Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN INDIVIDU

SKENARIO C BLOK 27

DISUSUN OLEH :

Nama

: Rafenia Nayani

NIM

: 04121401024

Kelas

: PDU NON Reguler 2012

Kelompok : IV

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA


PENDIDIKAN DOKTER UMUM
2015

I.

Analisis Masalah
1. Awi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH Karena
mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Awi menderita panas
tidak tinggi dan batuk pilek.
1.1.
=

Apa etiologi kesulitan bernafas pada kasus ?


Kesulitan bernafas bisa disebabkan oleh :
-

Kelainan pada jalan nafas


Kelainan pada jantung
Kelainan pada paru-paru
Kelainan lain seperti neuromuscular, psikogenik, metabolic, medikasi,
nyeri yang parah

Penyebab kesulitan bernafas pada anak yang umum adalah :


-

Asma
Bronkiolitis
Epiglotitis
Myocarditis

- Pneumonia
- Croup
- Aspirasi benda asing

1.2.

Bagamana patofisiologi kesulitan bernafas pada kasus ? (Template)

1.3.

Bagaimana hubungan antara riwayat panas tidak tinggi dan batuk pilek
2 hari yang lalu dengan kesulitan bernafas saat ini ?
Kesulitan bernapas yang di alami oleh awi merupakan manifestasi

klinis berat dari penyakit croup (laringotrakeobronkitis). Panas tidak


tinggi dan batuk pileh merupakan gejala awal dari penyakit croup.
Penyakit croup paling banyak disebabkan oleh virus, dan di tandai
dengan demam yang tidak tinggi. Batuk dan pilek merupakan
kelanjutan dari infeksi virus ke mukosa saluran penapasan dan
menyebabkan peningkatan sekresi mukus dan terjadi proses batuk
guna mengeluarkan sekresi mukus yang berlebihan. Gejala penyakit
croup berjalan bertahap, di awali dengan batuk pilek dan demam tidak
tinggi dan kemudian berkembang menjadi kesulitan bernafas.
1.4.

Bagaimana klasifikasi gawat nafas pada anak ?


2

= Respiratory distress, respiratory failure, dan respiratory arrest


merupakan masalah pernapasan yang berkelanjutan yang menyebabkan
hipoksia pada anak. Klasifikasinya, yaitu:
a.

Respiratory Distress: ditandai dengan respon anak terhadap pertukaran


udara yang tidak adekuat di paru-paru yang dihasilkan oleh setiap kondisi
yang menyebabkan ancaman pada oksigenasi dan ventilasi.
Tanda respiratory distress: Respiratory rate meningkat, peningkatan usaha
untuk bernafas, retraksi supraclavicular, suprasternal, intercostal, atau
subcostal, menggunakan otot bantu pernapasan (otot aksesorius) termasuk
diantaranya adalah nafas cuping hidung, dan pernapasannya mungkin
akan menghasilkan suara yang berisik (grunting, wheezing, stridor).
Obstruksi jalan nafas akan berlangsung lebih cepat pada anak-anak
karena ukuran saluran pernapasan mereka yang lebih kecil dan elastisitas
relatif dari jaringan pendukung. Ketika seorang anak dengan respiratory
distress dan peningkatan kerja pernapasan berkembang / penampilannya
menjadi berubah (lebih tenang/kurang gelisah/mengantuk) dan respiratory
rate nya menjadi normal atau melambat, perlu dipertimbangkan bahwa
pasien mulai mengalami respiratory failure. Perubahan ini disebabkan

b.

oleh hipoksia dan atau hiperkarbia.


Respiratory failure : terjadi ketika anak tidak lagi mampu melakukan
kompensasi secara cukup sehingga proses oksigenasi dan ventilasi
menjadi tidak adekuat dan anak jatuh dalam keadaan hipoksia.
Respiratory failure terjadi ketika dinding dada anak kelelahan setelah
periode peningkatan pernapasan yang lama.
Tanda respiratory failure: penampilan yang abnormal (awalnya agitasi,
lesu dan penurunan tingkat kesadaran, pucat dan sianosis sebagai tanda
progresifitas gagal nafas) RR dan usaha nafas awalnya meningkat, namun
akan menurun ketika kondisi anak semakin bertambah berat. Sering
dikaitkan dengan tanda yang jelas berupa bradikardi.

Suatu gambaran yang abnormal (agitasi yang berat atau letargi) atau
sianosis pada anak dengan peningkatan usaha nafas dapat
mengindikasikan kemungkinan gagal nafas.
c.

Respiratory arrest: terjadi ketika tidak ada lagi pernapasan yang efektif
pada anak. Respiratory arrest merupakan penyebab yang paling sering

dari cardiac arrest.


Kesimpulan : pada kasus ini Awi masih dalam keadaan Respiratory Distress
yang karena kondisi anak masih gelisah, RR masih meningkat, dan tandatanda respiratory distress lainnya, yang kemungkinan sedang masuk ke
tahap respiratory failure karena adanya tanda sianosis.
Perbedaan tatalaksana pada kasus distress nafas dan gagal nafas:
Distress Nafas

Gagal Nafas

Posisi yang nyaman


Suplemen oksigen/ suction
sesuai kebutuhan
Terapi
spesifik
sesuai
kumungkinan etiologi
Pemeriksaan laboratorium dan
radiografi sesuai indikasi

Posisikan kepala dan buka jalan


napas
Berikan oksigen 100 %
Bag mask ventilation sesuai
kebutuhan
Lakukan pengeluaran benda
asing jika diperlukan
Advance
airway
sesuai
kebutuhan
Pemeriksaan laboraturim dan
radiografi sesuai indikasi

2. Pemeriksaanfisik:
Anak digendong ibu, gelisah, menangis terus. Sewaktu hendak diperiksa, anak
semakin gelisah, anak terus memberontak, keempat ekstremitas bergerak aktif
simetris. Bibir dan sekitarnya tampak biru. Nafas terlihat cepat dengan
4

peningkatan usaha nafas dan terdengar suara mengorok setiap kali anak
menarik nafas. Berat badan 12 kg, panjang badan 86 cm, temperatur 37 oC di
axilla.
2.1.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan


fisik :

=
Hasil Pemeriksaan Fisik

Interpretasi

Anak digendong ibu, gelisah, Tidak ada penurunan kesadaran.


menangis terus

edema laring udara tidak bisa masuk

Sewaktu hendak diperiksa, anak


semakin gelisah, anak terus
memberontak,
ekstremitas

keempat
bergerak

difusi menurun hipoksia jaringan


gelisah

aktif

simetris.
Bibir dan sekitarnya tampak edema laring udara tidak bisa masuk
biru

difusi menurun hipoksia jaringan


hipoksia sentral

Nafas terlihat cepat

dengan Peningkatan usaha nafas dan stridor

peningkatan usaha nafas

inspirasi.
Obstruksi jalan nafas akibat infeksi
(edema subglotis, inflamasi mukosa,
eksudat

fibrin)

hipoksia

menstimulus pusat respirasi terjadi


peningkatan

usaha

bernafas

untuk

memenuhi kebutuhan oksigen.


Terdengar

suara

mengorok Infeksi (virus atau bakteri) inflamasi,

setiap kali anak menarik nafas

eritem dan edem di laring & trakea


sehingga mengganggu gerakan plica
5

vocalis Saat aliran udara ini melewati


plica vocalis dan arytenoepiglottic folds,
akan

menggetarkan

struktur

tersebut

sehingga akan terdengar stridor. Awalnya


stridor bernada rendah (low pitched),
keras dan terdengar saat inspirasi tetapi
bila obstruksi semakin berat stridor akan
terdengar lebih lemah, bernada tinggi
(high pitched) dan terdengar juga saat
ekspirasi.
Berat badan 12kg

Normal

Panjang badan 86cm


Temperatur 37,6oC di axilla

36-37 oC

Terjadi peningkatan suhu


tubuh
demam

(subfebris)
tidak

terlalu

tinggi ciri khas infeksi


virus.
2.2.
=

Bagaimana cara menegakkan diagnosis antara obstruksi jalan nafas


atas dan bawah?
Pada kasus ini dijelaskan bahwa pasien megalami kesulitan bernafas
dengan riwayat batuk pilek dan panas tidak tinggi 2 hari sebelumnya,
dan terdengar suara mengorok (stridor) setiap kali anak menarik nafas.
Untuk menentukan diagnosis nya perlu dilakukan pemisahan dengan
jenis stridor akut lainnya, yaitu :

Pada kasus ini, kemungkinan besar anak mengalami viral croup. Viral croup
merupakan penyebab yang paling sering dari stridor akut. Sebagian besar
penegakkan diagnosis cukup dilakukan dengan pemeriksaan klinis pada pasien.
Selain itu, sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup
beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian,
jarang digunakan dalam praktek klinis (lihat di sintesis).
-

Initial Triage:
Kita harus mendapatkan sejarah singkat mengenai kondisi medis sekarang dan
dahulu pasien/ riwayat kelahiran (rawat inap, intubasi/ventilasi mekanik) dan

kontak dengan orang sakit.


Periksa status imunisasi: Haemophilus influenza tipe B (HiB), pneumokokkus,

tetanus. Penting ketika mempertimbangkan epiglottitis atau bacterial croup.


Kita harus mendapatkan semua riwayat pasien yang bersangkutan, termasuk dan
onset dan durasi gejala termasuk gejala prodromal dari croup (rhinorrhea, sakit
tenggorokan, demam ringan dan batuk) dan penetuan adanya obstruksi pada
saluran nafas atas. (suara serak (hoarseness), batuk yang mengaung (barking
cough), stridor yang terdengar) dan keterlibatan subglottic (aphonia)

Menanyakan adanya riwayat penyakit jantung kongenital atau didapat, stenosis


subglottic kongenital atau yang didapat, tracheomalacia, tracheal webs,

penyempitan choanal atau atresia, micrognathia, macroglossia


Lihat pengobatan antipiretik terakhir yang diberikan (waktu pemberian dan
dosis)
Clinical Assesement:
Evaluasi harus terus dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat progresivitas

dari croup dari yang non-invasive hingga yang ekstensive.


Evaluasi status hidrasi. Evaluasi pasien dengan menggunakan Croup Score
setiap 30-90 menit berdasarkan tingkat keparahan pasien.

Pada kasus ini, Croup score pasien adalah 14, sehingga pasien termasuk dalam
severe croup.

3. Paru: Respiratory Rate: 48 kali/menit.Nafascupinghidung (+), Gerakandinding


dada simetriskiridankanan, retraksi supra sternal danselaiga (+).Auskultasi:
vesikuler, ronkhi (-).
3.1.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan


paru ?

=
Respiratory rate 48x/menit

24-40
kali/menit

Nafas cuping hidung (+)

(-)

Terjadi

peningkatan

respiratory

rate

yang

ditandai dengan adanya


nafas cuping hidung, ini
merupakan

kompensasi

untuk

memenuhi

kebutuhan oksigen.
Gerakan dinding dada simetris Normal
kiri dan kanan
Retraksi supra sternal dan sela Abnormal.
iga (+)

Pada

kasus

ini,

terjadi

obstruksi saluran nafas akibat inflamasi


yang menyebabkan edema pada laring,
sehingga setelah terjadi obstruksi jalan
nafas
Tubuh

mengakibatan
berusaha

terjadi

hypoxia.

mengkompensasi

keadaan ini dengan melibatkan otot-otot


tambahan pernafasan sehingga terjadi lah
retraksi suprasternal dan intercostals.
Auskultasi: vesikuler, ronkhi (-)

Normal

4. Jantung: tidak ada kelainan HR: 135kali/menit, nadi brachialis kuat, nadi
radialis kuat.
4.1.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal HR: 135 kali /menit,


nadi brachialis kuat, nadi radialis kuat.

=
9

Jantung: tidak ada kelainan

Normal

HR 135x/menit

90-150x/

Normal

menit
Nadi

brachialis

kuat,

nadi Normal

radialis kuat

5. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time 2 detik.


5.1.
=

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal:


Kulit berwarna merah muda, Mulai terjadi penurunan O2 ke kulit.
hangat
Capillary refill time 2 detik

Normal, belum terjadi syok, karena pada


saat syok capillary refill time lebih dari 2
detik.

2. Template
1. How to diagnose (Pediatric Assesment Triangle)
= Penilaian awal pediatrik dimulai dengan kesan umum melalui observasi yang
disebut sebagai Pediatric Assessment Triangle (PAT). Teknk penilaian ini
dilakukan tanpa memegang anak. Dengan melihat dan mendengar, pemeriksa
dapat mendapatkan kesan kegawatan anak.
Tiga komponen PAT adalah:
Penampilan anak/Appearance
Upaya napas/Work of Breathing
Sirkulasi/Circulation
1. Penampilan anak
o
o
o

10

Merupakan cerminan kecukupan ventilasi dan oksigenasi otak.


Penampilan anak dapat dinilai dengan berbagai skala. Metode tides meliputi
penilaian :

Tonus (T=tone)

Interaksi (I = interactiveness)

Konsolabilitas (C = consolability)

Cara melihat (L = look/gaze)

Berbicara atau menangis (S = speech/cry)


Karakteristik

Hal yang dinilai

Tone

Apakah anak dapat bergerak Dapat bergerak dengan


aktif
atau
menolak spontan
pemeriksaan

Normal

dengan

kuat? Dapat duduk atau berdiri

Apakah tonus ototnya baik atau (tergantung usia)


Interactiveness

lumpuh?
Bagaimana

kesadarannya? Dapat berinteraksi dengan


suara orang disekitar

Apakah

mempengaruhinya? Apakah dia Dapat mengambil mainan


mau bermain dengan mainan
atau alat pemeriksaan? Apa
anak

tidak

bersemangat

berinteraksi dengan pengasuh


Consolability

atau pemeriksa?
Apakah
anak
ditenangkan

oleh

dapat Berhenti menangis ketika


pengasuh dipegang oleh ibunya

atau pemeriksa? Atau anak Memiliki

respon

yang

menangis terus atau terlihat berbeda ketika dipegang


agitas
Look/gaze

sekalipun

dilakukan oleh pemeriksa

pendekatan yang lembut?


Apakah
memfokuskan Terdapat

kontak

penglihatan pada muka atau dengan pemeriksa


pandangan kosong?
11

mata

Speech/cry

Apakah anak berbicara atau Suara tangisan yang kuat


menangis dengan kuat atau Dapat mengucapkan katalemah atau parau?
kata
atau
kalimat
(tergantung usia

2. Upaya napas
Upaya napas merefleksikan usaha anak dalam mengatasi gangguan oksigenasi
dan ventilasi. Karakteristik yang dinilai adalah:
Karakteristik
Suara napas

yang

normal/Abnormal
sound
Posisi

tubuh

yang

Hal yang dinilai


tidak Mengorok, stridor, parau, merintih, mengi
breath
tidak Sniffing, tripoding, menolak berbaring

normal/Abnormal positioning
Retraksi/Retraction

Supraklavikula, interkosta, substernal, head

Cuping hidung/Flaring

bobbing
Napas cuping hidung

3. Sirkulasi
Sirkulasi mencerminkan kecukupan curah jantung dan perfusi ke organ vital.
Hal yang dinilai:
Karakteristik
Pucat/Pallor

Hal yang dinilai


Kulit atau mukosa tampak kurang merah
karena kurangnya aliran darah ke daerah

Mottling
Sianosis

tersebut
Kulit bercak kebiruan akibat vasokonstriksi
Kulit dan mukosa tampak biru

Interpretasi kelainan dari 3 komponen PAT diterangkan pada tabel berikut.

12

Dari
darurat

evaluasi

pada

anak

gawat
dengan

menggunakan PAT, pada kasus


ini ditemukan abnormalitas pada
upaya napas/work of breathing,
dimana Awi mengorok, terdapat
retraksi suprasternal, dan napas
cuping hidung. Kemungkinan
Awi

mengalami

distress

pernapasan.
Selanjutnya dilakukan primary survey yakni evaluasi ABCD:
Primary Survey
1. Airway
Evaluasi : Apakah pasien dapat menangis atau berbicara?
Stridor : indikasi sumbatan parsial.
Tidak perlu pasang ETT karena pasien sadar.
2. Breathing
Evaluasi RR, mekanik pernapasan (nasal flaring, retractions,

wheezing, grunting, stridor)


Berikan oksigenasi murni dan nebulizer berisi steroid untuk
proses inflamasi dan epinefrin adrenelin rasemik untuk
mendinginkan mukosa sehingga terjadi vasokontriksi sehingga

mengurangi edem.
3. Circulation
Evaluasi warna kulit, tekanan darah, frekuensi jantung.
Capillary refill time, pulse quality.
4. Disability
13

Skala AVPU (Alert, respon to Voice, respon to Pain,

Unresponsive)
GCS
Postur
Pupil

4. Differential diagnose
= Diagnosis banding yang paling sering pada penyakit croup adalah
epiglottitis, aspirasi benda asing dan angioedema. Pada epiglottitis
terdapat demam tinggi, tidak adanya batuk croupy,

terdapat posisi

tripoding dan pada insfeksi rongga mulut terdapat epiglottis yang


berwarna merah. Sedangkan pada penyakit croup demamnya tidak tinggi
kecuali yang disebabkan oleh bakteri, pada pemeriksaan rongga mulut
epiglotis tidak merah, pasien merasa lebih nyaman jika posisi supinasi
sedangkan pada epiglottitis pasien merasa tidak nyaman pada posisi
supinasi.
Pada aspirasi benda asing, gejala muncul secara

mendadak dan

terdapat riwayat tersedak. Sedangkan pada penyakit croup tidak terdapat


riwayat tersedak. Pada angioedema terdapat pembengkakan di daerah
leher dan muka, biasanya disebabkan oleh reaksi alergi.
Diagnosis Kerja:
Awi, anak laki-laki berusia 2 tahun, mengalami distress pernafasan
akibat infeksi croup berat.
Awi berusia 2 tahun mengalami obstruksi saluran napas atas akibat
penyakit croup yang disebabkan oleh infeksi virus parainfluenza tipe 1.
5. Working diagnose
= Distress pernafasan akibat penyakit croup derajat berat.
6. Patofisiologi
= Pada kasus ini kemungkinan besar anak mengalami infeksi oleh virus.
Pada kasus Croup penyebab yang paling sering adalah Parainfluenza
virus. Virus menyebabkan infeksi akut croup melalui inhalasi langsung
dari batuk dan atau bersin atau melalui tangan yang terkontaminasi
14

setelah kontak dengan fomite, bagian tubuh yang terkontaminasi tersebut


selanjutnya menyentuh mukosa dari mata, hidung, dan atau mulut. Jalur
masuk utama dari infeksi ini adalah hidung dan nasofaring. Infeksi akan
menyebar dan akhirnya akan melibatkan laring dan trakea. Meskipun
saluran pernapasan bawah dapat terlibat, namun beberapa praktisi
berpendapat bahwa infeksi pada saluran pernapasan bawah menujukkan
bahwa telah terjadi infeksi bakteri sekunder.
Infeksi pada saluran pernapasan atas ini kemudian akan
menyebakan terjadinya terjadinya suatu proses inflamasi. Proses
inflamasi

diperlukan

sebagai

pertahanan

pejamu

terhadap

mikroorganisme yang masuk tubuh serta penyembuhan luka yang


membutuhkan komponen selular untuk memberihkan debris lokasi cedera
serta meningkatkan perbaikan jaringan. Pada tempat infeksi, makrofag
yang menemukan mikroba akan melepas sitokin (TNF dan IL-1) yang
akan mengaktifkan sel endothel sekitar venul untuk memproduksi selektin
(ligan integrin dan kemokin). Selektin berperan dalam pengguliran
neutrophil di endothel. Integrin berperan dalam adhesi neutrophil,
kemokin mengaktifkan neutrophil dan merangsang migrasi melalui
endothel ke tempat infeksi. Monosit darah dan sel T yang diaktifkan
menggunakan mekanisme yang sama untuk bermigrasi ke tempat infeksi.
Sel

endothel

merupakan

pembatas

antara

darah

dan

rongga

ekstravaskuler. Pada keadaan normal, hanya sebagian kecil molekul yang


melewati dinding vascular (transudate). Bila terjadi inflamasi, sel
endothel akan mengkerut sehingga molekul-molekul besar dapat
melewati dinding vaskular. Dimana, setelah timbul respon inflamasi,
berbagai sitokin dan mediator inflamasi lainnya akan bekerja pada
endothel, dan neutrophil merupakan sel pertama yang berikatan dengan
endothel pada inflamasi dan bergerkan keluar vascular. Cairan yang
mengandung banyak sel inflamasi disebut eksudat inflamasi yang
menimbulkan terjadinya edema.
15

Inflamasi dan edema pada daerah subglotis laring dan trakea,


khususnya yang dekat dengan kartilago krikoid, merupakan tempat yang
paling sering dijumpai. Secara histologi, area yang terlibat akan
mengalami edema, dengan infiltasi selular yang lokasinya pada lamina
propria, submukosa, dan adventitia. Infiltrat ini

akan berisi limfosit,

histiosit, sel plasma, dan neutrophil. Virus parainfluenza akan


mengaktivasi sekresi klorida dan menghambat absorpsi sodium melalui
epithelium trakea yang berkontribusi terhadap edema pada saluran nafas.
Daerah anatomis yang terkena dampak adalah bagian yang paling sempit
dari saluran nafas anak yaitu laring, sehingga, edema ini secara signifikan
akan mengurangi diameter saluran nafas, membatasi aliran udara.
Penyempitan ini kemudian akan menyebabkan batuk yang barky,
turbulensi aliran udara dan stridor, dan retraksi dinding dada. Penurunan
mobilitas dari vocal cords akibat edema memicu terjadinya suara serak.
Stridor merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien
dengan croup. Onset akut dari suara peringatan abnormal ini cukup untuk
orang tua membawa anak mereka mengunjungi rumah sakit. Stridor
merupakan suara yang terdengar parau, bernada tinggi, suara musical
terdengar pada saat inspirasi yang terjadi akibat aliran udara turbulen
melalui obstruksi parsial pada saluran pernapasan atas. Obstruksi parsial
saluran nafas ini dapat terjadi di supraglottis, glottis, subglottis, dan atau
trachea. Selama inspirasi, daerah saluran nafas yang mudah collaps (ex;
area supraglotis) akan tertutup karena tekanan negatif intraluminal pada
saat inspirasi. Area yang sama ini akan dipaksa membuka selama fase
ekspirasi.
Berdasarkan waktu dari siklus pernapasan, stridor dapat terdengar
pada saat inspirasi, ekspirasi, atau keduanya (biphasic).Stridor pada saat
inspirasi menunjukkan adanya obstruksi laring, sementara stridor pada
saat ekspirasi menunjukkan adanya obstruksi pada trakheobronkhial.
Stridor biphasic menunjukkan adanya anomaly pada subglottis maupun
glottis. Onset akut dari stridor merupakan ciri utama dari croup
16

bagaimanapun juga masih mungkin terdengar stridor ekspirasi dengan


suara yang rendah.

17

18

udara

Droplet

Kontak langsung

Bagaimana Pediatric Assessment Triangle (PAT)?


Infeksi Virus

7. Tatalaksana
= Seperti dengan semua pasien, ABC (Airway, Breathing, Circulation)
spasme pada
harus diprioritaskan. Inflamasi,
Pasien dengan
tanda-tanda kegagalan pernapasan
epithelium larynx (region

harus diintubasi dengan


endotraceal
tube 0,5-1 mm
subglotis)
dan trachea
ukuran

yang

diharapkan.

Oksigen

harus

lebih kecil dari

diberikan

untuk

Dysfungsi
dari 94%.
vocal Anak harus tetang untuk
mempertahankan saturasi
92% sampai
cord dan obstruksi

mengurangi gangguan pernapasan.


subglotis
Andalan farmakoterapi dalam pengelolaan croup adalah kortikosteroid
dan epinefrin nebulasi. Deksametason merupakan kortikosteroid pilihan
Peningkatan usaha

Jaringan

utama. Dalamnafas
ulasan Cochrane baru-baru ini, deksametason
terbukti
kekurangan
suplaiangka
darah
mengurangi gejala, mengurangi lama rawatan, dan menurunkan
Nafas kembali penderita
Retraksicroup. Deksametason
Tachypneu diberikan sebagai
kunjungan
cuping

supra

(45x/menit)

dosis
tunggal 0,6 mg /sternal
kg per oral
hidung
dan/ IM / IV (oral lebih disukai, meskipun
sela iga
parenteral rute telah terbukti
sama-sama efektif) sampai maksimal HR
10 mg.
135x/menit
Ada beberapa studi yang menunjukkan dosis rendah deksametason
(0,15Mekanisme pertahanan tubuh terhadap

0,3 mg / kg) mungkin


sama
efektif.
infeksi
virus
Budesonide inhalasi dapat digunakan jika tersedia (2 mg melalui

Imunitas non
nebulizer) dan telah
terbukti sama efektifnya dengan deksametason,
Respon
spesifik
inflamasi
Set point di
meskipun ketersediaan,
biaya, dan kenyamanan membuat deksametason
hypothalamus
pilihan
menarik.hypotalamus
Makrofag
dan yang lebihMemicu
Epinefrin nebulasimengeluarkan
digunakan pada croup sedang
sampai berat. LMengeluarkan
produksi sitokin
prostaglandin
Epinefrin diberikan 5 fosfolipase
mL dalam 1: 1000 larutan
(epinefrin rasemat
Demam
(IL-1, IL-6, TNF(fosfolipid
diberikan
0,5
mL
dari
larutan
2,25%
dalam
2,5
mL
normal
saline)
)
as.arakidonat)

diberikan melalui nebulizer setiap 15 menit. Meskipun komplikasi

Merangsang
jantung yang serius dari pengobatan epinephrine sangat
jarang, tetapi
Merangsang
sel B
reseptor
batukterus
anak yang diberikan terapi epinefrin tetap harus monitoring
jantung
berproliferasi
Secret mucus
untuk
menerus.
menjadi lebih
mengeluarkan
Terbentuk
IgE yang
Intubasi
endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat,
banyak
mucus
diikat oleh mastosit dan

yang tidak responsif dengan terapi lain dan merupakan terapi alternatif
basophil

selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi

Mediator inflamasi
histamine,
eosinophil, tripase,
kinin

Merangsang
sel mukosa
19
penghasil
mukus

Pilek

Batuk

melakukan intubasi adalah hiperkarbia dan ancaman gagal napas. Intubasi


dilakukan hingga edema laring teratasi.
Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan karena helium
bersifat inert, tidak beracun, serta mempunyai densitaas dan viskositas
rendah. Sehingga membantu mengurangi obstruksi dengan meningkatkan
aliran gas dan mengurangi kerja otot-otot respiratori. Jika dikombinasikan
dengan oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat.
Antibiotik diberikan pada pasien laringotrakeobronkitis

atau

laringotrakeopneumonitis yang disertai infeksi bakteri. Diberikan terapi


empiris sampai hasil kultur keluar. Pilihan utama adalah sefalosporin
generasi ke dua atau ke tiga.
8. Komplikasi
= Komplikasi jarang terjadi. Kurang dari 5% anak yang didiagnosis croup
memerlukan perawatan di rumah sakit, dan kurang dari 2%-nya memerlukan
intubasi. Kematian terjadi pada 0,5% anak yang diintubasi.
Superinfeksi bakteri dapat menyebabkan pneumonia atau bacterial tracheitis.
Infeksi yang mengancam jiwa yang dapat timbul setelah infeksi saluran
pernapasan akut akibat virus.
Pencegahan dan edukasi
= Croup adalah penyakit menular. Hindari kontak dengan orang lain yang
9.

sedang pilek atau batuk.

Biasakan anak mencuci tangan mereka untuk mengurangi kemungkinan

penyebaran infeksi.
Berikan pengobatan yang tepat dengan gejala infeksi pernapasan.
Beri anak minum yang cukup
Hindari paparan iritasi pernapasan seperti asap.

10. Prognosis
= Meskipun sebagian besar anak-anak dengan croup membaik setelah 48 jam,
namun ada beberapa kasus yang membutuhkan waktu lebih lama untuk
penyembuhan. Penatalaksanaan di rumah sakit untuk pengebotan yang lebih
intensif ditemukan pada beberapa kasus dengan jumlah yang sedikit. Hanya

20

sekitar 1-2% akan menjadi cukup parah sehingga membutuhkan tabung


pernapasan dengan ventilasi mekanis atau perawatan intensif pediatrik.
Prognosis : Ad vitam : Dubia at Bonam.
Ad functionam : Dubia at Bonam.
11. KDU
= 4. Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa
atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan

pasien

selanjutnya.

Lulusan

menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3. Learning issue
A. ANATOMI

SISTEM

RESPIRASI PADA ANAK


Saluran penghantar udara
yang membawa udara ke dalam
paru adalah hidung, faring, laring,
21

dokter

juga

mampu

trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus
dilapisi oleh membran mukosa bersilia.

Hidung
Ketika masuk rongga hidung udara disaring, dihangarkan, dan dilembabkan.
Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari
epitel thorax bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh
lapisan mukus yang dieksresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu
yang kasar disaring oleh ranbum-rambut yang terdapat di hidung, dan partikel
yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.

Faring
Di bagian ini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mukus
memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah di
bawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi.

Larynx
Larynx terdiri dari cartilago, ligamen,otot otot, dan pita suara. Cartilago
thyroidea adalah yang terbesar yang dapat dirasakan di depan leher yang biasanya
dikenal sebagai jakun. Letaknya tepat di atas cartilago cricoidea yang mana
terhubung dengan cartilago thyroidea oleh sebuah jaringan ikat, membrane
cricotyroidea.

Trachea
Trachea adalah tabung yang panjangnya sekitar 13 cm dan diameternya 2,5 cm.
Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam dalam balok balok
rawan hialin berbentuk huruf U yang mempertahankan trachea tetap terbuka.
Trachea berasal dari leher di bawah cartilage cricoidea larynx setinggi corpus
vertebra cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat dalam thorax setinggi
angulus sterni (pinggir bawah vertebra thoracica IV) dan membelah menjadi
bronchus kanan dan kiri

Bronchus

22

Bronchus ada 2 yaitu bronchus kanan dan bronchus kiri. Bronchus principalis
kanan lebih besar, lebih pendek, dan lebih vertical dibandingkan bronchus
principalis kiri. Bronchus kanan panjangnya sekitar 2,5 cm. Sebelum masuk ke
hillus paru paru kanan, bronchus principalis mempercabangkan bronchus
lobaris superior. Waktu masuk ke hillus, ia membelah menjadi bronchus lobaris
medius dan bronchus lobaris inferior. Bronchus principalis kiri lebih sempit, lebih
panjang, dan lebih horizontal dibandingkan bronchus principalis kanan dan
panjangnya sekitar 5 cm. Ia berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan
esophagus. Waktu masuk ke hillus paru paru kiri, ia bercabang menjadi
bronchus lobaris superior dan inferior.
Struktur anatomi sistem pernafasan anak, terutama pada anak dibawah usia 5
tahun masih mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan
sistem pernafasan pada anak terutama terjadi di pulmo (paru-paru) dan chest wall
(dinding dada).

23

Gambar 1. Tahapan perkembangan sistem respirasi mulai dari lahir hingga


dewasa
Pada paru-paru, proses alveolisasi yang sudah terjadi

masih terus

berlangsung. Jumlah alveoli bertambah dari sekitar 20-50 juta saat lahir menjadi
sekitar 300 juta pada usia 8 tahun. Penambahan jumlah alveoli berbanding lurus
dengan luas permukaan alveoli dari sekitar 2,8m2 pada saat lahir menjadi 32m2 pada
umur 8 tahun. Saat dewasa, luas permukaan alveoli akan menjadi sekitar 75m2.
Ventilasi kolateral melalui pores of Kohn dan Lamberts canal masih belum
berkembang sempurna pada perkembangan awal anak. Hal ini menyebabkan
atelektasis cenderung lebih sering ditemukan pada anak dibanding pada orang
dewasa.

24

Gambar 1. Perkembangan ventilasi kolateral pada anak


Dinding dada pada anak dan dewasa memiliki perbedaan struktur yang nyata.
Pada anak, tulang-tulang costae memiliki orientasi yang horizonal, sementara pada
dewasa, orientasi tulang costae-nya cenderung melenceng kearah bawah. Selain itu
pada anak masih terjadi proses osifikasi dan kalsifikasi tulang-tulang dinding dada
dan perkembangan dari otot-otot pernafasan. Dinding dada anak yang belum
sempurna terutama pada bayi berimplikasi pada compliance yang berlebihan pada
dinding dada anak, sehingga kerja pernafasan anak lebih berat dibanding dewasa pada
volume tidal yang sama. Selain itu pada distress pernafasan, sebagian energi yang
dihasilkan dari kontraksi diafragmatik terbuang percuma secara signifikan melalui
distorsi kerangka iga.

25

Gambar 2. Perbandingan dinding dada anak dan dewasa


Saluran nafas atas pada anak memiliki perbedaan struktur anatomi seperti
yang digambarkan pada Gambar 3 dan 4. Posisi laring pada anak terletak sejajar
dengan

sela vertebrae C3-4, lebih tinggi dibanding laring dewasa yang terletak

sejajar dengan sela vertebrae C4-5. Perbandingan ukuran lidah terhadap rongga mulut
anak lebih besar dibanding pada dewasa. Bagian saluran nafas atas tersempit pada
anak terletak pada cincin cricoid dibandingkan dengan dewasa seperti pada Gambar
4.

Jalan nafas
Jalan nafas bayi dan anak sangat berbeda dengan dewasa. Perbedaan paling
dramatis terlihat pada waktu bayi dan mungkin berkurang dimasa anak seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangannya. Jalan nafas anak usia 8 tahun secara
karakteristik sudah menyerupai dewasa. Perbedaan paling mencolok adalah dalam hal
ukuran diameter karena saluran nafas anak jelas lebih kecil. Selain lebih sempit, jalan
nafas mulai dari rongga hidung mudah sekali tersumbat oleh sekret, edema, darah,
bahkan tertutup oleh sungkup (face-mask) yang menyebabkan peninggian usaha nafas
(work of breathing).
26

Mengikuti hukum Hagen-Poiseuille, reduksi diameter jalan nafas berbanding


lurus dengan peningkatan 4 kali aliran udara. Peningkatan panjang jalan nafas,
viskositas udara ataupun pengurangan diameter jalan nafas akan mereduksi aliran
udara laminar. Perubahan ukuran diameter jalan nafas paling berpengaruh sehingga
adanya edema jaringan saja akan menyebabkan pengurangan secara nyata kaliber
jalan nafas. Jalan nafas anak berbentuk terowongan seperti corong dengan ujung yang
menyempit/funnel-shape, berbeda dengan dewasa yang berbentuk silinder. Bagian
paling sempit pada jalan nafas bayi dan anak terletak pada area dibawah level pita
suara dan tulang rawan krikoid, sedangkan pada dewasa setentang pita suara.
Konfigurasi anatomis inilah yang menjadi dasar penggunaan tube trakeal tanpa balon
pengembang (uncuffed tracheal tube) cukup efektif pada bayi dan anak. Jalan nafas
subglotis bayi dan anak tersusun atas jaringan ikat longgar (loose connective tissue)
yang dapat dengan mudah mengalamii ekstensi akibat inflamasi dan edema (terutama
pada infeksi virus laringotrakeobronkitis/ penyakit croup), yang secara dramatis akan
mereduksi kaliber jalan nafas. Hal yang sama juga dapat terjadi jika ukuran pipa
endotrakeal (ETT) terlalu besar atau inflamasi berlebihan dari balon pengembang
atau cuff .
Otot pernafasan
Tulang dada bayi dan anak masih lunak dan cenderung tidak stabil karena
pergerakan iga. Pada bayi dan anak, tingginya komplians dari tulang iga
menyebabkan posisi tulang iga cederung lebih mendatar dan otot-otot sela iga kurang
mengembang sehingga membatasi pergerkan torakal. Diafragma merupakan otot
pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga mudah terjadi
kegagalan otot pernafasan paling penting pada masa bayi dan anak, sehingga mudah
terjadi kegagalan pernafasan apabila fungsi diafragma terganggu oleh berbagai sebab
diantaranya proses pembedahan,distensi abdomen, atau hiperinflasi paru.
Parenkim paru

27

Jaringan ikat elastis yang membatasi dan menjadi sekat antara alveoli
memungkinkan udara masuk dan keluar dari jalan nafas berdasarkan rekoil
elastisitasnya. Pada hari pertama kehiduan, alveoli gampang sekali menjadi kolaps.
Dengan bertambahnya usia, jaringan ikat yang menjadi sekat antar alveoli ini akan
bertambah lentur dan elastis. Faktor imaturitas menjadi penyebab utama defisiensi
surfaktan yang menyebabkan kurangnya kemampuan alveoli untuk mengembang/
inflasi

dan

tidak

dapat

mempertahankan

agar

alveoli

tidak

mengempis.

Konsekuensinya akan terjadi penurunan elastisitas rekoilnya, paru menjadi kolaps


dan atelektasis. Jalur ventilasi kolateral baru terbentuk setelah usia 3 tahun sehingga
bayi dan anak cenderung mudah mengalami hipoksemia dan hiperkapnia akibat
obstruksi jalan nafas.
B. FISIOLOGI RESPIRASI PADA ANAK
Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung
O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap
yaitu :
1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.
2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
3. Transportasi gas melalui darah.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut
pernapasan seluler.
Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :
1. Inspirasi (menarik napas)
2. Ekspirasi (menghembus napas)
28

Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra
pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa,
tekanan ini berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam
tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal
pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi
otot-otot inspirasi.
Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra
pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar
paru. Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru
mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru.
Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses
ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3
mmHg (Alsagaff, 2002).
Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah
menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan
untuk mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem
pernapasan, akan tetapi bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat
lagi menahan masuknya bahan tersebut ke dalam paru-paru.
Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan
Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan utama
berupa : batuk, sesak, batuk darah, nyeri dada (Danusantoso, 2000).
1. Batuk
Batuk adalah suatu refleks defasif belaka yaitu untuk membersihkan saluran
pernapasan dari sekrit (berupa mucus), bahan nekrotik, benda asing, dan sebagainya.
Refleks ini bisa pula ditimbulkan berbagai rangsangan pada mukosa saluran
pernapasan dan juga dari rangsangan pleura parietalis (Danusantoso, 2000).
2. Sesak

29

Keadaan ini merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara pada saat
inspirasi atau pengeluaran udara saat ekspirasi, yang disebakan oleh adanya
penyempitan ataupun penyumbatan pada tingkat bronkeolus/ bronkus/ trakea/ larings.
Sebab lain adalah karena berkurangnya volume paru yang masih berfungsi baik, juga
berkurangnya elastis paru, bisa juga karena ekspansi paru terhambat (Danusantoso,
2000).
3. Batuk Darah
Adanya lesi saluran pernapasan dari hidungn sampai paru yang juga mengenai
pembuluh darah. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan
bahwa pendarahan tersebut berasal dari saluran pernapasan bawah, dan bukan berasal
dari nasofaring atau gastro instestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita
tersebut benar-benar batuk darah bukan muntah darah (Alsagaff, 2002).
4. Nyeri Dada
Keluhan ini dapat bersumber pada pleura parietalis, jantung, mediastinum dan
dinding toraks (Danusantoso, 2000).
Adanya bermacam-macam nyeri dada, nyeri yang terdapat pada sentral dan
dada menunjukkan adanya infeksi pada trakea, nyeri yang terdapat pada samping
dada yang karakteristik seperti ditusuk dan semakin sakit pada inspirasi menunjukkan
adanya pleuritis, nyeri juga dapat disebabkan oleh herpes dan sulit dibedakan dengan
nyeri yang berasal dari serabut saraf kolumna vertebralis, nyeri juga terjadi akibat
fraktur (Rab,1996).
Perbedaan fisiologi respirasi pada anak dan orang dewasa adalah sebagai
berikut.
1. Pada bayi dan anak lebih dominan pergerakan dinding abdomen karena otot
intracosta relatif lebih lemah, iga lebih horizontal, compliance rendah
sehinggasusah mengembangkan dinding dada
2. perbedaan konfigurasi anatomi rongga dada- letak costa yang horisontal- tidak
memungkinkan perluasan rongga dada yang sama dengan dewasa, sehingga
pemenuhan

oksigen

bayi

harus

memperdalamkan nafasnya
30

bernafas

lebih

sering

daripada

3. 50% otot diafragma orang dewasa merupakan otot tipe I yang sangat tahan
terhadap kelelahan, sedangkan neonatus hanya 25% dan bayi prematur hanya
10%. Hal ini menyebabkan diafragma bayi akan cepat melelahkan diafragma
4. tingkat metabolik istirahat anak lebih tinggi dengan kebutuhan oksigen yang
lebih tinggi. Sehingga sedikit peningkatan kebutuhan akan menyebabkan
hypoxia. Hypoxia pada bayi menyebabkan bradycardia (kurang dari
100X/mnt) daripada tachycardia, seperti pada orang dewasa
5. bayi lebih banyak mengembangkan paru bagian atas daripada daerah
dependent seperti pada orang dewasa, meskipun pola perfusinya sama.
Perbedaan ini bisa akan tetap hingga mencapai usia 20 tahun. Pada bayi
dengan kelainan paru unilateral, oxygenasi bisa dioptimalkan dengan
memposisikan paru yang baik pada bagian atas
6. pada bayi kecil dead space lebih dari kapasitas fungsional residual. Didaerah
dependent mungkin terjadi penutupan saluran nafas bahkan selama bernafas
normal
C. DISTRESS PERNAPASAN
Distress pernapasan merupakan suatu keadaan sistem respirasi
melakukan kompensasi untuk memperbaiki pertukaran gas yang menurun
dalam paru serta mempertahankan oksigenasi dan ventilasi.
Etiologi
Perubahan
Volume
Fisiologis
Tidal
Hipoksemia,

asidemia, demam,
peningkatan
metabolism
Penyakit restriktif

Frekuensi
Pernapasan
Sedikit
-

Penyakit obstruktif Normal


jalan nafas atas

Penyakit obstruktif Normal

Bervariasi
31

Temuan Lain

Mendengkur, pernapasan
paksa pada inspirasi
Inspirasi
memanjang,
pernapasan paksa pada
inspirasi
Ekspirasi
memanjang,

jalan nafas bawah

atau

Penyakit
neuromuscular
Gangguan
pengendalian

Normal
atau

pernapasan paksa pada


ekspirasi dan sering pada
inspirasi
Mungkin
ada
tanda
kelemahan otot lain
Tanpa tanda distress

Diagnosis
No
1
2

3
4

Penilaian
Status
mental
Tonus
otot/
posisi
tubuh
Gerakan
dada
Upaya
napas

Warna
kulit

Tindakan

Distress Nafas
Sadar, agitasi,
melawan
Normal, posisi
tripod

Gagal Nafas
Henti Nafas
Agitasi hebat atau Tidak responsif
kurang responsive
Normal
atau Atonia
hipotonia

Ada

Ada

Tidak ada

Meningkat

Sangat meningkat Tidak ada


diselingi periode
apnea
Kemerahan atau Pucat, berbercak Sianosis
pucat
(mottled)
atau
sianosis
Pendekatan
segera, bekerja
dengan tingkat
sedang,
bantu
anak
dalam
posisi nyaman,
beri O2 tanpa
menyebabkan
agitasi,
pengobatan
berdasarkan
evaluasi
selanjutnya.
32

Gerak cepat, buka


saluran
nafas,
hisap
lendir,
berikan
O2,
segera
berikan
bantuan ventilasi
tekanan
positif
bila pasien tidak
membaik,
pengobatan
berdasarkan
evaluasi
selanjutnya

Segera
buka
saluran nafas, hisap
lendir, berikan O2,
segera
berikan
bantuan ventilasi
tekanan
positif,
nilai
ulang
ada/kembalinya
nafas
spontan,
pengobatan
berdasarkan
evaluasi
selanjutnya

D. KEGAWATDARURATAN NAFAS PADA ANAK


Terdapat beberapa kegawatdaruratan nafas, yang terbagi menjadi kegawatdaruratan
pada gangguan pernafasan atas dan gangguan pernafasan bawah.
1. Gangguan pernafasan atas
- croup
- epiglotitis
- aspirasi benda asing
2. Gangguan pernafasan bawah
- status asmatikus
- bronkiolitis
- pneumonia
Tatalaksana Umum
Evaluasi dan tatalaksana pasien gawat nafas harus dilakukan segera. Intervensi
ditujukan untuk meningkatkan oxygen delivery, membantu ventilasi dan identifikasi
serta tatalaksana etiologi yang mendasari. Apapun yang menjadi penyebab gawat
nafas, tatalaksana agresif harus segera dilakukan untuk memulihkan oksigenasi dan
ventilasi. Jalan nafas harus dipastikan adekuat. Jalan nafas (airway), pernafasan
(breathing), dan sirkulasi (circulation) harus dioptimalkan dan dipertahankan.
1. Berikan Oksigen
Agitasi akan memperburuk gangguan pernafasan, biarkan anak dipangku orang
tuanya saat pemberian O2
Gagal nafas harus di curigai pada anak dengan penurunan tingkat kesadaran.
Ventilasi tekanan positif harus diberikan pada anak gangguan pernafasan yang tidak
responsif atau anak dengan sianosis, gasping, atau apnea yang tidak responsif
terhadap oksigen.
1) Buka jalan napas, gunakan maneuver head tilt, chin lift, dan jaw thrust.

33

Manuver head tilt, chin lift

Manuver Jaw Thrust


2) Suction untuk membersihkan jalan napas dari darah, muntahan atau sekret.
3) Ventilasi dengan pediatric bag- valve-mask device and oksigen 100%.
-

Pasang NGT untuk menghindari distensi lambung, muntah dan aspirasi jika
BVM ventilasi berkepanjangan diperlukan.

Pemasangan NGT pada anak

34

Anak yang tidak ada respon dengan ventilasi BVM, harus dilakukan

endotrakeal intubasi jika respon klinis tidak cepat terlihat.


Gunakan monitor jantung jika ditoleransi oleh anak atau jika terapi obat
dilakukan.

Bagging pada anak


Terdapat perbedaan tatalaksana awal anak dalam keadaan distres napas dan
gagal napas.
Distress Nafas

Gagal Nafas

Posisi yang nyaman


Suplemen oksigen/ suction sesuai
kebutuhan
Terapi spesifik sesuai
kumungkinan etiologi
Pemeriksaan laboratorium dan
radiografi sesuai indikasi

Posisikan kepala dan buka jalan


napas
Berikan oksigen 100 %
Bag mask ventilation sesuai
kebutuhan
Lakukan pengeluaran benda asing
jika diperlukan
Advance airway sesuai kebutuhan
Pemeriksaan laboraturim dan
radiografi sesuai indikasi

Penyebab yang mendasari juga harus ditentukan dan ditatalaksana. Anamnesis


dan pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk yang memungkinkan untuk
menentukan lokalisasi gangguan dengan cepat.
E. INFEKSI CROUP
Croup adalah terminologi umum yang mencakup suatu grup penyakit heterogen yang
mengenai laring, infra/subglotis, trakea dan bronkus. Karakteristik sindrom croup

35

adalah batuk yang menggonggong, suara serak, stridor inspirasi, dengan atau tanpa
adanya obstruksi jalan napas2.
Pada croup sindrom ini terdapat suatu kondisi pernafasan yang biasanya
dipicu oleh infeksi virus akut saluran napas bagian atas. Infeksi menyebabkan
pembengkakan di dalam tenggorokan, yang mengganggu pernapasan normal. Selain
itu juga terjadi suatu pembengkakan di sekitar pita suara, terjadi biasanya secara
umum pada bayi dan anak-anak dan dapat memiliki berbagai penyebab
Klasifikasi
Secara umum Croup Sindrom diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu:
A. Viral Croup (laringotrakeobronhotis)
Ditandai dengan gejala-gejala prodromal infeksi pernafasan: gejala obstruksi
saluran pernafasan berlangsung selama 3-5 hari. Usia 6 tahun. Stridor (+),
Batuk (sepanjang waktu), Demam (+) yang tinggi, durasi 2-7 hari, Keluarga
sejarah (+), kecenderungan oleh asma (-).
B. Spasmodic Croup
Spasmodic croup, batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala
prodromal, anak tiba-tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran pernapasan,
biasanya pada malam hari sebelum menjelang tidur, serangan terjadi sebentar
kemudian kembali normal.
Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan derajat
keparahan batuk atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4 kategori:
1.

Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-kadang


muncul, Stridor yang tidak dapat terdengar saat pasien istirahat/tidak beraktivitas

2.

atau tidak ada kegiatan dan teradapat retraksi dada ringan.


Moderat/Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,
Stridor lebih bisa mendengar ketika pasien beristirahat atau tidak aktivitas,
retraksi dinding dada yang sedikit terlihat, tetapi tanpa gangguan pernapasan

3.

yaitu gawat napas (repiratory distress).


Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering timbul,
Inspirasi stridor lebih bisa mendengar saat aktivitas pasien atau kurang istirahat,
36

akan tetapi, lebih terdengar jelas ketika pasien beristirahat, dan kadang-kadang
disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, juga terdapat gangguan
4.

pernapasan.
Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor positif
(kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit gangguan
kesadaran (letargi), dan kelesuan.

Patofisiologi
Virus (terutama parainfluenza dan RSV) dapat terjadi karena inokulasi
langsung dari sekresi yang membawa virus melalui tangan atau inhalasi besar terjadi
partikel masuk melalui mata atau hidung. infeksi virus di laryngotrakeitis,
laryngotrakeobronkitis dan laryngotrakeobronkopneumonia biasanya dimulai dari
nasofaring atau oropharynx yang turun ke laring dan trakea setelah masa inkubasi 2-8
hari. Diffuse peradangan yang menyebabkan eritema dan edema dinding mukosa dari
saluran pernapasan. Laring adalah bagian tersempit saluran pernafasan atas, yang
membuatnya sangat suspectible untuk terjadinya obstruksi.
Edema mukosa yang sama pada orang dewasa dan anak-anak akan
mengakibatkan perbaikan yang berbeda. Edema mukosa dengan ketebalan 1 mm akan
menyebabkan penyempitan saluran udara sebesar 44% pada anak-anak dan 75% pada
bayi. Edema mukosa dari daerah glotis akan menyebabkan gangguan mobilitas pita
suara. Edema pada daerah subglottis juga dapat menyebabkan gejala sesak napas.
Airway karena turbulensi udara menyebabkan peradangan yang menyebabkan
penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi (selama
inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis mengandung
infiltrat selular di lamina propria, submukosa dan advensisia. Infiltrat ini berisi
histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas.
Manifestasi Klinis
37

Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor
inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam kondisi
yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala
obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan
batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam
waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas yang makin berat,
ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada
pemeriksaan

toraks

dapat

ditemukan

retraksi

supraklavikular,

suprasternal,

interkostal, epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia
bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang
berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi
setelah 7-14 hari1. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa nyaman jika
duduk di tempat tidur atau digendong.
Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan.
Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory
distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya
adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang
digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima
faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal
yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir
berkisar dari 0 sampai 17 .

38

Skor total 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik


dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan
dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.

Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding
dada indrawing.

Sebuah nilai total 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan


pernapasan . Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol
pada tahap ini.
85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan,

batuk parah sangat jarang (<1%).


Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk
Jumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini
Ciri
0
1
2
3
4
Retraksi
Dinding Tidak ada
Ringan
Moderat
Parah
dada
Dengan
Stridor Tidak ada
Diam
agitasi
Dengan
Sianosis Tidak ada
agitasi
Tingkat
Normal
kesadaran
Udara
Menurun
Normal Penurunan
masuk
tajam

Diam
Bingung

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak
perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis,
gejala klinis, dan pemeriksaan fisik.
Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm 3 yang didominasi PMN,
kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis.
39

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan


diagnosis croup sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-Scan.
Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara /
steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler
pada trakea foto lateral, serta peumonia bilateral.
Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher.
Konvektivitas lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen
subglottic menghasilkan konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik
pada tingkat margin inferior pita suara yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic
mengubah tampilan radiografi dari kolom udara trakea, yang menyerupai atap
bernada tajam atau menara gereja.

Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambaran normal foto lateral

40

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior

Gambaran Sindrom Croup foto lateral


Dalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas
adalah 1 cm proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara yang benar.
Mukosa pada tingkat ini memiliki lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan oleh
adanya edema pada trakea, yang menghasilkan elevasi mukosa trakea dan hilangnya
memikul normal (Convexities lateral) dari kolom udara
Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan
gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya
penyempitan kolumna subglotis. Akan tetapi, gambaran radiologis seperti ini hanya
dijumpai pada 50% kasus saja.
Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai
diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran
napas atas dapat dijumpai sebagai berikut:
1.

Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compangcamping.


41

2.
3.

Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal.


Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.
Pada pemeriksaan CT scan dapat lebih jelas menggambarkan penyebab

obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis yang lebih berat, seperti adanya stridor
sejak usia di bawah 6 bulan atau stridor pada saat aktivitas. Selain itu, pemeriksaan
ini juga dilakukan bila pada gambaran radiologis dicurigai adanya massa.

DAFTAR PUSTAKA
American Academic of Pediatric. 2005. Pediatric Education for Prehospital
Professionals (PEPP). Canada: Jones dan Barlett Publishers
Bratawijaya, karnen G dan Rengganis, Iris. 2010. Imunologi Dasar edisi ke-IX.
Jakarta: Balai Penerbit,FKUI
British Columbia Ambulance Service Guidelines. 2013. Category (Pediatric)
"Pediatric Respiratory Distress, Respiratory Failure, & Respiratory Arrest".
Diakses dari: http://bctg.bcas.ca/Category/Introduction/124
Children Hospital Colorado. 2011. Croup Clinical Care Guidelines: Age 6 months to
3 Years. Diakses dari:

42

http://www.childrenscolorado.org/File%20Library/ConditionsPrograms/Breathing/Croup-Clincal-Care-Guidelines.pdf
Croup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.
Badan Penerbit IDAI: 2008. p 320-328.
Croup, Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO,DEPKES dan
IDAI. 2009. p 104-105
Defendi, Germain L. 2014. Croup. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/962972-overview
Dieckmenn, R. & Brownstein, D. 2010. The Pediatric Assessment Triangle. Pediatric
Emergency Care. 26 (4): 312-315.
Dominic A dan Henry A Kilham Fitzgerald, 2003, Croup: Assesment and EvidenceBased Management. Medical Journal The Australia. MJA 2003; 179 (7) : 372377
Hardiono d. pusponegoro dkk. Standar Pelayanan Medis Anak Edisi I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia: 2004.
Harjono, Rima M, dr dkk. Kamus Kedokteran Dorland. EGC: 1996
Orenstein DM: Acute inflammatory upper airway obstruction In: Behrman RE,
Kliegman RM, Jensen HB (eds). Nelson Textbook of Paediatrics 16th ed.
Philadelphia, W.B. Saunders, 2000; 1275 - 9. 12.
Roosevelt GE. Inflamasi akut obstruksi jalan napas atas (batuk, Epiglottitis,
laringitis, dan trakeitis bakteri). Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson
HB, BF Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics.18 ed. Philadelphia, Pa:
Saunders Elsevier; 2007: chap 382
Sindroma Croup, Penyakit Respirologi, Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi III, Buku
satu, RSUD dr. Soetomo Surabaya: 2008. p 57-61
Wardiyah, H. Dkk. 2014. Referat: Kegawatdaruratan Respirasi pada Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Zoorob, R., Sidani, M. & Murray, J. 2011. Croup: An Overview. American Family
Physician. 83(9):1067-1073.

43

44

Anda mungkin juga menyukai