http://emedtravel.files.wordpress.com/2013/07/jejunum.jpg
Panjang duodenum 12 jari atau 25cm, melengkung seperti huruf C sehingga dapat dibedakan
Pars superior duodeni
Pars descendens duodeni
Pars inferior duodeni, dapat dibedakan :
Pars horizontalis
Pars ascendens
Lengkung antara pars superior duodeni dan pars descendens duodeni disebut flexura duodeni superior.
Lengkung antara pars descendens duodeni dan pars inferior duodeni disebut flexura duodeni inferior.
Permulaan duodenum yang melebar disebut bulbus duodeni dan berakhir pada lengkung disebut flexura
duodenojejunalis.
Pada duodenum akan bermuara:
Ductus pacreaticus accessories / minor (Sartorini, tidak selalu ada), muara lebih ke oral, menonjol disebut
papilla duodeni minor.
Ductus pancreaticus major (Wirsungi), serta ductus choledochus, muara bersama lebih ke anal, menonjol
disebut papilla duodeni major yang meluas ke kranial sebagai plica longitudinalis duodeni. Di dalam dinding
papilla duodeni major terdapat suatu rongga disebut ampulla yang dindingnya terdapat suatu otot yaitu
M.spinchter Oddi,yang melingkar. Bila berkontraksi dapat menutup muara bersama ductus tersebut.
http://classconnection.s3.amazonaws.com/535/flashcards/3547535/png/duodenum-
142461A169177B5C8EB.png
Vaskularisasi usus
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka.
Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri
pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah
duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior.
Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lainuntuk
membentuk
serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah jugadiperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan
lewat vena messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon
ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media,
dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distalkolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior
Persarafan usus
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus
superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 1997). Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui
pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksusMeissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian sfingter eksterna
yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendensdipersarafi oleh serabut saraf
simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum
dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabutnervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus
inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi
dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek
berlawanan.
1.2 MIKROSKOPIS
- Usus halus halus relatif panjang rata-rata 5 m
- Terdiri dari 3 segmen :
1. Duodenum
http://www.siumed.edu/~dking2/erg/images/GI078b.jpg
2. Jejunum
http://classconnection.s3.amazonaws.com/716/flashcards/1074716/jpg/gi_-_jejunum1337308971550.jpg
3. Ileum
http://faculty.tcc.edu/mmitchell/images/ilem1b.gif
- Usus halus berfungsi:
Mengangkut bahan makanan (chyme) dari lambung ke usus besar
Menyelesaikan pencernaan dengan sekret enzim yang berasal dari dinding dan kelenjar
pelengkapnya
Menyerap hasil akhir pencernaan ke dalam pembuluh darah dan limf pada dindingnya
Mensekresi hormon-hormon tertentu.
Mikrovili
Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan luarnya dilengkapi dengan jala
filamen halus yang memberi gambaran “kabur”.
Selubung filamen ini mengisi ruang –ruang antar mikrovili dan ujung- ujungnya , membentuk suatu
lapisan permukaan yang tidak terputus- putus, mengandung glikoprotein, dan tahan terhadap bahan
proteolitik dan mukolitik.
Epitel mukosa usus merupakan epitel silindris, tetapi berbeda dengan epitel permukaan lambung,
oleh karena terdapat lebih dari satu jenis sel.
o Sel silindris ( sel absorptif)
Terletak di atas lamina basal
Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel
Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (“striated border”) atau berbentuk sikat (“brush
border”) yang terdiri atas mikrovili berjajar dan berhimpitan.
Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan mengandung enzim-enzim,
pencernaan seperti disakarida dan dipeptidase yang memecah gula dan peptida
Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan enterokinase yang terdapat
pada lapisan permukaan.
o Sel goblet
Tersebar di antara sel-sel silindris
Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum.
Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti.
Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butir- butir sekret mukus.
Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus
Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk selnya makin menyerupai piala, dan
dilepaskan diujung vilus
Sel enteroendokrin
Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan sekresi lambung, motilitas intestinal,
sekresi pankreas, dan kontraksi kandung empedu.
Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet:
o Sel gastriintestinal pada vili dan kriptus
o Sel penghasil somastatin (sel D) sepanjang usus halus
o Sel penghasil cholecystokinine (sel I) crypti duodenum dan jejunum
o Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L) pada mucosa jejunum dan ileum
o Sel enterochromaffin (sel EC1) sepanjang mukosa usus halus, penghasil serotonin dan
substan P
o Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L) pada jejunum, mengahasilkan gastric
inhibitory peptide.
Sel paneth
Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus
Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit
Sel paneth menghasilkan lisozim suatu enzim yang mencerna dinding sel bakteri tertentu , dan agaknya
berkemampuan memfagositosis bakteri tertentu.
Walaupun fungsinya belum diketahui dengan pasti, ia mungkin mengatur flora mikrobial usus.
Sel paneth dewasa mengandung banyak granula dan terletak di dasar kriptus
Sel yang kurang dewasa terletak agak tinggi pada kriptus
Pergantian sel paneth lebih lambat (30-40 hari) dibanding dengan sel silindris atau sel goblet.
Lamina propria
terdapat diantara kelenjar intestinal dan di tengah vilus.
Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid.
Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar, lonjong, dan pucat, limfosit,
makrofag dan sel plasma.
Terdapat pula sejumlah besar folikel solietr atau noduli limfatisi yang menyendiri, jumlahnya semakin
banyak pada bagian distal usus.
Membentuk agregrat besar terdiri dari 20 atau lebih lympho nodulus disebut plaque payeri.
Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel limfosit dan makrofag
sebagai sawar antara tubuh dan antigen, mikroorganisme dan bahan asing lainnya yang selalu ada di
dalam lumen usus.
Kelenjar submukosa duodenum (Brunner) terdiri atas sel kubis tinggi dengan inti gelap, gepeng, terletak di
basal sel dan sitoplasmanya jernih bervakuola.
Kelenjar Brunner menghasilkan mukus basa
Sekret asam lambung dapat menyebabkan erosi pada mukosa duodenum, dan sekresi kelenjar submukosa
mencegah hal tersebut dengan mukusnya.
Sifat alkalinya diduga disebabkan oleh kapasitas bufer bikarbonat.
Sel kelenjar Brunner mengandung urogastrone, suatu peptida yang menghambat sekresi asam hidroklorida di
dalam lambung.
USUS BESAR
- Panjangnya ±180 cm
- Terdiri dari :
Sekum berhubungan dengan ileum melalui katup ileosekal
Apendikssuatu divertikulum kecil dari sekum
Kolonmulai dari sekum dan dibagi dalam bagian ascendens, transversa dan descendens
Rectumsaluran anus
- Fungsi usus besar :
Absorpsi cairan
Mensekresi mukus pelumasan menjadi lebih penting karena cairan diabsorpsi dan feses menjadi lebih
keras sehingga kemungkinan merusak mukosa menjai lebih besar.
Pencernaan yang dilakukan oleh enzim yang ada di dalam makanan.
Pembusukan oleh bakteri yang selalu ada di dalam usus besar.
- Usus besar tidak mempunyai plika dan vili
- Epitel permukaan tampak lebih rata daripada yanga ada di usus kecil
- Sel goblet jumlahnya lebih banyak.
- Batas ileosekal
Terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatn anterior dan posterior menjadi
dua daun katup.
Terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh massa otot polos melingkar
http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8054/Labs/Lab19/IMAGES/INTESTINES%20COMPARED
.jpg
http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/CorePages/GIT/images/col10he.jpg
http://www.ouhsc.edu/histology/Glass%20slides/56_01.jpg
APPENDIKS
- Panjangnya ±25 cm
- Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas yang tidak teratur.
- Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak teratur
- Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan “striated border” dan sel
- gobletnya sedikit,
- Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
- Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga sukar mendapatkan apendiks
yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan neutrofil dalam lamina propria dan submukosa.
- Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan adanya infeksi menahun
dan infeksi akut.
Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan abscrbsi kalsium memerlukan
vitamin D, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) diabsorbsi dalam duodenum dan memerlukan garam-
garam empedu. Asam folat dan vitamin-vitamin lain yang larut dalam air juga diabsorbsi di duodenum.
Absorbsi gula, asam-asam amino dan lemak sebagian besar diselesaikan menjelang kimus mencapai jejunum.
Absorbsivitamin B12 berlangsung pda ileum terminal melalui mekanisme transport khusus yang memerlukan
faktor intrinsik lambung. Sebagian besar asam-asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung empedu ke
dalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan diabsorbsi pada ileum terminal dan masuk
kembali ke hati. Siklus ini dinamakan sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu dan sangat penting dalam
mempertahankan cadangan empedu.
Dengan demikian asam-asam atau garam-garam empedu mampu bekerja mencenakan leniak berkali-kali
sebelum dikeluarkan dalam feses.
Penyakit atau reseksi ileum terminal dapat menyebabkan deifisiensi garam-garam empedu dan mengganggu
pencernaan lemak. Masuknya garam- garam empedu dalam jumlah besar ke dalam kolon menyebabkan iritasi
kolon dan diare.
Colon
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi
usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah nampir lengkap pada kolon.
bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorbsi sckitar 600 ml air per/ hari, bandingkan dengan usus halus yang mengabsorbsi
sekitar 8 000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 2000 ml/hari. Bila jumlah ini dilampaui, misalnya
karena adanya kiriman yang berlebihan dan ileum, maka akan terjadi diare.
Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air. Sisanya terdiri dari
residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi.
Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan karena
kerja enzim. Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk
melumasi dan melindungi mukosa. Bakteri usus besar munsintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B.
Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih sederhana seperti
peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak.
Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon.
Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorpsi dan diangkut ke hati di mana
zat-zat ini akan diubah manjadi senyawa yzng kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih. Fermentasi
bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2 , H2 dan CH4 yang merupakan komponen flatus. Dalam
sehari secara normal dihasilkan sekitar 1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan
udara secara berlebihan) dan pada peningkatan gas di dalam lumenusus, yang biasanya berkaitan dengan
jenis makanan yang dimakan. Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung
banyakkarbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yarg khas adalah
gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari waktu ke waktu otot sirkular
akan berkontrasi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus
bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis
peristaltik propulsif;
a) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra, dan
b) penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengbatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai
tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan
pertama masuk pada hari itu.
Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi
dikendalikan oleh stingier ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol
volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakraliskedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-
serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas
kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang mengalami distensi -berkontraksi,
otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot
sfingter intema dan ekstema berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi
dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-
otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus- menerus dari otol-otot abdomen (menuver ata'i
peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingtcr ekstema dan levator
ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang. Kelainan dari
proses defekasi adalah konstipasi dan diare. Konstipasi terjadi karena kegagalan pengosongan rektum saal
terjadi peristaltik massa.
Bila defekasi tidak sempurna, rektum relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang. Air tetap terus
diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selaniutnya lebih sukar.
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/ hari), serta perubahan
dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dan konsistensi (feses cair) hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan,
ketidaknyamanan perianal, inkontinensia atau kombinasi dari faktor-faklor ini. Adanya kondisi yang
menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsi mukosa atau motilitas dapat menyebabkan diare. Diare
dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormone tiroid, pelunak feses dan laksatif,
antibiotik kemoterapi dan antasida), pemberian makanan per selang, gangguan metabolik dan endokrin
(diabetes, addisnn, tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigelosis, keracunan makanan).
Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorbsi (sindrom usus
peka, kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka) defisit sfingter anal, sindrom, zollinger - ellison,
paralitik ileus dan obstruksi usus.
Frekuensi defekasi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses. Pasien
mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia dan haus. Kontraksi spasmodik vang
nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus), dapat terjadi pada setiap defekasi.
Feses berair adalah karakteristik dari penyakit usus halus, sedarigkan feses semi padat lebih sering
dihubungkan dengan gangguan kolon. Feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan malabsorbsi
usus, dan adanya mukus dan pus dalam feses menunjukkan enteritis inflamasi atau kolitis.
LI 3. ILEUS OBSTRUKTIF
3.1 DEFINISI
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau
anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen
usus tersebut.
Tipe obstruksi usus terdiri dari :
Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut
seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga
tidak mampu mendorong isi usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes
mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.
Ileus Obstruktif disebut juga Ileus Mekanis (Ileus Dinamik). Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan
tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik sebahagian maupun total. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada
hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari.
3.2 EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar
300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.
3.3 ETIOLOGI
Faktor Risiko
Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien. Pada bayi/neonatus obstruksi usus
disebabkan atresia ani, atresia pada usus halus, dan penyakit Hirschsprung. Obstruksi pada anak-anak sering
disebabkan oleh intususepsi, penyakit Hirschsprung dan hernia strangulasi inguinalis kongenital. Pada orang
dewasa, obstruksi usus sering disebabkan tumor di dalam usus, perlengketan dinding usus, hernia strangulasi
pada kanalis inguinalis, femoralis ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada pasien umur lanjut
sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia strangulasi, tinja membatu, perlengketan dinding
usus dan volvulus.
Penyebab Obstruksi Menurut Kelompok Umur
Kelompok umur Penyakit
Bayi/neonates Atresia, Volvulus, penyakit Hirschsprung
Anak-anak Intususepsi, hernia strangulasi inguinalis, kelainan kongenital, penyakit
Hirschsprung
Dewasa Neoplasma usus besar, adhesi, hernia strangulasi inguinalis, femoralis
dan umblikalis, dan penyakit Hirschsprung
Orang tua Karsinoma usus besar, penyakit divertikulum kolon, hernia strangulasi,
fecalith (tinja membatu), adhesi dan volvulus
1. Perlengketan/Adhesi
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi adalah pita-pita jaringan fibrosa yang
sering menyebabkan obstruksi usus halus pasca bedah setelah operasi abdomen. Risiko terjadinya adhesi
menimbulkan gejala obstruksi pada anak belum diteliti dengan baik, tetapi sering terjadi pada 2-3% penderita
setelah operasi abdomen. Sebagian besar obstruksi disertai oleh adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah
minggu kedua pasca bedah.
Adhesi dapat berupa perlengketan yang bentuk tunggal maupun multiple (perlengketan yang lebih
dari satu) yang setempat maupun luas. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dalam bentuk pita. Pada
operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.
Adhesi yang kambuhan akan menjadi masalah besar. Setelah berulang tiga kali, risiko kambuh akan
menjadi 50%. Pada kasus seperti ini, diadakan pendekatan konservatif sebab walaupun pembedahan akan
menberikan pasase, kemungkinan besar obstruksi usus akibat adhesi akan kambuh dalam waktu singkat.
2. Hernia Inkarserata
Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat tekanan intraabdominal yang
meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui defek itu. Misalnya : sebagian lambung dapat
terdesak keluar ke rongga perut melalui suatu defek pada diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia
yang tidak tampak dari luar disebut “internal hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang
tampak dari luar seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral.
Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan disebut reponibel, jika tidak
dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada keadaan ini terjadi bendungan pembuluh-pembuluh darah yang
disebut dengan strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang
disebut infark. Hernia yang menunjukkan strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda incarcerata akan
menimbulkan gejala-gejala ileus.
3. Pankreas anulare
Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum bagian duodenum bagian kedua.
Gejala dan tanda sama seperti pada atresia atau malrotasi usus. Pankreas anulare merupakan kelainan
kongenital yang jarang ditemukan. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan pada perkembangan bakal pankreas
sehingga tonjolan dorsal dan ventral melingkari duodenum bagian kedua akibat tidak lengkapnya pergeseran
bagian ventral. Keadaan ini menyebabkan obstruksi duodenum dan kadang disertai atresia juga. Penyakit ini
pada awalnya sering tidak ditemukan gejala dan baru ditemukan pada saat dewasa.
4. Invaginasi
Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral (proksimal)usus menerobos masuk ke
dalam rongga bagian anal (distal) seperti suatu teleskop. Ada beberapa jenis bergantung pada lokasinya:
enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
entero-colics : ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini paling sering ditemukan
colica: usus besar masuk ke dalam usus besar
prolapsus ani : rektum keluar melalui anus
Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya intussusceptum. Mesentrium
yang mengandung pembuluh darah intussusceptium akan ikut tertarik dan pembuluh darah akan terjepit
hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab terjadinya pada anak-anak adalah ketidakseimbangan kontraksi
otot usus-usus, adanya jaringan limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan
antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum.
Pada orang dewasa disebabkan karena adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip) dan
oleh gerakan peristaltik didorong ke bagian distal dan dalam gerakan ini dinding usus ikut tertarik.
5. Volvulus
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi dan merupakan pemutaran
usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus melilit/memutar sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat
disebabkan oleh mesentrium yang terlalu panjang, yang merupakan kelainan kongenital pada usus halus, pada
obstisipasi yang menahun, terutama pada sigmoid, pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia
menunjukkan tanda-tanda torsi; pada tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium. Akibat
volvulus terjadi gejala-gejala strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala ileus.
6. Kelainan kongenital
Setiap cacat bawaan pada usus berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna akan
menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Kelainan-kelainan ini disebabkan oleh tidak
sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan dalam perkembangan embrional dan keadaan ini dapat terjadi
pada usus dimana saja. Atresi ialah buntu sama sekali dengan tanda-tanda obstruksi total sedangkan stenosis
hanya merupakan penyempitan dengan gejala-gejala obstruksi yang tidak total.
7. Atresia usus
Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang dapat disebabkan
oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu. Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan
oleh gangguan aliran darah lokal pada sebahagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan,
atau perforasi usus masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus. Stenosis dapat
juga terjadi karena penekanan, misalnya oleh pankreas anulare dan dapat berupa atresia.
8. Radang kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi,
dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik.
9. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum. Obstruksi usus oleh cacing askariasis
paling sering ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang-ulang
dan usus halus pada anak-anak lebih sempit daripada usus halus orang dewasa sedangkan ukuran cacing sama
besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat yang terdiri dari sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati akibat pemberian obat cacing.
10. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi.
Kebanyakan tumor jinak di usus halus tidak menimbulkan gangguan yang berarti selama hidup. Kadang-
kadang gejalanya tidak jelas atau tidak khas, sehingga kelainan tidak terdeteksi kecuali apabila ada penyulit.
Tumor usus halus dapat menimbulkan komplikasi, pendarahan, dan obstruksi. Obstruksi dapat disebabkan
oleh tumornya sendiri ataupun secara tidak langsung oleh invaginasi.
11. Tumpukan sisa makanan
Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang pernah mengalami operasi
pengangkatan sebagian atau penuh dari perut (gastrektomi). Obstruksi biasanya terjadi pada daerah
anastomosis. Obstruksi lain, yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan
yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau
biji banyak yang ditelan sekaligus dengan buah tertentu yang berinti.
12. Divertikulum meckel
Divertikulum meckel adalah sisa dari kantung telur embrional yang juga disebut ductus omphalo-
mesentricus yang dalam kehidupan fetal menghubungkan pusat (umbilicus) dengan usus. Pada orang dewasa
terletak pada ileum lebih kurang 100 cm proksimal perbatasan ileo-cekal, sedangkan pada anak-anak lebih
kurang 40 cm. Jika hubungan antara umblikus dan usus (ductus omphalo-mesentricus) tidak menghilang,
dapat terjadi fistula pada pusat yang mengeluarkan isi usus. Bila hanya sebagian yang menghilang dan
ditengah-tengah tetap, maka akan dapat terbentuk suatu kista. Bila tidak menghilang sempurna, maka sisanya
menyerupai tali yang padat, yang dapat mengakibatkan terbelitnya usus pada tali itu (strangulasi).
13. Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada
neonatus. Penyakit Hirschsprung terjadi akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus atau terjadinya
kelainan inervasi usus, yang dimulai dari anus dan meluas ke proksimal. Gejala-gejala klinis penyakit
Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan terlambatnya pengeluaran tinja (mekonium). Kegagalan
mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar danperut menjadi kembung. Karena
usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang
mukosa terganggu Statis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis
(Clostridium difficile dan Staphlococcos aureus) dengan disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar.
14. Bezoar
Istilah bezoar merupakan suatu akumulasi benda-benda asing eksogen di dalam lambung atau usus yang
merupakan penyebab ileus obstruktif pada usus halus.Bezoar dibedakan menurut komposisinya. Laktobezoar
mengandung kasein atau kalsium yang tinggi. Laktobezoar ditemukan pada bayi-bayi prematur yang
mengkonsumsi susu formula bayi yang kaya kasein/kalsium. Phytobezoar adalah jenis yang paling umum dari
bezoar yang merupakan akumulasi serat sayur-sayuran dan buah-buahan yang tidak dapat dicerna.
Phytobezoar terdiri dari selulosa, tanin, dan lignin yang di cerna pada saat mengkonsumsi makanan.
3.4 KLASIFIKASI
1. Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan:
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa gangguan
pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi pembuluh darah seperti
hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.
2. Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2:
a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar
3. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative), hernia (inguinal,
femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi
(Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya benda asing,
batu empedu.
4. Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar:
a) Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh darah.
b) Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh darah sehingga
terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum
berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
c) Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung usus
tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di
epigastrium.
Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras
dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah
lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup
ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten,
terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan
dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan
usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang
terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif:
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston, 1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik, pireksia,
septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif,
semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia sekunder
terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas
tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20
menit pada ileus obstruktif usus besar.
Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam
abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi
jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap
di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi,
maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995).
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun
makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan
empedu. Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus
halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah
timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi
demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi.
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin membesar bila
semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus
obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus.
(sabiston,2005)
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas tidak bisa
keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum
juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus
mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam
panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus
obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan
gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi. (Sabiston, 2005)
Dehidrasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yang berulang-
ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering, pengisian aliran vena
yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran
polisitemia sekunder.(winslet,2002)
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan
nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu
juga leukositosis atau leukopenia. Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda:
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan
iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi.
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengantanpa strangulasi,
karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan
perlu diperhatikan:
Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat penting, tetapi, nyeri
tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi
kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi;
pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang berhubungan dengan kekakuan abdomen..
Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness menandakan perlunya
laparotomy segera.
Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi konservatif, walaupun
tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel, tidak hanya
membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama kualitasnya
dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-
kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat,
khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat
perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma
dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan
ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu.
3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar klinik
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Anamnesis :
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus
besar onset muntah lama.
Pemeriksaan fisik:
1.Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut
dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang
disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
2.Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
3.Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan
gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan
penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus
obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka
sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila isi rektum
menyemprot; penyakit Hirdchprung.
4.Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif serta foto
abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas
udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis.
Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon
merupakan satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-
peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.
5.Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih
yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang- kadang ditemukan pada
semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus; menentukan
etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi
sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi
abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau
sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang
teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
DIAGNOSIS BANDING
Pada ileus paralitik nyari yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi distensi
abdomen. Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi distensi
abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus
disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus
sederhanaBila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut (misalnya aperndisitis), akan ada tanda dan gejala
dari penyebab primer ileus tersebut.
Obstruksi usus besar ditandai dengan obstipasi dan distensi abdomen, kolik lebih jarang terjadi, dan
muntah juga tidak selalu terjadi. Dengan foto akan tampak kolon yang dilatasi sampai ke letak sumbatan.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.
Strangulasi dapat dikacaukan oleh pankreatitis hemoragik atau oklusi vascular mesenteric.
GAMBARAN RADIOLOGI
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang
dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dankolaps usus di bagian
distal sumbatan.
Coil spring appearance
Herring bone appearance
Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen
Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi
ditemukan dilatasi usus yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.
Foto setelah pemberian barium enema memperlihatkan gangguan pengisian atau pembentukan cekungan
pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut. Plat datar dari abdomen
menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga). Barium enema di bawah
fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.
Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus) dan posisi tegak
thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid
level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen
untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto
abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1)Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2)Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3)Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4)Posisi supine dapat ditemukan :
a)distensi usus
b)step-ladder sign
5)String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6)Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U
yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7)Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus halus.
Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal
usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian
menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan
obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.
a. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk membedakan obstruksi
parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun
dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat
radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras.
Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa
obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan
dengan terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.
b. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan menyingkirkan
penyebab akut abdomen
lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT- scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron
karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian
proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi
adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung
sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung
tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan
dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake
kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk mendeteksi grade
ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)
CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon
e. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat pergerakan dari
usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi.
USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain,
USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus
paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%.
3.9 TATALAKSANA
Terapi umum
Istirahat
• Dirawat di ruangan gawat darurat
• Segera pasang sonde lambung (NGT)
• Selang rectal
• Pasang kateter
Diet
• Pasien puasa
• Nutrisi perenteral total sampai ada bising usus atau mulai flatus
Medikamentosa Obat pertama :
• Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus
• Antibiotik
OBAT ANTIEMETIK
Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
• Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
• Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
• Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
• Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
• KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
Antagonis reseptor muskarinik
• Hyoscine
• Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
• Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
• Puncak antiemetik : 1-2 jam
• ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis reseptor dopamin
Metoklopramid
• Bekerja di CTZ
• P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
• ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2 dan dewasa muda,
mengantuk, fatigue/lemah
• Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
• Efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
• Antagonis reseptor D2
• Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
• ES : diare
Phenothiazine
• Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai antiemetik
• Triethylperazine → hny sbg antiemetik
• Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
• Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
• Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin dan muskarinik
•Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
• Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a transmitter emesis
• Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
• Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
• Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
• T1/2 5 jam
• ES : sakit kepala, gangguan GIT
Cannabinoid
• Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan
pada CTZ
• Pemberian : p.o, absorpsi baik
• T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
• ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi postural, halusinasi, dan
reaksi psikotik
Steroid
• Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
• Mekanisme kerja → blm diketahui
• Sinergisme dg ondansetron
MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR
PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi
Bulk Laxative
• Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
• Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
• Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
• ES : ringan
Osmotic Laxative
• Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume cairan di lumen bowel→
mempercepat transfer makanan ke usus halus →massa yg sangat besar masuk kolon → distensi
→ekspulsi faeces
• Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
• Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon → fermentasi → asam laktat
dan asam asetat → osmotik laksatif
• Efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal Softener
• Docusate sodium
• Menghasilkan feses yg lebih lunak
• Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
• Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
• Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
• ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
• Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
• Sodium picosulfat → p.o.
• Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dancairan, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaikikelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis
dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasmaekspander) secara intravena.Terapi cairan
berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dansesudah pembedahan, mengganti kebutuhan
rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga.
Terapi cairan resusitasiTerapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairantubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline
(NS), Ringer Asetat(RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Padasyok hemoragik
bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatanTerapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolitutama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan
K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhantersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan
urine,sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru ataudikenal dengan insensible
water losses.Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
Berat Badan Kebutuhan cairan/ hari Kebutuhan cairan/ jam
10 kg pertama 100 ml/kg 4 ml/kg
10 kg kedua 50 ml/kg 2 ml/kg
Kg berikutnya 20 ml/kg 1 ml/kg
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengankandungan karbohidrat atau infus yang
hanya mengandung karbohidrat saja.Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-
EN,dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatanyang mengandung hanya
karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpaelektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang
antar sel sehinggadextrose tidak berperan dalam hipovolemik.Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan
kalium perlu diperhatikankarena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan
dapatmenimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensionalRL atau NS tidak mampu
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. InfusKA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar
tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
• 6-8 ml/kg untuk bedah besar
• 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
• 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,lavement) harus diperhitungkan dan
sedapat mungkin segera diganti padamasa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih
adadiberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup digantidengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat
dan Dextrose.Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukupmaka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi.Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan
mengalami pembedahan(elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jamlama
puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,dehidrasi) yang seringkali menyertai
penyulit bedahnya harus segera digantidengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi
anestesi.Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkankebutuhan dasar ditambah
dengan kehilangan cairan akibat pembedahan(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi).
Jenis cairanyang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darahyang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi,
katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan sajaselama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapatdiberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma
pembedahan. Total yangdiberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang
sepertiRinger Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2ml/kgBB/jam untuk kebutuhan
dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
Usia Jumlah kebutuhan (ml/kg/jam)
Dewasa 1,5-2
Anak 2-4
Bayi 4-6
Neonatus 3
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama
pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karenaadanya pelepasan kalium dari sel/jaringan
yang rusak, proses katabolisme dantransfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan
aldosteron dan ADHyang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-
3hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan
trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/haricukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin
harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%.Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan
hipotonis dan bila perlularutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita
dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan1°C suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai.
Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikantransfusi darah untuk memperbaiki
daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.Monitoring
organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,frekuensi nadi, diuresis,
tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensinafas, suhu tubuh dan warna kulit.1.
Konservatif / Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tandavital, dehidrasi dan syok.
Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalamidehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat denganmemonitor
tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGTdigunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bilamuntah dan mengurangi distensi abdomen.
Penatalaksanaan konservatif ileus antara lain :
Penderita dirawat di rumah sakit & dipuasakan.
Penderita dipuasakan (tidak makan & minum) sampai krisisnya teratasi.
Biasanya minimal 3 hari, luka operasi pada saluran cerna dapat sembuh
Kontrol status airway, breathing and circulation.
Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte.
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
Dekompresi berguna untuk mengurangi tekanan dan peregangan denganmengeluarkan gas dan cairan.
Kadang sebuah selang dimasukkan ke dalam usus besar melalui anus untuk mengurangi tekanan. Sedangkan
selang lainnya yangdihubungkan dengan alat penghisap, dimasukkan melalui hidung menuju kelambung
TERAPI OPERATIF
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca
stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan
sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Persiapannya adalah pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom.
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi strangulasi terbukti
meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah membedakan antara ileus obstruksi
strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi Operasi dapat
dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling
sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila:
a) Strangulasi
b) Obstruksi lengkap
c) Hernia inkarserata
d) Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan
kateter)
Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup;
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.
Intervensi bedah untuk obstruksi usus pasca bedah harus direncanakan bila pasien mempunyai bukti
obstruksi gelung tertutup atau lengkap atau untuk kecurigaan volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi
usus pasca bedah yang lebih parah ini bisa karena herniasi interna melalui cacat mesentrium atau karena
perlekatan padat, keadaan yang tak mungkin beresolusi spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis
dengan demam, nyeri tekan lepas dan leukositosis sering tampil.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus
mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah
usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
3.10 KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat ileus obstruktif. Isi lumen usus
merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus
yang mengalami perforasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga
peritoneum yang menyebabkan peritonis. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi, bakteri dapat
melintasi usus yang permeable tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan
mengakibatkan syok septic. Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia
aspirasi dari proses muntah dan dapat menyebabkan kematian.
3.11 PENCEGAHAN
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik pencegahan primordial,
primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Demikian juga pada penyakit
ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya ileus obstruktif dan
menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus obstruktif.
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor risiko
terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan atau memberikan pendidikan kesehatan
yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya ileus obstruktif.
Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer
yang dilakukan antara lain :
a) Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b) Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c) Diet Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya
berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek
proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
d) Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak dengan banyak
sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk skrining kanker kolorektal setahun sekali setelah usia
50 tahun.
e) Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan
mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah rentan dinding perut Anda.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara
dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif.
i. Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif
Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif adalah dengan melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah
a) Pemeriksaan Fisik
Gambaran fisik pasien yang menderita ileus obstruktif bervariasi dan tergantung kapan dilakukan
pemeriksaan. Jika pemeriksaan dilakukan beberapa jam atau sehari setelah mulainya obstruksi mekanik
sederhana, maka akan terbukti beberapa gejala-gejala ileus. Tetapi jika dibiarkan lewat beberapa hari, maka
tanda tambahan akan bermanifestasi. Alasan ini didasarkan atas respon patofisiologi terhadap ileus obstruktif.
Gambaran pertama dalam pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif merupakan
adanya tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul demam, takikardia dan
penurunan tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan kemunculan distensi, parut
abdomen (yang menggambarkan perlekatan pasca bedah), hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang
kurus bukti gelombang peristaltik terlihat pada dinding abdomen dan dapat berkorelasi dengan nyeri kolik.
Tanda demikian menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik sederhana
adalah adanya episodik gemerincing logam bernada tinggi dan bergelora (rush) pada waktu penderita dalam
kondisi tenang. Gelora tersebut bersamaan dengan nyeri kolik. Pada obstruksi strangulata tidak ditemukan
tanda ini. Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Apabila
dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan
terjadinya obstruksi di proksimal. Jika darah makroskopik ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin
bahwa obstruksi didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus.
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X dan foto abdomen yang tegak dan berbaring sangat bermanfaat dalam mendiagnosa
ileus obstruktif. Jika penderita tidak dapat duduk selama 15 menit, maka posisi dekubitus lateral kiri dapat
dilakukan untuk foto abdomen.
Adanya gelung usus yang terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola anak tangga pada foto
tegak menggambarkan bahwa penderita menderita ileus obstruktif. Hal ini karena fakta bahwa udara biasanya
tidak terlihat pada usus halus dan hanya terbukti pada usus yang terdistensi. Informasi dari foto juga
dikumpulkan sebagai bahan diagnosa. Pada foto abdomen, gelung usus berbeda pada usus halus dan kolon.
Usus halus ditandai dengan posisinya yang berada di dalam abdomen sentral dan adanya valvulae conniventes
yang muncul sebagai garis yang melintasi keseluruhan lebar lumen. Kolon teridentifikasi dengan posisinya di
sekeliling abdomen dan dibatasi oleh adanya tanda haustra yang hanya sebagian melintasi diameter lumen.
Pada obstruksi mekanik sederhana lanjut pada usus halus, tak ada gas yang terlihat di dalam kolon.
Obstruksi kolon dengan valva ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya
gambaran penting. Jika valva ileocaecalis inkompeten, maka distensi usus halus dan kolon ada. Pada obstruksi
strangulasi, perjalanan klinik lebih cepat dan harus segera dilakukan pemeriksaan. Distensi usus (jika ada) pada
obstruksi strangulasi lebih sedikit dibandingkan pada obstruksi mekanis sederhana.
c) Pemeriksaan Penunjang
c.1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat dehidrasi
c.2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+dan Cl-rendah.
c.3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula connives melintasi seluruh
lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar
usus)
mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
c.4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat sebagai media
kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab
c.5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk menunjukkan tempat
obstruksi.
ii. Operasi
a) Usus halus
Operasi dapat dimulai setelah pasien telah diredidrasi kembali dan organ-organ vital telah dapat berfungsi
dengan normal. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus disayat.
Perincian operatif tergantung pada penyebab obstruksi. Perlengketan/ adhesi dilepaskan atau bagian yang
mengalami obstruksi dibuang, usus yang mengalami strangulasi harus dipotong.
b) Usus besar
Pada usus besar, operasi terdiri dari proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi tranversal pada
pasien yang sudah lanjut usia, pasien dengan obstruksi terjadi di daerah sekum, maka bagian tersebut akan
dipotong, biasanya disertai anastomosis primer. Kanker pada kolon sebelah kiri dan anastomosis yang
mengakibatkan obstruksi pada pasien juga akan dipotong dan disertai anastomosis juga.
4. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan
menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi serta
melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.
3.12 PROGNOSIS
Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya. Setelah pembedahan
dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yangmendasarinya.
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapatsegera dilakukan.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadistrangulasi atau komplikasi lainnya akan
meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengancepat.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam buku-buku mereka,
syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.
Hendaknya operasi medis disyariatkan.
Hendaknya penderita membutuhkannya.
Hendaknya penderita mengizinkan.
Hendaknya tim medis menguasai.
Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
Hendaknya operasi medis berakibat baik.
Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk (Editor). 2000. Bedah Digestif dalam Kapita SelektaKedokteran. Edisi ke-3, Jilid ke-2. Jakarta :
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
FKUI. Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2012. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru
Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-9. Jakarta : EGC
Junquiera L.C, Carneiro J.(2007. Histologi Dasar. Text dan Atlas. edisi 10, Jakarta: EGC
Murray R.K et all (2006), Biokimia illustrated Harper, 27th ed, Toronto: McGraw-Hill.
Price, SA ., Wilson, LM . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 1. Ed. 6. Jakarta : EGC.
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC. 648-649
Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta : EGC
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC