang mengeluhkan nyeri abdominal.
Ketika penyakitnya meluas melewati rektum, darah umumnya tercampur dengan feses atau diare berdarah
dapat ditemukan. Motilitas kolon berubah oleh karena inflamasi dengan transit cepat melalui intestinal yang
inflamasi. Ketika penyakit menjadi berat, pasien akan bebas dari feses yang mengandung darah dan pus. Diare
umumnya nokturnal dan/atau setelah makan. Meskipun nyeri hebat bukan merupakan gejala yang paling
menonjol, beberapa pasien denganpenyakit aktif dapat mengalami rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah
ataukram perut bagian tengah. Kram berat dan nyeri perut dapat muncul serangan berat dari penyakit. Gejala
lain pada penyakit menengah hingga berat termasuk anoreksia, mual, muntah, demam, dan penurunan berat badan.
Pemeriksaan fisik dari proktitis termasuk saluran anal yang lembut dan darah pada pemeriksaan rektum.
Pasien-pasien dengan kolitis toksik memiliki nyeri yang hebat dan perdarahan, dan pasien dengan megakolon
memiliki timpany hepatik. keduanya memiliki tanda-tanda peritonitis bila terjadi perforasi.

Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologi
a. Foto polos abdomen
b. Barium enema
c. Ultrasonografi (USG)
d. CT-scan dan MRI
Pemeriksaan endoskopi

Pengobatan
Rencana terapeutik lebih ditekankan kepada penghambatan kasakde proses inflamasi (kalau tidak dapat
dihilangkan sama sekali) karena etiologi dan patogenesis IBD belum jelas. Mengacu kepada konsep pengobatan
umum serta prinsip terapi medikamentosa pada IBD, yakni: (1) Mengobati keradangan aktif IBD dengan
cepat sampai tercapai remisi; (2) Mencegah keradangan berulang dengan mempertahankan remisi selama
mungkin; dan (3) Mengobati serta mencegah komplikasi.
5-Aminosalicylic acid (5-ASA)
Terapi utama untuk KU dan P Cringan ke sedang adalah sulfasazine dan agen 5-ASA lainnya. Agen ini efektif
dalam menginduksi remisi pada kedua KU dan PC dan mempertahankan remisi pada KU; namun masih belum jelas
apakah dapat mempertahankan remisi pada PC.Meskipun sulfasalazine lebih efektif pada dosis yang lebih tinggi,
pada 6 atau 8 g/hari sampai 30% pasien mengalami reaksi alergi atau efek samping seperti nyeri kepala, anoreksia,
mual dan muntah.Preparat baru dari aminosalisilat bebas-sulfa meningkatkan jumlah kandungan aktif
sulfasalazine secara farmakologis (5-ASA, mesalamine) ke area aktif dari penyakit usus selagi menghambat
toksisitas sistemik. Peroxisome proliferator activated receptor (PPAR-) dapat memediasi kerja terapi 5-ASA
dengan regulasi NF-B.
Sekitar 50-70% pasien dengan KU dan PCringan sampai sedang membaik ketika diterapi dengan 2g/hari
dari 5-ASA; respon dosis dapat dinaikkan hingga 4,8 g/hari. Dosis 1,5-4g/hari untuk mempertahankan remisi pada
50-75% pasien dengan KU.
Mesalamine enema topikal efektif pada KU dan PCringan sampai sedang. Respon klinis dijumpai sampai 80%
pasien KU dengan kolitis distal sampai fleksura splenik. Kombinasi terapi mesalamine bentuk oral dan enema
lebih efektif jika dibandingkan dengan terapi tunggal baik untuk KU distal maupun ekstensif. Mesalamin
suppositoria efektif dalam mengobati proktitis.
Glukokortikoid

Pasien dengan KU sedang sampai berat umumnya mengalami perbaikan setelah mendapatkan terapi
glukokortikoid oral maupun parenteral. Prednisone biasanya dimulai dari dosis 40-60 mg/hari untuk KU aktif
yang tidak respon terhadap terapi 5-ASA.
Sebuah studi melaporkan bahwa oral prednisolon (dimulai dari 40 mg per hari) dapat menginduksi remisi pada
77% dari 118 pasien dengan penyakit ringan sampai sedang dalam 2 minggu, bila dibandingkan 48%
Inflammatory Bowel Diseasediterapi dengan 8 gr/hari dari sulfasalazin. Glukokortikoid parenteral dapat
diberikan sebagai hidrokortison intravena, 300 mg/hari, atau methylprednisolon 40-60 mg/hari.
Glukokortikoid topikal juga bermanfaat untuk kolitis distal dan dapat berfungsi untuk membantu pada
pasien-pasien yang sudah ada keterlibatan penyakit di rektal atau yang lebih proksimal. Namun terapi
topikal 5-ASA lebih efektif bila dibandingkan terapi topikal steroid dalam pengobatan KUdistal.
Glukokortikoid juga efektif untuk pengobatan PCsedang sampai berat dan menginduksi 60-70% remisi bila
dibandingkan repon 30% pada plasebo. Budesonide digunakan selama 2-3 bulan dengan dosis 9 mg/hari,
kemudian diturunkan. Budesonide 6 mg/hari efektif dalam menurunkan angka kekambuhan pada 3-6 bulan
namun tidak pada 12 bulan. Glukokortikoid tidak memiliki peranan dalam terapi rumatan baik pada KU maupun PC.
Sekali sudah terjadi remisi, sebaiknya obat diturunkan dosisnya sesuai dengan aktivitas klinis, normalnya tidak
lebih dari 5 mg/minggu. Dapat juga diturunkan sampai 20 mg/hari dalam 4-5 minggu namun sering
memerlukan beberapa bulan untuk menghentikan seluruhnya.
Efek samping dari glukokortikoid cukup beragam, mulai dariretensi cairan, striae abdominal,
redistribusi lemak, hiperglikemi, dan lain-lain. Banyak dari efek samping ini dihubungkan dengan dosis
dan durasi dari pengobatan.
Antibiotik
Antibiotik tidak memiliki peranan dalam pengobatan KUaktif maupun tenang. Namun, pouchitis, yangmuncul
pada sepertiga pasien KUsetelah kolektomi, umumnya respon terhadap pengobatan metronidazole ataupun
ciprofloxacin.
Metronidazole efektif pada inflamasi aktif,fistula, dan PCperianal dan dapat mencegah kekambuhan setelah
reseksi ileum. Dosis paling efektif adalah 15-20 mg/kg per hari dibagi dalam tiga dosis; biasanya dilanjutkan
sampai beberapa bulan. Ciprofloxacin (500 mg dua kali per hari) juga bermanfaat untuk PCinflamasi, perianal,
dan fistula. Kedua antibiotik ini sebaiknya digunakan sebagai obat lini kedua untuk PCaktif setelah agen 5-
ASA dan obat-obatan lini pertama pada PC perianal dan fistula.
Azathioprine Dan 6-Mercaptopurine

Azathioprine dan6-mercaptopurine (6-MP) adalah analog purin yang umumnya digunakan Inflammatory
Bowel Disease dalam penanganan glucocorticoid-dependent IBD. Efikasi dapat terlihat pada minggu 3-4.
Kepatuhan dapat dimonitor dengan menggunakan level 6 thioguanine dan 6-methyl-mercaptopurine, hasil
akhir dari metabolisme 6-MP. Azathiopurine (2,0-3,0 mg/kg per hari) atau 6-MP (1,0-1,5 mg/kg per hari) telah
digunakan pada dua per tiga pasien KU dan PC yang sebelumnya tidak dapat menghentikan penggunaan
glukokortikoid. Peranan imunomodulator ini sebagai terapi rumatan pada KU dan P Cdan sebagai pengobatan
aktif perianal dan fistula cukup menjanjikan. Sebagai tambahan, 6-MP atau azathioprine efektif untuk
profilaksis pada pasien post operasi dari PC.
Methotrexate

Methotrexate (MTX) menghambat dihidrofolat reduktase, yang menghasilkan sintesis DNA terganggu.
Intramuskular atau subkutaneus MTX (25 mg/minggu) efektif dalam menginduksi remisi dan menurunkan
dosis glukokortikoid; 15 mg/minggu efektif dalam remisi rumatan pada PC aktif.
Pada sebuah studi kontrol, 141 pasien steroid-dependentsecara acak diberikan MTX intramuskular 25
mg/minggu atau plasebo selama 16 minggu, dengan dosis harian prednisolone (20 mg saat awal) dan
diturunkan dalam periode 3 bulan. Lebih banyak kelompok pasien yang diterapi MTX dapat menghentikansteroid
dan remisi bila dibandingkan dengan plasebo(39% v 19%; p = 0.025). Hal ini efektif untuk mencegah
kekambuhan setelah remisi yang diakibatkan oleh MTX. Dan belum ada uji coba mengenai peranan
MTX dalam menginduksi atau mempertahankan remisi pada KU.
Cyclosporine

Cyclosporine (CSA) bekerja lebih cepat bila dibandingkan 6-MP dana azathioprine. CSA paling efektif bila
diberikan pada dosis 2-4 mg/kg per hari secara intravena pada KUberat yang tidak dapat disembuhkan dengan
glukokortikoid intravena, dengan 82% pasien respon. CSA intravena efektif pada 80% pasien dengan fistula
refrakter, namun 6-MP atau azathioprine tetap harus digunakan untuk mempertahankan remisi. Oral CSA saja hanya
efektif pada dosis yang lebih tinggi (7,5 mg/kg per hari) pada penyakit aktif namun tidak aktif untuk
rumatan tanpa 6-MP/azathioprine.
Antibodi Anti-TNF
TNF adalah sitokin inflamasi dan mediator dari inflamasi intestinal. Ekspresi TNF meningkat pada IBD.
Pada pasein PCaktif yang tidak sembuh dengan glukokortikoid, 6-MP, atau 5-ASA, Inflammatory Bowel
Disease65% akan respon terhadap infliximab (IFX) intravena (5 mg/kg); sepertiga akan mengalami remisi
komplit. Dari pasien yang awalnya respon, 40% akan remisi selama 1 tahun dengan pengulangan infus
infliximab setiap 8 minggu.
Infliximab juga efektif pada pasien PC dengan fistula perianal dan enterokutaneus yang tidak sembuh, dengan
angka respon 68% dan 50% mengalami remisi komplit. Pemasangan infus kembali, setiap 8 minggu, penting
untuk melanjutkan manfaat terapi pada banyak pasien.
Infliximab juga menunjukkan efikasi pada KU. Pada dua uji acak, uji plasebo-kontrol, 37-49% pasien respon
terhadap infliximab dan 22 dan 20% pasien dapat mempertahankan remisi setelah 30 dan 54 minggu, masing-
masing. Pasien mendapatkan infliximab pada minggu 0, 2, dan 6 dan selanjutnya setiap 8 minggu sampai akhir dari
studi.
Pada uji acak ganda pada 108 pasien dengan PCsedang sampai berat dan sulit disembuhkan dengan 5-
ASA, kortikosteroid, dan/atau imunomodulator, menunjukkan 81% angka respon pada 4 minggu setelah 5
mg/kg IFX dibandingkan dengan 17% yang mendapatkan plasebo.
Memperbaiki gaya hidup

Tidak dapat disangkal bahwa merokok dan kehidupan dengan risiko-tinggi, seperti pada penderita HIV-AIDS
merupakan predisposisi patogenesis IBD disamping gizi buruk (malnutrition). Risiko rekurensi IBD
meningkat dua kali lipat pada smokers, merokok juga menurunkan efektifitas infliximab. Memperbaiki gaya
hidup membutuhkan kerjasama yang paripurna dari segenap unsul yang terlibat.
Terapi pembedahan

Setengah dari pasien dengan KU kronik yang ekstensif menjalani pembedahan dalam 10 tahun
penyakitnya.Morbiditas 20% pada elektif, 30% pada urgensi, dan 40% untuk proktokolektomi emergensi.

Prognosis
Kolitis ulceratif adalah penyakit seumur hidup dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi. Untuk sebagian
besar pasien penyakit ini dapat dikontrol dengan terapi obat-obatan tanpa operasi. Sebagian besar tidak memerlukan
rawat inap. Manajemen yang tepat,sebagian besar pasien dapat membuat hidup lebih produktif.

Komplikasi
Komplikasi koitis ulseratif dapat bersifat lokal ataupun sistemik. Fistula, fisura dan abses rektal tidak sering seperti
pada colitis granulomatosa. Kadang- kadang terbentuk fistula rektovagina, dan beberapa penderita dapat mengalami
penyempitan lumen usus akibat fibrosis yang umumnya lebih ringan.Salah satu komplikai yang lebih berat adalah
dilatasi toksik atau megakolon, dimana terjadi paralisis fungsi motorik kolon tranversum disertai dilatasi cepat
segmen usus tersebut.
Megakolon toksik paling sering menyertai pankolitis, mortalitas sekitar 30% dan perforasi usus sering
terjadi.Pengobatan untuk komplikasi ini adalah kolektomi darurat.
Komplikasi lain yang cukup bermakna adalah karsinoma kolon, dimana frekuensinya semakin meningkat pada
penderita yang telah menderita lebih dari 10 tahun pertama penyakit, mungkin hal ini mencerminkan tingginya
angka pankolitik pada anak.
Perkembangan karsinoma kolon yang terdapat dala pola penyakit radang usus menunjukkan perbedaan penting
jika dibandinkan dengan karsinoma yang berkembang pada populasi nonkolitik. Secara klinis banyak tanda
peringatan dini dari neoplasma yaitu perdarahan rektum, perubahan pola buang air besar) akan menyulitkan
interpretasi pola kolitis. Pada pasien kolitis distribusi pada kolon lebih besar dari pada pasien nonkolitis. Pada pasien
non kolitis sebagian esar karsinoma pada bagian rekosigmoid, yang dapat dicapai dengan sigmoidoskopi. Pada
pasien kolitis, tumor seringkali multiple, datar dan menginfiltrasi dan tampaknya memilki tingkat keganasan yang
lebih tinggi.
Komplikasi sistemik yang terjadi sangat beragam, dan sukar dihubungkan secara kausal terhadap penyakit kolon.
Komplikasi ini berupa pioderma gangrenosa, episkleritis, uveitis, skleritis, dan spondilitis anilosa. Gangguan fungsi
hati sering terjadi pada kolitis ulseratif dan sirosis hatimerupakan komplikasi yang sudah dapat diterima. Adanya
komplikasi sistemik berat dapat menjadi indikasi pembedahan pada kolitis ulseratif, bahkan bila gejala- gejala kolon
adalah ringan sekalipun.

DISENTRI

Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti disentri adalah
peradangan pada intestinal, terutama usus besar yang disebabkan oleh berbagai agen infeksi yang menginvasi
intestinal, denag karekteristik nyeri saat buang air besar (tenesmus) atau keram abdomen, buang air besar dengan
tinja berlendir bercampur darah, diare encer dengan volume sedikit.

Epidemiologi
Disentri dibagi menjadi 2 : Disentri Basiler dan Disentri Amoeba
Disentri Basiler : infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek, kurang air dan tingkat
kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10-15% penyebab diare pada
anak. Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relatif sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena
itu sangat mudah terjadi penularan secara fecal-oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
Di daerah tropis termasuk Indonesia, disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di mana S.flexnerii
merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negara Eropa dan Amerika Serikat prevalensi meningkat di
musim dingin.
Etiologi
Etiologi dari disentri ada 2, yaitu :
Disentri Basier, disebabkan oleh Shigella,sp. Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famil
enterobacteriaceae. Shigella merupakan penyebab disentri yang terpenting dan tersering ( 60% kasus disentri),
serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa akibat bakteri ini. Ada 4 spesies shigella, yaitu
S.dysentriae (12 serotipe), S.flexneri (14 serotipe), S.boydii (15 serotipe) dan S.sonnei (1 serotipe).
Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe yang bersifat spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi
beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginfasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi dalam jumlah 10-10 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-
kadang ringan dan kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek dan menyebabkan mudahnya penularan
penyakit. Secara klinik mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit
dan tenesmus.
Disentri Amoeba, disebabkan Entamoeba hystolitica.
E.hystolitica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar
manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi pathogen dengan cara membentuk koloni di dinding
usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklis hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk
tropozoit yang dapat bergerak dan berbentuk kista.
Bentuk tropozoit ada 2 macam, yaitu tropozoit komensal (berukuran < 10mm) dan tropozoit patogen (berukuran
>10mm). Tropozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien
mengalami diare, maka tropozoit akan keluar bersama tinja. Sementara tropozoit patogen yang dapat dijumpai di
lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri.
Diameter dapat mencapai 50mm dan mengandung eritrosit didalamnya. Bentuk kista ada 2 macam, yaitu kista muda
dan kista dewasa. Bentuk kista hanya di jumpai dilumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya
penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor
standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyebaran air di sepanjang usus besar menyebabkan
tropozoit berubah menjadi kista.

Patomekanisme
Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan diare, dengan
konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat inflamasi yang mengandung leokosit polymorfonoclear (PMN) dan
darah.
Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung.
Ditularkan secara oral melalui air makanan dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung
dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkambang biak didalamnya.
Kolon merupakan tempat utama yang sering Shigella namun ileum terminalis dapat juga terserang. Kelainan
yang terberat biasanya didaerah sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperremik saja. Pada keadaan akut dan fatal
ditemukan mukosa usus hiperremik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan
subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan tranversum didapatkan ulkus
yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak terbentuk ulkus bergaung.
Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang baik di
dalamnya. Perluasan infasi kuman ke sel disekitarnya melalui mekanisme cell to cell transfer. Walaupun lesi awal
terjadi dilapisan epitel respon inflamasi lokal yang menyertai cukup berat, melibatkan leukosit PMN dan magrofag.
Hal tersebut menyebabkan edema, mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan arsitektur jaringan dan ulserasi
mukosa. Bila penyakit berlanjut terjadi penumpukan sel inflamasi pada lamina propria, dengan abses pada kripta
merupakan gambaran utama.
S.dysenteriae, S.flexneri, dan sonnei menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,ShET2, dan toksin Shiga,
yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor
virulen sehingga keman lebih mampu menginfasi sel epitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput
lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya
sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan
denagn peritoneum.

Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen sehingga
dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Di duga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi)
amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.
Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan
kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu dilapisan mukosa berbentuk
kecil, tetapi dilapisan sub mukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus dipermukaan
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensinya dan urut-urutan tempatnya
adalah sekum,kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminal.

Gejala Klinik
Disentri Basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat
berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya
menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare disertai
demam yang baiasa mencapai 40C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir,
tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium,
nyeri kepala, kaku kuduk, latergi.
Pengidap pasca-infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Bentuk klinik dapat bermacam-
macam dari yang ringan, sedang, sampai yang berat. Sakit perut terutama dibagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat ( fulminating cases) biasanya
disebabkan oleh S. Dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air
dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat
meninggal bila tidak cepat di tolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang
karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa kolera atau keracunan makanan.

Disentri Amoeba
Disentri amoeba ringan : timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut
kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja
berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan didaerah sigmoid, jarang
nyeri didaerah epigastrium. Keadaan tersebut tergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya
baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri
tekan.
Disentri amoeba sedang : keluhan dan gejala pasien makin bertambah dibandingkan disentri ringan, tapi masih
mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut keram,
demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan.
Disentri amoeba berat : keluhan dan gejala klinik lebih berat. Penderita mengalami diare disertai darah yang
banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40C-40,5C) disertai mual dan anemia.
Disentri amoeba kronik : gejala menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi dengan
periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pasien
biasanya menunjukkan gejala neurastenia. Sedangkan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam
atau makan yang sulit dicerna.

Anda mungkin juga menyukai