www.studyblue.com
USUS BESAR (COLON)
Dapat dibagi menjadi :
Colon ascenden: sebelah kanan, naik dari caudal ke cranial, dimulai dari caecum
(usus buntu). Pada ujung caecum bermuara bangunan kecil berupa pipa menyerupai
cacing disebut processus (appendix) vermiformis
Colon transversum: berjalan dari kanan ke kiri. menyilang abdomen di regio
umbilicalis dari flexura coli dextra sampai flexura coli sinistra. Colon transversum
membentuk lengkungan berbentuk huruf “U”. Pada saat colon transversum mencapai
lien akan melengkung ke bawah membentuk flexura coli sinistra untuk menjadi colon
descendens.
Colon descenden: berjalan dari cranial ke caudal, taenia libera terletak di ventra,
taenia omentalis di lateral, dan taenia mesocolica di medial. Terbentang dari flexura
coli sinistra sampai apertura pelvis superior. Colon descendens menempati kuadran
kiri atas dan bawah. Colon descendens diperdarahi oleh arteri dan vena mesenterica
inferior dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis nervi splanchnici pelvici
melalui plexus mesenterica inferior.
Colon sigmoideum: berbentuk seperti huruf S. Mulai dari apertura pelvis superior
dan merupaka lanjutan colon descendens. Colon ini tergantung ke bawah ke dalam
cavitas pelvis dalam bentuk sebuah lengkung. Colon sigmoideum beralih ke rectum di
depan os sacrum. Diperdarahi oleh cabang dari arteri mesenterica inferior dan disarafi
oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari plexus hypogastricus inferior.
pada kolon terdapat taenia :
- taenia mesocolica : perlekatan alat penggantung dibelakang
- taenia omentalis : perlekatan omentum majus di depan
- taenia libera : dinding kaudal tidak ada alat yang melekat
taenia ini, berkas stratum longitudinal karen alebih pendek dari stratum circulare,
mengakibatkan stratum circulare berlipat-lipat. Lipatan keluar disebut haustra dan
lipatan ke dalam disebut plica semilunaris
lekuk diantara haustra disebut incisura.
Pada colon ascendens, taenia libera terletak ventral , taenia omentalis terletak lateral
dan taenia mesocolica terletak medial
Colon descendens berjalan dari cranial ke caudal. Taenia libera terletak di ventral,
taenia omentalis di lateral dan taenia mesocolica di medial
PERDARAHAN
ARTERI
Aorta abdominalis bercabang menjadi :
1. A.coeliaca
a. A. gastric sinistra
b. A.lienalis
c. A. hepatica communis
o A. hepatica propria
o A. gastric dextra
o A. gastroduodenalis :
A. gastroduodenalis dextra
A. pancreaticoduodenalis superior (memperdarahi duodenum superior
dan caput pancreas bagian atas)
2. A. mesenterica superior
a. A. colica media (ke cranial di sebelah ventral pancreas masuk ke dalam
mesocolon transversum 2/3 proximal menuju ke colon transversum dan
memperdarahinya
b. A. pancreaticoduodenalis inferior (memperdarahi pancreas dan duodenum)
c. A. colica dextra (member cabang-cabang ke colon ascendens)
d. Aa. Jejenalis (masuk ked alma mesenterium member cabang-cabang ke
jejunum, jumlah 12-15, setiap arteri akan membelah menjadi dua dan bersatu
dengan arteri yang berdekatan membentuk arcade, kemudia bercabang lagi dan
bersatu membentuk arcade 2,3,4)
e. A. ileocolica (pergi ke kanan caudal member cabang ke colon ascendens dan
ileum)
- Ramus superior (beranastomosis dengan A.colica dextra)
- Ramus inferior :
A. caecalis anterior
A. caecalis posterior, bercabang lagi menjadi A. appendicularis
3. A. renalis
4. A. mesenterica inferior
a. A. colica sinistra (pergi ke kiri dan member cabang-cabang ke ramus
ascendens : 1/3 distal colon transversum, flexura coli sinistra, ramus descendens
memperdarahi bagian atas colon descendens)
b. A. sigmoidea (member cabang-cabang ke colon descendens bagian bawah dan
colon sigmoideum)
c. A. hemorrhoidalis superior (rectalis superior) (memberi cabang-cabang ke
dorsal rectum dan anus)
Cabang-cabang a. colica media, a. colica dextra, aa. Jejenalis, aa.ileae, a. colica sinistra
dan a. sigmoidea berhubungan satu sama lain menjadi A.marginalis (Drummon),
sehingga terjadi lengkung-lengkung disebut arcades
VENA
1) V. mesenterica inferior
2) V. mesenterica superior : menerima darah balik dari :
- V. ileocolica
- Vv. Jejenalis
- Vv. Pancreaticoduodenalis (bersatu dulu dengan v. gastroepiploica dextra
ke v. mesenterica superior)
- V. gastroepiploica dextra
- Vv. Ileae
- V. colica dextra
- V. colica media
3) V. lienalis (bersatu dengan v. mesenterica superior menjadi V.portae)
2.1. Definisi
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus obstruktif atau disebut juga
ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau
anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus
yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.
Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus obstruksi mekanik
dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena penyumbatan fisik langsung yang bias
disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus obstruksi non mekanik terjadi
karena penghentian gerakan peristaltic.
2.2. Etiologi
Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus obstruksi mekanik usus halus. Adhesi
dan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada colon. Penyebab tersering obstruksi pada colon
adalah kanker, diverticulitis, dan volvulus.
2.3. Epidemiologi
Hernia strangulata adalah salah satu keadaan darurat yang sering dijumpai oleh dokter
bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus terbanyak. Sekitar 44% dari obstruksi mekanik
usus disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi.
Penyebab tersering obstruksi usus di Indonesia, adalah hernia, baik sebagai penyebab
obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus strangulasi (63%). Adhesi pasca operasi
timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan, sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan
atau mekanisme trauma lainnya. Dari laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya
sekali operasi intra abdomen, akan berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali.
Obstruksi usus merupakan salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di negara maju, adhesi
intraabdomen merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif
yang memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkanobstruksi usus akibat adhesi. Untuk
obstruksi usus halus, proporsi ini meningkat hingga 65- 75%.
2.4. Klasifikasi
1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus (dari gaster sampai
ileumterminal).
2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai
rectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antara lain :
2.5. Patofisiologi
Pada obstuksi parsial, stasis intestinal seperti halnya pada ileus paralitik dapat menyebabkan
pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan malabsorbsi. Jumlah mikroorganisme yang berlebihan
dapat menyebabkan kerusakan mukosa. Pembentukan gas yang berlebihan, katabolisme nutrient
dengan pembentukan asam lemak rantai pendek.
Cairan dan elektrolit terkumpul di bagian proksimal dari area obtruksi. Dalam 12 jam
pertama setelah timbulnya obstruksi usus terdapat penurunan absorbs dan peningkatan sekresi
dari air, natrium, dan kalium. Peningkatan sekresi tersebut merupakan akibat dari aktivasi refleks
neural oleh reseptor regangan (stretch reseptors). Kegagalan absorbsi dan peningkatan sekresi air
dan elektrolit akan terus berlangsung sehingga menyebabkan akumulasi cairan. Selain itu adanya
saliva yang tertelan, cairan lambung, serta sekresi dari cairan empedu dan pankreas berperan
dalam akumulasi cairan. Sedangkan akumulasi gas berasal dari udara yang tertelan dan
fermentasi bakteri.
Distensi usus yang disebabkan akumulasi gas dan cairan tersebut menyebabkan rasa tidak
nyaman, Nyeri adomen pada ileus obstruksi lebih berat dibandingkan dengan nyeri abdomen
pada ileus paralitik. Sedangkan sekuestrasi cairan dan elektrolit, hilangnya kapasitas absorbsi
dan muntah berperan pada proses terjadinya dehidrasi dan insufisiensi sirkulasi darah melalui
hilangnya cairan dari ekstraseluler dan kompartemen intravaskuler.
c. Perubahan Motilitas
Proses tersebut akan disela oleh fase kontraksi berkelompok, gelombang kontraktil yang
intens, atau hilangnya aktivitas motorik. Hal-hal tersebut akan menimbulkan kolik intermiten dan
borborigmi. Pada obstruksi kronik muskularis eksterna menjadi tebal melalui mekanisme
hipertrofi dan hiperplastik. Semakin lama aktivitas motorik berkurang sehingga periode diamnya
aktivitas motorik usus akan meningkat secara progresif. Pada obstruksi usus parsial akan terjadi
perubahan pada Interstisial cell’s of Cajal yang reversibel. Perubahan pada aktivitas neuronal,
Insterstisial cell’s of Cajal, dan otot halus usus itu sendiri diduga berperan dalam perubahan
motilitas selama obstruksi intestinal kronik terjadi.
Sama dengan ileus paralitik, efek sistemik ada ileus obstruksi adalah ketidak seimbangan
cairan elektrolit dan asam basa. Volume muntah tidak terlalu banyak pada obstruksi intestinal
distal, namun nyeri kolik dan distensi abdomen lebih berat. Distensi dan nyeri pada obstruksi
kolon cukup intens namun muntah dan dehidrasi jarang terjadi. Dengan adanya closed loop
obstruction dan strangulasi dapat terjadi pelepasan usus yang nekrotik sehingga menyebabkan
pelepasan substansi yang menjadi penyebab systemic inflamatory response.
1. Obstruksi sederhana
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang
jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen bervariasi
dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah periumbilikal atau
nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas keluhan.
Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi tergantung sumbatan. Semakin distal
sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama pada
obstruksi komplit.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen
dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di
daerah distal. Peristaltik usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus.
Bising usus yang meningkat dan metabolic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri
pada obstruksi di
daerah distal.
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri hebat.
Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda
strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut,
maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.
3. Obstruksi pada kolon
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan
biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya
iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi
atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada
penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu
mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak
gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini
yang paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya
paling tinggi dan dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi
abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar
metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya
strangulasi.
Anamnesis :
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa
adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa :
syok,
oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang
disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan
usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik,
hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi.
Palpasi :
Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul
dan pembengkakan atau massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon
adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang
kadang disertai kolik pada perut bagian bawah.
Inspeksi :
Auskultasi :
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising usus). Pada
penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar
sama sekali.
hemokonsentrasi,
leukositosis, dan gangguan elektrolit.
Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan
rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium inloop) untuk mencari
penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting dalam mendiagnosis secara awal
ileus obstruktifus secara dini.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada urinalisa, berat jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya
dehidrasi dan asidosis metabolik.
Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah terjadi
peritonitis.
Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.
Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi.Sedapat
mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar.
Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus
biasanya tidak tampak
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid level,distensi
usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus. Obstruksi kolon
biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-
kadang gambaran massa dapat 16 terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang
mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.
GAMBARAN RADIOLOGI
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon.
DIAGNOSIS BANDING
nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan
terjadi distensi abdomen.
Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi ketegangan
dinding perut.
Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer
tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai
obstruksi usus sederhana.
2.8. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik pencegahan
primordial, primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas.47
Demikian juga pada penyakit ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal yang disebabkan ileus
obstruktif.
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang
belum memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa dilakukan dengan promosi
kesehatan atau memberikan pendidikan kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau
dengan melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat dalam menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.
Pencegahan Primer
Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan, mencegah kecacatan dan
menghindari komplikasi yang dapat memperparah keadaan.Tindakan perawatan post operasi
serta melakukan mobilitas/ambulasi sedini mungkin
2.9. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Isi
lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan
nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan
menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi
dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi
pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam
sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock septic (Badash, 2005).
2.10. Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi, tempatdan
lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka toleransinya terhadap
penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan
mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.
Pengertian
Pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai adalah keadaan perianal, perineum,
tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR), mukosa dan ampulla
rekti, serta penonjolan prostat kearah rektum. Pada pemeriksaan perianal dapat
dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor anus dan hemorrhoid.
Dinilai juga keadaan perineum, apakah meradang atau tidak. Penilaian Sfingter
ani dilakukan dengan cara merasakan adanya jepitan pada sfingter ani pada saat
jari telunjuk dimasukkan lubang anus. Colok dubur juga bertujuan untuk mencari
kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum, menilai mukosa dan
ampulla rektum serta keadaan prostat. Pemeriksaan ini menimbulkan rasa tidak
nyaman dan menyebabkan kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan
pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien
tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam
pemeriksaan ini.
Indikasi
- Peritonitis.
- dll
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan rectal toucher. Perlu hati-hati
saat melakukan rectal toucher pada
Cara pemeriksaan
1. Melakukan Informed Consent dan penjelasan prosedur pemeriksaan.
2. Melakukan cuci tangan dan memakai Handscoen.
3. Posisi pemeriksa: Berdiri disebelah kanan pasien.
4. Posisi pasien: Memposisikan pasien dalam posisi Lithotomi (Berbaring terlentang dalam
keadaan rileks, lutut ditekuk 600), pasien terlebih dahulu disuruh berkemih.
5. Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi perianal dan perineum dibawah
penerangan yang baik (jika ada hemoroid grade 4, tidak dilakukan RT).
6. Pada pemeriksaan perianal dapat dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor
anus dan hemorrhoid. Dinilai juga keadaan perineum, apakah meradang atau tidak.
7. Keadaan tonus sfingter ani diobservasi pada saat istirahat dan kontraksi volunter.
8. Penderita diminta untuk “mengejan” seperti pada saat defekasi, untuk memperlihatkan
desensus perineal, prolapsus hemoroid atau lesi-lesi yang menonjol seperti prolaps rekti
dan tumor.
9. Melakukan lubrikasi pada jari telunjuk tangan kanan dengan K-Y jelly dan menyentuh
perlahan pinggir anus.
10. Memberikan tekanan yang lembut sampai sfingter terbuka kemudian jari dimasukkan
lurus ke dalam anus, sambil menilai tonus sfingter ani.
11. Mengevaluasi keadaan ampula rekti, apakah normal, dilatasi atau kolaps
12. Mengevaluasi mukosa rekti dengan cara memutar jari secara sirkuler, apakah mukosa
licin atau berbenjol-benjol, adakah teraba massa tumor atau penonjolan prostat kearah
rektum.
13. Apabila teraba tumor, maka deskripsikan massa tumor tersebut : intra atau ekstralumen,
letak berapa centi dari anal verge, letak pada anterior/posterior atau sirkuler, dan
konsistensi tumor.
14. Apabila teraba penonjolan prostat: deskripsikan berapa cm penonjolan tersebut,
konsistensi, permukaan, sulcus medianus teraba/tidak, pole superior dapat dicapai/tidak.
15. Melakukan evaluasi apakah terasa nyeri, kalau terasa nyeri sebutkan posisinya.
16. Melepaskan jari telunjuk dari anus
17. Memeriksa handscone: apakah ada feses, darah atau lendir?
18. Melepaskan handschoen dan membuang ke tempat sampah medis
19. Melakukan cuci tangan
20. Melaporkan hasil pemeriksaan.
Contoh laporan pemeriksaan Rectal Toucher.
Rectal toucher:
Perianal dan perineum tidak meradang, tidak tampak massa tumor, Sfingter ani
mencekik, mukosa licin, ampula kosong, tak teraba massa tumor, tak teraba
penonjolan prostat kearah rektum, tidak terasa nyeri.
Handscoen:
Tak ada feses, tak ada darah, tak ada lendir.
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2018/01/Manual-CSL-5-
Colok-Dubur.pdf
Diagnosis obstruksi usus dibuat secara klinis dan ditegakkan dengan foto polos. Foto terlentang,
tegak, dan dekubitus abdomen biasanya diperlukan. Penyebab tersering obstruksi usus halus
adalah adhesi akibat pembedahan sebelumnya, peritonitis, apendisitis, hernia inkarserata,
intusepsi, volvulus, kelainan kongenital berupa stenosis atau atresis, tumor, dan batu empedu
yang masuk ke dalam usus. Terlepasnya batu empedu pada lumen intestinal dapat menimbulkan
keadaan seperti ileus dan disebut sebagai gallstone ileus yang pada pencitraan menunjukan
gambaran seperti ileus obtruktif namun tanpa disertai air fluid levels yang signifikans.
Gambaran radiologis obstruksi usus pada foto polos abdomen diantaranya adalah :
A) Single Bubble Appearance
Terjadi pada kondisi kelainan kongenital hipertrofi pilorus, yakni adanya hipertrofi pada
lapisan sirkular otot pilorus, terbatas pada lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster.
Pada foto polos abdomen tampak adanya single bubble appearance, yaitu terdapat satu
gelembung udara akibat pelebaran lambung.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada foto polos abdomen tiga posisi pada kondisi obstruksi usus
adalah :
1. Posisi Terlentang (Supine)
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dinding usus, gambaran seperti duri ikan (herring bone appearance).
2. Posisi Setengah Duduk atau Berdiri
Gambaran radiologis didapatkan adanya air fluid level dan step ladder appearance.
3. Posisi LLD
Untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level dapat
diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedangkan
jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
Operatif
1. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah
sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui
laparotomi.
2. Lisis pita untuk band
3. Herniorepair untuk hernia inkarserata
4. Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
5. Reseksi usus dengan anastomosis
6. Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.
7. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi.
Pasca operasi
a. Hindari dehidrasi
b. Pertahankan stabilitas elektrolit
c. Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
d. Pemberian analgetik yang tidak mempunyai efek mengganggu motilitas usus
Terapi
Dasar pengobatan obstruksi usus:
a. Keseimbangan elektrolit dan cairan
b. Menghilangkan peregangan dan muntah dengan melakukan intubasi dn
dekompresi
c. Memperbaiki peritonitis dan syok ( bila ada)
d. Menghilangkan obstruksi untuk memulihkan kontinuitas dan fungsi usus kembali
normal.
Penatalaksanaan Ileus Obstruksi:
Konservatif
1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Penderita dipuasakan
a. Untuk mengurangi distensi
b. Mengurangi resiko aspirasi
c. Untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah
d. Persiapan operasi bila diperlukan
3. Kontrol status airway, breathing and circulation.
4. Pasang nasogastric tube.
a. Tujuannya untuk dekompresi jadi ukuranya harus cukup besar: untuk bayi
baru lahir no 8 atau 10
b. Bila untuk diagnosa atresia esofagus nomor lebih kecil
5. Pasang IVFD, Intravenous fluids and electrolyte
a. Kadang sulit untuk menentukan derajat dehidrasi
b. Ringer dextrose / NaCl 0,9%/ RL = 20cc/kg BB
c. Monitor tanda-tanda telah tercapai rehidrasi
6. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
7. Mencegah hipotermia
Hipotermi à memperberat keadaan umum pasien à bradikardi
Cara :
a. Mengatur suhu ruangan :Mematikan AC, kipas angin , dll
b. Menjaga suhu tubuh penderita : Selimut, bungkus plastik, Inkubator
c. Jangan membasahi badan dg air/ nacl 0,9% walaupun dg yang hangat
Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda-tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti
ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda-tanda vital
dan jumlah urin yang keluar.
Persiapan Operatif
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat
yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan
oleh perlengketan Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk
dua alasan yaitu :
1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan,sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
dan kemungkinan ancaman vaskular.
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan
laparatomi.
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu
mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika
harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi. Operasi dapat dilakukan bila sudah
tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang
paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin.
Tindakan bedah dilakukan bila :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT,
infus, oksigen dan kateter)
Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori
mencakup
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Tindakan Operatif Tergantung dari etiologi masing-masing :
1. Adhesi Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
pulih kembali.
2. Hernia inkarserata Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari
jepitan.
3. Neoplasma Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus
harus dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin
dilakukan reseksi radikal.
4. Askariasis Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak
berhasil dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan
cacing, tapi apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi
bagian usus yang bersangkutan.
5. Carsinoma Colon Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik
regionalnya. Apabila obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan
Colostomi atau Sekostomi.
6. Divertikel Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan
secara elektif setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk
menempatkan colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens,
atau colon sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan
mencegah peradangan lebih lanjut pada tempat abses.
7. Volvulus Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan
volvulus yang terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi
temporer, yang juga berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika
sekum dapat hidup dan tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di
qudran bawah bisa dicapai.
8. Intusussepsi Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu
dengan reduksi barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi
usus halus. Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan
operasi berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran
kanan bawah. Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi
retrograde dari intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus
tersebut tidak dapat direduksi atau usus tersebut ganggren.
Farmakologis
a. Antibiotik broadspectrum untuk gram +, gram -, dan anaerob
b. Analgesik apabila nyeri.
c. Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
Medikamentosa
Obat pertama :
1. Prostigmin 3 x 1 sampai IV untuk memacu mobilitas usus
2. Antibiotik
Obat Antiemetik
1. Antagonis Reseptor H1
2. Antagonis Reseptor Muskarinik
3. Antagonis Reseptor Dopamin
4. Antagonis Reseptor Serotonin
5. Cannabinoid
6. Steroid
Antagonis Reseptor H1
a. Cinnarizine, cyclizine, dimenhydrinate, promethazine
b. Tidak dapat digunakan utk mual-muntah krn rangsangan pada ctz
c. Efektif untuk mabuk kendaraan dan mual-muntah krn rangsangan pada lambung
d. Diberikan sebelum timbul gejala mual-muntah
e. Puncak antiemetik : 4 jam, bertahan selama 24 jam
f. Kontra indikasi : wanita hamil trimester i (kec. Promethazine)
Antagonis reseptor muskarinik
a. hyoscine
b. untuk mual-muntah krn gangguan labirin dan rangsangan lokal di lambung
c. tidak dapat digunakan utk mual muntah krn rangsangan pada ctz
d. puncak antiemetik : 1-2 jam
e. es : drowsiness, mulut kering, penglihatan kabur, retensi urin
Antagonis reseptor dopamin
a. metoklopramid
b. domperidone
c. phenothiazine
Metoklopramid
a. bekerja di ctz
b. p.o., t1/2 4 jam, ekskresi via urine
c. es : krn blokade reseptor dopamin di ssp →gangguan pergerakan pada anak2 dan
dewasa muda, mengantuk, fatigue/lemah
d. stimulasi release prolaktin → galaktore dan gangguan menstruasi
e. efek pada motilitas usus → diare
Domperidone
a. antagonis reseptor d2
b. antiemetik untuk vomitting postoperatif dan akibat kemoterapi kanker
c. es : diare
Phenothiazine
a. neuroleptik : chlorpromazine, prochlorperazine, trifluoperazine → dpt sebagai
antiemetik
b. triethylperazine → hny sbg antiemetik
c. dapat digunakan utk vomitting krn rangsangan pada ctz
d. tidak efektif utk muntah krn rangsangan di lambung
e. cara kerja → antagonis reseptor d2 di ctz, menghambat reseptor histamin dan
muskarinik
f. pemberian p.o., rektal, atau parenteral
Antagonis serotonin
a. serotonin (5-hidroksitriptamin) a direlease oleh cns atau lambung a transmitter
emesis
b. antagonis serotonin : ondansetron, granisetron
c. sangat baik utk terapi mual-muntah akibat obat sitotoksik
d. pemberian p.o, injeksi iv pelan, infus
e. t1/2 5 jam
f. es : sakit kepala, gangguan git
Cannabinoid
a. nabilone → derivat cannabinol sintetik →menurunkan muntah krn rangsangan
pada ctz
b. pemberian : p.o, absorpsi baik
c. t1/2 120 menit, ekskresi via urine dan feses
d. es : jarang, a. L. Drowsiness, dizziness, mulut kering, perubahanmood, hipotensi
postural, halusinasi, dan reaksi psikotik
Steroid
a. dosis tinggi, dpt digunakan sendiri atau kombinasi dgn obat lain
b. glukokortikoid → deksametason dan metilprednisolon
c. mekanisme kerja → blm diketahui
d. sinergisme dg ondansetron
Motilitas git
Pencahar
a. bulk laxative → meningkatkan volume residu padat yg tidak diabsorpsi
b. osmotic laxative → meningkatkan jumlah air
c. faecal softener →mengubah konsistensi faeces
d. stimulant purgative →meningkatkan motilitas dan sekresi
Bulk laxative
a. metilselulose, sterculia, agar, bran, ispaghula husk
b. polimer polisakarida a tidak dapat dipecah
c. mekanisme kerja a menahan air di lumen usus merangsang peristaltis a beberapa
hari
d. es : ringan
Osmotic laxative
a. pencahar salin dan laktulosa → cairan yg absorpsinya jelek → meningkatkan
volume cairan di lumen bowel→ mempercepat transfer makanan ke usus halus
→massa yg sangat besar masuk kolon → distensi →ekspulsi faeces
b. pencahar salin → garam mgso4 dan mg(oh)2
c. laktulosa → disakarida semisintetik fruktosa dan galaktosa → bakteri di kolon →
fermentasi → asam laktat dan asam asetat → osmotik laksatif
d. efek baru timbul 1 – 2 hari
Faecal softener
a. docusate sodium
b. menghasilkan feses yg lebih lumak
c. efek stimulan laksatif lemah
Stimulant purgative
a. bisacodyl, sodium picosulfat, preparat senna
b. meningkatkan peristaltis dengan cara stimulasi mukosa usus
c. es : kram abdomen, jangka panjang → atonia colon
d. bisacodyl → p.o. atau suppositoria → efek laksan 15-30 menit
e. sodium picosulfat → p.o.
f. preparat senna → dosis tunggal → efek laksan dalam 8 jam
Obat yg meningkatkan motilitas git
Domperidone
a. antagonis reseptor d2 a antiemetik
b. memblok adrenoreseptor a-1 dan menurunkan efek relaksannya a menurunkan
tekanan sfingter esofagus bawah a meningkatkan motilitas git
c. tidak menstimulasi sekresi asam lambung
d. digunakan untuk gangguan pengosongan lambung dan refluks esofagitis kronis
e. es : hiperprolaktinemia
Metoklopramid
a. efek sentral → antiemetik
b. efek lokal → percepatan pengosongan lambung tanpa menstimulasi sekresi asam
lambung
c. efeknya kecil pada motilitas usus bag. Bawah
d. digunakan untuk refluks gastroesofagus dan gangguan pengosongan lambung
e. tidak dapat digunakan untuk ileus paralitik
Cisapride
a. menstimulasi release ach pada pleksus myenterik di git bag. Atas
b. digunakan utk refluks esofagitis dan gangguan pengosongan lambung
c. tidak mempunyai efek antiemetik
d. es : diare, kram abdomen, takikardi (jarang)
Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari
penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di
mana dia diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut para
dokter adalah operasi. Pertanyaannya bagaimana pandangan syariat terhadap
operasi medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).
Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkan
jiwa dari kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis
menjadi sebab terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari). Dari Jabir
bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan tempat ini
sebelum kamu berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ”Padanya
terdapat kesembuhan”. (HR. Al-Bukhari). Hadits tersebut menetapkannya
disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah dilakukan dengan
membedah atau menyayat tempat tertentu pada tubuh untuk menyedot darah kotor dan
membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah merupakan dasar dibolehkannya membedah
tubuh untuk membuang penyakit atau penyebab penyakit.
Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin
Kaab maka tabib tersebut memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi
panas”. (HR. Muslim). Dalam hadits ini Nabi SAW menyetujui apa yang
dilakukan oleh tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang dilakukan oleh
tabib tersebut adalah salah satu bentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap
anggota tertentu. Kemudian dari sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada
operasi yang tidak lepas dari dua kemungkinan yaitu menyelamatkan hidup
dan menjaga kesehatan, pertimbangan yang dalam kondisi tertentu bisa mencapai
tingkat dharurat maka tidak ada alasan yang rajih menolak operasi medis.
Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan
secara mutlak, syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan pembolehan
pada tempatnya, masing-masing diberi hak dan kadarnya. Jika operasi medis memenuhi
syarat-syarat yang diletakkan syariat maka dibolehkan karena dalam kondisi ini target
yang diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisa diwujudkan, sebaliknya jika
tim medis berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak mewujudkan sasarannya
atau justru menambah penderitaan penderita maka dalam kondisi ini syariat melarangnya.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam
dalam buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.