Anda di halaman 1dari 17

SITI FARHANAH AULIA 1102012279

LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi

A. USUS HALUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup
ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke
bawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi
duodenum, jejenum, dan ileum. 3
 Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan
jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma
dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung).
 Jejenum dan Ileum
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum
terletak di regio abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah
kanan. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek
melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah
dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium
memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka. Arteri ini
mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri
pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum
diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-
pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk
serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat
vena messenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior
dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
(nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem
simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf
intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan
muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas melalui nodi limphatici
pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke
bawah melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal
arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici mesenterikus dan akhirnya mencapai
nodi limphatici mesenterikus superior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesenterikus superior.

B. USUS BESAR
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang
terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-
rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. 3
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecal dan appendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup
ileocaecal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum,
descendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,
menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk
fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli
sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli
sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas
panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam
bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior
rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan
pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon ascendens,
dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika
media, serta a. pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) melalui a. kolika
sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi
limphatici mesenterikus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri
vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesenterikus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon
descendens akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada
dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesenterikus
superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon
transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon
descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan
sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.

Gambar 1.
Arteri mesenterika superior — mempercabangkan arteri pancreaticoduodenalis
inferior, intestinalis, ileocolica, colica dekstra.

Gambar 2.
Arteri mesenterika inferior —mempercabangkan arteri colica sinistra, sigmoidea,
dan hemorrhoidalis superior.

I. HISTOLOGI
A. USUS HALUS
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan: 3,4
1. Tunika Serosa. Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum, hampir lengkap di dalam
usus halus mesenterika, kekecualian pada sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterika peritoneum
bersatu pada tepi usus.
2. Tunika Muskularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika muskularis usus halus. Ia paling
tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan
lapisan dalamnya stratum sirkulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myenterikus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submukosa. Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak di antara tunika muskularis
dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan
pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuropleksus Meissner.
4. Tunika Mukosa. Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam lipatan sirkular
tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi.
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu fungsi
absorbsi yang merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan valvula koniventes
(lipatan Kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada
duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai
bulu pada radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan
terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang)
dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
c. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada permukaan luar setiap
villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop
cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar 2.000 cm². Valvula
koniventes, villi dan mikrovilli bersama-sama menambah luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu
meningkat seribu kali lipat.

B. USUS BESAR
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran
yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita
yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu lapisan
otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan
berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan
mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus
Lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.

LI. 2 Obstruksi ileus

LO 2.1 definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera memerlukan
pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus
mekanik atau oleh gangguan peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.

LO 2.2 Etiologi

1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum, atau
pasca operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk tunggal maupun multiple dan dapat setempat
maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang berbentuk pita. Pada operasi perlengketan dilepaskan dan
pita dipotong agar pasase usus pulih kembali
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah berulang 3x, resiko kambuhnya
menjadi 50%. Pada kasus seperti ini diadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan
memperbaiki pasase, obtruksi kemungkinan beasar akan kambuh lagi dalam waktu singkat.

2. Hernia inkarserata
Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat di kelola secara konseratif dengan posisi tidur
Trendelenburg. Jika tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan herniotomi segera
3. Askariasis
Kebanyakan cacing askariasis hidup diusus halus bagian yeyenum, jumlahnya biasanya mencapai
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat terjadi di berbagai tempat diusus halus, tetapi biasanya diileum
terminal yang lumennya paling sempit. Cacing menyebabkan terjadinya kontraksi local dinding usus yang
disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak dipermukaan peritoneum.
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena hygiene kurang sehingga
infestasi cacing terjadi berulang. Lumen usus halus anak lebih sempit disbanding usus halus orang dewasa,
sedangkan ukuran cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas
sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Anak dapat menderita serangan kolik tanpa henti jika obstruksinya total. Terjadi muntah sewaktu
kolik, dan kadang keluar cacing dari mulut atau anus. Perut kembung, dan peristaltis terlihat sewaktu kolik.
Umumnya mengalami demam.
Pada pemeriksaan perut dapat diraba masa tumor yang berupa gumpalan cacing, masa tidak berbatas
jelas dan mungkin dapat digerakkan. Kadang, masa teraba seperti kantong nelayang yang penuh cacing.
Penderita biasanya mengeluh nyeri perut apa bila ditekan.

Parsial Lengkap
Penyebab Masa terdiri atas gumpalan cacing yang Masa terdiri atas cacing yang mati dan
dikompresi oleh spasme usus, masih makanan, tidak dapat dilalui oleh gas dan
dapat dilalui oleh gas dan cairan cairan

Keadaan umum Baik Sakit berat

Nyeri Kolik hilang timbul “kolik cacing” Kolik terus menerus

Muntah Pada permulaan Terus menerus

Pemeriksaan perut Masa diperut berubah tempat, bentuk Gembung, peristaltic terlihat, massa sukar
dan gerakan seperti cacing, nyeri diraba, mungkin nyeri setempat jelas
sedikit

Foto RO Cacing mungkin kelihatan sedikit Gambaran obstruksi dengan batas cairan
gambaran obstruksi dengan batas banyak, cacing jarang terlihat
cairan

4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan
agak jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak
biasanya bersifat idiopatik. Kebanyakan ditemukan pada usia 2-
12bulan, dan lebih banyak pada anak laki-laki. Serangan rhinitis atau
infeksi saluran nafas sering kali mendahului terjadinya invaginasi.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk dan
naik kekolon asendens serta mungkin sampai keluar dari rectum.
Invaginasi dapat menyebabkan nekrosis iskemik pada bagian usus
yang masuk dengan komplikasi perforasi dari peritonitis.

Anamnesis memberikan gambaran yang cukup mencurigakan bila bayi yang sehat dan eutrofis
sekonyong-konyong mendapat serangan nyeri perut. Anak tampak gelisah dan tidak dapat ditenangkan,
sedangkan di antara serangan biasanya anak tidur tenang karena sudah capai sekali.
Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, gelisah sewaktu serangan kolik, biasanya keluar lender campur
darah per anum yang berasal dari intususeptum yang tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami
strangulasi. Anak biasanya muntah sewaktu serangan, dan pada pemeriksaan perut dapat teraba masa yg
biasanya memanjang dengan batas jelas seperti sosis.

Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada pemeriksaan colok dubur, ujung invaginatum
teraba seperti porsio uterus pada pemeriksaan vaginal sehingga dinamai “pseudoporsio” atau porsio semu.
Jarang ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari rektum. Keadaan tersebut harus dibedakan dari
prolapsus mukosa rektum, pada invaginasi didapatkan invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan
prolapsus berhubungan secara sirkuler dengan dinding anus.

5. Volvulus
Kebanyakan volvulus dibagian ileum, didarahi arteri ileosekalis dan mudah mengalai strangulasi.
Gambaran klinis merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejals dan tanda stangulasi.

6. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital dapat berbetuk stenosis dan atresia. Setiap cacat bawaan sebagian saluran cerna
akan menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Stenosis juga dapat terjadi akibat penekanan,
misalnya oleh pankreas anulare atau oleh atresia jenis membran dengan lubang ditengahnya.
Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus diduodenum bagian kedua. Gejala dan tanda
seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi usus. Bayi yang mengalami gangguan pasase lambung
akibat kelainan bawaan memiliki perut buncit, tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila ada perforasi.
7. Radang kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan obstruksi karena udem, hipertrofi,
dan fibrosis yang biasanya terjadi pada penyakit kronik.

8. Tumor
Proses keganasan terutama karsinoma ovarium, dan kolon dapat menyebabkan obstruksi usus.
Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan metastasis diperitoneum atau di mesenterium yang
menekan usus.

9. Tumpukan sisa makanan


Ditemukan pada orang yang pernah mengalami gasterektomi, biasanya terjadi pada daerah
anastomosis. Dapat terjadi setelah makan banyak sekali buah-buahan yang mengandung banyak serat
sehingga terjadi obstruksi ileum terminal.

10. Kompresi duodenum oleh arteri


Arteri mesenterika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum atau pars horizontalis.
Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteria tersebut dengan aorta.

LO 2.3 klasifikasi

obstruksi
obstruksi sederhana
obstruksi mekanik obstruksi
ileus obstruksi stragulasi
paralitik

LO 2.4 Patofisiologi

Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada Gambar-2.3. Lumen usus yang
tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan
tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan
intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik.
Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan
sekresi cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price & Wilson, 1995).
Ileus Obstruktif

Akumulasi gas dari cairan didalam lumen


setelah proksimal dari letatak obstruksi

Distensi Proliferasi bakteri yang Kehilangan H2O


berlangsung cepat dan elektrolit

Tekanan intralumen ↑ Volume ECF ↓

Iskemia dinding usus

Iskemia dinding usus

Kehilangan cairan menuju ruang peritonium

Pelepasan bakteri dan toksin dari usus yang nekrotik ke


dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik

Peritonitis septikemia Syok Hipovolemik

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi timbul tepat proksimal dan
menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong
isi usus melewatinya yang menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode.
Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam jejunum dan setiap 10 menit di
didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan
gambaran auskultasi khas terdengar dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas
peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka
kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif usus halus
menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit, disertai kehilangan air, natrium, klorida
dan kalium, kehilangan asam lambung dengan konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis
metabolik. Berbeda pada ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul,
biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut menyebabkan penurunan
volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria. Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan
klinik, maka dapat timbul azotemia, penurunan curah jantung, hipotensi dan syok (Sabiston, 1995).
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada usus mencakup volvulus, pita
lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana,
dengan strangulasi ada juga gerakan darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga
dieksudasi dari sisi serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya bertindak
sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan bagian dinding usus yang paling sensitif
terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan strangulasi memanjang timbul iskemi dan sawar rusak.
Bakteri (bersama dengan endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen usus cepat menimbulkan
syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat menyebabkan kematian (Sabiston, 1995).
Ileus obstruktif gelung tertutup timbul bila jalan masuk dan jalan keluar suatu gelung usus tersumbat. Jenis
ileus obstruktif ini menyimpan lebih banyak bahaya dibandingkan kebanyakan ileus obstruksi, karena ia berlanjut
ke strangulasi dengan cepat serta sebelum terbukti tanda klinis dan gejala ileus obstruktif. Penyebab ileus
obstruktif gelung tertutup mencakup pita lekat melintasi suatu gelung usus, volvulus atau distensi sederhana. Pada
keadaan terakhir ini, sekresi ke dalam gelung tertutup dapat menyebabkan peningkatan cepat tekanan intalumen,
yang menyebabkan obstruksi aliran keluar vena. Ancaman vaskular demikian menyebabkan progresivitas cepat
gejala sisa yang diuraikan bagi ileus obstruksi strangualata (Sabiston, 1995).
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan ileus obstruksi usus halus.
Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui
valva ileocaecalis, maka tidak timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian
sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak karena obstruksi itu karena
distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi
jika valva ini kompeten, maka kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan
ruptura pada tempat berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia didasarkan atas hukum Laplace, yang
mendefenisiskan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu apapun berhubungan langsung
dengan diameter tabung itu. Sehingga karena diameter terlebar kolon di dalam sekum, maka ia area yang biasanya
pecah pertama (Sabiston, 1995).

LO 2.5 Manifestasi

1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran
banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala
penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal
akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung
lama. Nyeri bisa berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut
bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.1,2,10.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada
pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan
“metallic sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.10

2. Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat. Hal yang
perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa
nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi
segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di
epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus
dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi
komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi
bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan
tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan
dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan
usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang
terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi.
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston, 1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston, 1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus

a. Tanda cardinal gejala ileus obstruktif :


nyeri abdomen, muntah, distensi, konstipasi
b. Manifestasi pada obstruksi sederhana :
- nyeri kram akibat gerak peristaltic meningkat
- kembung atau distensi
- muntah yang banyak, cairan hijau/ kuning pada usus halus
- jika muntah kental dan bau busuk, obstruksi usus besar
- dehidrasi
c. obstruksi disertai strangulasi :
- adanya sicar bekas operasi atau hernia, nyeri iskemik, distensi abdomen, nyeri abdomen menetap.
d. Mekanisme nyeri abdomen :
- Usus halus : muncul tiap 4-5 menit, lokasi supraumbilikus
- Usus besar : 15-20 menit, lokasi intraumbilikus
e. Muntah :
- Usus halus : warna hijau atau kuning, timbul muntah cepat
- Usus besar : berbau busuk dan kental, timbul muntah lambat
f. Distensi :
- Usus halus : < usus besar
- Usus besar : > usus halus
g. Konstipasi : absolut, relative (hanya gas yang bias keluar)
h. Dehidrasi :
- usus halus : cepat
- usus besar : lambat

Macam ileus Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple tinggi (kolik)
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple (Kolik) Lambat,
rendah fekal
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi (terus- biasanya
menerus, meningkat
terlokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

LO 2.6 DIAGNOSIS

Anamnesis
Gejala Utama: 13
§ Nyeri-Kolik
o Obstruksi usus halus : kolik dirasakan disekitar umbilikus
o Obstruksi kolon : kolik dirasakan disekitar suprapubik.
§ Muntah
o Stenosis Pilorus : Encer dan asam
o Obstruksi usus halus : Berwarna kehijauan
o Obstruksi kolon : onset muntah lama.
§ Perut Kembung (distensi)
§ Konstipasi
o Tidak ada defekasi
o Tidak ada flatus
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut
dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri
kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik
(Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston,
1995; Sabara, 2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi
dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi
strangulata (Sabiston, 1995). Pada ileus paralitikus tidak didapatkan gerak peristaltic usus.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa
membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah rektum
menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di
dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus
(Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus obstruktif serta foto
abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat. Adanya gelung usus terdistensi dengan batas
udara-cairan dalam pola tangga pada film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis.
Dalam ileus obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam kolon
merupakan satu-satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan kontras dikontraindikasikan
adanya perforasi-peritonitis. Barium enema diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada
kecurigaan volvulus (Anoym, 2007).
5. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah
putih yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-kadang ditemukan

pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi (Harrison’s, 2001)

LO 2.7 DIAGNOSIS BANDING


Ileus obstruksi harus dibedakan dengan:

1. Carcinoid gastrointestinal
2. Penyakit Crohn
3. Intussuscepsi pada anak
4. Divertikulum Meckel
5. Ileus meconium
6. Volvulus
7. Infark Myocardial Akut
8. Malignansi, Tumor Ovarium
9. TBC Usus
10. Ileus paralitik

LO 2.8 TATALAKSANA
 Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruksi usus meliputi :
a) Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sampai pencapaian tingkat normal hidrasi
dan konsentrasi elektrolit bisa dipantau dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital,
tekanan vena sentral dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b) Dekompresi traktus gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan intralumen dengan tujuan untuk
dekompresi lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus, dan membatasi masuknya udara
yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan
peningkatan tekanan intalumen.
c) Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis. Antiemetik dapat
diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
 Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparatomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparatomi.
Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan.

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus. 9

a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah


sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
inkarserata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intraluminal, Crohn disease,
dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium
lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh
karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya
pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
 Post-operatif
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita harus mencegah
terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien
masih dalam keadaan paralitik

1. pre medikasi operasi dan tindakan operasi


Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu :
a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya maupun kondisi sebelum
sakit.
c. Apakah ada risiko strangulasi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong dengan cara operatif
pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka
kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan
usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium
lanjut.
d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus untuk
mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan
sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.
Persiapan-persiapan sebelum operasi:

1. Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan
jangan sampai usus terus menerus meregang akibat tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
2. Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang dan
memperbaiki keadaan umum pasien.
3. Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.

Operasi:

Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan.
Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus disayat. Kalau tidak terpaksa
harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas. Perincian operatif tergantung dari penyebab obstruksi
tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian yang mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami
strangulasi dipotong.

Tergantung dari etiologi masing-masing :

• Adhesi

Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.

• Hernia inkarserata

Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.

•Neoplasma

Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus dipulihkan kembali, sedangkan pada
tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi radikal.

•Askariasis

Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil dapat dilakukan operasi
dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami
ganggren dilakukan reseksi bagian usus yang bersangkutan.

•Carsinoma Colon

Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi,
maka diperlukan persiapan Colostomi atau Sekostomi.

• Divertikel

Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakansecara elektif setelah divertikulitis
menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon
desendens, atau colon sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses. Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartman dengan
colostomy sementara. Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka
anastomosis yang dibuat primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis
baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan radang.

•Volvulus

Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan
melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara
adhesi.Jika sekum dapat hidup dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah
bisa dicapai.Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi sigmoidoskopi. Cara
ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil
pada volvulus dapat dicapai sekitar 80% pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi
gelung sigmoideum yang gangrenous yangdisertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung
bersama penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.

•Intusussepsi

Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi barium enema, jika tidak ada
tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka
dilakukan operasi berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah.
Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari intusussepsi secara hati-hati.
Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut ganggren.Intervensi
bedah untuk obstruksi usus pasca bedah harus direncanakan bila pasien mempunyai bukti obstruksi gelung
tertutup atau lengkap atau untuk kecurigaan volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi usus pasca bedah
yang lebih parah ini bisa karena herniasi interna melalui cacat mesentrium atau karena perlekatan padat,
keadaan yang tak mungkin beresolusi spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis dengan demam, nyeri
tekan lepas dan leukositosis sering tampil.

Pasca Bedah:

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi usus yang masih ada. Pada tindakan
operatif dekompressi usus, gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama
sekali oleh karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca
bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut
bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi sama
sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah. Tindakan dekompressi
usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap
dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi,
monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa
pasca bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari ke 4-5 pasca
bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah
penting.

OBAT ANTIEMETIK
Antagonis reseptor H1
• Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
Antagonis reseptor muskarinik
• Hyoscine
Antagonis reseptor dopamin
• Metoklopramid, Domperidone dan Phenothiazine
Antagonis serotonin
ondansetron, granisetron
Steroid
• Glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon

PENCAHAR
• BULK LAXATIVE → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
• OSMOTIC LAXATIVE → meningkatkan jumlah air
• FAECAL SOFTENER →mengubah konsistensi faeces
• STIMULANT PURGATIVE →meningkatkan motilitas dan sekresi
LO 2.9 KOMPLIKASI

Peritonitis septikemia, Syok hipovolemia, Perforasi usus, ganguan elektrolit, pnemonia aspirasi dari proses muntah ,
sepsis, nekrosis usus, perfusi usus

LO 2.10 PENCEGAHAN

LO 2.11 PROGNOSIS

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien
yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai
angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25
% jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. 11

Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab
utama kematian yang masih dapat dihindarkan.

LI 1. COLOK DUBUR
Umumnya dilakukan dengan sikap litotomi, dapat ditunjang dengan
alat anoskop atau sigmoidoskop. Posisi yang nyaman untuk pasien adalah
posisi Sims, yaitu pasien tidur terlentang pada sisi kiri dengan kedua lutut
ditekuk. Buli-buli harus dikosongkan dahulu agar tidak terdapat penilaian
yang keliru.
1. Inspeksi pada daerah perianal dan sakrokoksigeal. Dapat dijumpai:
 Lesi anal, dan perianal, seperti prolapse hemoroid, yang biasanya
dijumpai pada arah pukul 4,7,11 dan berwarna livid.
 Prolaps rectum, dengan lipatan mukosa melingkar konsentris dan
berwarna merah
 Fisura ani, yang berupa lesi di anal-kanal yang nyeri bila ditekan
biasanya dijumpai arah pukul 6 dan disertai dengan skin tag
 Kondoloma akuminata atau kondiloma lata
2. Memasukan jari telunjuk bersarung tangan yang telah dilumuri
pelumas dengan lembut melalui anus
 Pada laki-laki dapat digunakan titik acuan berupa kelenjar prostat
disebelah ventral
 Pada perempuan titik acuan serviks uteri disebelah ventral
3. Penilaian terhadap:
 Tonus sfingter ani: jari telunjuk terjepit menunjukan kontraksi
sfingter ani
 Reflex bulbokavernosus: memencet glans penis
 Ampula rectum: menganga seperti pada peritonitis atau kolaps
seperti pada ileus obstruktif
 Mukosa dinding rectum: dinilai dengan melingkar memutar jari telunjuk menurut arah jarum jam dan
melawan arah jarum jam. Hemoroid interna tidak teraba, polip rektuk teraba licin lunak dan mungkin
bertangkai, karsinoma teraba keras berbenjol dan tidak teratur
LI 4. RADIOLOGI
BNO 3 Posisi

1. ABDOMEN AP

 Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di pertengahan meja. kedua
tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis pubis dan
crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak
sama dikedua sisinya)
 CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca
 FFD : 100 cm
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas…..
tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

2. ABDOMEN SETENGAH DUDUK

 Posisi Pasien : pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan MSP tubuh sejajar kaset,
kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki diatur lurus.
 Posisi Objek : kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan batas atas procxypoid dan
batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan shoulder TIDAK mengalami rotasi.
 CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca (umbilikus)
 FFD : 100 cm
 jangan lupa memakai grid
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas…..
tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

3. ABDOMEN LLD

 Posisi Pasien : Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk (difleksikan), kedua tangan
diletakkan ditas kepala
 Posisi Objek : aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah pada simfisis pubis dan
crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada dibelakang punggung.
 CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
 FFD : 100 cm
 Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas…..
tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

AGAMA

HUKUM OPERASI MENURUT ISLAM


Perlakuan operasi menurut syariat hukumnya mubah yang bertujuan untuk kemaslatan hidup disamping
memberikan dorongan hidup dan lepas dari najis,dampak negatif pada tubuh dan ancaman kematian serta merubah
sunnatullah.

Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).

Colok dubur dalam islam


Semua harus dilandasi dengan takwa dan rasa takut kepada Allah, Allah Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya surat
al-An’am ayat 119:

“(padahal) sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya atasmu. Kecuali apa yang
terpaksa.”

Anda mungkin juga menyukai