Anda di halaman 1dari 14

Skenario C Blok 19 CROUP

Yudi, anak laki-laki 2 tahun, dibawa ibunya ke UGD RSMH karena mengalami kesulitan bernafas. Dua hari sebelumnya, Yudi menderita panas tidak tinggi dan batuk pilek. Pemeriksaan fisik: Anak sadar, agitasi. Sewaktu anak hendak diperiksa ia langsung menangis memeluk ibunya. Bibir dan muka tidak sianosis, tidak pucat. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas dan terdengar suara ngorok setiap kali anak menarik nafas. Respiratory rate: 45 kali/ menit. Nafas cuping hidung (+), gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, retraksi supra sterna dan sela iga (+). Auskultasi: vasikuler, ronki (-) Jantung: tidak ada kelainan HR: 135 kali/ menit, nadi brakialis kuat, nadi radialis kuat. Kulit berwarna merah muda, hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik. Pemeriksaan tambahan: Berat badan: 12 kg Tinggi badan: 86 cm Temperatur: 37,9oC

Anatomi dan fisiologi saluran napas atas dan bawah pada anak Perbedaan Anatomi Respiratory Pada Anak dan Dewasa Laring lebih tinggi (C3,C4,C6) berbentuk terowongan, menyempit pada cincin krikoid, lebih lembut dan elastis Trakea: 1/3 diameter dewasa saat lahir lebih pendek Alveoli : jaringan elastik lebih kurang berkembang Paru-paru : kapsitas residual fungsional yang lebih rendah Pusat kontrol napas : immatur Dinding dada : compliance lebih besar, otot interkostal imatur, iga lebih horisontal, diafragma lebih datar, selama fase tidur REM pergerakan otot interkostal lebih tidak terkoordinasi

Jalan napas dipengaruhi oleh perubahan anatomi pada jaringan mulut dan leher. Anak kecil memiliki kepala besar dan leher pendek sehingga cenderung menyebabkan fleksi leher

dan penyempitan jalan napas. Lidah relatif besar rentan menyebabkan obstruksi jalan napas pada anak-anak yang tidak sadar dan menghalangi pandangan saat laringoskopi. Diameter saluran napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic trachea). Pernapasan anak dominant menggunakan abdomen. Otot yang paling berperan adalah otot diafragma yang lebih mudah lelah. Paru-paru anak belum matang, jika dibandi Pada anak kecil, epiglotitis berbentuk tapal kuda dan terproyeksi 450 ke arah posterior mengakibatkan kesulitan untuk melakukan intubasi trakea. Faring tinggi dan anterior (setinggi vertebrae servikal II-III) memudahkan instubasi dengan straight blade laryngoscope. Kartilago krikoid merupakan bagian tersempit dari saluran napas bagian atas yang menyilang dan dilapisi oleh epitel berlapis semu bersilia yang diikat oleh jaringan ikat alveolar rentan edema dan sumbatan benda asing dan dapat menimbulkan distress pernapasan. Trakea masih pendek dan lunak sehingga overekstensi dan overfleksi leher akan menyebabkan kompresi trakea. Selain itu, trakea yang pendek dan simetris dengan sudut carina menyebabkan risiko bergesernya tube dan masuknya benda asing ke bronkus kanan dan kiri lebih tinggi. Dinding dada pada anak masih lunak disertai insersi tulang iga yang kurang kokoh, letak iga lebih horizontal dan pertumbuhan otot intercostal yang belum sempurna,

menyebabkan pergerakan dinding dada terbatas. Oleh karena itu dinding dada bereran peran penting dalam pernafasan. Besar dan diameter trakea anak lebih kecil dari pada dewasa sehingga bila terjadi pembengkakan sedikit saja maka pada bayi akan mengakibatkan penurunan luas saluran pernafasan. Efek akibat penyempitan jalan nafas. Resistensi aliran udara yang masuk akan semakin meningkat jika lumennya semakin kecil. Karena anak-anak mempunyai jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, walaupun ukuran penyempitannya sama (contoh: 1 mm) namun resistensi yang dihasilkan berbeda Penyebab kesulitan bernafas pada anak usia 1-4 tahun Jalan nafas atas: a. Faring makroglosis, hipertrofi tonsil b. Laring laringotrakeobronkitis, epiglotitis akut, laringitis difterika, edema / stenosis pasca intubasi

c. Trakea benda asing Jalan nafas bagian bawah: a. Bronkus /bronkiolus bronkiolitis, status asmatikus b. Alveoli pneumonia, kelainan jantung bawaan, trauma, luka bakar c. Kompresi pulmonal pneumotoraks, trauma dada Susunan saraf : a. Trauma b. Ensefalitis c. Takaran obat berlebihan d. Status epileptikus

Epidemiologi Croup paling sering ditemukan pada anak usia 6 bulan 3 tahun. Kebanyakan dari kasus disebabkan oleh virus dan dapat juga terjadi superinfeksi dari bakteri. Anak laki-laki 50% lebih banyak menderita croup dibanding anak perempuan.

Etiologi dan faktor risiko Viral croup / laryngotrakeitis akut yang disebabkan oleh Human Parainfluenza Virus terutama tipe 1 (HPIV1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4 terdapat pada sekitar 75% kasus. Etiologi virus lainnya adalah Influenza A dan B, virus campak , Adenovirus dan Virus pernapasan/Respiratory Syncytial Virus (RSV). Batuk hebat disebabkan oleh kelompok virus yang sama seperti laryngotrakeitis akut, tetapi tidak memiliki tanda-tanda infeksi biasa (seperti demam, sakit tenggorokan, dan meningkatkan jumlah sel darah putih). Perawatan, dan respon terhadap pengobatan, juga serupa.

Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi beberapa antara lain, difteri laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan laryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri laring disebabkan Corynebacterium diphtheriae sementara trakeitis bakteri,

laryngotrakeobronkitis, dan laryngotrakeobronkopneumonitis biasanya karena infeksi virus primer dengan pertumbuhan bakteri sekunder. Sebagian besar bakteri yang umum terlibat

adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae, dan Catarrhalis moraxella.

Penyebab Lain Etiologi lainnya selain dikarenakan infeksi berupa virus, bakteri, dan jamur. Terdapat pula penyebab lain yaitu: Mekanik o Benda asing o Pasca pembedahan o Penekanan massa ekstrinsik Alergi o Sembab angioneurotik

Faktor risiko: Lingkungan (hygene buruk), musim (gugur dan dingin), nutrisi, dan jenis kelamin.

Pemeriksaan fisik: Interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormal pada kasus Agitasi, rewel, menunjukan hipoksi belum berat, kalau sudah berat anak akan menjadi lemas. Sewaktu hendak diperiksa ia langsung menangis memeluk ibunya. Hal ini menunjukan kalau anak dalam keadaan sadar, respon verbalnya baik. Namun, sebaiknya kita tidak membuat anak menangis karena pada saat anak menangis semakin besar energy yang diperlukan untuk bernafas, anak bisa bertambah sesak. Nafas terlihat cepat dengan peningkatan usaha nafas Obstruksi jalan nafas akibat infeksi (edema subglotis, inflamasi mukosa, eksudat fibrin) hipoksia menstimulus pusat respirasi terjadi peningkatan usaha bernafas untuk mmenuhi kebutuhan oksigen Terdengar suara ngorok saat anak menarik nafas Infeksi (virus atau bakteri) --> inflamasi, eritem dan edem di laring & trakea ->sehingga mengganggu gerakan plica vocalis--> Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan

terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi. Nafas cuping hidung (+), retraksi suprasternal dan sela iga (+), RR 45 kali/menit, dan retraksi dinding dada menginterpretasikan bahwa terjadi peningkatan usaha bernafas untuk mendapatkan oksigen yang adekuat. HR: 135 kali/menit, nadi brachialis dan radialis kuat: normal Kulit berwarna merah muda, hangat: normal Capillary refill time < 2: normal

Status nutrisi Yudi Berdasarkan WHO growth chart, Length for age: normal Weight for age: normal Weigh for lenght: normal Jadi secara keseluruhan berdasarkan kurva pertumbuhan WHO, status nutrisi Yudi dinilai baik.

Hasil penilaian Pediatric Assessment Triangle pada kasus Appeareance Work of breathing Sirkulasi : abnormal karena menangis dan stridor : visible (tampak peningkatan usaha bernafas) : normal karena tidak ditemukan pucat ataupun sianosis

Diagnosis banding penyakit pada kasus a. Croup - Biasanya Anak usia 2-4 tahun - Biasanya penyebab virus - Low grade fever 380C- 390C - Batuk, stridor - Onset perlahan - Pernafasan memburuk pada malam hari

b. Epiglotitis - Infeksi bakteri - Biasanya anak usia 4-6 tahun - Demam tinggi 390C- 400C - Kesulitan menelan - Stridor saat istirahat - Onset cepat c. Bacterial tracheitis - Infeksi bakteri - Demam tinggi - Snoring - Batuk produktif

Manifestasi Klinik Batuk yang terdengar seperti gonggongan Bunyi bernada tinggi saat bernapas ke dalam (stridor) Demam Hidung pilek (rinorea) Hidung tersumbat, diawali dengan batuk pilek Memiliki kesulitan bernapas Memiliki warna biru atau ungu pada kulit dan membran mukosa karena kekurangan oksigen (sianosis)

Penegakan diagnosis Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.

Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan. Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.

Skor total 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor saat istirahat.

Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croupmoderat. Hal ini menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.

Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai dinding dada indrawing. Sebuah nilai total 12 menunjukkan yang akan adanya kegagalan pernapasan . Batuk menggonggong dan stridor mungkin tidak lagi menonjol pada tahap ini.

85% dari anak-anak yang datang ke bagian darurat memiliki penyakit ringan, batuk parah sangat jarang (<1%).

Skor Westley: Klasifikasi keparahan batuk Ciri Retraksi Dinding dada Stridor Sianosis Tingkat kesadaran Udara masuk Jumlah poin yang ditugaskan untuk fitur ini 0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Normal Normal Penurunan Menurun tajam 1 Ringan Dengan agitasi 2 Moderat Diam Dengan agitasi Diam Bingung 3 Parah 4 5

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak perlu dilakukan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik. Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN, kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis. Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna untuk menegakkan diagnosis croup sindrom ini yaitu bisa dengan pemeriksaan radiologis dan CT-Scan. Gambaran radiologi berupa penyempitan dari subglotis (seperti menara / steeple sign) pada foto anterior-posterior (AP), densitas jaringan lunak yang ireguler pada trakea foto lateral, serta peumonia bilateral. Tanda menara terlihat pada radiografi anteroposterior jaringan lunak leher. Konvektivitas lateral normal trakea subglottic hilang, dan penyempitan lumen subglottic menghasilkan konfigurasi V terbalik di daerah ini. Titik dari V terbalik pada tingkat margin inferior pita suara yang benar. Penyempitan dari lumen subglottic mengubah tampilan radiografi dari kolom udara trakea, yang menyerupai atap bernada tajam atau menara gereja.

Gambaran normal foto anterior-posterior

Gambaran normal foto lateral

Gambaran Sindrom Croup foto anterior-posterior

Gambaran Sindrom Croup foto lateral Dalam tanda menara (steeple sign), area kritis penyempitan saluran napas adalah 1 cm proksimal trakea, di elasticus konus ke tingkat pita suara yang benar. Mukosa pada tingkat ini memiliki lampiran longgar. Tanda menara dihasilkan oleh adanya edema pada trakea, yang menghasilkan elevasi mukosa trakea dan hilangnya memikul normal (Convexities lateral) dari kolom udara Pada pemeriksaan radiologis leher posisi poserior-anterior ditemukan gambaran udara steeple sign (seperti menara) yang menunjukkan adanya penyempitan kolumna subglotis. Akan tetapi, gambaran radiologis seperti ini hanya dijumpai pada 50% kasus saja. Melalui pemeriksaan radiologis, croup dapat dibedakan dengan berbagai diagnosis bandingnya. Gambaran foto jaringan lunak (intensitas rendah) saluran napas atas dapat dijumpai sebagai berikut: 1. 2. 3. Pada trakeitis bakterial, tampak gambaran membran trakea yang compang-camping. Pada epiglotitis, tampak gambaran epiglotitis yang menebal. Pada abses retrofaringeal, tampak gambaran posterior faring yang menonjol.

Patogenesis
Anak usia 2 tahun

Terinfeksi virus

Batuk dan pilek

Terjadi reaksi imunologi

Pengeluaran sitokin proinflamasi (IFN dan IL 6) set point di hipotlamus

Edema subglotis, inflamasi mukosa,

Penyempitan jalan nafas

Demam tidak terlalu tinggi Hipoksia resistensi jalan nafas Kompensasi RR Nasal flaring Retraksi (+)

agitasi

Turbulensi udara saat masuk (menggetarkan plika vokalis

Stridor inspirasi

Penatalaksanaan Penilaian dengan PAT Primary survey ABC Airway Jalan napas yang baik untuk oksigenasi dan ventilasi. Penanganan mengoptimalkan dengan : Meletakkan kepala secara SNIFFING POSITION (posisi menghirup): kepala anak digerakkan kearah depan dan atas dengan manuver chin lift dan jaw thrust. Membersihkan rongga mulut dan orofaring. Kepala dimiringkan ke kiri.

Pada anak tidak sadar perlu mempertahankan jalan nafas secara mekanik yaitu oral airways yang dimasukkan secara langsung dan gentle dengan bantuan spatula lidah. Bisa juga Intubasi orotraceal untuk trauma kepala berat, dan krikotiroidotomi.

Breathing Evaluasi pernafasan. Pemberian Oksigen melalui ambu bag dengan tetap mengingat kerentanan alami dari cabang traceobroncial dan alveoli bayi dan anak yang belum matang untuk mencegah cedera.

Circulation Penanganan/evaluasi perdarahan, resusitasi cairan, penggantian darah, pengontrolan produksi urin, dan panas. Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vaskular epitel bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua jam. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut: Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis 0,5 ml lar utan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml salin normal. Larut an tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit. L-epinephrine 1:1000 sebanyak 0,5ml/kg, maksimal 5 ml; diberikan melalui nebulizer Efek terapi terjadi dalam dua jam Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi. Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi dan kelainan jantung seperti Tetralogy Fallot.

Kortikosteroid Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme antiinflamasi. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan dengan plasebo.

Deksametason Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 2-3 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan penambahan dosis. Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut: Mengurangi rata-rata tindakan intubasi Mengurangi rata-rata lama rawat inap Menurunkan hari perawatan dan derajat penyakit.

Selain deksametason, dapat juga diberikan prednisone atau prednisolon dengan dosis 1-2 mg/kgBB (E4). Berdasarkan dua penelitian meta-analisis (24 RCT) tentang pemakaian kortikosteroid sistemik, dengan pemberian kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.

Budesonid Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya adalah E2 bila dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml) diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam. Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan epinefrin dapat digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak lebih baik daripada deksametason oral. Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi Candida albicans.

Pediatric Assessment Triangle PAT (Pediatric Assessment Triangle) merupakan alat penilaian objektif yang dapat digunakan untuk menentukan beratnya penyakit anak serta merupakan cara cepat untuk menentukan stabilitas fisiologis. Komponen yang dinilai pada PAT : Appereance, Work of Breathing, Circulation. 1. Appearance

Element Tonus Otot

Yang dinilai Gerakan ekstremitas bergerak spontan atau tidak, lemah atau tidak

Interaktivitas

Alertness: apakah anak waspada dan penuh perhatian untuk sekitarnya

Consolability

Gelisah/agitasi. Apakah pengasuh mengurangi agitasi dan menangis

Look/gaze

Apakah mata anak mengikuti gerakan Anda dan menjaga kontak mata dengan benda-benda atau orang, atau apakah tatapan matanya kosong

Speech/cry

Apakah vokalisasinya kuat atau lemah, sayu atau serak?

2. Work of breathing Element Suara jalan napas abnormal Abnormal positioning Retraksi Yang dinilai Altered speech, stridor, wheezing atau grunting Head bobbing, tripoding, sniffing Retraksi otot dinding dada, supraclavicular,

intercostals atau substernal Flaring Nasal flaring (nafas cuping hidung)

3. Circulation Element Pallor Mottling Yang dinilai White skin coloration from lack of peripheral blood Patchy skin discoloration, with patches of cyanosis, due to vascular instability Cyanosis Bluish discoloration of skin and mucus

General Impression Stable Respiratory Distress

Appearance Normal Normal

Work of Breathing Normal Abnormal Nasal flaring Grunting Stridor Wheezing Retractions abnormal

Circulation to the skin Normal Normal

Respiratory Failure

abnormal

Normal/ abnormal

Komplikasi Komplikasi dapat terjadi pada 15% kasus croup. Komplikasi yang terjadi antara lain: Respiratory failure Perluasan proses penyakit ke region traktus respiratorius yang lain seperti telinga tengah, ujung bronkiolus, dan ke parenkim paru Pneumonia Tracheitis bacterial

Prognosis penyakit pada kasus Dubia ad bonam Pada umumnya penyebab croup adalah virus, maka sindroma ini dapat sembuh dengan sendirinya, dan sangat jarang menyebabkan kematian akibat obstruksi saluran pernapasan total. Gejalanya dapat berlangsung dalam 7 hari, tetapi puncaknya pada hari kedua dari perjalanan penyakit. Tatalaksana respiratory distress dengan baik sehingga tak jatuh ke respiratory failure

KDU pada kasus 4 : mampu menyelesaikan kasus hingga tuntas

Hipotesis : Yudi, anak laki-laki 2 tahun, mengalami respiratory distress karena obstruksi penyempitan jalan nafas atas et causa croup.

Anda mungkin juga menyukai