Anatomi
Usus besar merupakan suatu saluran tertutup yang terdiri dari cecum, appendix,
colon, rectum, dan anal canal. Usus besar dapat dibedakan dari usus halus karena
adanya tenia coli (3 penebalan batang otot), haustra (sakulasi colon antara tenia coli),
omental appendices (proyeksi lemak kecil dari omentum), dan diameternya jauh lebih
besar dari usus halus.
orang, namun paling banyak retrosekal. Letak pangkal appendix vermiformis lebih ke
dalam dari titik pada batas antara sepertiga lateral dan dua pertiga medial garis miring
antara spina iliaca anterior superior dan annulus umbilicalis (titik McBurney).
Ascending colon merupakan bagian kedua dari usus besar, yang melintas dari
cecum ke arah kranial pada sisi kanan abdominal cavity ke hepar, dan membelok ke
kiri sebagai colic flexure kanan. Terletak retroperitoneal di sisi kanan posterior
dinding abdomen, tetapi di bagian anterior dan sisinya ditutupi peritoneum.
Peritoneum disebelah kanan dan kiri ascending colon membentuk fossa paracolica.
Dipisahkan dari anterolateral dinding abdomen oleh greater omentum.
Transverse colon merupakan bagian colon yang paling besar dan paling mobile,
sehingga letak transverse colon dapat berubah-ubah. Panjangnya sekitar 45 cm,
dimulai dari colic flexure kanan sampai colic flexure kiri. Biasanya tergantung ke
bawah sampai setinggi anulus umbilikalis.
Descending colon melintas dari colic flexure sampai iliac fossa kiri dan disini
beralih menjadi sigmoid colon. Di bagian ventral dan lateral ditutupi oleh peritoneum,
dan terdapat fossa paracolica di sebelah medial dan lateral dari descending colon.
Sigmoid Colon berbentuk seperti huruf S, panjangnya sekitar 40 cm,
menghubungkan descending colon dengan rectum. Sigmoid Colon meluas dari tepi
pelvis sampai segmen sacrum ke-3, untuk beralih menjadi rectum. Berakhirnya tenia
coli menunjukkan permulaan rectum. Peralihan rectosigmoid junction terletak kirakira 15 cm dari anus.
Rectum merupakan bagian distal dari usus besar yang bersambung dengan
sigmoid colon. Rectum mengikuti kurva sacrum dan coccyx, sebelum anorectal
flexure anal canal. Terbagi menjadi tiga bagian yaitu superior, intermediate, dan
inferior. Memiliki bagian ampula tempat akumulasi massa feces. Peritoneum melapisi
bagian anterior dan lateral sepertiga superior rectum, permukaan anterior dari
sepertiga tengah. Bagian inferior tidak dilapisi peritoneum.
1.1 Suplai Darah Usus Besar
1.1.1 Arteri Usus Besar
Cecum, ascending colon dan bagian kanan transversum colon diperdarahi oleh
cabang superior mesenteric artery yaitu ileocolic artery, colic artery kanan, dan
middle colic artery. Transversum colon bagian kiri, descending colon, sigmoid colon
dan sebagian besar rectum diperdarahi oleh inferior mesenteric artery melalui colic
artey kiri, sigmoid artery, dan superior rectal artery.
muskularis mukosa. Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini
penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya
dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis
mukosa, jadi selama suatu keganasan kolon belum mencapai lapisan muskularis
mukosa kemungkinan besar belum ada metastasis.
dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus.
Rektum dipersarafi oleh simpatis yang berasal dari trunkus simpatikum bagian
lumbal dan pleksus hipogastrikus superior sedangkan parasimpatis berasal dari nervus
splanknikus pelvikus.
Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang berbeda, maka nyeri
alih pada kedua bagian kolon kiri dan kanan pun berbeda. Lesi pada kolon bagian
kanan yang berasal dari usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium. Nyeri pada
apendisitis akut mula-mula terasa pada epigastrium, kemudian berpindah ke perut
bagian bawah. Nyeri dari lesi bagian kolon desenden dan sigmoid yang berasal dari
usus belakang terasa mula-mula di hipogastrium.
Gambar 1.5 Persarafan Usus Besar
kolon
melakukan
pencernaan
terhadap
sebagian
selulosa
dan
Dekomposisi bilirubin
Bilirubin di dekomposisi menjadi pigmen sederhana untuk warna feses.
Zat produk bakteri
Bakteri menghasilkan vitamin B dan K untuk di absorpsi.
Kolon dalam keadaan normal menyerap air, vitamin, elektrolit, dan ekskresi
mukus. Melalui penyerapan garam dan air terbentuk massa feses yang padat, dari 500
ml bahan yang masuk ke kolon setiap harinya sebanyak 350 ml yang diserap kembali
dan meninggalkan 150 g feses untuk dikeluarkan dari tubuh untuk setiap harinya.
Bahan feses ini terdiri dari air, garam inorganik, sel epitel mukosa pencernaan yang
mengelupas, bakteri dan hasil dekomposisinya, residu makanan yang tidak diserap,
bilirubin.
Gas usus atau flatus terutama berasal dari udara yang ditelan sebanyak 500 ml
(udara ditelan sewaktu makan, minum, menelan ludah) dan gas yang dihasilkan oleh
fermentasi bakteri di kolon. Oksigen dan CO2 diserap melalui mukosa usus,
sedangkan nitrogen bersama dengan hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan
sebagai flatus. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila terjadi obstruksi
usus gas tertimbun di saluran pencernaan yang menimbulkan flatulensi.
Proses defekasi terjadi sewaktu gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke
dalam rektum sehingga terjadi peregangan rektum yang kemudian merangsang
reseptor regang di dinding rektum dan memicu refleks defekasi. Normal buang air
besar yaitu 2 atau 3 kali per hari sampai dengan 3 atau 4 kali per minggu.
2.
2.1
Karsinoma Kolorektal
Epidemiologi
Karsinoma Kolorektal berdasarkan estimasi WHO menyatakan sekitar 945.000
kasus baru per tahunnya dilaporkan diseluruh dunia dengan 492.000 kematian setiap
tahunnya.Insidensnya di negara-negara maju, seperti Eropa Barat , Amerika Utara,
berikutnya. Insidens tertinggi adalah pada usia diatas 55 tahun. Karsinoma Kolorektal
merupakan salah satu jenis penyakit karsinoma, yang termasuk dalam 10 jenis
penyakit karsinoma yang terbanyak di Indonesia. Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia 2004, di Indonesia karsinoma menunjukkan peningkatan peringkat pada
pola penyakit penyebab kematian umum yaitu pada tahun 2001 karsinoma menempati
urutan ke-5 sebesar 5,0%. Berdasarkan peringkat utama penyakit neoplasma,
Karsinoma Kolorektal menempati peringkat ke-8 sebesar 3,9%.
2.1.1
Faktor Biologi
2.1.1.1.1 Usia
Umumnya Karsinoma Kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih
dari 90% penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun., kemudian meningkat
setiap dekade berikutnya. Insidens tertinggi adalah pada usia diatas 55 tahun.
Walaupun pada usia yang lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Karsinoma
Kolorektal dapat pula dijumpai pada pasien dengan usia kurang dari 50 tahun, yaitu
dengan persentase antara 0,4% sampai dengan 35, 6%.Terdapat beberapa perbedaan
mengenai batasan kelompok usia muda pasien Karsinoma Kolorektal, sebagian besar
peneliti menetapkan < 40 tahun tercatat dalam 37 artikel jurnal, sedangkan yang lain
ada yang menetapkan usia < 30 tahun tercatat dalam 14 artikel jurnal, dan < 25 tahun
tercatat dalam 1 artikel jurnal.
2.1.1.1.2 Jenis Kelamin
Insidens pada pria sama dengan wanita dengan perbandingan rasio 1:1.
2.1.1.2
Faktor Genetik
1. Sporadic cancer
Karsinogenesis yang dianut adalah perubahan dari sel normal, adenoma, dan
menjadi sel karsinoma (adenoma-carcinoma sequence) dan diketahui perlu 4
sampai 6 mutasi gen untuk perubahan dari sel epitel usus besar normal menjadi
karsinoma. Mutasi gen pada keadaan ini terjadi akibat adanya instabilitas
kromosom (chromosomal instability = CIN) dan dimulai dari mutasi pada gen
APC (Adenomatous Polyposis Coli), K-ras, DCC (Deleted Colorectal Cancer)
dan diakhiri oleh berupa hilangnya heterozygositas pada gen p53.
2. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
Pada penyakit FAP, gen APC mengalami mutasi, dimana APC terdapat pada
lengan panjang kromosom 5 (5q). Gen ini mengalami mutasi juga pada sindroma
Gardner dan pada sebagian besar sindroma Turcot. APC membuat kode peptida
asam amino, dan asam amino ini terekspresikan pada sebagian besar jaringan
tubuh. APC menyebabkan mutasi pada gen somatik, sehingga tidak ditemukan
pada jaringan di sekitar lesi-lesi tersebut. Mutasi tersebut menimbulkan inaktivasi
alel kedua gen ini sehingga kemampuannya sebagai gen penekan tumor menjadi
hilang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa mutasi terjadi pada tahap awal,
gen ini dianggap sebagai peristiwa pertama di dalam karsinogenesis Karsinoma
Kolorektal.
3. Hereditary Non Polyposis Colon Carcinoma (HNPCC)
Merupakan lynch syndrom autosomal dominant inheritance. Bentuk yang
paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan Karsinoma Kolorektal
ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC), yang disebabkan
adanya perubahan pada gen HNPCC. HNPCC diduga berperan pada < 10 %
Karsinoma Kolorektal. Pada sindroma herediter lainnya (HNPCC), terdapat
perubahan pada masing-masing DNA, sehingga menimbulkan perbedaan pada
keduanya dan keadaan ini disebut sebaghai bagian micro-satellite. HNPCC
ditandai oleh predominan karsinoma kolon kanan, onset usia dini, dan
Diit tinggi lemak memiliki efek terhadap mitogenesis epitelial, sekresi asam
empedu, konsentrasi insulin serum, level prostaglandin E2, immunokompetensi pada
host, dan karakteristik membran tumor. Mekanismenya adalah diit tinggi lemak akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi asam empedu yang kemudian akan
menimbulkan peningkatan konsentrasi diasilgliserol sebagai hasil interaksi antara
lemak, asam empedu dan fermentasi bakteri. Zat ini diduga mempunyai efek
karsinogenik sebab akan menstimulasi proliferasi sel-sel mukosa usus secara
berlebihan melalui aktivasi protein-kinase C pada sistem transduksi sinyal.
Secara rata-rata, diit tinggi lemak adalah lemak menjadi sumber asupan antara
40% sampai dengan 45% dari kebutuhan total kalori tubuh. Sedangkan yang
termasuk diit rendah lemak adalah apabila asupan lemak tidak melebihi dari 10 %
dari kebutuhan total kalori tubuh.
2.1.1.3.2 Diit Rendah Sayur-Sayuran dan Buah-Buahan
Sayur-sayuran, buah-buahan dan diit tinggi serat mempunyai efek protektif
terhadap Karsinoma Kolorektal. Yang dimaksud dengan diit tinggi serat adalah diit
yang mengandung senyawa kompleks antara serat yang tidak larut (misalnya selulosa
dan wheat bran) dengan serat yang mudah larut (misalnya dried bean).
Obesitas
Komponen energi total yang masuk dan komponen individual pada diit
mempunyai implikasi penting pada terbentuknya Karsinoma Kolorektal. Mekanisme
biologiknya adalah terdapatnya peningkatan hormon-hormon endogen seperti hormon
sex, insulin, dan IGF-1. Semakin tinggi Body Mass Index (BMI) seseorang semakin
tinggi pula risiko relatifnya untuk terkena Karsinoma Kolorektal.Seseorang semakin
tinggi pula risiko relatifnya, yaitu masing-masing dengan BMI 25 sampai dengan
29.9, 30 sampai dengan 34.9, dan 35 sampai dengan 35.9, adalah risiko relatifnya
menjadi 1.20, 1.47, dan 1.84.
2.1.1.3.4
Alkohol
2.1.1.3.5
Rokok
2.1.1.4
Kolitis ulserativa dan penyakit Crohn yang telah diderita lebih dari 10 tahun
meningkat 10-29% untuk menjadi Karsinoma Kolorektal. Hal ini berhubungan
dengan meningkatnya dysplasia berat pada kedua penyakit tersebut jika sudah
berlangsung lebih dari 15 tahun.
2.1.1.4.3
2.1.2
hPMS2 (kromosom 7p22). Gen ini mengalami mutasi pada individu penderita
HNPCC.
Inaktivasi DNA mismatch repair genes
Kerusakan DNA repair
Perubahan mikrosatelit
Mutasi gen yang mengatur pertumbuhan sel
Karsinoma Kolorektal
Gambar 2.5 Patogenesis Karsinoma Kolorektal
Sampai dengan saat ini, analisis patobiologi molekuler secara genetik pada
mekanisme karsinogenesis Karsinoma Kolorektal telah diketahui terdapat dalam dua
bentuk yaitu :
1. Jalur Karsinoma Kolorektal sporadik
Terjadi sebagai akibat beberapa tahapan mutasi pada gen, mutasi yang
terjadi pada gen-gen tersebut berbanding lurus dengan makin
bertambahnya usia, karena kerusakan penyebab mutasi pada gen
berhubungan dengan proses penuaan dan pajanan terhadap bahanbahan karsinogenik yang ada di lingkungan.
Terjadi sebagai akibat beberapa tahapan mutasi pada gen, mutasi gen
yang diperoleh dari orang tua penderita menyebabkan timbulnya
kanker setelah berinteraksi dengan faktor lingkungan yang juga
menyebabkan mutasi gen berikutnya.
lemak
serat
Biosintesis kolesterol
Diit kolesterol
Kerusakan
mukosa
Aktivitas
metabolik
dari flora
fekal
ornitine decarboxylase
Aktivasi protein kinase
Pelepasan arakhidonat
Asam arakhidonat Prostaglandin
Proliferasi seluler
Aktivasi karsinogen
dan pembentukan
mutagen onkogen
Karsinoma Kolorektal
Perubahan genetik :
Perubahan protoonkogen
Hilangnya aktivitas gen supresor tumor
Abnormalitas pada gen yang terlibat dalam
DNA repair
.
2.1.3.4 Hilangnya p53
Gen p53 terletak pada lengan pendek kromosom 17 (17p). Gen p53 adalah
gen yang paling menentukan di dalam karsinogenesis. Gen p53 adalah merupakan
faktor transkripsi karena kemampuannya untuk mengaktivasi ekspresi gen yaitu gen
p53 akan berikatan dengan sekuens DNA pada daerah promotor gen lainnya untuk
meningkatkan transkripsi. Hampir semua gen yang diaktivasi oleh p53 adalah gen
yang berperanan di dalam penghambatan pertumbuhan sel. Oleh sebab itu, inaktivasi
gen ini akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali.
2.1.3.5 Aktivasi Telomerase
Telomerase berfungsi untuk menjaga stabilitas telomere dan mencegah
apoptosis. Pada Karsinoma Kolorektal, aktivitas telomerase meningkat sehingga sel
terus-menerus tumbuh dan menjadi karsinoma.
2.1.3.6 Gen DCC (Deleted in Colorectal Carcinoma)
Gen ini terdapat pada lengan panjang kromosom 18 (18q). Produk gen ini
berkaitan dengan adhesi antar sel dan interaksi matriks sel yang sangat penting di
dalam pencegahan pertumbuhan, invasi, dan metastasis tumor. Gen terutama
berperanan penting di dalam kemampuan tumor bermetastasis sehingga dapat
dijadikan prognosis tumor dan status metastasisnya.
2.1.4
Patologi
2.1.4.1 Makroskopik
Secara makroskopik terdapat 3 tipe Karsinoma Kolorektal yaitu tipe polipoid,
tipe sikrus, tipe ulseratif. Karsinoma kolorektal tampak sebagai massa tumor pada
mukosa dengan tepi tumor yang menonjol dan terdapat ulkus pada daerah sentral
tumor. Jika tumor telah mengenai seluruh lumen kolon atau rektum, akan tampak
melingkar dengan memberikan gambaran lesi yang konstriktif dan disebut sebagai
"Apple-core lesion". Gambaran lesi pada sekum dan kolon asendens lebih sering
tampak rata atau polipoid. Pada rektum, tumor dapat berbentuk eksopitik (fungating)
atau ulseratif. Oleh karena berasal dari epitel mukosa maka tumor ini akan menembus
lapisan kolon dan jaringan sekitarnya sehingga dapat bermetastasis secara limfogen
maupun hematogen.
2.1.4.2 Mikroskopik
Diferensiasi dimulai dari bentuk sel-sel tumor yang kolumner seperti adenoma
sampai dengan yang tidak berdiferensiasi sama sekali (anaplasia). Tumor yang
memproduksi musin dalam jumlah banyak, secara mikroskopik akan memberikan
gambaran seperti cincin (signet ring cell).
Derajat diferensiasi sel tumor didasarkan pada arsitektur kelenjar, polaritas
nukleus, derajat mitosis, dan daya invasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Diferensiasi baik
-
2. Diferensisi moderat
-
irreguler
2.1.5
Lokasi Anatomi
Semua kepustakaan melaporkan bahwa lokasi terbanyak Karsinoma Kolorektal
mengenai rektum dan sigmoid. Insidens berdasarkan letaknya di usus besar adalah
kolon asending (30%), kolon transversum (10%), kolon desending (15%), kolon
sigmoid (25%), rektum (20%).
Stadium Keganasan
Dalamnya infiltrasi
Terbatas pada dinding usus
Menembus lapisan muskularis mukosa
C
Metastasis kelenjar limfe
Dikutip dari : Clinical Manual Practical Oncology.
Kedalaman Infiltrasi
Karsinoma yang letaknya terbatas pada
mukosa
Karsinoma yang telah menginfiltrasi
B
B1
B2
muskularis propia
Karsinoma yang menginfiltrasi seluruh
C1
C2
jauh
Dikutip dari : Clinical Manual Practical Oncology.33
T0
Tis
Karsinoma in situ
T1
T2
T3
Tumor
menginfiltrasi
subserosa,
serosa,
atau
lemak
perikolik/perirektal
T4
N0
N1
Terdapat metastasis
mesenterial terdekat.
N2
N3
M0
M1
Coller)
AstlerSistem TNM
0
T
Tis
N
N0
M
M0
Duke
Coller
T1
N0
M0
II
T2
T3
N0
N0
M0
M0
B1
B2
III
T4
SetiapT
N0
N1
M0
M0
C1,C2
IV
SetiapT
SetiapT
N2, N3
Setiap N
M0
M1
Metastasis
Karsinoma Kolorektal mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh sambil
menembus dinding dan meluas secara sirkuler. Di daerah rektum penyebaran ke arah
anal jarang melebihi 2 sentimeter. Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan
sekitar atau organ sekitarnya misalnya ureter, vesika urinaria, uterus, vagina, atau
prostat. Penyebaran limfogen terjadi ke kelenjar parailiaka, mesenterium, dan
paraaorta. Penyebaran hematogen terutama ke hati. Penyebaran peritoneal
mengakibatkan peritonitis karsinomatosa dengan atau tanpa asites.13,22
Manifestasi Klinik
Keganasan Karsinoma Kolorektal adalah akhir dari suatu proses panjang,
perubahan dari mukosa kolon yang normal paling sedikitnya dibutuhkan 10 tahun.
Karena proses yang panjang ini, tidak mengherankan jika manifestasi klinis dari
Karsinoma Kolorektal asymptomatic.
Manifestasi klinis yang menyertai Karsinoma Kolorektal, berhubungan dengan
ukuran dan lokasi dari karsinoma. Banyak tanda dan gejala dari Karsinoma
Kolorektal bersifat non spesifik. Umumnya gejala pertama timbul karena penyulit,
yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran. Ketika
manifestasi klinis muncul, prognosis sudah menjadi buruk karena Karsinoma
Kolorektal telah berada pada stadium lanjut.
Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma
kolon kiri bersifat sikrotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan
obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan
jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi. Nyeri
pada kolon kiri lebih nyata daripada kolon kanan. Tempat yang dirasakan sakit
berbeda karena asal embrioniknya yang berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus
belakang. Nyeri pada kolon kiri bermula di bawah umbilikus, sedangkan pada kolon
kanan di epigastrium.
Karsinoma yang berlokasi di sekum dan kolon asenden tidak khas, seringkali
berupa gejala umum berupa dispepsia, kelemahan umu, dan penurunan berat badan.
Karsinoma kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan pola defekasi seperti
konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin
menipis, atau lebih cair disertai dengan darah atau lendir. Tenesmi merupakan gejala
yang biasa didapat pada karsinoma rektum. Perdarahan akut jarang dialami, demikian
juga nyeri di daerah panggul berupa tanda penyakit lanjut.
Tabel 2.5 Manifestasi Klinis Karsinoma Kolorektal Berdasarkan Lokasi
Aspek klinis
Nyeri
Defekasi
Kolon kanan
Kolon kiri
Kolitis
Obstruksi
Karena penyusupan Karena obstruksi
Diare atau diare
Konstipasi
Rektum
Proktitis
Tenesmi
Tenesmi terus-
Obstruksi
Darah pada feses
berkala
Jarang
Samar
progresif
Hampir selalu
Samar atau
menerus
Tidak jarang
Makroskopis
Feses
Dispepsi
Memburuknya
makroskopis
Normal
Jarang
Lambat
Perubahan bentuk
Jarang
Lambat
Lambat
Lambat
keadaan umum
Anemia
Hampir selalu
dikutip dari : Sjamsuhdrajat, R.
2.1.9
2.1.9.1 Diagnosis
Diagnosis
Karsinoma
Kolorektal
ditegakan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan fisik, rectal toucher (RT), dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon
dengan kontras ganda. Sebaiknya untuk usia diatas 45 tahun, pemeriksaan ini
dilakukan setiap tiga tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan
patologi anatomi.
2.1.9.2 Pemeriksaan
Pada pemeriksaan, tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut,
bila teraba, menunjukkan keadaan yang sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih
jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon. Pemeriksaan rectal toucher (RT)
merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi.
Foto kolon dengan barium merupakan kelengkapan dalam menegkan diagnosis
Karsinoma Kolorektal. Biopsi dilakukan melalui endoskopi.
Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan dengan ketepatan hampir 100%
disusul dengan foto kolon dengan barium dan kontras ganda sebesar 90 %,
rektosigmoidoskopi sebesar 75%, dan rectal toucher sebesar 40%.
Kolorektal dan dapat mengarahkan pada pemeriksaan yang lebih definitif. Meskipun
sensitifitas FOBT tidak tinggi, tetapi dengan pemeriksaan teratur dapat mendeteksi
sekitar 92% dari karsinoma.
Pemeriksaan laboratorium lain yang bisa dilakukan adalah
1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia
2. Test Guaiac pada feces untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feces, karena
semua Karsinoma Kolorektal mengalami perdarahan intermitten.
3. CEA (carcinoembryogenic antigen) merupakan protein yg dihasilkan oleh fetal
tissues (khususnya liver, intestinal, dan pancreatic tissue). Menghilang setelah
lahir tapi sering timbul pada saat sel yang berasal dari jaringan tersebut menjadi
karsinoma. Oleh karena itu CEA sebagai tumor marker. Antigen ini dapat
dideteksi oleh radioimmunoassay dari serum atau cairan tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya meliputi
serum protein, kalsium, dan kreatinin.
5. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan
lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, karsinoma tampak sebagai massa mengisi lumen usus, konstriksi,
atau gangguan pengisian.
6. X-ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru.
7. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah mengenai
organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
Tabel 2.6 Ringkasan Diagnosis Karsinoma Kolorektal
Kolon kanan
-
dispepsia
temuan koloskopi
Kolon kiri
-
darah di feses
penemuan koloskopi
Rektum
-
perdarahan rektum
darah di feses
Kolon tengah
Tukak peptik
Karsinoma
Kolon kiri
Kolitis ulserosa
Polip
Polip
Proktitis
Amuboma
lambung
Abses hati
Divertikulitis
Fisura anus
Endometriosis
hemoroid
Karsinoma anus
Enteritis regionalis
Karsinoma hati
Kolesistitis
Kelainan pankreas
Kelainan saluran
Rektum
empedu
Dikutip dari : Sjamsuhdrajat, R.
2.1.11 Penanganan
Penatalaksanaan keganasan Usus Besar primer hampir hanya berupa tindakan
bedah sebagai terapi kuratif dan terapi tambahan berupa kemoterapi dan radiasi hanya
bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.
1. Pembedahan
Pembedahan bertujuan untuk mengeksisi lesi primer dengan batas adekuat,
untuk membentuk kembali kesinambungan usus bila mungkin dan untuk
mencegah komplikasi. Berbagai jalur penyebaran harus dipertimbangkan
mencakup vena dan perlu
2. Radiasi
Terapi radiasi sering diberikan sebelum operasi yang bertujuan untuk
mengerutkan atau memperkecil tumor (Shrink the tumor), merubah sel-sel
keganasan (Alter malignant cells), atau keduanya (both of them)
Sistem Dukes
Prognosis Hidup
Astler-Coller
Prognosis Hidup
Setelah 5 Tahun
Modifikasi dari
Setelah 5 Tahun
Sistem Dukes
A
B
C
97%
80%
C1
C2
65%
35%
< 5%
A
B1
B2
C1
C2
D
75-100%
65%
50%
40%
15%
< 5%