Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS PARALITIK

A. Definisi Ileus Paralitik


Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus
merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau hilangnya
peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.
B. Anatomi Usus
Usus

halus

merupakan

tabung

yang

kompleks,

berlipat-lipat

yang

membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak
tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif lebih
penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm,
mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum
ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada
krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen
dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal
sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri
sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis

berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah
articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan
masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang memgbentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat
katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal
mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon
asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas
dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan
lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum
menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai
fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis)
untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas
panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu
dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga
pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di
depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni
rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.

Gambar 1. Sistem saluran pencernaan.


C. Histologi
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan:
1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas
duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada
sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi
usus.
2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica
muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke
arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum
circulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf
(Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua
lapisan otot.
3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak
diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak
di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan
pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.

4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum,
tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa.
Masing-masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen
sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan
menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu
pada radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai
1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa
menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 pada
permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan
tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah
sekitar 2.00 cm. Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah
luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm, yaitu menigkat seribu kali lipat.
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus
lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan
otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang
dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek
daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantongkantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan
mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak

mengandung villi atau rugae. Kriptus lieberkn (kelenjar intestinal) terletak lebih
dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.
D. Vaskularisasi
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di
bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum
yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior,
suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum
diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri
mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum
dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica.
Darah dikembalikan lewat vena messentericus superior yang menyatu dengan
vena lienalis membentuk vena porta.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) :
(1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika
inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2)
sigmoidalis, (3) rektalis superior.
E. Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke
atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum

berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai


nodi lymphatici mesentericus superior.
Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens
dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici
mesentericus inferior.
F. Persarafan Usus
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk
jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus)
dari pleksus mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang
aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat
pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf
intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach
yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan
parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis
dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.

Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta


perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai
efek berlawanan.
G. Kontrol saraf terhadap fungsi gastrointestinal
Sistem gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem
saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari
esophagus dan memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik
ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah keseluruhan pada medulla
spinalis; hal ini menunjukkan pentingnya sistem enterik untuk mengatur fungsi
gastrointestinal.
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus bagian luar yang
terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular, disebut pleksus
Mienterikus atau pleksus auerbach, dan pleksus bagian dalam, disebut pleksus
submukosa atau pleksus Meissner, yang terletak di dalam submukosa. Pleksus
Mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal dan pleksus
submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.
Kedua pleksus tersebut berhubungan dengan serat-serat simpatis dan
parasimpatis. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya,
tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem
parasimpatis dan simpatis dapat mengaktifakan atau menghambat fungsi
gastrointestinal lebih lanjut.
Ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epithelium gastrointestinal atau
dinding usus dan kemudian mengirimkan serat-serat afferent ke kedua sistem
enterik juga ke ganglia prevertebral dari sistem saraf simpatis, beberapa berjalan
melalui saraf simpatis ke medulla spinalis dan yang lainnya berjalan melalui
saraf vagus ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini mengadakan refleks-refleks
local di dalam usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan kembali ke
usus baik dari ganglia prevertebral maupun dari daerah basal sistem saraf pusat.

H. Pengaturan otonom traktus gastrointestinal


Persarafan parasimpatis. Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi
cranial dan divisi sacral. Kecuali untuk beberapa serat parasimpatis di regio
mulut dan faring dari saluran pencernaan, parasimpatis divisi cranial hampir
seluruhnya berasal dari saraf vagus. Saraf ini member inervasi yang luas pada
esophagus, lambung pankreas dan sedikit ke usus sampai separuh pertama bagian
usus besar. Parasimpatis sacral berasal dari segmen sacral medulla spinalis
kedua, ketiga dan keempat dari medulla spinalis serta berjalan melalui saraf
pelvis ke separuh bagian distal usus besar. Area sigmoid, rectum dan anus dari
usus besar diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik
daripada bagian usus yang lain.
Persarafan simpatis. Serat-serat simpatis yang berjalan ke traktus
gastrointestinal berasal dari medulla spinalis antara segmen T-5 dan L-2.
Sebagian besar preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan
medulla , memasuki rantai simpatis dan berjalan melalui rantai ke ganglia yang
letaknya jauh, seperti ganglion seliakus dan berbagai ganglion mesenterikus.
Ujung-ujung saraf simpatis mensekresikan norepineprin.
Pada umunya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas
dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan
dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis.
I. Refleks-refleks gastrointestinal
1. Refleks-refleks yang seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik.
Refleks-refleks tersebut mengatur sekresi gastrointestinal, peristaltic,
kontraksi campuran, efek penghambatan local dan sebagainya.
2. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebral dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Refleks ini mengirim sinyal untuk jarak
yang jauh dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari lambung untuk
menyebabkan pengosongan kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan
usus halus untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung

(refleks enterogastrik) dan refleks dari kolon untuk menghambat


pengosongan isi ileum ke dalam kolon (refleks kolonoileal).
3. Refleks-refleks dari usus ke medulla spinalis atau batang otak dan kemudian
kembali ke traktus gastrointestinal. Meliputi refleks mengatur aktifitas
motorik dan sekresi lambung, refleks nyeri yang menimbulkan hambatan
umum pada seluruh traktus gastrointestinal dan refleks defekasi.
J. Fisiologi Usus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahanbahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumnlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorpsi. Isi usus digerakkan
oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik
yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus
halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung.
Dalam proses motilitas terjadi dua gerakan yaitu:
1. Gerakan propulsif yaitu gerakan mendorong atau memajukan isi saluran
pencernaan sehingga berpindah tempat ke segmen berikutnya, dimana
gerakan ini pada setiap segmen akan berbeda tingkat kecepatannya
sesuai dengan fungsi dari regio saluran pencernaan, contohnya gerakan

propulsif yang mendorong makanan melalui esofagus berlangsung cepat


tapi sebaliknya di usus halus tempat utama berlangsungnya pencernaan
dan penyerapan makanan bergerak sangat lambat.
2. Gerakan mencampur, gerakan ini mempunyai 2 fungsi yaitu mencampur
makanan dengan getah pencernaan dan mempermudah penyerapan pada
usus.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak
dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui
dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh.
Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat
berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang
dimengerti.
Lemak dalam bentuk trigliserida dihidrodrolisa oleh enzim lipase pankreas ;
hasilnya bergabung dengan garam empedu membentuk misel. Misel kemudian
memasuki membran sel secara pasif dengan difusif, kemudian mengalami
disagregasi, melepaskan garam empedu yang kembali ke dalam lumen usus dan
asam lemak serta monogliserida ke dalam sel. Sel kemudian membentuk kembali
trigliserida dan digabungkan dengan kolesterol, fosfolipid, dan apoprotein untuk
membentuk kilomikron, yang keluar dari sel dan memasuki lakteal. Asam lemak
kecil dapat memasuki kapiler dan secara langsung menuju ke vena porta. Garam
empedu diabsorpsi ke dalam sirkulasi enterohepatik dalam ileum distalis. Dari
kumpulan 5 gram garam empedu yang memasuki kantung empedu, sekitar 0,5
gram hilang setiap hari; kumpulan ini bersirkulasi ulang 6 kali dalam 24 jam.
Protein oleh asam lambung di denaturasi, pepsin memulai proses proteolisis.
Enzim protease pankreas (tripsinogen yang diaktifkan oleh enterokinase menjadi
tripsin, dan endopeptidase, eksopeptidase) melanjutkan proses pencernaan
protein, menghasilkan asam amino dan 2 sampai 6 residu peptida. Transport aktif
membawa dipeptida dan tripeptida ke dalam sel untuk diabsorpsi.
Karbohidrat, metabolisme awalnya dimulai dengan menghidrolisis pati
menjadi maltosa (atau isomaltosa), yang merupakan disakarida. Kemudian

disakarida ini, bersama dengan disakarida utama lain, laktosa dan sukrosa,
dihidrolisis menjadi monosakarida glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Enzim
laktase, sukrase, maltase, dan isimaltase untuk pemecahan disakarida terletak di
dalam mikrovili brush border sel epitel. Disakarida ini dicerna menjadi
monosakarida sewaktu berkontak dengan mikrovili ini atau sewaktu mereka
berdifusi ke dalam mikrovili. Produk pencernaan, monosakarida, glukosa,
galaktosa, dan fruktosa, kemudian segera disbsorpsi ke dalam darah porta.
Air dan elektrolit, cairan empedu, cairan lambung, saliva, dan cairan
duodenum menyokong sekitar 8-10 L/hari cairan tubuh, kebanyakan diabsorpsi.
Air secara osmotik dan secara hidrostatik diabsorpsi atau melalui difusi pasif.
Natrium dan khlorida diabsorpsi dengan pemasangan zat telarut organik atau
secara transport aktif. Bikarbonat diabsorpsi secara pertukaran natrium/hidrogen.
Kalsium diabsorpsi melalui transport aktif dalam duodenum dan jejenum,
dipercepat oleh hormon parathormon (PTH) dan vitamin D. Kalium diabsorpsi
secara difusi pasif.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi
air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari, semua, kecuali 100-200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal.
Kapasitas sekitar 5 liter/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh
antikolinergik, meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan
pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-

1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat
kali sehari, terjadi dengan defekasi.
Sepertiga berat feses kering adalah bakterri; 10-10/gram. Anaerob >
aerob. Bakteroides paling umum, Escherichia coli berikutnya. Sumber penting
vitamin K. Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna.
Normalnya 600 ml/hari.
Fungsi motorik pada saluran pencernaan tergantung pada kontraksi sel otot
polos dan integrasi dan modulasi oleh saraf enterik dan ekstrinsik. Kontraksi
yang terjadi sepanjang saluran pencernaan dikendalikan oleh myogenic,
mekanisme saraf dan kimia. Kekacauan mekanisme yang mengatur fungsi
motorik pencernaan ini dapat menyebabkan motilitas usus berubah.
1. Neurogenik. Modulator motilitas gastrointestinal meliputi sistem saraf pusat
(SSP), saraf otonom, dan sistem saraf enterik (ENS). ENS merupakan cabang
bebas dari sistem saraf perifer, terdiri dari sekitar 100 juta neuron dibagi
dalam dua pleksus ganglion (Gambar 22-2). Pleksus myenteric yang lebih
besar, juga dikenal sebagai pleksus Auerbach, terletak di antara lapisan otot
longitudinal dan sirkular dari externa muskularis; pleksus ini berisi neuron
yang bertanggung jawab atas motilitas gastrointestinal dan regulasi output
enzimatik dari organ-organ yang berdekatan. Pleksus submukosa yang lebih
kecil disebut sebagai pleksus Meissner's. ENS berhubungan langsung dengan
usus sel otot polos, tetapi juga memainkan peran penting dalam fungsi aferen
visceral.
2. Myogenic mekanisme kontrol termasuk faktor yang terlibat dalam mengatur
aktivitas listrik yang dihasilkan oleh sel otot polos pada saluran pencernaan.
Sebuah komponen penting dari sistem kontrol myogenic adalah kegiatan pacu
listrik yang berasal dari sel-sel interstisial dari Cajal (ICC). ICC membentuk
sistem alat pacu jantung nonneural terletak di antara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal dari usus kecil. Yang mana-mana gelombang lambat dari usus

kecil, biasanya disebut sebagai aktivitas kontrol listrik (ECA) dan potensi
perintis (PP), berasal dari jaringan ICC berhubungan dengan pleksus
Auerbach. Selain menghasilkan alat pacu jantung kegiatan, ICC tampaknya
berfungsi sebagai perantara antara neurogenik (ENS) dan myogenic sistem
kontrol karena mereka secara luas dipersarafi dan berada di dekat sel otot
polos gastrointestinal.
3. Kimia kontrol mengacu pada pengamatan kontraksi otot polos gastrointestinal
selama periode depolarisasi dari membran potensial, hanya terjadi jika ada
neurotransmiter seperti asetilkolin. Jarak terjadinya kontraksi tergantung dari
banyaknya panjang dari segmen yang menunjukkan aktivitas kontrol listrik
dan panjang segmen neurokimia bersebelahan yang diaktifkan
4. kontrol saraf ekstrinsik dari fungsi motorik gastrointestinal dapat dibagi lagi
menjadi aliran parasimpatis kranial dan sakral dan pasokan torakolumbalis
simpatik. Saraf kranial terutama melalui saraf vagus, yang mempersarafi
saluran pencernaan dari lambung ke usus besar kanan dan terdiri dari serat
preganglionik kolinergik yang bersinaps dengan ENS. Pasokan serat simpatis
ke perut dan usus kecil muncul dari tingkat T5 sampai T10 dari kolom
intermediolateral sumsum tulang belakang. The celiac prevertebral,
mesenterika superior, dan mesenterika inferior ganglia simpatis memainkan
peran penting dalam integrasi impuls aferen antara usus dan SSP.
K. Etiologi Ileus Paralitik
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal
(peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia,
gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat,
uremia, dibetes ketoasidosis, dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang
mempengaruhi motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah
pembedahan, usus halus biasanya pertama kali yang kembali normal (beberapa
jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon (48-72 jam).

Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya


obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah
keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus
kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali
normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat
disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi
setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan
retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi
setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka
waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus
merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru.
Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit.

Beberapa penyebab terjadinya ileus:


Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia

2. Hiponatremia
3. Hipomagnesemia
4. Hipermagensemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
a. Pneumonia
b. Lower lobus tulang rusuk patah
c. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )
3. Rongga perut
a. Radang usus buntu
b. Divertikulitis
c. Nefrolisiasis
d. Kolesistitis
e. Pankreatitis
f. Perforasi ulkus duodenum
Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang

1. Patah tulang rusuk


2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )
Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic
L. Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan

oleh

sistem

parasimpatis.

Sistem

simpatis

menghasilkan

pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh
langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui
traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal,
namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis
bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya
mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide intestinal
vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.

Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi


hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. Refleks panjang yang paling signifikan. Respon stres bedah mengarah
ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan
perkembangan ileus.
Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan
seperti yang tercantum dibawah ini:
Kausa Ileus Paralitik
a. Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal,
kolik ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
b. Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia),
uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
c. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.
d. Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat
lainnya.
e. Iskemia Usus.
Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
-

operasi abdominal.
Refleks inhibisi dari

saraf

efferent:

menghambat

pelepasan

neurotransmitter asetilkolin.(8)
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan
jejunum terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk
lemak, asam lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin
mempunyai efek yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung
empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu
kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi
lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat

bersamaan dimana hormon ini menyebabkan pengosongan kandung


empedu, hormon ini juga menghambat pengosongan makanan dari
lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi pencernaan
lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam
lambung juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun
sekretin berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida
penghambat asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan
asam amino.
Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot
polos usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang
diperlukan untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi
otot polos usus.
M. Manifestasi Klinik
Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang
disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang
berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus
akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung ( abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan
dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik
mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi
timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar
sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada

perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah gambaran peritonitis.
N. Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent
abdomen yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen
didapatkan pelebaran udara usus halus atau besar.
Anamnesa
Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak
bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
-

Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.

Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.


Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui

penyebab ileus.
Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.


Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.
O. Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya
berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati
kausa dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis
biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh
kolonoskopi

berulang.

Beberapa

obat-obatan

jenis

penyekat

simpatik

(simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak


konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu
dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan
nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsipprinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus
paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus
paralitik karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon
yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.
1. Konservatif
Penderita dirawat di rumah sakit.
Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.


Dekompresi dengan nasogastric tube.
Intravenous fluids and electrolyte
Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2. Farmakologis
Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
Analgesik apabila nyeri.
Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis
3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

Reseksi usus dengan anastomosis

Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

P. Diagnosis banding
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom
Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit

akut, ditanda dengan

distensii dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak
adanya gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan
ileus sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal
yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan
ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam
klasik pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di
tempat tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien
trauma. Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga
dapat berkontribusi untuk kondisi ini.
Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga diamati pada pasien dengan
penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau neuropati. Bentuk kronis dari
pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari usus besar dan kecil.
Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik yang berpindah dan
bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai obstruksi usus kecil.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa
sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari

foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi


usus proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah,
dan pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.

Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi . Perhatikan besar dilatasi


kolon, terutama kolon kanan dan sekum.
Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter
caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50%
jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.
Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube, koreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat motilitas
usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi pseudoobstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan perbaikan
pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari neostigmine
diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan jantung untuk
mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus diberikan.
Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan jalan
terakhir.
Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,
intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut
berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan

dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting
suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien mengeluhkan
tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika katup ileocecal
kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien
mengalami strangulasi dan perforasi. Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus
mekanik dapat dibantu dengan pencitraan endoskopi menggunakan kontras.

Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Perhatikan


tidak adanya gas usus sepanjang usus besar
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi
mekanis.
Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.

Ileus

Gejala

sakit

Pseudo-obstruksi

perut, nyeri kram perut, konstipasi,

Mekanikal Obstruksi

nyeri kram perut, konstipasi,

kembung,

obstipasi,

mual,

anoreksia

mual,

muntah, obstipasi,

mual,

muntah,

anoreksia

muntah,
Temuan

konstipasi
Silent

Borborygmi,

Pemeriksaan

abdomen,

gelombang peristaltik, bising gelombang

Fisik

kembung,

usus hiperaktif atau hipoaktif, usus hiperaktif ayau hipoaktif,

timpani

distensi, nyeri terlokalisasi

Gambaran

dilatasi usus dilatasi

Radiografi

kecil

timpani, Borborygmi,

usus

besar

timpani,
peristaltik,

distensi, nyeri terlokalisasi


yang Bow-shaped loops in ladder

dan terlokalisir, diafragma meninggi pattern, berkurangnya gas kolon

besar,

di distal, diafragma agak tinggi,

diafragma

air fluid level.

meninggi

Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus

Macam

Nyeri Usus

ileus

Distens

Muntah

borborigm

Bising usus

Keteganga
n abdomen

Obstruksi

++

+++

Meningkat

+++

Meningkat

Tak tentu

simple
tinggi

(kolik)

Obstruksi

+++

simple
rendah

(Kolik)

Lambat,
fekal

Obstruksi

bising

++++

++

+++

strangulasi

(terus-

biasanya

menerus,

meningkat

terlokalisir)

Paralitik

++++

Menurun

Oklusi

+++++

+++

+++

Menurun

vaskuler

Q. Prognosis
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri.
Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu
dimana kematian jaringan usus terjadi; operasi menjadi perlu untuk menghapus
jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka
prognosis menjadi lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai