Anda di halaman 1dari 44

MEDIANI NURDIANTY SARI 1102012160

LI 1. ANATOMI MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS SALURAN CERNA BAGIAN ATAS


1.1 MAKROSKOPIS
INTESTINUM (intestinum=USUS; tenue=HALUS)
1. DUODENUM (usus dua belas jari; duodenos=duabelas kali)

http://emedtravel.files.wordpress.com/2013/07/jejunum.jpg
Panjang duodenum 12 jari atau 25cm, melengkung seperti huruf C sehingga dapat dibedakan
 Pars superior duodeni
 Pars descendens duodeni
 Pars inferior duodeni, dapat dibedakan :
 Pars horizontalis
 Pars ascendens
Lengkung antara pars superior duodeni dan pars descendens duodeni disebut flexura duodeni superior.
Lengkung antara pars descendens duodeni dan pars inferior duodeni disebut flexura duodeni inferior.
Permulaan duodenum yang melebar disebut bulbus duodeni dan berakhir pada lengkung disebut flexura
duodenojejunalis.
Pada duodenum akan bermuara:
 Ductus pacreaticus accessories / minor (Sartorini, tidak selalu ada), muara lebih ke oral, menonjol disebut
papilla duodeni minor.
 Ductus pancreaticus major (Wirsungi), serta ductus choledochus, muara bersama lebih ke anal, menonjol
disebut papilla duodeni major yang meluas ke kranial sebagai plica longitudinalis duodeni. Di dalam dinding
papilla duodeni major terdapat suatu rongga disebut ampulla yang dindingnya terdapat suatu otot yaitu
M.spinchter Oddi,yang melingkar. Bila berkontraksi dapat menutup muara bersama ductus tersebut.

 http://classconnection.s3.amazonaws.com/535/flashcards/3547535/png/duodenum-
142461A169177B5C8EB.png

2. JEJUNUM (USUS KOSOSNG) &ILEUM (USUS BERKELOKKELOK)


 Intestinum jejunum : usus kosong; jejunus = kosong
 Terletak di regio umbilicalis
 Intestinum ileum : usus berkelok-kelok; ilien = memutar
 Panjangnya sekitar 6 meter
 Selain duodenum, 2/5 proximal usus intestinum tenue merupakan bagian jejunum, 3/5 distal sisanya
merupakan ileum
 Dalam intestinum ileum terdapat kumpulan noduli solitarii sehingga terbentuk laminae disebut noduli
agregat atau plaques peyeri, disini tidak ada villi dan letaknya berhadapan dengan alat penggantung ileum.
 Kadang-kadang satu meter dari akhir ileum terdapat suatu tonjolan sisa ductus omphaloenterius disebut
diverticulum ilie, yaitu saluran yang menghubungkan umbilicus dengan ileum. Bila setelah lahir masih ada
disebut fistula umbilicalis.
 Diameter jejunum cenderung lebih besar daripada ileum
 Mesentrium jejunum cenderung lebih tebal dari pada ileum
 Arteriae : berasal dari cabang A.mesentrica superior, cabang-cabangnya membentuk anyaman yaitu arcade
jejunalis dan ilei.
 A.ileocolica menuju bagian bawah ileum
 Vena : senama dengan arteri
 Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari N. Vagus dari plexus mesentericus superior.
http://classconnection.s3.amazonaws.com/535/flashcards/3547535/png/jejunum_v_ilelum-
14246285EB46FBEB5E0.png
INTESTINUM CRASSUM (USUS BESAR)
http://www.aboutcancer.com/anatomy_colon.gif
Intestinum Crassum (crasum = tebal) , dibagi dalam colon dan intestinum rextum Colon dapat dibagi dalam:
a) Colon ascendens, terletak di sebelah kanan, pada regio lumbalis dextra naik dari caudal ke cranial,
dimulai dari caecum. Pada ujung caecum bermuara bagunan kecil berupa pipa menyerupai cacing
disebut processus (appendix) vermiformis (processus =lanjutan; appendix=alat tambahan;
vermiformis=bentuk seperti cacing)
b) Colon transversum
c) Colon descendens
d) Colon sigmoideuim
CAECUM
 Seperti kantong dengan ujung buntu menonjol kebawah
 Terletak pada region ileaca dextra
 Dibagian bawah terdapat juncture ileocolica tempat bermuaranya ileum
 Panjangnya sekitar 6cm
 Pada sisi media bawah caecum terdapat appendix vermiformis:
 Bentuk seperti cacing dengan panjang 8-13 cm
 Pada orang mati dapat ditemukan beberapa tipe:
 Post caecalis (65%), terletak dibelakang caecum
 Diescending = pelvic type (31%), terletak dibawah ileum
 Subcaecalis (2,6%), terletak dibawah caecum
 Ante ilei (1,0%), terletak didepan ileum
 Post ilei (0,4%) terletak di belakang ileum
 Pada orang hidup dapat ditemukan semua type, karena caecum selalu berkontraksi sehingga ujung
appendix berubah-ubah, sedangkan pada orang mati tetap
 Pada orang hidup dapat ditemukan 2 type:
 Mobile type, bias berubah-ubah dapat ditemukan pada semua type
 Fixed type, tetap dapat ditemukan bila ujung appendix pada peritoneum dan type retrocaecal
 Appendix punya penutup peritoneum yang lengkap pada bagian bawah usus halus diesbut mesoappendix
 Cara pemeriksaan appendix verniformis, yaitu dengan cara menarik garis antara umbilicus dengan SIA
dextra kemudian dibagi 3. Titik sepertiga lateral adalah letak appendix disebut titick MC. Burney
 Intestinum crassum berbentuk seperti pipa, panjangnya sekitar 1,5 m, terdiri dari 3lapisan dari luar ke
dalam:
 Tunica serosa
 Tunica muscularis
 Tunica mucosa
 Tunica serosa terdiri atas mesothelium dan jaringan pengikat tipis.
 Tunica muscularis terdiri atas 2 lapisan:
 Stratum longitudinale
 Stratum circulare
 Stratum longitudinale tidak lagi berupa satu lapisan, tetapi terbagi dalam 3 berkas, sehingga satu berkas
kelihatan sebagai satu pita disebut taenia.
 Letak taenia pada colon transversum :
 Perlekatan alat penggantung dibelakang disebut taenia mesocolica
 Perletakatan omentum majus dimuka disebut taenia omentalis
 Diding caudal tidak ada alat yang melekat disebut taenia libera
 Taenia ini, berkas longitudinale, karena lebih pendek dari stratum circulare, mengakibatkan stratum
circulare melipat-lipat. Lipatan keluar disebut haustra dan lipatan kedalam disebut plica semilunaris.
 Lekuk diantara haustra disebut incisura.
 Gerakan yang dilakukan oleh tunica muscularis ialah peristaltik.
 Pada caecum dilengkapi valvula ileocolica (valvula ileocaecalis) yang terdiri dari labium superios dan labium
inferior. Labium ini dibentuk oleng lipatan stratum circular eke ventral dan dorsal membentuk frenulum

Vaskularisasi usus
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka.
Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri
pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah
duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior.
Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lainuntuk
membentuk
serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah jugadiperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan
lewat vena messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon
ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media,
dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distalkolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior

Drainase pembuluh lymphe


Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui nodi
lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici
coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui
banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus
suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati
banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfeke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang
perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya
akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon
transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior.

Persarafan usus
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus
superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 1997). Rangsangan parasimpatis
merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui
pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksusMeissner di lapisan submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian sfingter eksterna
yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendensdipersarafi oleh serabut saraf
simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum
dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabutnervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus
inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi
dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek
berlawanan.

1.2 MIKROSKOPIS
- Usus halus halus relatif panjang rata-rata 5 m
- Terdiri dari 3 segmen :
1. Duodenum
http://www.siumed.edu/~dking2/erg/images/GI078b.jpg

2. Jejunum

http://classconnection.s3.amazonaws.com/716/flashcards/1074716/jpg/gi_-_jejunum1337308971550.jpg

3. Ileum
http://faculty.tcc.edu/mmitchell/images/ilem1b.gif
- Usus halus berfungsi:
 Mengangkut bahan makanan (chyme) dari lambung ke usus besar
 Menyelesaikan pencernaan dengan sekret enzim yang berasal dari dinding dan kelenjar
pelengkapnya
 Menyerap hasil akhir pencernaan ke dalam pembuluh darah dan limf pada dindingnya
 Mensekresi hormon-hormon tertentu.

- Bangunan – bangunan khusus pada mukosa


 Plika sirkularis kerckring
 Merupakan lipatan permanen yang berjalan spiral atau melingkar terdiri atas seluruh tebal
mukosa dengan submukosa di bagian tengahnya.
 Tiap lipatan dapat melingkari 2/3 atau lebih lumen usus, tetapi jarang melingkari seluruh lumen
usus.
 Berkembang secara maksimal pada akhir duodenum dan pada bagian proksimal jejunum,
setelah itu berkurang dan menghilang pada setengah bagian distal ileum.

 Vilus dan Kriptus


 Vilus, merupakan tonjolankecil mirip jari atau daun pada membran mukosa
 Panjangnya 0,5 – 1,5 mm da hanya terdapat pada usus kecil
 Kontraksi sel-sel otot polos di tengah vili menyebabkan vili dapat mengkerut dan memendek, jadi
membantu aliran limf.
 Pada umumnya vili memendek bila usus mengembang.
 Kriptus Lieberkuhn, bangunan-bangunan berbentuk tabung bermuara di antara dasar vili.
 Susunan kriptus tidak serapat kelenjar-kelenjar lambung, ruang-ruang di antaranya terisi oleh jaringan
ikat lamina propria.

 Mikrovili
 Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan luarnya dilengkapi dengan jala
filamen halus yang memberi gambaran “kabur”.
 Selubung filamen ini mengisi ruang –ruang antar mikrovili dan ujung- ujungnya , membentuk suatu
lapisan permukaan yang tidak terputus- putus, mengandung glikoprotein, dan tahan terhadap bahan
proteolitik dan mukolitik.
 Epitel mukosa usus merupakan epitel silindris, tetapi berbeda dengan epitel permukaan lambung,
oleh karena terdapat lebih dari satu jenis sel.
o Sel silindris ( sel absorptif)
 Terletak di atas lamina basal
 Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel
 Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (“striated border”) atau berbentuk sikat (“brush
border”) yang terdiri atas mikrovili berjajar dan berhimpitan.
 Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan mengandung enzim-enzim,
pencernaan seperti disakarida dan dipeptidase yang memecah gula dan peptida
 Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan enterokinase yang terdapat
pada lapisan permukaan.
o Sel goblet
 Tersebar di antara sel-sel silindris
 Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum.
 Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti.
 Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butir- butir sekret mukus.
 Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus
 Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk selnya makin menyerupai piala, dan
dilepaskan diujung vilus

 Sel enteroendokrin
 Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan sekresi lambung, motilitas intestinal,
sekresi pankreas, dan kontraksi kandung empedu.
 Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet:
o Sel gastriintestinal pada vili dan kriptus
o Sel penghasil somastatin (sel D) sepanjang usus halus
o Sel penghasil cholecystokinine (sel I) crypti duodenum dan jejunum
o Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L) pada mucosa jejunum dan ileum
o Sel enterochromaffin (sel EC1) sepanjang mukosa usus halus, penghasil serotonin dan
substan P
o Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L) pada jejunum, mengahasilkan gastric
inhibitory peptide.

 Sel paneth
 Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus
 Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit
 Sel paneth menghasilkan lisozim suatu enzim yang mencerna dinding sel bakteri tertentu , dan agaknya
berkemampuan memfagositosis bakteri tertentu.
 Walaupun fungsinya belum diketahui dengan pasti, ia mungkin mengatur flora mikrobial usus.
 Sel paneth dewasa mengandung banyak granula dan terletak di dasar kriptus
 Sel yang kurang dewasa terletak agak tinggi pada kriptus
 Pergantian sel paneth lebih lambat (30-40 hari) dibanding dengan sel silindris atau sel goblet.

 Lamina propria
 terdapat diantara kelenjar intestinal dan di tengah vilus.
 Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid.
 Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar, lonjong, dan pucat, limfosit,
makrofag dan sel plasma.
 Terdapat pula sejumlah besar folikel solietr atau noduli limfatisi yang menyendiri, jumlahnya semakin
banyak pada bagian distal usus.
 Membentuk agregrat besar terdiri dari 20 atau lebih lympho nodulus disebut plaque payeri.
 Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel limfosit dan makrofag
sebagai sawar antara tubuh dan antigen, mikroorganisme dan bahan asing lainnya yang selalu ada di
dalam lumen usus.

 Kelenjar submukosa duodenum (Brunner) terdiri atas sel kubis tinggi dengan inti gelap, gepeng, terletak di
basal sel dan sitoplasmanya jernih bervakuola.
 Kelenjar Brunner menghasilkan mukus basa
 Sekret asam lambung dapat menyebabkan erosi pada mukosa duodenum, dan sekresi kelenjar submukosa
mencegah hal tersebut dengan mukusnya.
 Sifat alkalinya diduga disebabkan oleh kapasitas bufer bikarbonat.
 Sel kelenjar Brunner mengandung urogastrone, suatu peptida yang menghambat sekresi asam hidroklorida di
dalam lambung.

USUS BESAR
- Panjangnya ±180 cm
- Terdiri dari :
 Sekum berhubungan dengan ileum melalui katup ileosekal
 Apendikssuatu divertikulum kecil dari sekum
 Kolonmulai dari sekum dan dibagi dalam bagian ascendens, transversa dan descendens
 Rectumsaluran anus
- Fungsi usus besar :
 Absorpsi cairan
 Mensekresi mukus pelumasan menjadi lebih penting karena cairan diabsorpsi dan feses menjadi lebih
keras sehingga kemungkinan merusak mukosa menjai lebih besar.
 Pencernaan yang dilakukan oleh enzim yang ada di dalam makanan.
 Pembusukan oleh bakteri yang selalu ada di dalam usus besar.
- Usus besar tidak mempunyai plika dan vili
- Epitel permukaan tampak lebih rata daripada yanga ada di usus kecil
- Sel goblet jumlahnya lebih banyak.
- Batas ileosekal
 Terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatn anterior dan posterior menjadi
dua daun katup.
 Terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh massa otot polos melingkar
http://www.vetmed.vt.edu/education/curriculum/vm8054/Labs/Lab19/IMAGES/INTESTINES%20COMPARED
.jpg

http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/CorePages/GIT/images/col10he.jpg
http://www.ouhsc.edu/histology/Glass%20slides/56_01.jpg
APPENDIKS
- Panjangnya ±25 cm
- Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas yang tidak teratur.
- Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak teratur
- Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan “striated border” dan sel
- gobletnya sedikit,
- Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
- Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga sukar mendapatkan apendiks
yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan neutrofil dalam lamina propria dan submukosa.
- Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan adanya infeksi menahun
dan infeksi akut.

Sekum, kolon dan rektum


 Kelenjar intestinal lebih dalam pada usus besar dari pada usus kecil dan letaknya lebih berhimpitan. Di
kolon dalamnya 0,5 mm, sedangkan di rektu mencapai 0,75 mm.
 Sel goblet jumlahnya banyak dan sel enteroendokrinkadangkala terdapat di bawah di dalam kelenjar.
 Sel paneth tidak ada
 Lamina propria di antara kelenjar sama dengan yang ada di usus halus, dan mengandung noduli
limfatisi yang letaknya tersebar meluas di submukosa.
 Pada sekum dan kolon, lapisan muskularis longitudinal tidak merupakan lapisan yang utuh tetapi
membentuk 3 pta memanjang, sebagai taeniae coli.
 Pada rektum lapisan longitudinal ini kembali menjadi lapisan yang utuh.
 Tunika serosa, pada permukaan yang tidak melekat di dinding abdomen pagian posterior, membentuk
tonjolan-tonjolan kecil terdiri atas jaringan lemak yaitu apendiks epiploika.

Batas rektum anus


 Disini membran mukosa membentuk lipatan-liptan memanjang disebut
 “Kolumna Rektalis Morgagni”.
 Epitel silindris tiba-tiba berubah menjadi epitel berlapis gepeng yang meluas sedikit ke bawah sebagai
daerah peralihan antara epitel usus dan kulit.
 Pada anus, epitelnya mengandung lapisan tanduk dan dibawahnya terdapat kelenjar tubulosa
bercabang disebut “kelenjar sirkumanal”
 Pada bagian bawah rektum, dan pada saluran anus, lapisan dalam muskularis menebal, sebagai
sfingter ani internum
 Mengelilingi saluran anus adalah berkas-berkas otot lurik, yang membentuk sfingter ani eksternum.

LI 2. FISIOLOGI DAN BIOKIMIA SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH


Intestinum
Usus halus mempunyai 2 fungsi utama pencernaan dan absorbsi bahan-bahan nutrisi dan air. Semua
akitivitas lainnya mengatur atau mempermudah berlangsungnya proses ini. Proses pencernaan ini dimulai dari
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
dilanjutkan didalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dan
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase
pankreas.
Kerja empedu terjadi sebagai akibat dari sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat melarutkan
zat-zat lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat asam empedu dan molekul-molekul.
Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan asam empedu karena merupakan molekul polar, membentuk
permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah ke dalam dan ujung hidrofilik menghadap keluar menuju
medium cair. Bagian sentral misel juga melarutkan vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol. Jadi asam-asam
lemak bebas, gliserida dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam larutan sampai
mereka dapat di absorbsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enteriukus). Banyak
di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil
diabsorbsi. Enzim-enzim utama pencernaan adalah kelenjar ludah menghasilkan amylase (ptyalin) ludah;
kelenjar ludah menghasilkan pepsin dan lipase lambung; mukosa duodenum menghasilkan enterokinase;
kelenjar eksokrin pankreas menghasilkan tripsin, kemotripsin, karbosipeptidase, nuclase, lipase pankreas;
amilase pankreas; hati menghasilkan asam empedu (bukan enzim), kelenjar usus menghasilkan
aminopeptidase, dipeptidase, maltase, lactase, sukrosa, lipase usus, nucleotidase.
Dua hormon penting dalam pengaturan usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa duodenum
menyebabkan kontraksi kantong empedu yang diperantarai oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencemaan
tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum, merangsang sekresi getah pankreas yang kaya
akan enzim; hal ini diperantarai oleh kerja pankreozimin.
Parikreozimin dan kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang sama, yang
mempunyai efek berbeda, hurmon ini dinamakan CCK (beberapa buku teks menyebut hormon ini CCK-PZ).
Hormon ini dihasilkan oleh mukosa duodenum.
Asam yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkan hormon lain, sekretin dan
jumlah yang keluarkan sebanding dengan asam yang mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang
sekresi getah yang mengandung bikarbonat dari pankreas, dan empedu dari hati.
Sekretin memperbesar kerja CCK.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakkan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain
dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinue isi lambung.
Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pengamatan karbohidrat, lemak dan protein (gula
sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dindirig usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk
digunakan oleh sel- sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian besar kurang dimengerti.

Besi dan kalsium sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan abscrbsi kalsium memerlukan
vitamin D, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K) diabsorbsi dalam duodenum dan memerlukan garam-
garam empedu. Asam folat dan vitamin-vitamin lain yang larut dalam air juga diabsorbsi di duodenum.
Absorbsi gula, asam-asam amino dan lemak sebagian besar diselesaikan menjelang kimus mencapai jejunum.
Absorbsivitamin B12 berlangsung pda ileum terminal melalui mekanisme transport khusus yang memerlukan
faktor intrinsik lambung. Sebagian besar asam-asam empedu yang dikeluarkan oleh kandung empedu ke
dalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan diabsorbsi pada ileum terminal dan masuk
kembali ke hati. Siklus ini dinamakan sirkulasi enterohepatik garam-garam empedu dan sangat penting dalam
mempertahankan cadangan empedu.
Dengan demikian asam-asam atau garam-garam empedu mampu bekerja mencenakan leniak berkali-kali
sebelum dikeluarkan dalam feses.
Penyakit atau reseksi ileum terminal dapat menyebabkan deifisiensi garam-garam empedu dan mengganggu
pencernaan lemak. Masuknya garam- garam empedu dalam jumlah besar ke dalam kolon menyebabkan iritasi
kolon dan diare.

Colon
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi
usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah nampir lengkap pada kolon.
bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi
sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorbsi sckitar 600 ml air per/ hari, bandingkan dengan usus halus yang mengabsorbsi
sekitar 8 000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 2000 ml/hari. Bila jumlah ini dilampaui, misalnya
karena adanya kiriman yang berlebihan dan ileum, maka akan terjadi diare.
Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air. Sisanya terdiri dari
residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan mineral yang tidak diabsorbsi.
Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan karena
kerja enzim. Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak mengandung enzim. Mukus ini bekerja untuk
melumasi dan melindungi mukosa. Bakteri usus besar munsintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B.
Pembusukan oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih sederhana seperti
peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak.
Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon.
Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorpsi dan diangkut ke hati di mana
zat-zat ini akan diubah manjadi senyawa yzng kurang toksik dan diekskresikan melalui kemih. Fermentasi
bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2 , H2 dan CH4 yang merupakan komponen flatus. Dalam
sehari secara normal dihasilkan sekitar 1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan
udara secara berlebihan) dan pada peningkatan gas di dalam lumenusus, yang biasanya berkaitan dengan
jenis makanan yang dimakan. Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan mengandung
banyakkarbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yarg khas adalah
gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari waktu ke waktu otot sirkular
akan berkontrasi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus
bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis
peristaltik propulsif;
a) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat
beberapa haustra, dan
b) penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengbatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai
tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan, khususnya setelah makanan
pertama masuk pada hari itu.
Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi
dikendalikan oleh stingier ani eksterna dan interna.
Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol
volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakraliskedua dan keempat dari medula spinalis. Serabut-
serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan bertanggung jawab atas
kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang mengalami distensi -berkontraksi,
otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot
sfingter intema dan ekstema berelaksasi pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi
dipercepat dengan adanya peningkatan tekanan intraabdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-
otot dada dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus- menerus dari otol-otot abdomen (menuver ata'i
peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingtcr ekstema dan levator
ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk berdefekasi menghilang. Kelainan dari
proses defekasi adalah konstipasi dan diare. Konstipasi terjadi karena kegagalan pengosongan rektum saal
terjadi peristaltik massa.
Bila defekasi tidak sempurna, rektum relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang. Air tetap terus
diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selaniutnya lebih sukar.
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali/ hari), serta perubahan
dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dan konsistensi (feses cair) hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan,
ketidaknyamanan perianal, inkontinensia atau kombinasi dari faktor-faklor ini. Adanya kondisi yang
menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsi mukosa atau motilitas dapat menyebabkan diare. Diare
dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormone tiroid, pelunak feses dan laksatif,
antibiotik kemoterapi dan antasida), pemberian makanan per selang, gangguan metabolik dan endokrin
(diabetes, addisnn, tirotoksikosis) serta proses infeksi virus/bakteri (disentri, shigelosis, keracunan makanan).
Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorbsi (sindrom usus
peka, kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka) defisit sfingter anal, sindrom, zollinger - ellison,
paralitik ileus dan obstruksi usus.
Frekuensi defekasi meningkat bersamaan dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses. Pasien
mengeluh kram perut, distensi, gemuruh usus (borborigimus), anoreksia dan haus. Kontraksi spasmodik vang
nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus), dapat terjadi pada setiap defekasi.
Feses berair adalah karakteristik dari penyakit usus halus, sedarigkan feses semi padat lebih sering
dihubungkan dengan gangguan kolon. Feses yang sangat besar dan berminyak menunjukkan malabsorbsi
usus, dan adanya mukus dan pus dalam feses menunjukkan enteritis inflamasi atau kolitis.

LI 3. ILEUS OBSTRUKTIF
3.1 DEFINISI
Obstruksi usus (mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau
anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen
usus tersebut.
Tipe obstruksi usus terdiri dari :
 Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut
seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intususepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
 Neurogonik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga
tidak mampu mendorong isi usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes
mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.
Ileus Obstruktif disebut juga Ileus Mekanis (Ileus Dinamik). Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan
tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik sebahagian maupun total. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada
hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari.

3.2 EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika diperkirakan sekitar
300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan
obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.

3.3 ETIOLOGI
Faktor Risiko
Obstruksi usus yang sering ditemukan, tergantung pada umur pasien. Pada bayi/neonatus obstruksi usus
disebabkan atresia ani, atresia pada usus halus, dan penyakit Hirschsprung. Obstruksi pada anak-anak sering
disebabkan oleh intususepsi, penyakit Hirschsprung dan hernia strangulasi inguinalis kongenital. Pada orang
dewasa, obstruksi usus sering disebabkan tumor di dalam usus, perlengketan dinding usus, hernia strangulasi
pada kanalis inguinalis, femoralis ataupun umbilikalis dan penyakit Crohn. Obstruksi pada pasien umur lanjut
sering disebabkan karsinoma usus besar, divertikel, hernia strangulasi, tinja membatu, perlengketan dinding
usus dan volvulus.
Penyebab Obstruksi Menurut Kelompok Umur
Kelompok umur Penyakit
Bayi/neonates Atresia, Volvulus, penyakit Hirschsprung
Anak-anak Intususepsi, hernia strangulasi inguinalis, kelainan kongenital, penyakit
Hirschsprung
Dewasa Neoplasma usus besar, adhesi, hernia strangulasi inguinalis, femoralis
dan umblikalis, dan penyakit Hirschsprung
Orang tua Karsinoma usus besar, penyakit divertikulum kolon, hernia strangulasi,
fecalith (tinja membatu), adhesi dan volvulus

1. Perlengketan/Adhesi
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi adalah pita-pita jaringan fibrosa yang
sering menyebabkan obstruksi usus halus pasca bedah setelah operasi abdomen. Risiko terjadinya adhesi
menimbulkan gejala obstruksi pada anak belum diteliti dengan baik, tetapi sering terjadi pada 2-3% penderita
setelah operasi abdomen. Sebagian besar obstruksi disertai oleh adhesi dan dapat terjadi setiap waktu setelah
minggu kedua pasca bedah.
Adhesi dapat berupa perlengketan yang bentuk tunggal maupun multiple (perlengketan yang lebih
dari satu) yang setempat maupun luas. Pada operasi, perlengketan dilepaskan dalam bentuk pita. Pada
operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.
Adhesi yang kambuhan akan menjadi masalah besar. Setelah berulang tiga kali, risiko kambuh akan
menjadi 50%. Pada kasus seperti ini, diadakan pendekatan konservatif sebab walaupun pembedahan akan
menberikan pasase, kemungkinan besar obstruksi usus akibat adhesi akan kambuh dalam waktu singkat.
2. Hernia Inkarserata
Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat tekanan intraabdominal yang
meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui defek itu. Misalnya : sebagian lambung dapat
terdesak keluar ke rongga perut melalui suatu defek pada diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia
yang tidak tampak dari luar disebut “internal hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang
tampak dari luar seperti hernia umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral.
Jika liang hernia cukup besar maka isi usus dapat didorong masuk lagi dan disebut reponibel, jika tidak
dapat masuk lagi disebut incarcerata. Pada keadaan ini terjadi bendungan pembuluh-pembuluh darah yang
disebut dengan strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat yang
disebut infark. Hernia yang menunjukkan strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda incarcerata akan
menimbulkan gejala-gejala ileus.
3. Pankreas anulare
Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum bagian duodenum bagian kedua.
Gejala dan tanda sama seperti pada atresia atau malrotasi usus. Pankreas anulare merupakan kelainan
kongenital yang jarang ditemukan. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan pada perkembangan bakal pankreas
sehingga tonjolan dorsal dan ventral melingkari duodenum bagian kedua akibat tidak lengkapnya pergeseran
bagian ventral. Keadaan ini menyebabkan obstruksi duodenum dan kadang disertai atresia juga. Penyakit ini
pada awalnya sering tidak ditemukan gejala dan baru ditemukan pada saat dewasa.
4. Invaginasi
Disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian oral (proksimal)usus menerobos masuk ke
dalam rongga bagian anal (distal) seperti suatu teleskop. Ada beberapa jenis bergantung pada lokasinya:
 enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus
 entero-colics : ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini paling sering ditemukan
 colica: usus besar masuk ke dalam usus besar
 prolapsus ani : rektum keluar melalui anus
Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang melingkarinya intussusceptum. Mesentrium
yang mengandung pembuluh darah intussusceptium akan ikut tertarik dan pembuluh darah akan terjepit
hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab terjadinya pada anak-anak adalah ketidakseimbangan kontraksi
otot usus-usus, adanya jaringan limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal) dan
antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum.
Pada orang dewasa disebabkan karena adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai (polip) dan
oleh gerakan peristaltik didorong ke bagian distal dan dalam gerakan ini dinding usus ikut tertarik.
5. Volvulus
Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan torsi dan merupakan pemutaran
usus dengan mesenterium sebagai poros. Usus melilit/memutar sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat
disebabkan oleh mesentrium yang terlalu panjang, yang merupakan kelainan kongenital pada usus halus, pada
obstisipasi yang menahun, terutama pada sigmoid, pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong hernia
menunjukkan tanda-tanda torsi; pada tumor dalam dinding usus atau tumor dalam mesentrium. Akibat
volvulus terjadi gejala-gejala strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala ileus.
6. Kelainan kongenital
Setiap cacat bawaan pada usus berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna akan
menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Kelainan-kelainan ini disebabkan oleh tidak
sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan dalam perkembangan embrional dan keadaan ini dapat terjadi
pada usus dimana saja. Atresi ialah buntu sama sekali dengan tanda-tanda obstruksi total sedangkan stenosis
hanya merupakan penyempitan dengan gejala-gejala obstruksi yang tidak total.
7. Atresia usus
Gangguan pasase usus yang kongenital dapat berbentuk stenosis dan atresia, yang dapat disebabkan
oleh kegagalan rekanalisasi pada waktu janin berusia 6-7 minggu. Kelainan bawaan ini dapat juga disebabkan
oleh gangguan aliran darah lokal pada sebahagian dinding usus akibat desakan, invaginasi, volvulus, jepitan,
atau perforasi usus masa janin. Daerah usus yang tersering mengalaminya adalah usus halus. Stenosis dapat
juga terjadi karena penekanan, misalnya oleh pankreas anulare dan dapat berupa atresia.
8. Radang kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi,
dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik.
9. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup di usus halus bagian jejunum. Obstruksi usus oleh cacing askariasis
paling sering ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang-ulang
dan usus halus pada anak-anak lebih sempit daripada usus halus orang dewasa sedangkan ukuran cacing sama
besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat yang terdiri dari sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati akibat pemberian obat cacing.
10. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi.
Kebanyakan tumor jinak di usus halus tidak menimbulkan gangguan yang berarti selama hidup. Kadang-
kadang gejalanya tidak jelas atau tidak khas, sehingga kelainan tidak terdeteksi kecuali apabila ada penyulit.
Tumor usus halus dapat menimbulkan komplikasi, pendarahan, dan obstruksi. Obstruksi dapat disebabkan
oleh tumornya sendiri ataupun secara tidak langsung oleh invaginasi.
11. Tumpukan sisa makanan
Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang pernah mengalami operasi
pengangkatan sebagian atau penuh dari perut (gastrektomi). Obstruksi biasanya terjadi pada daerah
anastomosis. Obstruksi lain, yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan
yang mengandung banyak serat yang menyebabkan obstruksi di ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau
biji banyak yang ditelan sekaligus dengan buah tertentu yang berinti.
12. Divertikulum meckel
Divertikulum meckel adalah sisa dari kantung telur embrional yang juga disebut ductus omphalo-
mesentricus yang dalam kehidupan fetal menghubungkan pusat (umbilicus) dengan usus. Pada orang dewasa
terletak pada ileum lebih kurang 100 cm proksimal perbatasan ileo-cekal, sedangkan pada anak-anak lebih
kurang 40 cm. Jika hubungan antara umblikus dan usus (ductus omphalo-mesentricus) tidak menghilang,
dapat terjadi fistula pada pusat yang mengeluarkan isi usus. Bila hanya sebagian yang menghilang dan
ditengah-tengah tetap, maka akan dapat terbentuk suatu kista. Bila tidak menghilang sempurna, maka sisanya
menyerupai tali yang padat, yang dapat mengakibatkan terbelitnya usus pada tali itu (strangulasi).
13. Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada
neonatus. Penyakit Hirschsprung terjadi akibat tidak adanya sel ganglion pada dinding usus atau terjadinya
kelainan inervasi usus, yang dimulai dari anus dan meluas ke proksimal. Gejala-gejala klinis penyakit
Hirschsprung biasanya mulai pada saat lahir dengan terlambatnya pengeluaran tinja (mekonium). Kegagalan
mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar danperut menjadi kembung. Karena
usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat, mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang
mukosa terganggu Statis memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis
(Clostridium difficile dan Staphlococcos aureus) dengan disertai sepsis dan tanda-tanda obstruksi usus besar.
14. Bezoar
Istilah bezoar merupakan suatu akumulasi benda-benda asing eksogen di dalam lambung atau usus yang
merupakan penyebab ileus obstruktif pada usus halus.Bezoar dibedakan menurut komposisinya. Laktobezoar
mengandung kasein atau kalsium yang tinggi. Laktobezoar ditemukan pada bayi-bayi prematur yang
mengkonsumsi susu formula bayi yang kaya kasein/kalsium. Phytobezoar adalah jenis yang paling umum dari
bezoar yang merupakan akumulasi serat sayur-sayuran dan buah-buahan yang tidak dapat dicerna.
Phytobezoar terdiri dari selulosa, tanin, dan lignin yang di cerna pada saat mengkonsumsi makanan.

3.4 KLASIFIKASI
1. Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan:
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam lumen usus tanpa gangguan
pembuluh darah, antara lain karena atresia usus dan neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai oklusi pembuluh darah seperti
hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan volvulus.
2. Menurut letak sumbatannya
Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2:
a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar
3. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi (postoperative), hernia (inguinal,
femoral, umbilical), neoplasma (karsinoma), dan abses intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi
(Chron’s disease, diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam usus, misalnya benda asing,
batu empedu.
4. Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar:
a) Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh darah.
b) Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh darah sehingga
terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum
berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
c) Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung usus
tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

3.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat di lihat pada bagan. Lumen usus yang
tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan
tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8
liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan
sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan
asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum
dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat di
proksimal dan menyebabkan muntah refleks. Setelah mereda, peristaltik melawan obstruksi dalam usaha
mendorong isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di
antara episode.
Gelombang peristaltik lebih sering timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10
menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang
menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi,
maka aktivitas peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.
Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka kemudian timbul muntah dan mulainya
tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan
distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung
dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada ileus
obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila timbul, biasanya kehilangan isotonik
dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan volume intravascular,
hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat
timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok.
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup volvulus,
pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi
sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma
bisa juga dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya
bertindak sebagai sawar (penghambat) bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian
dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi yang
memanjang maka timbul iskemik dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa
masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas peritonealis.
Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan
syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat menyebabkan kematian.
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat.
Jenis ileus obstruktif ini lebih bahaya dibandingkan ileus obstruksi yang lainnya, karena ia berlanjut ke
strangulasi dengan cepat sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus obstruktif
gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada
keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan
intalumen, yang menyebabkan obstruksi aliran keluar ke vena.
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus obstruksi usus
halus. Karena kolon bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui
valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu
bagian sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi
itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam
usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi
kontinu menyebabkan ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya di sekum. Hal didasarkan atas
hukum Laplace, yang mendefinisikan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun
berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter kolon melebar di dalam
sekum, maka area ini yang biasanya pecah pertama.
3.6 MANIFESTASI KLINIS
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak
cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal
akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung
lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut
bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan
dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada
pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan
“metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.

2. Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu
diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi
berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan
operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di
epigastrium.
Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras
dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah
lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup
ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten,
terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan
dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan
usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang
terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif:
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston, 1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik, pireksia,
septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif,
semua kemungkinan hernia harus diperiksa.
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia sekunder
terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas
tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20
menit pada ileus obstruktif usus besar.
Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam
abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus.
Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi
jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap
di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi,
maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995).
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun
makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan
empedu. Setelah ia mereda, maka muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus
halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah
timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil
pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena panjang usus yang terisi dengan isi
demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus di atas obstruksi.
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin membesar bila
semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat. Gejala ini terlambat pada ileus
obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus.
(sabiston,2005)
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas tidak bisa
keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum
juga suatu gambaran khas ileus obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus
mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus, usus dalam
panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus dalam bagian usus besar ini
memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi, selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus
obstruktif usus besar, maka obstipasi akan terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan
gejala yang ditampilkan pengganti obstipasi. (Sabiston, 2005)
Dehidrasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah yang berulang-
ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan lidah kering, pengisian aliran vena
yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN dan hematokrit meningkat memberikan gambaran
polisitemia sekunder.(winslet,2002)
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana. Peningkatan
nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat sebagai pertanda strangulasi, begitu
juga leukositosis atau leukopenia. Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda:
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir menandakan
iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi.
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengantanpa strangulasi,
karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan
perlu diperhatikan:
 Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
 Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
 Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
 Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat penting, tetapi, nyeri
tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus obstruktif tanpa strangulasi
kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal pada tempat yang mengalami obstruksi;
pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal yang berhubungan dengan kekakuan abdomen..
 Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound tenderness menandakan perlunya
laparotomy segera.
 Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi konservatif, walaupun
tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
 Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak, ireponibel, tidak hanya
membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama kualitasnya
dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah. Keluhan rasa sakit kadang-
kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat,
khususnya bila katup ileocaecal kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat
perubahan kebiasaan berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma
dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan obstipasi dengan
ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul setelah satu minggu.
3.7 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar klinik
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Anamnesis :
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di
sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus
besar onset muntah lama.

Pemeriksaan fisik:
1.Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut
dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang
disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

2.Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.

3.Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan
gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan
penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus
obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka
sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus. Apabila isi rektum
menyemprot; penyakit Hirdchprung.

4.Radiologi

Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif serta foto
abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas
udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis.
Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon
merupakan satu-satunya gambaran penting. Penggunaan kontras dikontraindikasikan adanya perforasi-
peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus.

5.Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih
yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang- kadang ditemukan pada
semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.

6.Pemeriksaan colok dubur


PERSIAPAN
Penjelasan pasien Handskun/sarung tangan Pelicin/jelly
INDIKASI
•diagnosis rectal tumors and cancer lain;
•diagnosis kelainan prostat (BPH ataupun Ca)
•diagnosis apendisitis atau akut abdomen yang lain
•tonus muskulus sphincter ani, kasus gangguan neurologic karena trauma vertebra
•pemeriksaan ginekologi utk palpasi organ dalam wanita
•pemeriksaan konsistensi dan warna feses (konstipasi/skibala)
•persiapan colonoscopy atau proctoscopy
•evaluasi haemorrhoids
PROSEDUR KERJA :
1. posisi : - litotomi - sikap miring pada sisi kiri
2. buli-buli harus dikosongkan
3. pakai sarung tangan dan lumasi dengan pelicin
4. pemeriksaan dengan jari secara halus dan teliti
5. pasien diberi penjelasan tentang prosedur

6. inspeksi regio analis


7. penderita diminta mengejan
8. anus dilebarkan sedikit dengan bantuan jari telunjuk
9. dapat dilihat : hemorrhoid eksterna, prolaps selaput lendir - prolaps rektum, muara fistel, fissura anus
10. jari telunjuk dimasukkan pelan pelan - posisi jari ekstensi - sisi volar pada daerah perineum pada anus
(anus relaksasi)
11. pada laki laki : - titik acuan : kel. prostate sebelah ventral
12. pada perempuan: - titik acuan : serviks uteri sebelah ventral
13. nilai tonus spinchter
14. nilai struktur dalam rektum :
a. hemorrhoid interna - tidak dapat diraba
b. polip - benda licin lunak dan bertangkai
c. karsinoma
- keras berbenjol-benjol tidak teratur
- ada kawah sentral akibat ulserasi
- tulis jarak tumor ke anus
- tulis letak tumor : ventral. lateral, atau dorsal
- perluasannya: memanjang atau melingkar
- jari dapat meraba batas atas tumor
- lumen tersisa : dapat dilalui jari atau tidak
- fiksasi tumor kejaringan sekitar
15. prostate
-normal 2 cm kranial dari sfingter
-konsistensi lunak atau kenyal lunak
-kedua lobus, lekuk lobus dan bagian atas dapat diraba
pada hipertropi prostat ; lekuk median sebagian besar menghilang, puncak prostate sulit diraba,
batas lateral prostate sulit diraba
-konsistensi lebih padat
-keseluruhan prostat lebih menonjol
-colok dubur tanpa pembesaran prostat bukan berart tidak ada prostate hipertropi
pada karsinoma prostate; permukaan prostate tidak licin, beberapa tempat teraba keras,
pembesaran mungkin hanya sedikit, mukosa rektum sulit digerakkan
16. vesikula seminalis ; normal tidak teraba, proses infeksi : teraba nyeri, bulat panjang, melekat pada
kedua sisi prostate
17. uterus dan adneksa ; kavum douglasi, titik terendah dari peritoneum, informasi dari : peritonitis,
massa radang, tumor
18. selesai pemeriksaan perhatikan sarung tangan : darah, nanah, feses
19. bersihkan daerah anus dengan tissue
20. pasien diminta mengenakan celana kembali
21. edukasi hasil pemeriksaan pada pasien
Pada ileus obstruktif dapat ditemukan pada rectal toucher:
 Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
 Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
 Feses yang mengeras : skibala
 Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
 Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
 Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus; menentukan
etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi
sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi
abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau
sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang
teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak,
kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.

DIAGNOSIS BANDING
Pada ileus paralitik nyari yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi distensi
abdomen. Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan terjadi distensi
abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus
disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus
sederhanaBila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut (misalnya aperndisitis), akan ada tanda dan gejala
dari penyebab primer ileus tersebut.
Obstruksi usus besar ditandai dengan obstipasi dan distensi abdomen, kolik lebih jarang terjadi, dan
muntah juga tidak selalu terjadi. Dengan foto akan tampak kolon yang dilatasi sampai ke letak sumbatan.
Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana.
Strangulasi dapat dikacaukan oleh pankreatitis hemoragik atau oklusi vascular mesenteric.

Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:


 Carcinoid gastrointestinal.
 Penyakit Crohn.
 Intussuscepsi pada anak.
 Divertikulum Meckel.
 Ileus meconium.
 Volvulus.
 Infark Myocardial Akut.
 Malignansi, Tumor Ovarium.
 TBC Usus.

3.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri- ciri khusus. Pada urinalisa, berat jenis bisa meningkat
dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit normal atau sedikit
meningkat, peningkatan apabila terjadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.
Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi. Sedapat mungkin
dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan
sikap tegak untuk melihat batas udara dan air serta le tak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi
sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak.
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid level,distensi usus bagian
proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi
usus yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran
radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.
Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan barium kontras ganda.
Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa langsung dilakukan
biopsi.

GAMBARAN RADIOLOGI
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang
dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain :
1. Ileus obstruksi letak tinggi :
 Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction) dankolaps usus di bagian
distal sumbatan.
 Coil spring appearance
 Herring bone appearance
 Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
 Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
 Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen
 Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik gambaran radiologi
ditemukan dilatasi usus yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus paralitik


Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan Ileus paralitik tampak dilatasi usus
herring bone appearance keseluruhan

Foto abdomen dengan 3 posisi.


Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen dapat
disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada
obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level” terutama pada obstruksi
bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat
gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto
thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

Foto setelah pemberian barium enema memperlihatkan gangguan pengisian atau pembentukan cekungan
pada ujung barium ketika bergerak maju dan dihalangi oleh intususepsi tersebut. Plat datar dari abdomen
menunjukkan pola yang bertingkat (invaginasi tampak seperti anak tangga). Barium enema di bawah
fluoroskopi menunjukkan tampilan coiled spring pada usus.

Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus) dan posisi tegak
thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid
level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen
untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto
abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1)Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2)Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3)Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4)Posisi supine dapat ditemukan :
a)distensi usus
b)step-ladder sign
5)String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6)Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U
yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7)Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.

Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus halus.
Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal
usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian
menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan
obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan
pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.

Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus


Temuan Radiologis Osbtruksi Mekanik Ileus
Air-fluid Level Present proximal to Prominent throughout
obstruction
Gas in small intestine Large bowel shape loops; stepladder Gas present diffusely;
pattern moveable
gas ini colon Absent or diminished Increase throughout
Thickened bowel wall Present if chronic or Present with inflamation
strangulation
Intraabdominal fluid Rare Often present
Diapraghm Slightly elevated; normal Elevated; decrease motion
motion
Gastrointestinal contrast Rapid progression to point of Slow progression to colon
media obstruction
Dilatasi usus Multipel air fluid leveldan“string of pearls” sign

Herring bone appearance Coffee bean appearance


Step ledder sign

a. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk membedakan obstruksi
parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun
dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat
radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras.
Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa
obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan
dengan terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi.

Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)

b. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan menyingkirkan
penyebab akut abdomen

lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT- scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron
karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian
proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi
adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung
sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung
tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan
dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake
kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk mendeteksi grade
ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)

CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium

CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon

c. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada
ileus obstruksi intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi
besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi
pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai
dengan penggunaan kontras dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan
CT biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).
d. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk
menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang
terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.
Kehamilan dengan ileus obstruktif

e. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat pergerakan dari
usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi.
USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain,
USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus
paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%.

USG Abdomen tumor dinding epigastrium


USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi
(Hagen-Ansert, 2010)

3.9 TATALAKSANA
Terapi umum

 Istirahat
• Dirawat di ruangan gawat darurat
• Segera pasang sonde lambung (NGT)
• Selang rectal
• Pasang kateter
 Diet
• Pasien puasa
• Nutrisi perenteral total sampai ada bising usus atau mulai flatus
 Medikamentosa Obat pertama :
• Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus
• Antibiotik

OBAT ANTIEMETIK
 Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
• Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada CTZ
• Efektif utk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
• Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
• Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
• KI : wanita hamil trimester I (kec. Promethazine)
 Antagonis reseptor muskarinik
• Hyoscine
• Untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
• Tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada CTZ
• Puncak antiemetik : 1-2 jam
• ES : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
 Antagonis reseptor dopamin
Metoklopramid
• Bekerja di CTZ
• P.o., T1/2 4 jam, ekskresi via urine
• ES : krn blokade reseptor dopamin di SSP →gangguan pergerakan pada anak2 dan dewasa muda,
mengantuk, fatigue/lemah
• Stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
• Efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
• Antagonis reseptor D2
• Antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
• ES : diare
Phenothiazine
• Neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai antiemetik
• Triethylperazine → hny sbg antiemetik
• Dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada CTZ
• Tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
• Cara kerja → antagonis reseptor D2 di CTZ, menghambat reseptor histamin dan muskarinik
•Pemberian p.o., rektal, atau parenteral
 Antagonis serotonin
• Serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh CNS atau lambung a transmitter emesis
• Antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
• Sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
• Pemberian p.o, injeksi IV pelan, infus
• T1/2 5 jam
• ES : sakit kepala, gangguan GIT
 Cannabinoid
• Nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan
pada CTZ
• Pemberian : p.o, absorpsi baik
• T1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
• ES : jarang, a. l. drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi postural, halusinasi, dan
reaksi psikotik
 Steroid
• Dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
• Mekanisme kerja → blm diketahui
• Sinergisme dg ondansetron

MOTILITAS GIT
1. MENINGKATKAN PERGERAKAN :
• PENCAHAR
• TANPA EFEK PENCAHAR

PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi

Bulk Laxative
• Metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
• Polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
• Mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa hari
• ES : ringan
Osmotic Laxative
• Pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan volume cairan di lumen bowel→
mempercepat transfer makanan ke usus halus →massa yg sangat besar masuk kolon → distensi
→ekspulsi faeces
• Pencahar salin → garam MgSO4 dan Mg(OH)2
• Laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon → fermentasi → asam laktat
dan asam asetat → osmotik laksatif
• Efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal Softener
• Docusate sodium
• Menghasilkan feses yg lebih lunak
• Efek stimulan laksatif lemah
Stimulant Purgative
• Bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
• Meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
• ES : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
• Bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
• Sodium picosulfat → p.o.
• Preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam

OBAT YG MENINGKATKAN MOTILITAS GIT


 DOMPERIDONE
• Antagonis reseptor D2 a antiemetik
• Memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan
tekanan sfingter esofagus bawah a meningkatkan motilitas GIT
• Tidak menstimulasi sekresi asam lambung
• Digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
• ES : hiperprolaktinemia
 METOKLOPRAMID
• Efek sentral → antiemetik
• Efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam lambung
• Efeknya kecil pada motilitas usus bag. bawah
• Digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
 CISAPRIDE
• Menstimulasi release ACh pada pleksus myenterik di GIT bag. atas
• Digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
• Tidak mempunyai efek antiemetik
• ES : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dancairan, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaikikelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis
dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasmaekspander) secara intravena.Terapi cairan
berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dansesudah pembedahan, mengganti kebutuhan
rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga
ketiga.
Terapi cairan resusitasiTerapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairantubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline
(NS), Ringer Asetat(RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Padasyok hemoragik
bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatanTerapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.Orang
dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolitutama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan
K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhantersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan
urine,sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru ataudikenal dengan insensible
water losses.Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
Berat Badan Kebutuhan cairan/ hari Kebutuhan cairan/ jam
10 kg pertama 100 ml/kg 4 ml/kg
10 kg kedua 50 ml/kg 2 ml/kg
Kg berikutnya 20 ml/kg 1 ml/kg

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengankandungan karbohidrat atau infus yang
hanya mengandung karbohidrat saja.Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-
EN,dextran + saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatanyang mengandung hanya
karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpaelektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang
antar sel sehinggadextrose tidak berperan dalam hipovolemik.Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan
kalium perlu diperhatikankarena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan
dapatmenimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensionalRL atau NS tidak mampu
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. InfusKA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar
tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :
• 6-8 ml/kg untuk bedah besar
• 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
• 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa,lavement) harus diperhitungkan dan
sedapat mungkin segera diganti padamasa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih
adadiberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya.
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup digantidengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat
dan Dextrose.Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukupmaka sebaiknya
diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi.Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan
mengalami pembedahan(elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jamlama
puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,dehidrasi) yang seringkali menyertai
penyulit bedahnya harus segera digantidengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi
anestesi.Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkankebutuhan dasar ditambah
dengan kehilangan cairan akibat pembedahan(perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi).
Jenis cairanyang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darahyang hilang.
1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi,
katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan sajaselama pembedahan.
2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapatdiberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma
pembedahan. Total yangdiberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang
sepertiRinger Laktat atau Normosol-R.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2ml/kgBB/jam untuk kebutuhan
dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
Usia Jumlah kebutuhan (ml/kg/jam)
Dewasa 1,5-2
Anak 2-4
Bayi 4-6
Neonatus 3
Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama
pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karenaadanya pelepasan kalium dari sel/jaringan
yang rusak, proses katabolisme dantransfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan
aldosteron dan ADHyang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-
3hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan
trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/haricukup memadai untuk
memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin
harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%.Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan
hipotonis dan bila perlularutan garamisotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita
dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
- Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan1°C suhu tubuh
- Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
- Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai.
Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikantransfusi darah untuk memperbaiki
daya angkut oksigen.
4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.Monitoring
organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,frekuensi nadi, diuresis,
tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensinafas, suhu tubuh dan warna kulit.1.

Konservatif / Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tandavital, dehidrasi dan syok.
Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalamidehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga
perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat denganmemonitor
tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGTdigunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bilamuntah dan mengurangi distensi abdomen.
Penatalaksanaan konservatif ileus antara lain :
 Penderita dirawat di rumah sakit & dipuasakan.
 Penderita dipuasakan (tidak makan & minum) sampai krisisnya teratasi.
 Biasanya minimal 3 hari, luka operasi pada saluran cerna dapat sembuh
 Kontrol status airway, breathing and circulation.
 Dekompresi dengan nasogastric tube.
 Intravenous fluids and electrolyte.
 Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
 Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
Dekompresi berguna untuk mengurangi tekanan dan peregangan denganmengeluarkan gas dan cairan.
Kadang sebuah selang dimasukkan ke dalam usus besar melalui anus untuk mengurangi tekanan. Sedangkan
selang lainnya yangdihubungkan dengan alat penghisap, dimasukkan melalui hidung menuju kelambung

TERAPI OPERATIF
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca
stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan
sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

Persiapannya adalah pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom.

Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi strangulasi terbukti
meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah membedakan antara ileus obstruksi
strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi Operasi dapat
dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling
sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila:
a) Strangulasi
b) Obstruksi lengkap
c) Hernia inkarserata
d) Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT, infus, oksigen dan
kateter)

Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup;
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.

Tergantung dari etiologi masing-masing :


• Adhesi
Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.
• Hernia inkarserata
Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.
• Neoplasma
Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus dipulihkan kembali, sedangkan pada
tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi radikal.
• Askariasis
Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil dapat dilakukan operasi
dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami
ganggren dilakukan reseksi bagian usus yang bersangkutan.
• Carsinoma Colon
Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi,
maka diperlukan persiapan Colostomi atau Sekostomi.
• Divertikel
Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara elektif setelah divertikulitis
menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon
desendens, atau colon sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartman dengan
colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka
anastomosis yang dibuat primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis
baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan radang.
•Volvulus
Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan
melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara
adhesi. Jika sekum dapat hidup dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di quadran
bawah bisadicapai. Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya flatus. Reposisi
sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80% pasien. Jika strangulasi ditemukan saat
laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum yang gangrenous yang disertai dengan colostomi double barrel
atau coloctomi ujung bersama penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
• Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi barium enema, jika tidak ada
tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.
Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa eksplorai abdomen
melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah. Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan
kompressi retrograde dari intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak
dapat direduksi atau usus tersebut ganggren.

Intervensi bedah untuk obstruksi usus pasca bedah harus direncanakan bila pasien mempunyai bukti
obstruksi gelung tertutup atau lengkap atau untuk kecurigaan volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi
usus pasca bedah yang lebih parah ini bisa karena herniasi interna melalui cacat mesentrium atau karena
perlekatan padat, keadaan yang tak mungkin beresolusi spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis
dengan demam, nyeri tekan lepas dan leukositosis sering tampil.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus
mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah
usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

3.10 KOMPLIKASI
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat ileus obstruktif. Isi lumen usus
merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus
yang mengalami perforasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga
peritoneum yang menyebabkan peritonis. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi, bakteri dapat
melintasi usus yang permeable tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan
mengakibatkan syok septic. Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia
aspirasi dari proses muntah dan dapat menyebabkan kematian.

3.11 PENCEGAHAN
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik pencegahan primordial,
primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Demikian juga pada penyakit
ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah terjadinya ileus obstruktif dan
menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus obstruktif.
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor risiko
terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi kesehatan atau memberikan pendidikan kesehatan
yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan orang yang agar tetap sehat atau
mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya ileus obstruktif.
Upaya pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat. Pencegahan primer
yang dilakukan antara lain :
a) Bergaya hidup sehat dengan cara menjaga diri dan lingkungannya
b) Dengan meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan tubuh
c) Diet Serat
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens timbulnya
berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek
proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan.
d) Untuk membantu mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak dengan banyak
sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk skrining kanker kolorektal setahun sekali setelah usia
50 tahun.
e) Untuk mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan
mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk menonjol melalui daerah rentan dinding perut Anda.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif adalah dengan cara mendeteksi secara
dini, dan mengadakan penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif.
i. Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif
Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif adalah dengan melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah
a) Pemeriksaan Fisik
Gambaran fisik pasien yang menderita ileus obstruktif bervariasi dan tergantung kapan dilakukan
pemeriksaan. Jika pemeriksaan dilakukan beberapa jam atau sehari setelah mulainya obstruksi mekanik
sederhana, maka akan terbukti beberapa gejala-gejala ileus. Tetapi jika dibiarkan lewat beberapa hari, maka
tanda tambahan akan bermanifestasi. Alasan ini didasarkan atas respon patofisiologi terhadap ileus obstruktif.
Gambaran pertama dalam pemeriksaan pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif merupakan
adanya tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul demam, takikardia dan
penurunan tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan kemunculan distensi, parut
abdomen (yang menggambarkan perlekatan pasca bedah), hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang
kurus bukti gelombang peristaltik terlihat pada dinding abdomen dan dapat berkorelasi dengan nyeri kolik.
Tanda demikian menunjukkan obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik sederhana
adalah adanya episodik gemerincing logam bernada tinggi dan bergelora (rush) pada waktu penderita dalam
kondisi tenang. Gelora tersebut bersamaan dengan nyeri kolik. Pada obstruksi strangulata tidak ditemukan
tanda ini. Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Apabila
dalam pemeriksaan ini ditemukan tumor serta adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan
terjadinya obstruksi di proksimal. Jika darah makroskopik ditemukan di dalam rektum, maka sangat mungkin
bahwa obstruksi didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus.
b) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X dan foto abdomen yang tegak dan berbaring sangat bermanfaat dalam mendiagnosa
ileus obstruktif. Jika penderita tidak dapat duduk selama 15 menit, maka posisi dekubitus lateral kiri dapat
dilakukan untuk foto abdomen.
Adanya gelung usus yang terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola anak tangga pada foto
tegak menggambarkan bahwa penderita menderita ileus obstruktif. Hal ini karena fakta bahwa udara biasanya
tidak terlihat pada usus halus dan hanya terbukti pada usus yang terdistensi. Informasi dari foto juga
dikumpulkan sebagai bahan diagnosa. Pada foto abdomen, gelung usus berbeda pada usus halus dan kolon.
Usus halus ditandai dengan posisinya yang berada di dalam abdomen sentral dan adanya valvulae conniventes
yang muncul sebagai garis yang melintasi keseluruhan lebar lumen. Kolon teridentifikasi dengan posisinya di
sekeliling abdomen dan dibatasi oleh adanya tanda haustra yang hanya sebagian melintasi diameter lumen.
Pada obstruksi mekanik sederhana lanjut pada usus halus, tak ada gas yang terlihat di dalam kolon.
Obstruksi kolon dengan valva ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon merupakan satu-satunya
gambaran penting. Jika valva ileocaecalis inkompeten, maka distensi usus halus dan kolon ada. Pada obstruksi
strangulasi, perjalanan klinik lebih cepat dan harus segera dilakukan pemeriksaan. Distensi usus (jika ada) pada
obstruksi strangulasi lebih sedikit dibandingkan pada obstruksi mekanis sederhana.
c) Pemeriksaan Penunjang
c.1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) : meningkat akibat dehidrasi
c.2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum meningkat, Na+dan Cl-rendah.
c.3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
 Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula connives melintasi seluruh
lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar
usus)
 mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
c.4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium sulfat sebagai media
kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan penyebab
c.5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk menunjukkan tempat
obstruksi.
ii. Operasi
a) Usus halus
Operasi dapat dimulai setelah pasien telah diredidrasi kembali dan organ-organ vital telah dapat berfungsi
dengan normal. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus disayat.
Perincian operatif tergantung pada penyebab obstruksi. Perlengketan/ adhesi dilepaskan atau bagian yang
mengalami obstruksi dibuang, usus yang mengalami strangulasi harus dipotong.
b) Usus besar
Pada usus besar, operasi terdiri dari proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi tranversal pada
pasien yang sudah lanjut usia, pasien dengan obstruksi terjadi di daerah sekum, maka bagian tersebut akan
dipotong, biasanya disertai anastomosis primer. Kanker pada kolon sebelah kiri dan anastomosis yang
mengakibatkan obstruksi pada pasien juga akan dipotong dan disertai anastomosis juga.
4. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan
menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan. Tindakan perawatan post operasi serta
melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin.

3.12 PROGNOSIS
Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya. Setelah pembedahan
dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yangmendasarinya.
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapatsegera dilakukan.
Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadistrangulasi atau komplikasi lainnya akan
meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan
dilakukan dengancepat.

LI. 4 TINDAKAN OPERATIF MENURUT PANDANGAN ISLAM


Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari penyakit
tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di mana dia diuji oleh Allah
dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut para dokter adalah operasi. Pertanyaannya
bagaimana pandangan syariat terhadap operasi medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?
Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis dengan syarat-
syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk meraih kesembuhan dari
penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.

Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:


Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al- Maidah: 32). Dalam ayat ini Allah memuji orang yang
berusaha menghidupkan dan menyelamatkan jiwa dari kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak
kasus operasi medis menjadi sebab terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.
Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada operasi medis, tanpa
operasi penyakit penderita akan memburuk dan membahayakannya, jika tim medis melakukannya dan
penderita sembuh dengan izin Allah berarti mereka telah menyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk
perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas. Adapun dari sunnah maka ada beberapa hadits yang bisa dijadikan
pijakan dalam menetapkan dibolehkannya operasi medis, di antaranya:

1. Hadits hijamah (berbekam)


Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari). Dari Jabir bahwa dia menjenguk
orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan tempat ini sebelum kamu berbekam karena aku mendengar
Rasulullah saw bersabda, ”Padanya terdapat kesembuhan”. (HR. Al-Bukhari). Hadits tersebut menetapkannya
disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah dilakukan dengan membedah atau menyayat
tempat tertentu pada tubuh untuk menyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah
merupakan dasar dibolehkannya membedah tubuh untuk membuang penyakit atau penyebab penyakit.

2. Hadits Jabir bin Abdullah


Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Kaab maka tabib
tersebut memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi panas”. (HR. Muslim). Dalam hadits
ini Nabi SAW menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang
dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satu bentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota
tertentu. Kemudian dari sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada operasi yang tidak lepas dari dua
kemungkinan yaitu menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan, pertimbangan yang dalam kondisi tertentu
bisa mencapai tingkat dharurat maka tidak ada alasan yang rajih menolak operasi medis.
Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan secara mutlak,
syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan pembolehan pada tempatnya, masing-masing diberi hak
dan kadarnya. Jika operasi medis memenuhi syarat-syarat yang diletakkan syariat maka dibolehkan karena
dalam kondisi ini target yang diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisa diwujudkan, sebaliknya jika
tim medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak mewujudkan sasarannya atau justru
menambah penderitaan penderita maka dalam kondisi ini syariat melarangnya.

Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam buku-buku mereka,
syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.
 Hendaknya operasi medis disyariatkan.
 Hendaknya penderita membutuhkannya.
 Hendaknya penderita mengizinkan.
 Hendaknya tim medis menguasai.
 Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
 Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
 Hendaknya operasi medis berakibat baik.
 Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk (Editor). 2000. Bedah Digestif dalam Kapita SelektaKedokteran. Edisi ke-3, Jilid ke-2. Jakarta :
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

FKUI. Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2012. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru

Ganong.W.F. 2001. Review of Medical Physiology. 20th Ed The McGraw-Hill Companies.

Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-9. Jakarta : EGC

Jacob, A, H.,2010. Intestinal Obstruction. http// www.edu/ency/article/000260pirv.htm

Junquiera L.C, Carneiro J.(2007. Histologi Dasar. Text dan Atlas. edisi 10, Jakarta: EGC

Manif N, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus . Cermin Dunia Kedokteran o.29.


http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf

Murray R.K et all (2006), Biokimia illustrated Harper, 27th ed, Toronto: McGraw-Hill.

Price, SA ., Wilson, LM . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 1. Ed. 6. Jakarta : EGC.

Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi vol.2 . Ed. 7. Jakarta : EGC. 648-649

Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta : EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai