Anda di halaman 1dari 17

Nodus Lymphaticus

Nodus lymphaticus merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret sepanjang pembuluh limfe.
Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan yang mampu mengenal antigen yang masuk dan memberi
reaksi imunologis secara spesifik. Organ ini berbentuk seperti ginjal atau oval dengan ukuran 1-2,5 mm.
Bagian yang melekuk ke dalam disebut hillus, yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh
darah. Pembuluh limfe aferen masuk melalui permukaan konveks dan pembuluh limfe eferen keluar
melalui hillus. Nodus lymphaticus tersebar pada ekstrimitas, leher, ruang retroperitoneal di pelvis dan
abdomen dan daerah mediastinum.
I. Gambaran Histologis
Nodus lymphaticus terutama terdiri atas jaringan limfoid yang ditembusi anyaman pembuluh limfe
khusus yang disebut sinus lymphaticus. Nodus lymphaticus dibungkus oleh jaringan pengikat sebagai
kapsula yang menebal di daerah hillus dan beberapa jalur menjorok ke dalam sebagai trabekula.
Parenkim diantara trabekula diperkuat oleh anyaman serabut retikuler yang berhubungan dengan sel
retikuler. Diantara anyaman ini diisi oleh limfosit, plasmasit dan sel makrofag. Parenkim nodus
lymphaticus terbagi atas cortex dan medulla, dengan perbedaan terdapat pada jumlah, diameter dan
susunan sinus.
a. Cortex
Dengan M.E. tampak sebagai kumpulan pada sel-sel limfoid yang dilalui oleh trabekula dan sinus
corticalis. Pada cortex dibedakan daerah-daerah sebagai nodulus lymphaticus primarius, nodulus
lymphaticus secondaris dan jaringan limfoid difus. Nodulus lymphaticus primer dan sekunder menmpati
cortex bagian luar, sedang jaringan limfoid difus menempati cortex bagian dalam atau daerah
paracortical.
Pada pengamatan dengan M.E. sel retikuler terlihat memiliki inti yang jernih dengan sitoplasma
menagndung granular endoplasmic retikulum dan diduga membuat serabut-serabut retikuler. Pada
umumnya germinal center banayk terdapat di daerah cortex. Daerah dekat sinus marginalis
mengandung banyak limfosit kecil karena menerima limfosit yang baru datang dari pembuluh darah
aferen. Pada bagian dalam cortex, sel-selnya tersusun lebih longgar dan terutama terdapat limfosit kecil
dan sel retikuler yang makin bertambah.
b. Medulla/Medulla Cord
Medulla cord merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tersusun di sekitar pembuluh darah.
Kumpulan jaringan limfoid ini membentuk anyaman dan berakhir di daerah hillus. Medulla ini banyak
sekali mengandung anyaman serabut retikuler dan sel retikuler yang di dalamnya mengandung limfosit,
plasmasit dan makrofag. Kadang ditemukan granulosit dan eritrosit. Dalam keadaan sakit jumlah unsur
sel akan bertambah.
Lien
Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di sebelah kiri atas di bawah diafragma
dan sebagian besar dibungkus oleh peritoneum. Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu
dengan membersihkan darah terhadap bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping sebagai
pertahanan imunologis terhadap antigen. Lien berfungsi pula untuk degradasi hemoglobin, metabolisme
Fe, tempat persediaan trombosit, dan tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang, lien berfungsi
pula untuk pembentukan eritrosit, granulosit dan trombosit.

I. Gambaran Histologis
Lien dibungkus oleh jaringan padat sebagai capsula yang melanjutkan diri sebagai trabecula. Capsula
akan menebal di daerah hilus yang berhubungan dengan peritoneum. Dari capsula melanjutkan serabut
retikuler halus ke tengah organ yang akan membentuk anyaman. Pada sediaan terlihat adanya
daerahbulat keabu-abuan sebesar 0,2-0,7 mm, daerah tersebut dinamakan pulpa alba yang tersebar
pada daerah yang berwarna merah tua yang dinamakan pulpa ruba.
a) Pulpa alba
Pulpa alba sering disebut pula sebagai corpusculum malphigi terdiri atas jaringan limfoid difus dan
noduler.Pulpa alba membentuk selubung limfoid periarterial (periarterial limfoid sheats/PALS) di sekitar
arteri yang baru meninggalkan trabecula, selubung tersebut mengikuti arteri sampai bercabang-cabang
menjadi kapiler. Sepanjang perjalanannya pada beberapa tempat selubung tersebut mengandung
germinal center. PALS dan germinal center merupakan jaringan limfoid, tetapi PALs sebagian besar
mengandung limfosit Tdan germinal center mengandung limfosit B. Struktur PALS terdiri dari anyaman
longgar serabut retkuler dan sel retikuler. Di tengah pulpa alba terdapat arteri sentralis . dalam celah-
celah anyaman terdapat limfosit kecil dan sedang, kadang ditemukan plasmasit. Pada waktu adanya
rangsangan antigen di daerah PALS banyak terdapat limfosit besar, limfoblas dan plasmasit muda
banyak sekali.
b) Pulpa rubra
Pulpa rubra terdiri atas pembuluh-pembuluh darah besar yang tidak teratur sebagai sinus renosus dan
jaringan yang mengisi diantaranya sebagai splendic cords of Billroth. Warna merah pulpa rubra
disebabkan karena eritrosit yang mengisi sinus venosus dan jaringan diantaranya.
Di dalam celah pulpa terdapat sel-sel bebas seperti makrfag, semua jenis sel dalam darah dengan
beberapa plasmasit. Dengan M.E. makrofag dapat dengan mudah ditemukan sebagai sel besar dengan
sitoplasma yag kadang-kadang mengandung eritrosit, netrofil dan trombosit atau pigmen. Bagian tepi
pulpa alba terdapat daerah peralihan dengan pulpa rubra sebesar 80-100 mikron, daerah ini dinamakan
zona marginalis yang mengandung sinus venosus kecil. Zona marginais merupakan pulpa rubra yang
menerima darah arterial sehingga merupakan tempat hubungan pertama antara sel-sel darah dan
partikel dengan parenkim lien.
Capsula dan Trabecula
Capsula dan trabecula terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan anyaman serabut
elastis. Permukaan luar terdiri dari sel mesotil sebagai bagian peritoneum. Trabecula merupakan
lanjutan kapsula yang membawa arteri, vena dan pembuluh limfe. Trabecua mengandung lebih banyak
serabut elastis dan beberapa serabut sel otot polos.
Arteri
Cabang-cabang arteri linealis masuk melalui hilus,mengikuti trabecula dan tiap kali bercabang menjadi
makin kecil. Mula-mula arteri ini sebagai jenis arteri muskuler dengan tunika adventitia yang longgar
dalam jaringan pengikat padat trabecula. Setelah mencapai diameter 0,2 mm, arteri tersebut
mennggalkan trabecula dan tunika adventitianya diganti oleh jaringan limfoid hingga menjadi arteri
sentralis.
Arteri sentralis merupakan arteri muskuler dengan endotil berbentuk tinggi disertai selapis atau dua
lapis otot polos yang melanjutkan dengan bercabang-cabang dan makin kecil. Pada diameter 40-50
mikron, selubung limfoid menipis dan bercabang menjadi 2-6 pembuluh sebagai arteria penicillus atau
arteria pulpa rubra. Pada waktu masuk pulpa rubra, arteri penicillus bercabang menjadi 2-3 kapiler
dengan dinding yang menebal yag disebut selubung Schweiger Seidel. Kapilernya disebut sheated
capillary.
Menurut Baley’s Textbook of Histology, arteri penicullus terdiri dari tiga bagian:
1. Arteri pulpa,merupakan segmen terpanjang denganselapis otot polos.
2. Sheated capillary, tanpa otot polos
3. Terminal arterial capilarry
Sinus Venosus dan Vena
Sinus venosus terdapat di seluruh pulpa rubra dan banyak sekali terdapat di sekeliling pulpa alba.
Pembuluh-pembuluh darah ini dapat disebut sinus venosus sebab lumennya tidak teratur lebarnya (12-
40 mikron).Dindingnya terdiri atas endotil dan lamina basalis. Sitoplasma mengandung dua macam
filament yang tersusun sejajar sumbu panjang dan tidak terdapat intercellular junction. Kemampuan
fagositosis sangat terbatas. Sinus venosus akan mengalirkan darah ke vena pulpa yang menpunyai
dinding terdiri atas endotil memanjang, lamina basalis dan selapis tipis otot pos. Selanjutnya vena pulpa
akan bermuara ke vena trabecula yang akan berkumpul di hilus sebagai vena lienalis.

Hubungan Arteri dan Vena


Ada tiga teori mengenai hubungan arteri dan vena:
1. Teori sirkulasi terbuka
Teori ini menyatakan bahwa darah drai kapiler bermuara di dalam celah-celah antara sel retikuler
kemudian perlahan-lahan kembali ke sinus venosus.
2. Teori sirkulasi tertutup
Teori ini menyatakan bahwa kapiler berhubungan langsung dengan sinus venosus.
3. Teori kompromi
Teori ini menyatakan bahwa dalam lien terdapat kedua macam sirkulasi tersebut pada suatu tempat.
Histogenesis dan Regenerasi Lien
Primordium lien tampak pada embrio umur 8-9 minggu sebagai suatu penebalan jaringan mesenkim
pada mesogastrium dorsalis. Sel-sel mesenkim memperbanyak diri dengan mitosis membentuk
hubungan melalui tonjolannya sebagai rangka retikuler dalam pulpa alba dan pulpa rubra. Kemudian
muncul sel primitif basofil yang berasal dari sel-sel induk dalam saccus vitelinus, hepar atau medulla
oseum.
Limfosit dalam lien sebagian beupa limfosit T, sebagian dari medulla oseum yang dibawah pengaruh
Limfosit B. Makrofag dalam lien kemungkinan berasal dari sel induk dalam medulla osseum. Apabila lien
diangkat, maka fungsinya akan diambil alih oleh organ lain. Apabila terjadi luka, akan terjadi
kesembuhan dengan timbulnya jaringan pengikat.

Tonsilla
Lubang penghubung antara cavum oris dan pharynx disebut faucia. Di daerah ini membran mukosa
tractus digestivus banyak mengandung kumpulan jaringan limfoid dan terdapat infiltrasi kecil-kecil
diseluruh bagian di daerah tersebut. Selain itu diyemukan juga organ limfoid dengan batas-batas nyata.
Rangkaian organ limfoid ini (cincin Waldeyer) meliputi:
a. Tonsila Lingualis
Tonsilla lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae sebagai tonjolan-tonjolan bulat. Pada
permukaannya terdapat lubang kecil yang melanjutkan diri sebagai celah invaginasi(crypta) yang dilapisi
oleh epitel gepeng berlapis. Crypta tersebut dikelilingi oleh jaringan limfoid. Sejumlah limfosit yang
mengalami infiltrasi dalam epitel dan berkumpul dalam crypta yang kemudian mengalami degenerasi
dan membentuk suatu kumpulan dengan sel epitel yang sudah terlepas bersama bakteri sebagai
detritus. Kadang-kadang dalam crypta bermuara kelenjar mukosa. Dalam jaringan limfoid tampak
adanya nodus lymphaticus.
b. Tonsila Palatina
Diantara arcus glossoplatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat ua buah jaringan limfoid dibawah
membrane mukosa yang masing-masing disebut tonsilla palatine. Epitel bersama jaringan pengikat yang
menutupi mengadakan invaginasi membentuk crypta sebanyak 10-20 buah. Pada dasar crypta, batas
antara epitel dan jaringan limfoid kabur karena infiltrasi limfosit dalam epitel. Limfosit yang telah
melintasi epitel bersama dengan leukosit dan sel epitel yang mati sebagai corpusculum salivarius.
Terdapat nodulus lymphaticus sebesar 1-2 mm dengan germinal centernya tersusun berderet dalam
jaringan limfoid yang difus. Antara nodulus lymphaticus yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh
jaringan pengikat (capsula) yang mengandung limfosit, mast sell dan plasmasit. Apabila ditemukan
granulosit, hal ini menunjukkan adanya radang.
c. Tonsila Pharyngealis
Pada atap dan dinding dorsal nasopharynx terdapat kelompok jaringan limfoid yang ditutupi pula oleh
epitel yang dinamakan tonsilla pharyngealis. Jenis epitelnya sama dengan epitel tractus respiratorius
ialah epitel semu berlapis bercillia dengan sel piala. Epitelnya tidak mengadakan invaginasi membentuk
crypta tetapi melipat-lipat. Pada puncak lipatan banyak infiltrasi limfosit, dibawah epitel terdapat
nodulus lymphaticus yang mengikuti lipatan-lipatan. Jaringan limfoid ini dipisahkan oleh capsula tipis
jaringan pengikat dan diluar capsula terdapat kelenjar-kelenjar campuran yang saluran keluarnya
menembus jaringan limfoid dan bermuara didalam saluran lipatan epitel.
http://histofkgsp.blogspot.com/2006/10/12-organ-lymfoid.html
Definisi Vaksin

Vaksin berasal dari bahasa latin vacca (sapi) dan vaccinia (cacar sapi). Vaksin adalah bahan antigenik
yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah
atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau “liar”.
Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan
penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida,
partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk
bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa
membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).

Pemberian vaksin diberikan untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Ada
beberapa jenis vaksin. Namun, apa pun jenisnya tujuannya sama, yaitu menstimulasi reaksi kekebalan
tanpa menimbulkan penyakit.

JENIS-JENIS VAKSIN

1. Live attenuated vaccine

Vaksin hidup yang dibuat dari bakteri atau virus yang sudah dilemahkan daya virulensinya dengan cara
kultur dan perlakuan yang berulang-ulang, namun masih mampu menimbulkan reaksi imunologi yang
mirip dengan infeksi alamiah. Sifat vaksin live attenuated vaccine, yaitu :

Vaksin dapat tumbuh dan berkembang biak sampai menimbulkan respon imun sehingga diberikan
dalam bentuk dosis kecil antigen
Respon imun yang diberikan mirip dengan infeksi alamiah, tidak perlu dosis berganda
Dipengaruhi oleh circulating antibody sehingga ada efek netralisasi jika waktu pemberiannya tidak tepat.
Vaksin virus hidup dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
Dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah
Mempunyai kemampuan proteksi jangka panjang dengan keefektifan mencapai 95%
Virus yang telah dilemahkan dapat bereplikasi di dalam tubuh, meningkatkan dosisi asli dan berperan
sebagai imunisasi ulangan
Contoh : vaksin polio (Sabin), vaksin MMR, vaksin TBC, vaksin demam tifoid, vaksin campak, gondongan,
dan cacar air (varisela).

2. Inactivated vaccine (Killed vaccine)

Vaksin dibuat dari bakteri atau virus yang dimatikan dengan zat kimia (formaldehid) atau dengan
pemanasan, dapat berupa seluruh bagian dari bakteri atau virus, atau bagian dari bakteri atau virus atau
toksoidnya saja. Sifat vaksin inactivated vaccine, yaitu :

Vaksin tidak dapat hidup sehingga seluruh dosis antigen dapat dimasukkan dalam bentuk antigen
Respon imun yang timbul sebagian besar adalah humoral dan hanya sedikit atau tidak menimbulkan
imunitas seluler
Titer antibodi dapat menurun setelah beberapa waktu sehingga diperlukan dosis ulangan, dosis pertama
tidak menghasilkan imunitas protektif tetapi hanya memacu dan menyiapkan system imun, respon
imunprotektif baru barumuncul setelah dosis kedua dan ketiga
Tidak dipengaruhi oleh circulating antibody
Vaksin tidak dapat bermutasi menjadi bentuk patogenik
Tidak dapat menimbulkan penyakit yang serupa dengan infeksi alamiah
Contoh : vaksin rabies, vaksin influenza, vaksin polio (Salk), vaksin pneumonia pneumokokal, vaksin
kolera, vaksin pertusis, dan vaksin demam tifoid.

3. Vaksin Toksoid

Vaksin yang dibuat dari beberapa jenis bakteri yang menimbulkan penyakit dengan memasukkan racun
dilemahkan ke dalam aliran darah. Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman. Hasil
pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai natural fluid plain toxoid yang mampu merangsang
terbentuknya antibodi antitoksin. Imunisasi bakteri toksoid efektif selama satu tahun. Bahan ajuvan
digunakan untuk memperlama rangsangan antigenik dan meningkatkan imunogenesitasnya. Contoh :
Vaksin Difteri dan Tetanus
4. Vaksin Acellular dan Subunit

Vaksin yang dibuat dari bagian tertentu dalam virus atau bakteri dengan melakukan kloning dari gen
virus atau bakteri melalui rekombinasi DNA, vaksin vektor virus dan vaksin antiidiotipe. Contoh vaksin
hepatitis B, Vaksin hemofilus influenza tipe b (Hib) dan vaksin Influenza.
5. Vaksin Idiotipe

Vaksin yang dibuat berdasarkan sifat bahwa Fab (fragment antigen binding) dari antibodi yang dihasilkan
oleh tiap klon sel B mengandung asam amino yang disebut sebagai idiotipe atau determinan idiotipe
yang dapat bertindak sebagai antigen. Vaksin ini dapat menghambat pertumbuhan virus melalui
netralisasai dan pemblokiran terhadap reseptor pre sel B.
6. Vaksin Rekombinan

Vaksin rekombinan memungkinkan produksi protein virus dalam jumlah besar. Gen virus yang diinginkan
diekspresikan dalam sel prokariot atau eukariot. Sistem ekspresi eukariot meliputi sel bakteri E.coli,
yeast, dan baculovirus. Dengan teknologi DNA rekombinan selain dihasilkan vaksin protein juga
dihasilkan vaksin DNA. Penggunaan virus sebagai vektor untuk membawa gen sebagai antigen pelindung
dari virus lainnya, misalnya gen untuk antigen dari berbagai virus disatukan ke dalam genom dari virus
vaksinia dan imunisasi hewan dengan vaksin bervektor ini menghasilkan respon antibodi yang baik.
Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop organisme yang patogen. Sintesis dari antigen
vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.
7. Vaksin DNA (Plasmid DNA Vaccines)

Vaksin dengan pendekatan baru dalam teknologi vaksin yang memiliki potensi dalam menginduksi
imunitas seluler. Dalam vaksin DNA gen tertentu dari mikroba diklon ke dalam suatu plasmid bakteri
yang direkayasa untuk meningkatkan ekspresi gen yang diinsersikan ke dalam sel mamalia. Setelah
disuntikkan DNA plasmid akan menetap dalam nukleus sebagai episom, tidak berintegrasi kedalam DNA
sel (kromosom), selanjutnya mensintesis antigen yang dikodenya.

Selain itu vektor plasmid mengandung sekuens nukleotida yang bersifat imunostimulan yang akan
menginduksi imunitas seluler. Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandung kode
antigenyang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan penelitian. Hasil akhir penelitian pada
binatang percobaan menunjukkan bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral
dan selular yang cukup kuat,sedangkan penelitian klinis pada manusia saat ini sedang dilakukan.
http://infoimunisasi.com/vaksin/definisi-vaksin/
Pengertian Imunisasi Dasar - Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan
kekebalan (imunisasi ) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini, Y, 2004). (judul
artikel ini adalah Pengertian Imunisasi Dasar, Campak, BCG, Polio, DPT, WHO, Definisi dan Cara
Pemberian). Imunisasi dasar adalah imunisasi yang diberikan untuk mendapatkan kekebalan awal secara
aktif. Upaya imunisasi perlu terus ditingkatkan untuk mencapai tingkat kekebalan masyarakat yang
tinggi sehingga PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) dapat dibasmi, dieliminasi atau
dikendalikan berdasarkan pada Kep. Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/ 2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi (Dinkes.Prov.Jatim, 2006).
Indikator keberhasilan program imunisasi dikatakan berhasil jika cakupan target imunisasi mencapai
target UCI (Universal Child Imunization) yakni 86% balita telah diimunisasi (www.indomedia.com)
Dewasa ini, desa yang mencapai cakupan imunisasi dasar lengkap di atas 80% untuk anak di bawah 1
tahun baru sekitar 73% (Van, 2005). Rendahnya cakupan tersebut mungkin disebabkan kurangnya
sosialisasi kegiatan imunisasi yang dilakukan kader di posyandu, termasuk dampak yang mungkin terjadi
dan cara penanggulangannya (Ginting, 2005). Meja penyuluhan banyak yang tidak berjalan karena
kurangnya pengetahuan dan kepercayaan diri kader dalam melakukan penyuluhan
(www.gizikesmas.multiply.com). Sehingga masih ada ibu-ibu yang enggan membawa anaknya ke
posyandu, selama ini tidak ada penjelasan tentang kemungkinan yang terjadi akibat imunisasi itu dan
apa yang harus dilakukan jika kemungkinan itu terjadi (Ginting, 2005).

Macam-macam Imunisasi Dasar


Pemerintah melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI), mewajibkan lima jenis imunisasi dasar
pada anak dibawah usia satu tahun, antara lain :

Pengertian Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin )


1) Diskripsi
BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis hidup yang sudah
dilemahkan dari strain Paris no. 1173.P2.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa).
3) Cara Pemberian dan Dosis :
Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%. Melarutkan dengan
menggunakan alat suntik steril dengan jarum panjang.
Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi.
4) Kontra indikasi :
Adanya penyakit kulit yang berat / menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya. Mereka yang
sedang menderita TBC.
5) Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu kemudian
akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikkan yang berubah menjadi pustule, kemudian
pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda
parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan / atau leher, terasa padat,
tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan
menghilang dengan sendirinya.
Pengertian Imunisasi DPT – Hepatitis B
1) Diskripsi
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang
inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni
dan bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari
HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.
3) Cara pemberian dan dosis :
Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan). Dalam
pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4 minggu dengan
penyimpanan sesuai ketentuan :
vaksin belum kadaluarsa
vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
tidak pernah terendam air
sterilitasnya terjaga
VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi
yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Pengertian Imunisasi Polio
1) Diskripsi
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1,2
dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.
3) Cara pemberian dan dosis
Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.
Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval
setiap dosis minimal 4 minggu.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan
ketentuan :
vaksin belum kadaluarsa
vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
tidak pernah terendam air
sterilitasnya terjaga
VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B
4) Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.
5) Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin
sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000; Bull WHO 66 : 1988).
6) Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat
pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi oleh HIV
(Human Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV harus
berdasarkan standar jadwal tertentu.
Pengertian Imunisasi Hepatitis B
1) Diskripsi
Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-
infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan
teknologi DNA rekombinan.

2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui dapat
menginfeksi hati.
3) Cara pemberian dan dosis
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi homogen.
Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar.
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB.
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian suntikkan secara intra
muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
Pemberian sebanyak 3 dosis.
Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1
bulan).
Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4
minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari
berikutnya.
Pengertian Imunisasi Campak
1) Diskripsi
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering
yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.
3) Cara pemberian dan dosis
Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut steril yang telah
tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.
Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan. Dan
ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign Campak pada anak
Sekolah Dasar kelas 1-6.
Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan maksimum 6 jam.
4) Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-
12 hari setelah vaksinasi.

5) Kontraindikasi
Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan
respon imun karena leukemia, lymphoma. ( Dinkes Prov Jatim, 2005 )

Daftar Pustaka - Pengertian Imunisasi Dasar

Yupi Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Dinkes. Prov. Jatim. 2005. Buku Pegangan Kader Posyandu.

(judul artikel ini adalah Pengertian Imunisasi Dasar, Campak, BCG, Polio, DPT, WHO, Definisi dan Cara
Pemberian)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), imunisasi diartikan “pengebalan” (terhadap penyakit).
Kalau dalam istilah kesehatan, imunisasi diartikan pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya
penyakit tertentu. Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada
mulut anak balita (bawah lima tahun).

Vaksin adalah bibit penyakit (misal cacar) yang sudah dilemahkan, digunakan untuk vaksinasi.2 Vaksin
membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit.
Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang
serius yang timbul pada masa kanak-kanak.

Imunisasi memiliki beberapa jenis, di antaranya Imunisasi BCG, Imunisasi DPT, Imunisasi DT, Imunisasi
TT, imunisasi Campak, Imunisasi MMR, Imunisasi Hib, Imunisasi Varicella, Imunisasi HBV, Imunisasi
Pneumokokus Konjugata. Perinciannya bisa dilihat dalam buku-buku kedokteran, intinya jenis imunisasi
sesuai dengan penyakit yang perlu dihindari.

Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar
daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-
kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.3

Jadi, imunisasi merupakan penemuan kedokteran yang sangat bagus dan manfaatnya besar sekali dalam
membentengi diri dari berbagai penyakit kronis, padahal biayanya relatif murah.4
Hukum Asal Imunisasi
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari penyakit sebelum
terjadi. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “ Barangsiapa yang memakan tujuh butir
kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari itu dari racun dan sihir” (HR. Bukhari : 5768, Muslim :
4702).

Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyari’atkannya mengambil sebab untuk membentengi diri
dari penyakit sebelum terjadi.5 Demikian juga kalau dikhawatirkan terjadi wabah yang menimpa maka
hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat tatkala terkena penyakit.6

Penggunaan Vaksin Polio Khusus (IPV)


Setelah sekelumit informasi tantang imunisasi di atas, sekarang kita masuk kepada permasalahan inti
yang menjadi polemik hangat akhir-akhir ini, yaitu imunisasi dengan menggunakan vaksin polio khusus
(IPV) yang dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari babi. Bagaimanakah
gambaran permasalahan yang sebenarnya ? Dan bagaimanakah status hukumnya?

A.Gambaran Permasalahan
Berdasarkan surat Menteri Kesehatan RI Nomor: 1192/MENKES/IX/2002, tanggal 24 September 2002,
serta penjelasan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman Departemen Kesehatan, Direktur Bio Farma, Badan POM, LP POM-MUI, pada rapat Komisi
Fatwa, Selasa, 1 Sya’ban 1423 / 8 Oktober 2002; dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.Pemerintah saat ini sedang berupaya melakukan pembasmian penyakit polio dari masyarakat secara
serentak dengan cara pemberian dua tetes vaksin Polio oral (melalui saluran pencernaan).

2.Penyakit (virus) Polio, jika tidak ditanggulangi, akan menyebabkan cacat fisik (kaki pincang) pada
mereka yang menderitanya.

3.Terdapat sejumlah anak balita yang menderita immunocompromise (kelainan sistem kekebalan tubuh)
yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi (vaksin jenis suntik).

4.Jika anak-anak yang menderita immunocompromise tersebut tidak diimunisasi maka mereka akan
menderita penyakit Polio serta sangat dikhawatirkan pula mereka akan menjadi sumber penyebaran
virus.

5.Vaksin khusus tersebut (IPV) dalam proses pembuatannya menggunakan enzim yang berasal dari
porcine (babi), namun dalam hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi.

6.Sampai saat ini belum ada IPV jenis lain yang dapat menggantikan vaksin tersebut dan jika diproduksi
sendiri maka diperlukan investasi (biaya/modal) sangat besar sementara kebutuhannya sangat terbatas.
7

B.Jembatan Menuju Jawaban


Untuk sampai kepada status hukum imunisasi model di atas, kami memandang penting untuk
memberikan jembatan terlebih dahulu dengan memahami beberapa masalah dan kaidah berikut,
setelah itu kita akan mengambil suatu kesimpulan hukum.5

1.Masalah Istihalah
Maksud Istihalah di sini adalah berubahnya suatu benda yang najis atau haram menjadi benda lain yang
berbeda nama dan sifatnya. Seperti khamr berubah menjadi cuka, bai menjadi garam, minyak menjadi
sabun, dan sebagainya.9

Apakah benda najis yang telah berubah nama dan sifatnya tadi bisa menjadi suci? Masalah ini
diperselisihkan ulama, hanya saya pendapat yang kuat menurut kami bahwa perubahan tersebut bisa
menjadikannya suci, dengan dalil-dalil berikut :

a.Ijma’ (kesepakatan) ahli ilmu bahwa khomr apabila berubah menjadi cuka maka menjadi suci.
b.Pendapat mayoritas ulama bahwa kulit bangkai bisa suci dengan disamak, berdasarkan sabda Nabi “
Kulit bangkai jika disamak maka ia menjadi suci.” ( Lihat Shohihul-Jami’ : 2711)
c.Benda-benda baru tersebut – setelah perubahan – hukum asalnya adalah suci dan halal, tidak ada dalil
yang menajiskan dan mengharamkannya.

Pendapat ini merupakan madzhab Hanafiyyah dan Zhohiriyyah10, salah satu pendapat dalah madzhab
Malik dan Ahmad11. Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah12, Inul Qoyyim, asy-
Syaukani13, dan lain-lain.14

Alangkah bagusnya ucapan Imam Ibnul-Qoyyim : “Sesungguhnya benda suci apabila berubah menjadi
najis maka hukumnya najis, seperti air dan makanan apabila telah berubah menjadi air seni dan kotoran.
Kalau benda suci bisa berubah najis, lantas bagaimana mungkin benda najis tidak bisa berubah menjadi
suci? Allah telah mengeluarkan benda suci dari kotoran dan benda kotor dari suci. Benda asal bukanlah
patokan. Akan tetapi, yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang. Mustahil benda tetap
dihukumi najis padahal nama dan sifatnya telah tidak ada, padahal hukum itu mengikuti nama dan
sifatnya.”15

2.Masalah Istihlak
Maksud Istihlak di sini adalah bercampurnya benda haram atau najis dengan benda lainnya yang suci
dan hal yang lebih banyak sehingga menghilangkan sifat najis dan keharamannya, baik rasa, warna, dan
baunya.

Apabila benda najis yang terkalahkan oleh benda suci tersebut bisa menjadi suci? Pendapat yang benar
adalah bisa menjadi suci, berdasarkan dalil berikut :
“Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” (Shohih. Lihat Irwa’ul-Gholil:14)

“Apabila air telah mencapai dua qullah maka tidak najis.”


(Shohih. Lihat Irwa’ul-Gholil:23).
Dua hadits di atas menunjukkan bahwa benda yang najis atau haram apabila bercampur dengan air suci
yang banyak, sehingga najis tersebut lebur tak menyisakn warna atau baunya maka dia menjadi suci.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Barang siapa yang memperhatikan dalil-dalil yang disepakati
dan memahami rahasia hukum syari’at, niscaya akan jelas baginya bahwa pendapat ini paling benar,
sebab najisnya air dan cairan tanpa bisa berubah, sangat jauh dari logika.”16
Oleh karenanya, seandainnya ada seseorang yang meminum khomr yang bercampur dengan air yang
banyak sehingga sifat khomr-nya hilang maka dia tidak dihukumi minum khomr. Demikian juga, bila ada
seorang bayi diberi minum ASI (air susu ibu) yang telah bercampur dengan air yang banyak sehingga
sifat susunya hilang maka dia tidak dihukumi sebagai anak persusuannya.”17

3.Dhorurat dalam Obat


Dhorurat (darurat) adalah suatu keadaan terdesak untuk menerjang keharaman, yaitu ketika seorang
memilki keyakinan bahwa apabila dirinya tidak menerjang larangan tersebut niscaya akan binasa atau
mendapatkan bahaya besar pada badanya, hartanya atau kehormatannya. Dalam suatu kaidah fiqhiyyah
dikatakan:

“Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang”

Namun kaidah ini harus memenuhi dua persyaratan: tidak ada pengganti lainya yang boleh
(mubah/halal) dan mencukupkan sekadar untuk kebutuhan saja.

Oleh karena itu, al-Izzu bin Abdus Salam mengatakan : “Seandainya seorang terdesak untuk makan
barang najis maka dia harus memakannya, sebab kerusakan jiwa dan anggota badan lebih besar
daripada kerusakan makan barang najis.”20

4.Kemudahan Saat Kesempitan


Sesungguhnya syari’at islam ini dibangun di atas kemudahan. Banyak sekali dalil-dalil yang mendasari hal
ini, bahkan Imam asy-Syathibi mengatakan: “Dalil-dalil tentang kemudahan bagi umat ini telah mencapai
derajat yang pasti”.20

Semua syari’at itu mudah. Namun, apabila ada kesulitan maka akan ada tambahan kemudahan lagi.
Alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i tatkala berkata :
“Kaidah syari’at itu dibangun (di atas dasar) bahwa segala sesuatu apabila sempit maka menjadi luas.”21

5.Hukum Berobat dengan sesuatu yang Haram


Masalah ini terbagi menjadi dua bagian :

a.Berobat dengan khomr adalah haram sebagaimana pendapat mayoritas ulama, berdasarkan dalil :
“Sesungguhnya khomr itu bukanlah obat melainkan penyakit.” (HR. Muslim:1984)
Hadist ini merupakan dalil yang jelas tentang haramnya khomr dijadikan sebagai obat.22

b.Berobat dengan benda haram selain khomr. Masalah ini diperselisihkan ulama menjadi dua pendapat :
Pertama : Boleh dalam kondisi darurat. Ini pendapat Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Ibnu Hazm.23 Di
antara dalil mereka adalah keumuman firman Allah :... Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada
kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.... (QS. Al- An’am
[6]:119)

Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit, Nabi membolehkan
emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya orang yang sedang ihrom untuk
mencukur rambutnya apabila ada penyakit di rambutnya.

Kedua: Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.24 Di antara dalil
mereka adalah sabda Nabi :“Sesungguhnya allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah
dan jangan berobat dengan benda haram” (ash-Shohihah:4/174)

Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur ulama, dan karena sembuh
dengan berobat bukanlah perkara yang yakin.

Pendapat yang kuat: Pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam
kondisi darurat, yaitu apabila penyakit dan obatnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
1)Penyakit tersebut penyakit yang harus diobati
2)Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
3)Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.25

6.Fatwa-fatwa
Dalam kasus imunisasi jenis ini, kami mendapatkan dua fatwa yang kami pandang perlu kami nukil di sini
:

a.Fatwa Majelis Eropa Lil-Ifta’ wal-Buhuts


Dalam ketetapan mereka tentang masalah ini dikatakan: “Setelah Majelis mempelajari masalah ini
secara teliti dan menimbang tujuan-tujuan syari’at, kaidah-kaidah fiqih serta ucapan para ahli fiqih,
maka Majelis menetapkan :

1)Penggunaan vaksin ini telah diakui manfaatnya oleh kedokteran yanitu melindungi anak-anak dari
cacat fisik (kepincangan) dengan izin Allah. Sebagaimana belum ditemukan adanya pengganti lainnya
hingga sekarang. Oleh karena itu, menggunakannya sebagai obat dan imunisasi hukumnya boleh, karena
bila tidak maka akan terjadi bahaya yang cukup besar. Sesungguhnya pinti fiqih luas memberikan
toleransi dari perkara najis- kalau kita katakan bahwa cairan (vaksin) itu najis- apabila terbukti bahwa
cairan najis ini telah lebur denga memperbanyak benda-benda lainnya. Ditambah lagi bahwa keadaan ini
masuk dalam kategori darurat atau hajat yang sederajat dengan darurat, sedangkan termasuk perkara
yang dimaklumi bersama bahwa tujuan syari’at yang paling penting adalah menumbuhkan maslahat dan
membedung mafsadat.

2)Majelis mewasiatkan kepada para pemimpin kaum muslimin dan pemimpin markaz agar mereka tidak
bersikap keras dalam masalah ijtihadiyyah (berada dalam ruang lingkup ijtihad) seperti ini yang sangat
membawa maslahat yang besar bagi anak-anak muslim selagi tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang
jelas.26

b.Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)


Majelis Ulama Indonesia dalam rapat pada 1 Sya’ban 1423H, setelah mendiskusikan masalah ini mereka
menetapkan :

1). Pada dasarnya, penggunaan obat-obatan, termasuk vaksin, yang berasal dari – atau mengandung-
benda najis ataupun benda terkena najis adalah haram.
2). Pemberian vaksin IPV kepada anak-anak yang menderita immunocompromise, pada saat ini,
dibolehkan, sepanjang belum ada IPV jenis lain yang suci dan halal.27

C.Kesimpulan dan Penutup


Setelah keterangan singkat di atas, kami yakin pembaca sudah bisa menebak kesimpulan kami tentang
hukum imunisasi IPV ini, yaitu kami memandang bolehnya imunisasi jenis ini dengan alasan-alasan
sebagai berikut :

1.Imunisasi ini sangat dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran.


2.Bahan haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya.
3.Belum ditemukan pengganti lainnya yang mubah.
4.Hal ini termasuk dalam kondisi darurat.
5.Sesuai dengan kemudahan syari’at di kala ada kesulitan.

Demikianlah hasil analisis kami tentang masalah ini, maka janganlah kita meresahkan masyarakat
dengan kebingungan kita tentang masalah ini. Namun seperti yang kami isyarakatkan di muka bahwa
pembahasan ini belumlah titik, masih terbuka bagi semuanya untuk mencurahkan pengetahuan dan
penelitian baik sari segi ilmu medis maupun ilmu syar’i agar bisa sampai kepada hukum yang sangat
jelas. Kita memohon kepada Allah agar menambahkan bagi kita ilmu yang bermanfaat. Amin.

http://azwariskandar.blogspot.com/2009/11/hukum-imunisasi-kontroversi-imunisasi.html

Anda mungkin juga menyukai