Disusun oleh:
Sarah Jehan Suhastika, dr
Pembimbing :
Dian Martha, dr., Sp.KFR
Penguji :
T. Prabowo, dr.,Sp.KFR(K), AIFO
1
3.3 Ganguan menelan pada pasien trakeostomi ............................................................ 44
3.4 Gangguan bicara pada pasien.................................................................................. 60
3.5 Chest physiotherapy ................................................................................................ 81
3.6 Manajemen nutrisi ......................................................Error! Bookmark not defined.
3.7 Dekanulasi .............................................................................................................. 81
BAB IV ................................................................................................................................... 88
PENUTUP ............................................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 88
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Trakea ...................................................................................................... 8
Gambar 2. Landmark pada leher ............................................................................................... 9
Gambar 3. Turbulence flow .................................................................................................... 10
Gambar 4. Laminar flow ......................................................................................................... 11
Gambar 5. Standar komponen pipa trakeostomi. .................................................................... 18
Gambar 6. Passy Muir valves ................................................................................................. 21
Gambar 7. Gambaran manset terlalu mengembang ................................................................ 26
Gambar 8. Pipa trakeostomi tak bermanset ............................................................................ 28
Gambar 9 Flange ekstra panjang / adjustable ......................................................................... 29
Gambar 10. Jenis jenis sayatan trakeal ................................................................................ 35
Gambar 11. Kiri : Bjrk Flap dengan 'flap suture' ke kulit (biru). Kanan : Slit-type
trakeostomi dengan 2 jahitan menetap (biru) ke kulit............................................................. 35
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penyebab obtruksi jalan nafas atas ........................................................................... 15
Tabel 2. Ukuran pipa trakeostomi Jackson ............................................................................. 24
2
BAB I
PENDAHULUAN
Trakeostomi adalah suatu prosedur umum dilakukan pada pasien sakit kritis
yang memerlukan ventilasi mekanik berkepanjangan untuk gagal napas akut dan
Trakeostomi yang diketahui pertama kali adalah dari tahun 3600 SM, di Mesir.
Menurut legenda, Alexander the Great menggunakan pedangnya untuk membuka jalan
napas seorang tentara yang tersedak tulang di tenggorokannya. Secara ilmiah pertama
kali trakeostomi sukses dilakukan oleh ahli bedah Antonio Musa Brasavola pada tahun
1546, untuk menghilangkan sumbatan jalan napas akibat amandel yang membesar.
Pada awal abad 20, trakeostomi dilakukan dengan jauh lebih aman, dengan teknis
prosedur disempurnakan dan dijelaskan secara rinci oleh ahli bedah terkenal Chevalier
Jackson. Saat ini, trakeostomi lebih umum digunakan sebagai ventilasi mekanik
ventilasi mekanis akibat insufisiensi pernapasan akut selama beberapa hari atau
3
minggu. 34% pasien yang membutuhkan ventilasi mekanik > 48 jam mendapatkan
Serikat sekarang adalah > 100.000. Dalam sebuah studi terhadap 17.523 subjek dari
Bank Data Trauma Nasional tingkat trakeostomi rata-rata di seluruh pusat kesehatan
mencapai adalah 19,6 per 100 penerimaan di rumah sakit. Indikasi umum untuk
trakeostomi adalah (1) gagal napas akut dan kebutuhan akan ventilasi mekanis yang
berkepanjangan (mewakili dua pertiga dari semua kasus) dan (2) gangguan pernafasan
karena defisit neurologis atau trauma yang memerlukan bantuan jalan nafas, atau
ventilasi mekanis atau keduanya. Obstruksi jalan napas bagian atas adalah indikasi
yang harus dievaluasi agar memperoleh dukungan optimal untuk ventilasi seperti risiko
dekondisi pernapasan dan seluruh tubuh, dan kemungkinan komplikasi lain yang
membutuhkan perhatian serius. Masalah kompleks ini memerlukan perawatan oleh tim
dokter bersama dengan fisioterapis, perawat, terapis wicara, psikolog, ahli gizi dan
pekerja sosial. Setiap program rehabilitasi bersifat individual, dan bertujuan untuk
4
memulihkan status fungsional yang optimal. Definisi rehabilitasi terbaru yang
diberikan oleh European Task Force Society of Physicians Paper menyatakan bahwa:
diagnostik berbasis ilmiah untuk mencapai fungsi dan kualitas hidup optimal, pada
pasien yang menderita gangguan atau kecacatan karena penyakit pernafasan kronis.
Sementara itu, The American Thoracic Society meberikan definisi berikut tentang
rehabilitasi paru yaitu program perawatan multidisiplin untuk pasien dengan gangguan
Studi penelitian tentang uji coba terkontrol secara acak dilakukan pada enam
puluh pasien dengan atau trakeostomi lebih dari 48 jam dan kurang dari 72 jam, di ICU
Rumah Sakit Terafiliasi di Medical College, Universitas Qingdao, dari Mei 2010
sampai Mei 2012. Pada kelompok rehabilitasi, terapi rehabilitasi dilakukan dua kali
sehari, dengan waktu dan intensitas pelatihan disesuaikan dengan kondisi pasien.
Terapi rehabilitasi dini menaikkan kepala secara aktif, transfer dari posisi telentang ke
posisi duduk, duduk di tepi ranjang, duduk di kursi, berpindah dari duduk ke posisi
berdiri, dan ambulasi di samping tempat tidur. Hasilnya pasien dalam kelompok
rehabilitasi memiliki waktu yang lebih cepat untuk beranjak dari tempat tidur (3,8
1,2 hari vs 7,3 2,8 hari; P = 0,00), durasi ventilasi mekanis (5,6 2,1 hari vs 12,7
4,1 hari; P = 0,005 ) dan lama rawat ICU (12,7 4,1 hari vs 15,2 4,5 hari; P = 0,01)
dibandingkan dengan kelompok kontrol.3 Dalam sebuah studi kohort prospektif yang
5
menilai tingkat perubahan status fungsional setelah rehabilitasi komprehensif pada 77
meliputi pelatihan otot perifer setiap hari. Hasilnya enam puluh tujuh pasien (87%)
berhasil, dan 55 di antaranya (74%) berhasil disapih selama mereka dirawat di pusat
diberikan pada residen kedokteran fisik dan rehabilitasi tingkat dua dan tiga. Sebelum
pelatihan, tidak satu pun dari 31 peserta yang dapat melakukan perawatan trakeostomi
signifikan pada evaluasi pilihan ganda pretest sampai posttest (pretest, 52,7%; posttest,
6
BAB II
Trakea merupakan pipa yang tersusun oleh cincin tulang rawan elastis yang
berjumlah 16-20 buah. Trakea memiliki dinding fibroelastis yang tertanam di dalam
tetap terbuka. Ujung posterior kartilago yang bebas dihubungkan oleh otot polos yang
disebut otot trakealis. Trakea berpangkal di leher, di bawah cartilage cricoidea laryng
setinggi korpus vertebre cervical VI. Ujung bawah trakea terdapat di dalam thoraks
setinggi angulus sternalis (pinggir bawah vertebre thoracica IV) membelah menjadi
bronkus prinsipalis (utama) dextra dan sinistra. Bifurcation trakea ini disebut carina.6
Pada orang dewasa, jarak dari krikoid hingga carina kurang lebih 11 cm, namun bisa
berkisar dari 10 13 cm. Pada umumnya, lebar dari trakea adalah 2,3 cm dan jarak
dari membran posterior hingga tulang rawan di anterior adalah sebesar 1,8 cm. Trakea
7
Gambar 1. Anatomi Trakea
Diambil dari kepustakaan no8
Lapisan-lapisan pada leher dari sebelah luar sebagai berikut : kulit, fasia kolli
tersebar dan bervariasi di daerah leher. Sejajar dengan trakea kanan dan kiri terdapat
berkas saraf karotis (carotid sheath) yang berisi: a. karotis komunis, v. jugularis
interna, n. vagus. Disebelah dorsal dari trakea terdapat oesophagus, diantara trakea dan
8
Gambar 2. Landmark pada leher
Diambil dari kepustakaan no7
pembedahan, selang biasanya diketakkan pada regio cincin trakea kedua dan keempat,
dan dapat melibatkan pelepasan dari tulang rawan trakea atau pembuatan sebuah
penutup dari tulang rawan (cartilaginous flap). Selang pada trakeostomi perkutan
biasanya diletakkan di antara tulang rawan trakea pertama dan kedua atau di antara
tulang rawan kedua dan ketiga. Teknik tersebut menggunakan metode Seldinger,
diikuti oleh dilatasi progresif dari ruangan di antara cincin trakea untuk menyediakan
menggunakan metode tersebut, walaupun banyak juga pusat kesehatan yang sudah
9
2.1.2 Fisiologi trakea
kecepatan aliran udara berhubungan langsung dengan perbedaan tekanan ini. Oleh
karena itu, udara dapat mengalir masuk selama inspirasi karena tekanan alveolar
kurang dari tekanan di mulut; sebaliknya udara mengalir keluar karena tekanan alveolar
memungkinkan pertukaran gas, secara kontinu dan berulang terjadi secara efisien
dengan pengeluaran energi minimal. Saat inspirasi, faring bertekanan lebih rendah
faring kolaps. Secara aktif hal ini dilawan oleh otot terutama genioglossus untuk
mencegah perubahan anatomi faring pada semua fase pernafasan. Nasofaring ditahan
oleh tensor palati, palatopharyngeus dan palatoglossus. Bagian udara di saluran udara
yang relatif lebih besar menciptakan pusaran dan digambarkan sebagai berikut:9
10
Tekanan penggerak sebanding dengan kuadrat laju alir dan dijelaskan dalam
rumus ini: P = KV2. Dimana P adalah tekanan penggerak, K adalah konstanta dan V
adalah aliran udara. Artinya bahwa untuk menggandakan aliran udara seseorang perlu
Aliran turbulen banyak ditemukan di saluran udara terbesar, seperti trakea. Bila
arus kecepatan rendah dan melalui pipa sempit, ia cenderung lebih teratur dan efisien
mengalir dalam garis lurus. Jenis aliran ini disebut laminar flow. Tidak seperti aliran
turbulen, aliran laminar berbanding lurus dengan tekanan penggerak, sehingga untuk
menggandakan laju alir, kita hanya perlu dua kali tekanan penggerak.9
bernapas tenang, aliran laminar berada dari bronki menengah sampai ke tingkat
bronkiolus. Saat olahraga, aliran udara lebih cepat, aliran laminar terbatas pada saluran
Trakea dilapisi dengan sel goblet dan sel epitel bersilia, yang memproduksi
lendir. Lendir membasahi udara saat melewati saluran pernapasan. Silia dari batang
tenggorokan menjebak partikel asing yang dihirup, seperti debu atau bakteri yang telah
11
lolos dari rambut di rongga hidung. Partikel-partikel terperangkap kemudian
dikeluarkan sebagai dahak. Dalam sistem pernapasan, trakea berfungsi sebagai saluran
aliran udara ke paru-paru. Struktur trakea sedemikian rupa sehingga setiap kerusakan
Keuntungan dari tabung trakeostomi yaitu dapat mengurangi ruang mati saluran napas
atas hingga 150 ml (50%). Tahanan aliran udara pada saluran napas atas normal adalah
hal yang substansial, dan membentuk hingga 80% dari tahanan saat bernapas melalui
hidung, dan 50% saat bernapas dengan mulut. Pada teorinya, selang trakeostomi
seharusnya mengurangi tahanan aliran udara, namun hal ini tidak terjadi karena radius
selang yang lebih kecil (diameter dalam sebesar 7 8 mm). Selang trakeostomi dapat
mengurangi dead space hingga 100 ml jika dibandingkan dengan pernapasan spontan.
Hal ini terjadi karena ukuran selang kecil dan melewati (bypass) ruang glottic dan
dengan radius selang dipangkat empat (saat aliran laminar). Apabila aliran udara
bergolak, tahanan saluran napas menjadi berbanding terbalik dengan radius selang
dipangkat lima. Pada aliran di atas 0,25 l/detik, aliran menjadi bergolak jika diameter
dalam selang 10 mm. Sehingga, penurunan kecil pada radius selang menyebabkan
12
peningkatan besar pada tahanan. Hal ini menunjukkan upaya bernafas yang jauh
penurunan tahanan jalan napas dan peningkatan ventilasi alveolar [ventilasi alveolar =
sebelum udara masuk ke trakea dan paru-paru. Tidak adanya pelembab yang adekuat
keringnya mukosa trakea dan berkurangnya fungsi siliar. Epitelium merespon dengan
respons terhadap benda asing (tabung) di dalam trakea. Jumlah seksresi yang
sumbatan lendir. Hal ini dapat menyebabkan penyumbatan saluran udara dan tabung
trakeostomi. 7,9
menelan karena laring mejadi tertahan dan mencegah pergerakan laring ke atas saat
menelan. Manset juga bisa menekan kerongkongan, karena berada tepat di belakang
trakea. Kedua hal tersebut menyebabkan efektivitas menelan pasien berkurang secara
signifikan.9
13
Refleks batuk normal dan tekanan intralaryngeal positif saat ekspirasi hilang.
intralaryngeal positif juga mengakibatkan batuk yang kurang efektif. Aspirasi dan
Masalah lain yang mungkin timbul yaitu pasien tidak dapat berbicara saat
diintubasi. Masalah ini bisa diatasi dengan tabung trakeostomi fenestrated atau katup
bicara.9
biasanya merupakan prosedur sementara. Trakeostomi adalah di sisi lain yaitu prosedur
pada trakea melalui kulit leher yang menghasilkan fistula/lubang yang permanen.
Trakeostoma adalah lubang permanen antara trakea dan kulit leher. Namun, kedua
istilah tersebut sama-sama digunakan dan saling tumpang tindih tergantung pada
daerah.1,9
Indikasi yang paling umum untuk trakeostomi adalah (1) gagal napas akut dan
kebutuhan ventilasi mekanik dalam jangka panjang (mewakili dua pertiga dari semua
kasus) dan (2) gangguan neurologis yang menggangu saluran napas. Obstruksi jalan
napas bagian atas merupakan indikasi yang kurang umum untuk trakeostomi. Alasan
paling sering untuk trakeostomi di ICU yaitu untuk memberikan akses ventilasi
14
mekanik jangka panjang. Penelitian observasional mendokumentasikan bahwa sekitar
10% pasien dengan ventilasi mekanis menjalani trakeostomi. Dalam sebuah penelitian
observasional terhadap 17.523 subyek dari Bank Data Trauma Nasional, terdapat 24%
subjek (n: 4.146) yang menjalani trakeostomi, tingkat trakeostomi rata-rata di seluruh
rumah sakit adalah 19,6 per 100 pasien masuk rumah sakit.1
Penyebab Contoh
haemangioma laring.
Ludwigs angina.
disertai stridor.
15
Benda asing Sumbatan karena menelan atau menghirup yang menyangkut di
Kelemahan laring atau faring kronis dapat menyebabkan aspirasi air liur atau isi
akan akan mencegah inhalasi cairan dan memudahkan akses suction ke trakea dan
o Koma (dalam situasi dimana Skor Skala Coma Glascow kurang dari 8, pasien
o Trauma (patah tulang wajah yang parah dan berakibat pada aspirasi darah ke
Gagal Nafas
mengurangi usaha nafas dan ventilasi alveolar. Hal ini juga memudahkan suction
16
o Penyakit paru (bronkitis kronikdengan eksaserbasi dan emfisema, asma berat,
pneumonia berat).
Hal ini bisa terjadi di berbagai kondisi yang mencakup penyakit paru-paru kronis,
dinding toraks atau otot dada disertai ketidakmampuan batuk dan retensi sekresi.
Trakeostomi elektif
Dalam tindakan pembedahan kepala dan leher sering terdapat faktor komorbid.
Dalam hal ini trakeostomi biasanya dilakukan secara elektif untuk mengantisipasi
risiko aspirasi yang muncul pasca operasi akibat gangguan jalan nafas atau
intensif yang telah diintubasi melalui jalur naso-orotrakeal dalam waktu yang
10 hari dengan resiko minimal. Jika terdapat kasus bantuan ventilasi yang
elektif. Seharusnya pasien yang tidak diintubasi lebih lama dari tiga minggu,
17
meminta trakeostomi pada hari 7-10 dalam upaya mempercepat penyapihan
positif, untuk memberikan patensi jalan napas, dan untuk menyediakan akses ke
saluran pernapasan bagian bawah untuk pembersihan saluran napas. Alat ini tersedia
dalam berbagai ukuran dan model menurut beberapa beberapa produsen. Penting bagi
dokter yang merawat pasien yang terpasang trakeostomi untuk memahami perbedaan
masing-masing jenis pipa dan menggunakan pemahaman tersebut untuk memilih pipa
18
1. Kanul bagian luar: adalah bagian utama pipa yang masuk ke trakea. Ukuran
2. Kanul bagian dalam: adalah bagian pipa sekali pakai yang dapat dilepas
berukuran sangat pas dengan kanul luar untuk memastikan patensi pipa. Kanul
ini dapat berupa model yang dapat digunakan kembali, dan tidak berwarna (2a)
3. Manset: Balon pada ujung distal pipa yang bila digelembungkan bisa memberi
segel di antara pipa dan dinding trakea. Manset bisa dikempiskan, seperti saat
5. Flange/neck plate: Pelat plastik datar menempel pada tabung luar berada di
leher pasien
6. Introducer / obturator: Poros tip miring, yang ditempatkan di pada kanul luar
pipa saat insersi pipa trakeostomi. Ujung bulat yang halus akan mengurangi
trauma saat insersi pipa. Alat kemudian dilepas setelah pipa dimasukkan agar
udara dapat keluar masuk serta untuk melakukan penilaian penempatan pipa
yang benar.
19
7. Fenestrasi: Lubang yang terletak di tengah lengkung pipa pada aspek atas
tabung, yang digunakan untuk meningkatkan aliran udara dan sekresi masuk
Katup bicara
Alat ini adalah katup satu arah yang ditempatkan pada ujung pipa (distal)
trakeostomi saat pasien secara klinis sesuai untuk latihan fonasi (berbicara). Pasien
akan menghirup udara dengan katup melalui trakeostomi dan saat menghembuskan
napas katup akan tertutup dan udara melewati sekitar pipa, kemudian ke pita suara
lalu keluar melalui hidung dan mulut. Harus diperoleh kesepakatan medis untuk
mendukung kesesuaian deflasi cuff dan patensi jalan nafas saat percobaan katup
bicara.
20
Gambar 6. Passy Muir valves
Diambil dari kepustakaan no9
Agar penggunaan katup bicara berhasil, pipa memiliki ukuran dan jenis yang
sesuai agar memungkinkan saluran udara melalui pipa. Kebanyakan katup bicara
digunakan dengan pasien yang mampu melakukan ventilasi mandiri. Passy Muir telah
mengembangkan berbagai katup bicara, katup aqua cocok untuk digunakan pada
Tutup oklusi
Alat ini berupa plastik padat yang diletakkan di ujung pipa trakeostomi 15 mm. Ia
menghalangi semua aliran udara yang melalui trakeostomi dan digunakan sebagai alat
penyapihan pada tahap akhir pasien dari pipa trakeostomi. Alat ini dapat dengan mudah
dilepas jika pasien membutuhkan penyedotan atau lelah akibat meningkatnya beban
kerja pernafasan.
Disconnection Wedge
21
Baji ini berfungsi sebagai pemutus rangkaian, tutup oklusi atau katup bicara dari
pipa trakeostomi.
Minitracheostomy
Berupa pipa PVC lentur ukuran 16 Fg yang paling sering digunakan untuk
memberikan jalan nafas dalam situasi darurat sampai keadaan pasien membaik atau
jalan nafas yang lebih permanen dapat terbentuk. Pipa kadang-kadang digunakan pada
tahap akhir penyapihan, meskipun panjangnya lebih panjang (92 mm) dibandingkan
dengan pipa trakeostomi standar, pasien kadang melaporkan iritasi dari pipa ini.
Perangat pipa trakeostomi dipilih yang paling sesuai dengan anatomi dan
kebutuhan klinis individu. Usia, tinggi dan berat pasien akan memberi indikasi ukuran
trakeostomi. Tujuan pipa trakeostomi yaitu untuk mengalirkan udara yang memadai
besar. Disarankan agar diameter luar pipa trakeostomi tidak lebih besar dari dua
pertiga sampai tiga perempat dari lumen trakea. Hal ini bertujuan mengurangi kontak
di dinding trakea yang dapat menyebabkan kerusakan dari kekuatan geser yang
berulang. Kriteria lain yaitu kedalaman jaringan antara kulit dan trakea yang
mempengaruhi panjang proksimal pipa (neck plate to curve). Pipa yang lebih panjang
dapat diindikasikan untuk pasien dengan tiroid yang membesar atau pada orang
gemuk. Pipa yang terlalu pendek atau sudut yang salah akan berisiko salah
22
penempatan. Dalam kasus tertentu, panjang pipa yang lebih panjang mungkin
diperlukan, mis. Trakea malacia, stenosis atau obesitas untuk memberikan ventilasi
yang aman.9
bahan pipa. Hal ini mempengaruhi keefektifan dan kenyamanan pipa. Pipa
trakoestomi harus cukup kaku namun lentur sehingga bisa memberikan dukungan
pernafasan yang memadai, sekaligus nyaman bagi pasien. Harus pula diperiksa
apakah pasien memiliki alergi terhadap produk yang digunakan untuk membuat pipa.9
Pipa trakeostomi yang paling umum digunakan dibuat dari polivinil klorida
(PVC), silikon, atau poliuretan. PVC melunak dengan suhu tubuh, sehingga mampu
menyesuaikan dengan anatomi pasien. Silikon adalah merupakan bahan yang lembut
dan tidak terpengaruh oleh suhu, dapat mencegah kolonisasi, mengandung biofilm,
dan bisa disterilkan. Beberapa pipa trakeostomi dikemas dengan tracheal wedge,
yang dikembangkan untuk pipa logam dan mengacu pada panjang dan lancip diameter
23
luar. Pipa ini memiliki kelancipan bertahap dari proksimal ke ujung distal. Sistem
ukuran Jackson masih digunakan untuk pipa trakeostomi dual-cannula Shiley, namun
diameter dalam kanula luar pada dimensi terkecil digunakan untuk pipa cannula ganda,
diameter kanula dalam adalah diameter dalam fungsional. Diameter luar adalah
dalam hal dimensi. Saat memilih pipa trakeostomi harus dipertimbangkan diameter
dalam, diameter luar, dan panjang pipa. Jika diameter dalam terlalu kecil, akan
meningkatkan tahanan udara yang melalui pipa dan membuat pembersihan saluran
napas menjadi sulit. Diameter dalam yang lebih kecil juga mengakibatkan diameter
luar yang lebih kecil, sehingga membutuhkan tekanan manset yang lebih tinggi untuk
membuat segel di trakea. Jika diameter luarnya terlalu besar, kebocoran manset yang
kempis akan berkurang, dan ini akan mempengaruhi kemampuan untuk menggunakan
jalan nafas atas dengan mengempisnya manset untuk bicara. Pipa dengan diameter luar
24
yang lebih besar juga lebih sulit melewati stoma. Pipa diameter luar ukuran 10 mm
biasanya sesuai untuk wanita dewasa, dan pipa diameter luar 11 mm biasanya sesuai
Pipa trakeostomi ada yang memiliki manset maupun tidak. Manset atau balon
pada ujung distal pipa dapat digelembungkan atau dikempiskan tergantung pada
kebutuhan pasien. Kelebihan dari pipa trakeostomi bermanset ini yaitu dapat dilakukan
ventilasi tekanan positif efektif saat manset mengembang. Sedangkan pada pipa yang
tidak memiliki manset pembersihan saluran napas dapat dilakukan namun tidak dapat
rendah, manset tight-to-shaft (bervolume rendah - bertekanan tinggi), dan manset busa.
Sebagian besar pipa modern memiliki manset berbentuk barel yang memiliki volume
tinggi dengan tekanan rendah. Hal ini memungkinkan distribusi tekanan yang lebih
luas pada dinding trakea dan bertujuan untuk mengurangi kejadian ulserasi trakea,
nekrosis dan / atau stenosis di manset. Komplikasi dari pipa bermaset adalah tindakan
menelan yang terganggu karena adanya jangkar pada laring oleh manset yang
mengembang.9,12
25
Manometer digunakan untuk mengukur tekanan manset yang diberikan pada
dinding trakea. Batas yang disarankan untuk meminimalkan kerusakan pada trakea
adalah 15-25cmH2O (10-18 mmHg). Tekanan kapiler trakea yaitu antara 20 dan
30mmHg. Ia dapat mengalami kerusakan pada tekanan 22 mmHg dan obstruksi total
pada 37mmHg. Indikasi penggunaan pipa trakeostomi bermanset yaitu : resiko aspirasi,
stoma yang baru terbentuk (dewasa), ventilasi tekanan positif, kondisi tidak stabil.
Sementara itu kontra indikasinya adalah: anak kurang dari 12 tahun, resiko kerusakan
jaringan trakea dari manset. Komplikasi manset lanjutan terhadap inflasi meliputi
desensitisasi laring dan potensi hilangnya refleks batuk. Jika diperlukan tekanan
manset di atas batas yang direkomendasikan, maka dapat diberikan pipa dengan
26
o Foam cuffs : Manset busa terdiri dari manset berdiameter besar dengan
volume residu tinggi yang terbuat dari busa poliuretan ditutupi oleh
nekrosis trakea dan stenosis. Bulu busa secara spontan mengembang saat
spontan manset maka penggunaan katup bicara standar atau tutup oklusi
tidak dibolehkan.
o Tight to shaft cuff : Manset yang bila kempes serupa dengan pipa yang
tidak bermanset. Hal ini memudahkan insersi dan penarikan tabung yang
Pipa jenis ini berguna pada pasien yang tidak lagi membutuhkan ventilasi
tekanan positif, tidak memiliki risiko aspirasi yang signifikan dan mampu menoleransi
secara terus menerus manset yang dikempiskan. Namun pasien masih memerlukan
trakeostomi sebagai akses sekresi dada atau untuk memotong obstruksi jalan nafas
bagian atas. Indikasi pemberian pipa tak bermaset ini yaitu : Kelumpuhan plika vokalis,
27
pada anak-anak atau neonatal. Sedangkan kontraindikasinya adalah : masih bergantung
Curve. Panjang pipa standar adalah 60-90 mm (dewasa), 39-45 mm (anak-anak) dan
30-36 mm (neo-natal). Pipa seperti ini tidak aman untuk pasien dengan lapisan
trakeocutaneous yang menebal atau kelenjar tiroid yang membesar. Hal ini disebabkan
pipa panjang standar tidak memasuki trakea atau masuk pada sudut yang akan
membuat ventilasi dan pembersihan sekresi sulit dilakukan. Jika pipa trakeostomi
terlalu pendek, ujung distal dapat menyumbat dinding trakea posterior. Namun kasus
seperti ini dapat diatasi dengan menggunakan pipa yang lebih besar, pipa bersiku, pipa
fleksibel, atau pipa dengan panjang ekstra. Pipa panjang ekstra dibuat dengan panjang
28
proksimal ekstra (ekstra panjang horizontal) atau dengan panjang distal ekstra (ekstra
panjang vertikal).9,12
dengan leher besar (misalnya pasien obesitas). Panjang distal ekstra memudahkan
insersi pada pasien dengan trakeomalacia atau anomali trakea. Harus diperhatikan
untuk menghindari penggunaan pipa yang tidak sesuai karena dapat menyebabkan
unit perawatan akut dan sedang dalam masa penyapihan dari ventilasi mekanis.
Dilakukan bronkoskopi untuk melihat malposisi pipa trakeostomi, dan didapatkan >
50% oklusi lumen oleh jaringan. Malposisi pipa trakeostomi ditemukan pada 40 dari
29
403 subyek (10%). Malposisi paling umum terjadi pada dinding trakea posterior yang
menutupi ujung distal pipa. Data ini menunjukkan bahwa harus ada kewaspadaan
Pipa lumen tunggal hanya memiliki satu kanula yang tinggal di tempat selama
penggunaannya. Selain itu ada sistem tabung lain yang memiliki kanula dalam.
Dianjurkan agar semua pasien memiliki sistem pipa dengan kanula bagian dalam.
berkala tanpa melepaskan pipa trakeostomi dari stoma. Kanal bagian dalam dapat
dilepas untuk menjaga patensi saluran napas bila pipa tersumbat. Hal ini merupakan
30
pernapasan yang dipaksakan pada pasien. Cowan et al dalam penelitian in vitro,
melaporkan penurunan yang signifikan pada kerja nafas yang dipaksakan saat kanula
pipa trakeostomi dengan melepas kanula dalam mungkin bermanfaat pada pasien
trakeostomi standar namun ada penambahan bukaan di bagian posterior pipa di atas
manset. Ketika kanula bagian dalam dilepas, manset dikempiskan, dan saluran masuk
udara normal dari pipa tersumbat, pasien dapat menghirup dan menghembuskan napas
melalui fenestrasi dan sekitar pipa. Hal ini untuk menilai kemampuan pasien bernafas
melalui jalur oral / nasal secara normal (menyiapkan pasien untuk dekannulasi) dan
oksigen tambahan ke saluran napas bagian atas (misalnya kanula hidung) mungkin
diperlukan jika pipa tertutup. Manset harus benar-benar dikempiskan dengan cara
sekitar pipa.12
31
Gambar 11. Pipa fenestrasi
Diambil dari kepustakaan no14
Pipa trakeostomi fenestrasi kadang tidak sesuai dengan pasien sehingga tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Pipa standar yang tersedia secara komersial dapat
meningkatkan ketahanan aliran udara melalui jalan nafas bagian atas secara signifikan
jika fenestrasi tidak diposisikan dengan benar. Resiko komplikasi ini dapat dikurangi
fenestrasi tunggal. Modifikasi pipa fenestrasi bisa dipesan dari beberapa produsen.
granulasi, sehingga terjadi kompromi jalan nafas. Ketepatan posisi fenestrasi dalam
yang digunakan untuk melakukan trakeostomi pada individu tertentu. Beberapa pasien
32
lainnya. Pemilihan pasien merupakan faktor penting untuk mempertimbangkan
melakukan trakeostomi perkutan atau bedah, dan hanya sedikit penelitian yang secara
ini.1 Yang terpenting memperoleh udara pernapasan secepat mungkin dan seefisien
mungkin dengan menghindari trauma pada laryng, trakea dan struktur yang
berdekatan.10,11
pencahayaan yang baik. Anestesi yang digunakan dapat berupa anestesi umum dan
lokal. Pasien diposisikan dengan leher hiperekstensi. Kemudian insisi kulit vertikal 3
cm dilakukan dimulai dari bawah tulang rawan krikoid inferior. Otot strap ditarik ke
arah lateral. Isthmus tiroid ditarik kearah superior atau inferior. Insisi dibuat di trakea
anterior pada cincin trakea pertama atau kedua.1,13 Tindakan pembukaan dilakukan ke
dalam trakea tempat pipa dipasang kemudian dijahit ke kulit atau diikat dengan ikatan
33
kain. Jaringan di sekitar trakea dibuka kemudian trakea dilubangi dengan membuat
Bukaan trakea berbentuk T melalui membran antara cincin trakea kedua dan ketiga
atau keempat. Pada teknik ini benang sutra dijahitkan melalui dinding trakea di
setiap sisinya dan ditempelkan ke kulit leher di kedua sisinya. Hal ini
memperlebar bukaan jika pipa terlepas saat segera setelah operasi. Jahitan ini
dilepas setelah penggantian pipa trakeostomi pertama pasca operasi 5-7 hari
setelah saluran baru yang terbentuk dari kulit ke trakea lebih mapan.
Bukaan trakea bentuk U atau H dengan flap trakea ditempelkan ke tepi kulit
kulit dada dan leher, sehingga memudahkan penggantian pipa selama perawatan
34
Gambar 13. Jenis jenis sayatan trakeal
Diambil dari kepustakaan nomer 15
permanen. Jenis trakeostomi bedah yang adalah flap Bjrk yaitu 'kulit' trakea
Gambar 14. Kiri : Bjrk Flap dengan 'flap suture' ke kulit (biru). Kanan : Slit-type
trakeostomi dengan 2 jahitan menetap (biru) ke kulit.
Diambil dari kepustakaan nomer15
35
Gambar 15. Teknik dilasional perkutan
Diambil dari kepustakaan nomer1
Ini adalah teknik yang paling umum digunakan dalam perawatan kritis karena
sederhana dan cepat, dapat dilakukan di samping tempat tidur dengan menggunakan
obat anestesi lokal, sehingga sering merupakan teknik pilihan pada orang yang sakit
kritis. Prosedurnya yaitu dengan insersi jarum melalui leher ke dalam trakea diikuti
oleh kawat pemandu melalui jarum. Jarum dilepaskan dan salurannya dibuat secara
bertahap lebih besar dengan memasukkan serangkaian dilator yang semakin besar di
atas kawat sampai stoma cukup besar agar sesuai dengan tabung yang sesuai (teknik
Seldinger). Kemudian ditahan dengan ikatan kain atau dudukan.15 Tindakan ini
memiliki beberapa keuntungan seperti : tidak ada luka bedah, cincin trakea tetap utuh,
konvensional.13
36
BAB III
3.1 Humidifikasi
Kelembaban yaitu jumlah uap air yang diangkut oleh udara; terbagi menjadi
absolut dan relatif. Kelembaban absolut (AH) adalah jumlah air yang dikanduug
uap air dibandingkan dengan uap air maksimum yang dapat ditahan pada suhu yang
ditentukan. Pada kondisi normal, udara dalam ruangan dihirup pada suhu sekitar 20C
dengan kelembaban relatif 50%. Selanjutnya saa tmelewati mucosa yang lebih lembap
dan hangat, udara secara bertahapp juga menjadi lembab dan hangat. Ketika udara
mencapai suhu tubuh (37C), suhu udara mencapai 100% relatif. Pada titik ini udara
yang masuk dikatakan telah mencapai kondisi alveolar. Titik ini dikenal sebagai
oksigen di alveoli.9
Keika ekspirasi, panas dipindahkan dari gas alveolar pada 37C dan 100% RH
ke mukosa pernafasan atas yang lebih dingin. Udara keluar dari hidung dengan suhu
sekitar 32C. Sebagai udara dingin menyebabkan kapasitas mereka untuk menahan
uap air berkurang. Pada titik inilah kondensasi terjadi, sehingga terjadi pendinginan
udara karena kehilangan panas oleh penguapan. Panas ini kemudian ditransfer
37
Gambar 16. Kelembapan udara.
Diambil dari kepustakaan nomer9
Trakeostomi memotong lintasan saluran pernafasan atas, hal ini menyebabkan
perubahan ISB saat melewati saluran pernafasan bawah. Saat pasien mendapatkan
pernafasan. Perubahan yang terjadi merupakan hasil dari kehilangan panas, kehilangan
kelembaban dan perubahan fungsi paru. Namun pelembab buatan yang berlebihan
dapat menyebabkan perubahan fungsi paru. Jika suhu gas terinspirasi berada di atas
38
Perubahan inflamasi dan nekrosis epitel
pendarahan)
sputum sederhana dan deskriptor yang meliputi volume, kekentalan dan warna serta
adanya darah. Kekentalan sekresi bisa menjadi indikator yang berguna dan mudah
Sedang: Kateter hisap memiliki sekresi yang menempel setelah penyedotan yang
Tebal: Kateter hisap memiliki sekresi yang menempel setelah penyedotan yang
39
Beberapa jenis humidifier tersedia. Penggunaannya tergantung pada
kebutuhan, status individu pasien dan kebutuhan ventilator. Setiap humidifier akan
memiliki sifat tersendiri yang akan mempengaruhi pilihan peralatan yang akan
digunakan. Secara umum pelembab buatan terbagi kedalam jenis : sistem pelembab
A. Pelembab hangat
Pelembap hangat bekerja secara aktif dengan meningkatkan kandungan uap panas
dan air dari udara terinspirasi, sehingga udara yang dikirim sepenuhnya jenuh pada
Dehidrasi
Imobilitas
Hipoternia
40
Gambar 17. Pelembab penghangat
Diambil dari kepustakaan nomer9
B. Pelembab tanpa penghangat
namun hanya memberikan kelembaban relatif 50% pada suhu kamar. Digunakan
untuk pasien trakeostomi dengan tingkat aliran inspirasi oksigen yang tinggi dan
kelembaban yang diperoleh dari kondensasi selama ekspirasi. HME terdiri dari
gulungan kasa logam atau elemen kondensor seperti spons propilena / lembaran
Hidrasi adekuat
41
Mobiliti
Kontraindikasi pada14 :
Pasien dengan kelemahan otot resprasi dan kesulitan disapih dari ventilator
dari membran bersilia, sistem kekebalan tubuh lokal dan refleks batuk menjadi
terhambat. Selain itu, efek pengeringan udara pada membran mukosa trakeobronkial
meningkat, pemanasan udara, dan penyaringan udara juga dilewati. Hal ini
42
menyebabkan peningkatan produksi lendir, pengurangan premiosit dan surfaktan
sehingga mempengaruhi pertukaran gas dan elastisitas jaringan paru. Ditambah dengan
Bila pasien memiliki refleks batuk yang baik dan dapat mengeluarkan sekresi
sendiri melewati tabung trakeostomi, penyedotan tidak boleh dilakukan secara rutin
dan hanya dilakukan hanya bila pasien memerlukannya. Sebagai contoh; Sekresi
kental, bunyi nafas berkurang, gelisah, berkeringat, terdengar atau terlihat suara
gemerisik, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, aliran udara di tempat stoma
posisi tegak lurus dan dengan kepala mereka berada dalam posisi netral. Pada pasien
tidak memiliki usaha batuk yang adekuat penyedotan dilakukan setiap 2-4 jam. Jika
tidak ada sekresi yang dikeluarkan, jangan meningkatkan tekanan penyedotan di atas
tingkat yang disarankan karena dapat menyebabkan trauma pada trakea. Periksa
Aritmia jantung, Trauma pada mukosa trakea, Laringospasme, Alveoli kolaps, Infeksi.
Komplikasi ini dapat dikurangi dengan: pemberian oksigen pra / post diberikan,
menggunakan teknik yang tepat dengan kateter hisap berukuran tepat [rumus :
(diameter pipa internal - 2) x 2], durasi dan frekuensi tindakan yang tepat: prosedur
43
harus berlangsung tidak lebih dari 10 detik (waktu yang dibutuhkan untuk menahan
nafas Anda), tekanan hisap serendah mungkin: tidak lebih dari 13-16 KPa atau 100 -
bolus makanan, dari rongga mulut menuju saluran pencernaan bawah. Menelan dibagi
menjadi 4 fase16:
Gambar 20 Gambaran proses menelan (a) tahap persiapan oral, (b) stadium oral, (c)
stadium faring dan (d) tahap esofagus dari menelan normal.
Diambil dari kepustakaan nomer9
44
Dua fase awal merupakan fase yang disengaja, terjadi saat otot mylohyoid
berkontraksi dengan cepat dan menginduksi awal dari proses menelan. Pada fase
involunter. Fase involunter terakhir terjadi di esophagus yaitu kontraksi dari otot
pharyngeal constrictor inferior. Agar fase menelan terakhir ini dapat terjadi, sinyal
afferen dari rongga mulut yang berpusat di system spinal trigeminal dari solitary
fasciculus menuju pusat menelan di nucleus dari solitary tract dan di reticular
substance. Pada fase persiapan oral, makanan diproses menjadi sebuah konsistensi
yang mudah ditelan. Pada fase ini, lidah bergerak ke atas dan ke belakang dengan otot
lingual, intrinsic dan extrinsic, menggerakan bolus makanan ke faring. Gerakan lidah
Fase faring terjadi diantara ismus fauces dan bagian di depan sfingter atas
sfingter atas esophagus sehingga bolus dapat masuk kedalam esophagus, dan
mengawali fase esophagus. Setelah makanan melewati sfingter atas, sfingter tersebut
pasien. Ini dapat dibagi menjadi dua kategori: Dampak mekanis, Dampak fisiologis.
A. Dampak mekanis9
45
Pembatasan elevasi laryngeal
menelan normal sangat penting untuk mekanisme menelan, dan perlu untuk
melindungi jalan nafas, aspek trakeostomi berikut dapat menghambat fungsi dan
- Ukuran tabung pipa yang terlalu besar akan memeberikan ruang minimal
antara lingkar luar dan dinding trakea menghambat gerakan yang selanjutnya
gerakan vertikal.
Obstruksi kerongkongan.
menghalangi jalannya bolus saat melewati kerongkongan. Oleh karena itu, manset
B. Dampak Fisiologis9
46
Hukum fisika menetapkan bahwa aliran udara akan selalu mengambil jalan
yang paling kecil tahanannya. Normalnya udara melewati jalan napas atas, melalui
hidung dan mulut dan kembali lagi. Namun, ketika tabung trakeostomi ada di situ,
anatomi diubah sedemikian rupa sehingga jalur yang paling kecil tahanannya sekarang
melalui tabung, sehingga ia mengambil sebagian besar aliran udara dari laring.9
Gambar 21. Gambaran aliran udara beralih melewati yang paling kecil tahanannya.
Diambil dari kepustakaan nomer9
Hal ini bisa mengakibatkan:
- Batuk tidak ada atau lemah : karena sedikit atau tidak ada udara yang lewat di
atas tabung untuk mencapai laring untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul
di sana.
- Tidak ada bau dan rasa : indra ini bergantung pada aliran udara melalui rongga
mulut dan hidung untuk merangsang sel kemoreseptor dalam mukosa hidung
dan ujung perasa. Tidak adanya atau pengurangan aliran udara melalui saluran
napas bagian atas akan mempengaruhi selera dan aroma indra seseorang secara
47
Tekanan saluran nafas berubah
bawah pita suara. Tekanan ini kemudian bisa dimanfaatkan, misalnya batuk
cukup. Oleh karena itu, hal ini dapat mempengaruhi keamanan menelan karena
secara refleks menukik untuk mencegah makanan jatuh di bawah tingkat pita
dan residu terbatuk dari laring. Studi telah menunjukkan bahwa kehadiran
48
3.3.2 Penilaian Disfagia pada Pasien Trakeostomi
lengkap. 2) Analisa faktor risiko. 3) Latihan lidah, mulut dan wajah. 4) Evaluasi
1) Riwayat Kasus16
Data pribadi dan diagnosis klinis harus tercatat. Episode juga aspirasi harus
dicatat. Episode desaturasi arterial merupakan hal penting dan kapan waktu terjadinya
harus dicatat, misalnya apakah terjadi saat pemberian makanan atau saat pengempisan
2) Faktor Risiko16
- Kewaspadaan
49
3) Latihan untuk lidah, mulut dan wajah16
kekurangan dalam pergerakan serta perubahan bentuk karena skiziz atau operasi
dicatat. Pasien juga diminta melakukan latihan lidah untuk menilai batasan pergerakan
untuk menggembungkan pipinya dan letakkan cermin di bawah hidung pasien untuk
menilai kebocoran udara. Fungsi velar saat istirahat dan fonasi dinilai dan apabila
terjadi gangguan harus dicatat. Setelah menilai faktor risko, terdapat dua
- Pemberian makanan melalui mulut mungkin dilakukan apabila pasien sadar dan
kooperatif
- Makanan harus diberikan dengan sangat hati-hati terutama pada pasien yang
tidak dapat membuka mulut, menjulurkan lidah, atau tidak mampu mengontrol
refleks yang melindungi saluran napas seperti batuk atau berdeham. Pada
beberapa kasus, pemberian makanan dalam jumlah kecil dapat diberikan untuk
penanganan spontan dari sekresi; variasi SaO2 atau gejala pernapasan lainnya harus
umum dilakukan. Zat pewarna diteteskan ke dalam mulut dan pasien diminta untuk
50
menelan; setelah menelan beberapa kali refleks batuk diperiksa untuk melihat apakah
ada methylene blue di trakea (aspirasi). Tes ini biasanya dilakukan dua kali pada hari
yang sama, dan melihat adanya methylene blue pada sekresi yang langsung
dikeluarkan oleh pasien atau pada saat aspirasi mekanis (late inhalation). Pemantauan
SaO2 dianjurkan dilakukan selama tes berlangsung. Apabila terjadi inhalasi, relevansi
durasi dari desaturasi); jika inhalasi ringan, tidak ditemukan desatruasi arterial, dan
tidak ada komplikasi respiratori (batuk, tersedak), maka evaluasi dapat dilanjutkan;
pada waktu yang bersamaan, pengempisan balon selang trakeostomi dapat dilakukan
untuk periode waktu yang lebih lama (diawali pada siang hari, kemudian pada malam
hari) dan mencari apakah terjadi episode desaturasi dan infeksi saluran napas bawah.
Jika terjadi inhalasi air liur tanpa kedua komplikasi di atas, protokol penilaian menelan
dapat dilakukan untuk memungkinkan dekanulasi. Bukti adanya inhalasi air liur
merupakan hal yang signifikan dan menunjukkan adanya risiko terhadap pasien
namun tidak selalu memiliki relevansi klinis, karena pasien dapat mengalami disfagia
yang dilihat dari inhalasi air liur dengan methylene blue namun tanpa adanya
desaturasi maupun komplikasi pernapasan. Hal ini biasanya terjadi pada pasien
dengan batuk yang efektif dan dapat melindungi dirinya sendiri dari kejadian inhalasi.
Pada kasus seperti itu, pasien dapat di dekanulasi setelah diobservasi dengan selang
51
trakeostomi yang dikempiskan untuk beberapa saat. Kebalikannya, jika inhalasi
sekresi terjadi disertai desaturasi dan infeksi saluran napas yang berulang, balon
5) Uji Menelan16
inhalation) dan juga memudahkan dalam menangani disfagia (dengan atau tanpa
makanan).
Pasien diberikan 10 ml air dengan methylene blue, kemudian 50 ml. Uji ini dapat
menilai:
- Menelan cairan pada fase persiapan oral meliputi kemampuan dan kekuatan mulut
dan bibir untuk menutup dan bertahan, alur lidah, dan juga kontrol mulut terhadap
cairan.
mempertahankan tonus otot mulut yang sesuai agar cairan tidak jatuh ke
glossoepiglotic vallecula.
apabila tampak adanya gangguan pada koordinasi tersebut maka harus dipastikan
apakah ada aktivasi dari mekanisme defens. Pergerakan laring yang normal juga
52
harus diamati terutama karena adanya selang trakeostomi yang dapat menganggu
kenaikan laring. Pada test ini sebaiknya menggunakan skala semi-kuantitatif untuk
- Amati adanya cairan yang jatuh lebih awal, atau gejala tidak langsung dari aspirasi
- Refleks batuk dikonfirmasi dengan adanya methylene blue keluar dari selang
swallow cough). Kualitas dari refleks batuk juga dinilai, apakah batuk tersebut
cukup efektif, lemah atau gurgling. Tidak adanya refleks batuk dapat dinilai
sebagai tanda positif (jika saat aspirasi bronkus tidak ditemukan adanya methylene
blue) maupun tanda negative dari silent inhalation (jika saat aspirasi bronkus
53
Diambil dari kepustakaan nomer16
Uji menelan cairan biasanya dilakukan dua kali dalam hari yang sama dan
melaporkan adanya methylene blue yang langsung dikeluarkan oleh pasien atau
apakah muncul saat aspirasi (subsequent inhalation). Saat melakukan uji ini sebaiknya
memantau SaO2.
Uji ini harus dilakukan pada hari yang berbeda dari uji sebelumnya agar dapat
membedakan penyebab dari gejala yang timbul. Makanan lunak dengan methylene
blue diberikan dengan sendok. Data yang diambil serupa dengan data pada penilaian
uji cairan, dengan tambahan apakah ada residu yang tersisa di rongga mulut. Langkah
selanjutnya juga harus dilakukan: uji dilakukan dua kali sehari dan petugas harus
melaporkan apakah methylene blue langsung tidak tampak atau justru teraspirasi.
Prosedur ini dilakukan jika pasien tidak mengalami inhalasi pada uji cairan/uji
makanan lunak. Apabila pasien hanya memiliki disfagia untuk cairan, maka pasien
dapat diberikan makanan lunak selama beberapa hari sebelum akhirnya mencoba
makanan padat. Uji untuk makanan padat dilakukan setelah memeriksa bahwa pasien
memberikan makanan dalam konsistensi padat (pasta, roti, biscuit dst). Selama
54
pemberian dan di akhir pemberian makanan, dilakukan bronchoaspiration untuk
pasien mengalami disfagia maka ada dua hal yang mungkin dilakukan:
- Jika disfagia dapat membaik dalam waktu yang dapat diterima (4 6 bulan),
dalam rehabilitasi
- Jika pasien mengalami disfagia berat yang tidak dapat membaik dalam satu-
HENTIKAN protokol dekanulasi Uji Menelan (cairan, makanan lunak dan padat)
Pertahankan selang trakeostomi
PASIEN NONDISFAGIA
PASIEN DISFAGIA DEKANULASI
Tunda proses dekanulasi dan perbaiki disfagia
55
Penilaian menggunakan alat16
Penilaian dengan alat klinis harus menegakkan integritas dari struktur yang
terlibat dalam menelan serta fisiologi dari oral, faring, laring, esophagus servikal saat
dilewati oleh bolus. Penilaian menggunakan alat diindikasikan jika prosedur skrining
(terutama Bedside Swallowing Evaluation (BSE) tidak dapat dilakukan, terlebih lagi
jika ada gangguan kemampuan neuropsikologis dan pasien memiliki risiko tinggi
terjadinya disfagia. Evaluasi menggunakan alat dapat ditunda jika pasien dalam
kurangnya kooperasi atau jika tatalaksana tidak dapat diganti. Penilaian menggunakan
alat memudahkan menarik diagnosis dari gejala yang timbul dan mengklasifikasi
keparahan klinis dengan cara mendokumentasikan sekresi atau bolus pada saluran
pernapasan, atau penetrasi (pergerakan bolus menuju pita suara) dan inhalasi (bolus
Saat ini belum terdapat alat baku emas untuk memprediksi komplikasi pasien
56
menelan, mulai dari rongga mulut hingga perut, tanpa menyediakan informasi yang
Pengamatan mengenai fase faring dapat diamati menggunakan otot ini, dan juga
didapatkan informasi tidak langsung mengenai fase oral dan esofagela. FEES
memudahkan studi elektif terhadap sfingter laring, mengamati dan juga menangani
retensi sekresi. FEES tidak seinvasif bronkoskopi dan dapat dilakukan pada pasien
yang kurang stabil. Prosedur ini sebaiknya dilakukan oleh otolarinogologis atau
57
6) Label diagnostic dari Disfagia
Definisi disfagia bervariasi karena disfagia dapat disebabkan oleh berbagai hal.
- Disfagia neurogenic dalam kondisi vegetative: cenderung terjadi pada pasien dalam
mulut, namun kondisi disfagia ini menghambat pasien untuk minum. Pada pasien
ini merupakan hal yang penting untuk memberikan cairan yang lebih kentang,
- Disfagia neurogenic untuk makanan padat: pasien diberikan makanan lunak dan
cairan melalui mulut; pasien tidak dapat mengonsumsi makanan padat dikarenakan
ataupun inhalasi.
- Disfagia pasti disebabkan oleh gangguan saraf dan bukan mekanis: sebagai contoh,
psaien yang tidak dapat mengonsumsi makanan padat karena tidak menggunakan
58
gigi palsu tidak termasuk ke dalam kategori disfagia. Dengan kata lain, mesti jelas
bahwa permulaan dari defisit neurologis menebabkan hilangnya fungsi yang pada
awalnya normal. Pada beberapa kasus, pasien bisa diklasifikasikan ke dalam lebih
dari satu kategori disfagia (disfagia campuran dan disfagia perilaku). Selain dari
definisi disfagia, keparahan dari disfagia juga harus dilaporkan, contohnya dengan
akan dilakukan. Dilakukan pertimbangan hasil penilaian telan dan penilaian holistik
Terapi tidak langsung bekerja pada aspek menelan yang telah diidentifikasi berada
tingkat, jangkauan dan kekuatan gerakan serta gerakan yang bertujuan menormalisasi
Manipulasi tabung.
menurunkan ukuran tabung trakeostomi, oklusi ringan tabung trakeostomi dengan jari
59
bersarung saat pasien menelan atau menempel katup bicara saat makan / minum. N.B:
Diet berubah.
penghubung dengan ahli diet mengenai konsistensi makanan yang tersedia, nilai gizi,
suplemen, dll. Hal ini juga dapat melibatkan modifikasi pada presentasi makanan /
cairan.9
Posisi
Posisi optimal dan aman untuk menelan yaitu tegak dengan dagu sedikit turun ke arah
dada. Dokter juga akan merekomendasikan teknik postural dan manuver yang dapat
Dokter merekomendasikan bahwa pasien tidak makan melalui mulut, pasien mungkin
60
kemampuan kognitif yang intak dan tidak memiliki disfungsi laring maupun faring
Produksi suara membutuhkan tiga komponen utama: respirasi - paru dan aliran
udara, vibrator - pita suara, resonator - faring dan rongga hidung dan mulut, suara
ucapan kemudian dibentuk oleh: artikulator langit-langit, lidah, pipi , gigi, bibir.
Adanya tabung trakeostomi di dalam trakea dapat memiliki dampak signifikan pada
kemampuan berkomunikasi pasien. Ini bisa dibagi menjadi dua kategori: Dampak
Dampak mekanisnya.
napas yang stabil dengan melewatkan selembar melalui mulut, masuk ke faring dan
memastikan ada sirkuit tertutup untuk ventilasi dan / atau untuk mencegah aspirasi
suara yang menyebabkan granuloma, nodul, edema atau polip yang pada akhirnya
dapat menyebabkan penutupan laring yang tidak lengkap, berdampak pada kualitas
61
menggunakan tabung besar dan / atau manset yang berlebihan bisa menyebabkan
kelumpuhan pita suara sementara atau jangka panjang sebagai konsekuensi saraf laring
yang berulang dikompres antara tabung / manset endo trakea yang meningkat dan
Cedera trakea Trakeostomi jangka panjang (di tempat selama 6 bulan atau
lebih) yang memerlukan inflasi manset dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
trakea seperti stenosis trakea dan malformasi trakea. Hal ini pada akhirnya dapat
saluran napas bagian atas, yang dibutuhkan untuk menghasilkan suara. Jenis cedera
trakea ini dapat tetap ada setelah dekopi dan mungkin memerlukan intervensi bedah.
mengubah panjang pita suara yang menghasilkan variasi pitch. Kehadiran tabung
Ukuran tabung - tabung besar akan meninggalkan ruang minimal antara lingkar
luar dan dinding trakea sehingga gerakan terhambat yang selanjutnya dapat
menjangkar laring.
62
Berat peralatan - berat tabung trakeostomi serta peralatan tambahan seperti katup
bicara atau sistem humidifikasi bisa cukup untuk membatasi ketinggian laring.
Inflasi cuff - manset yang meningkat dan, yang lebih penting lagi, manset yang
Dampak fisiologisnya
Hukum fisika menetapkan bahwa aliran udara akan selalu mengambil jalan yang paling
tidak tahan. Di udara anatomi yang tidak berubah melewati jalan napas atas, melalui
hidung dan mulut dan kembali lagi. Namun, ketika tabung trakeostomi ada di situ,
anatomi diubah sedemikian rupa sehingga jalur yang paling tidak tahan sekarang
melalui tabung, Oleh karena itu mengalihkan semua atau sebagian besar aliran udara
dari laring. Perubahan pada sistem pernafasan pada akhirnya dapat berdampak pada
Aphonia - Ini adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan suara dan akan terjadi
sebagai akibat dari tabung trakeostomi dengan manset yang meningkat yang berada di
situ. Manset yang meningkat akan mencegah semua udara kadaluarsa melewati laring
Dysphonia - Dysphonia adalah perubahan kualitas suara seseorang dan dalam hal ini
adalah hasil dari aliran udara yang tidak mencukupi yang melewati tingkat tabung. Hal
ini dapat terjadi karena ada ruang yang tidak cukup antara lingkar luar tabung dan
63
dinding trakea, seperti di hadapan tabung besar atau akibat trakea yang menyempit
Tekanan udara subglottic adalah pembentukan tekanan yang diciptakan oleh adduksi
pita suara bersamaan dengan kadaluarsa. Ini diperlukan untuk produksi ucapan normal
bawah tingkat pita suara agar udara bisa dilepaskan, sehingga mengurangi tekanan
subglotis.
intensif / kritis. Di lingkungan ini, proses penilaian berbeda dengan setting yang paling
lainnya, karena status medis pasien yang kritis dan berfluktuasi. Oleh karena itu
penilaian harus bersifat fungsional dan efisien waktu, serta dapat disesuaikan dengan
64
Berapakah tingkat kognisi mereka? Misalnya: Apakah cukup menggunakan
bantuan komunikasi?
Apa kemampuan fisik / motor pasien? Misal: Gerakan Oro-motor, gerakan mata,
Apa kemampuan linguistik pasien saat ini? Misalnya: Apakah kemampuan bahasa
kebutuhan komunikatif, kemampuan dan potensi pasien. Informasi ini kemudian akan
digunakan untuk menilai mode atau kombinasi mode mana yang paling sesuai dan
OPSI KOMUNIKASI.
pasien untuk berkomunikasi secara verbal, konsisten dan efektif. Tujuan ini jarang
dicapai segera dan pilihan komunikasi alternatif mungkin perlu dipertimbangkan untuk
65
Komunikasi non-oral / non-verbal - tidak memerlukan suara alami atau pergerakan oro-
motor. Kombinasi dari semua pilihan ini kemungkinan akan digunakan pada sebagian
Dependen
dengan suara yang pelan dan berbisik.6-13 Dalam kondisi cuff yang mengembang, gas
line dengan thumb port terhubung dengan sumber gas. Aliran ini disesuaikan menjadi
4-6 L/menit dan thumb port di tutup pasien atau yang merawat pasien. Gas akan
melewati laring sehingga pasien dapat berbicara dengan bisikan halus. Selang bicara
teknik ini memisahkan bicara dan pernapasan. Ventilasi tetap terjadi saat pasien
Gambar 1. Talking tracheotomy tube. Perhatikan bahwa aliran gas keluar diatas
cuff dan menyediakan aliran pada saluran pernapasan atas yang memfasilitasi
66
kemampuan bicara. Anak panah menunjukkan titik aliran gas masuk ke dalam
trakea diatas cuff. (Adaptasi dari Smiths Medical, Keene, New Hampshire)
sehingga ia jarang digunakan. Pengunaan selang ini dilakukan dengan mengganti kanul
yang sudah ada kecuali jika ia sudah dipasang saat sawal dilakukan trakeostomi.
Kualitas suara yang dihasilkan pun kurang baik (bisikan halus) pada kebanyakan kasus.
Kualitas suara dapat meningkat apabila terdapat aliran gas yang lebih tinggi,10,11 tetapi
hal ini diasosiasikan dengan peningkatan resiko injuri saluran pernapasan. Apabila
resistensi terhadap airway retrogade pada stoma lebih rendah daripada resistensi pada
saluran pernapasan atas, makan aliran udara dapat bocor dari stoma dan tidak dapat
digunakan untuk bicara.12 Sebuah studi melaporkan adanya komplikasi stoma yang
berhubungan dengan sebuah talking tracheostomy tube namun selang tersebut sudah
tidak tersedia secara komersil (Communi-Trach I).13 Sekresi pada saluran pernapasan
atas dapat mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan dan sekresi diatas cuff dapat
menyebabkan tersumbatnya jalur aliran gas.11,12 Keterbatasan lain ialah pasien yang
beberapa hari sebelum pasien dapat menghasilkan suara menggunakan alat ini.10,11
Pasien perlu latihan untuk dapat menggunakan alat ini namun tidak menjamin
67
Sebuah voice tracheostomy tube telah diciptakan namun belum tersedia secara
komersil.14 Ia didesain agar cuff mengembang dengan tekanan positif dan mengempis
ketika fase ekspirasi (Gambar 2). Selang ini telah digunakan pada 16 pasien dan
semuanya dapat berbicara dengan penggunaan alat ini kecuali pada 1 pasien. Tidak ada
Gambar 2. Voice tracheostomy tube. Cuff mengembang dengan tekanan postif dari
pernapasan atas. Saat ekshalasi, cuff mengempis dan beberapa gas ekshalasi
keluar melalui pita suara sehingga pasien dapat berbicara. (Dari Referensi 14,
dengan izin)
Penggunaan speaking valve dengan cuff yang mengempis atau kanul tanpa cuff, gas
mengalir dari ventilator menuju kanul trakea ketika inhalasi dan keluar melalui saluran
pernapasan atas ketika ekshalasi (Gambar 3). Dengan kata lain, speaking valve
merupakan katup satu arah yang terhubung pada pembukaan proksimal kanul trakea.
68
Sebelum memasang speaking valve cuff harus dalam posisi mengempis. Terdapat
Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan ventilator yang memiliki mode speaking
valve (Puritan Bennet 760) atau ventilator portable home-care. Pelembab udara dengan
pemanas (heated humidifier) dapat digunakan dengan speaking valve. Namun heat-
and-moisture exchanger tidak disarankan untuk digunakan karena gas yang diekshalasi
tidak melewati alat tersebut jika menggunakan speaking valve. Apabila sistem in-line
closed suctioning digunakan maka speaking valve harus dihubungkan pada port
samping untuk memudahkan lewatnya kateter ke dalam kanul trakea. Volume ruang
69
mati (dead space) di dalam sirkuit ventilator tidak penting ketika speaking valve
Apabila pasien tidak dapat ekshalasi secara adekuat melalui saluran pernapasan
atas maka perlu dilakukan evaluasi pengempisan cuff yang adekuat, ukuran kanul
trakea, posisi kanul trakea, dan obstruksi saluran pernapasan atas. Terdapat beberapa
pasien yang mengeluhkan ketidaknyamanan yang disebabkan aliran udara pada saluran
pernapasan atas pada penggunaan speaking valve. Hal ini dapat disebabkan oleh
meningkatnya level suara. Ini dapat disebabkan berkurangnya tonus faring dan laring
karena lemah atau atrofi yang disebabkan kurangnya aliran udara di saluran pernapasan
atas karena ventilasi mekanik jangka panjang. Hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan slow cuff deflation selama beberapa menit. Pada saat pemasangan
speaking valve pasien dapat tersttimulasi untuk batuk yang dapat disebabkan oleh
terkumpulnya sekresi diatas cuff. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan sekresi
faring dan trakea sebelum cuff dikempiskan. Beberapa pasien dapat berkomunikasi
baik saat fase inspirasi maupun ekspirasi ventilator. Hal ini hanya menjadi masalah
70
bicara. Manzano et al16 melaporkan bahwa dari 10 pasien yang bergantung pada
Pada satu pasien, penggunaan speaking valve tidak memungkinkan karena tidak
cukupnya ventilasi saat cuff mengempis. Pada pasien kedua, speaking valve tidak
Hoit et al17-20 telah menerbitkan beberapa jurnal mengenai teknik cuff-down untuk
kemampuan bicara pasien saat fase inspirasi dan ekspirasi. Apabila terjadi obstruksi
saluran pernapasan atas maka akan lebih aman jika tidak menggunakan speaking valve.
Apabila cuff mengempis, gas dapat keluar melalui saluran pernapasan atas saat
fase inspirasi (Gambar 4). Ketika bicara, kebocoran ini dapat mencapai 15% volume
tidal yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan PCO2 (< 5 mm Hg).17 Kebocoran
pernapasan (silabel per menit) (gambar 5).18,19 Apabila pengaturan postive end-
expiratory pressure (PEEP) pada ventilator adalah nol, sebagian besar gas yang
diekshalasi akan keluar melalui sirkuit ventilator dan bukan melewati saluran
pernapasan atas. Kondisi ini akan menyebabkan kecilnya kemampuan untuk berbicara
71
pada fase ekspirasi. Apabila pengaturan PEEP pada ventilator menyala, maka sebagian
besar aliran ekspirasi melewati saluran pernapasan atas sehingga kemampuan bicara
meningkat (Gambar 5).18 Tekanan trakeal (penting untuk berbicara) mendekati tekanan
saat menggunakan PEEP dan speaking valve (Gambar 6). Dengan memperpanjang
waktu inspirasi dan dengan penggunaan PEEP, pasien dengan ventilasi mekanik dapat
mengobserbasi pasuen yang mampu berbicara sepanjang siklus ventilasi tanpa berhenti
untuk mengambil napas. Ini tidak seperti subjek normal tanpa kanul trakea yag hanya
lebih tinggi dari normal. Saat inhalasi (kiri), udara mengalir menuju paru dan
laring. Saat ekshalasi normal (tengah) sebagian besar udara mengalir menuju
ventilator. Hal ini disebabkan impedani sirkuit ventilator yang jauh lebih rendah
ventilator lebih tinggi dari biasanya sehingga lebih banyak udara yang mengalir
72
Gambar 5. Kiri: Perubahan laju bicara (suku kata per menit) untuk waktu
perubahan laju bicara dengan H2O PEEOP 5, 8, dan 12 cm. (Dari Referensi 18,
dengan izin)
Gambar 6. Gelombang tekanan trakea yang dihasilkan saat bicara dengan one-
way valve dan dengan pengaturan PEEP 15 cm H2O (Dari Refernsi 18, dengan
izin)
kebocoran pada saluran pernapasan atas, dapat terjadi kegagalan ventilator untuk
73
melewati satu siklus secara baik dan terjadi perpanjangan waktu fase inspirasi.
berbicara. Prigent et al21 melaporkan bahwa pressure support dengan PEEP dan cuff
yang mengempis menghasilkan fase inspirasi yang lebih lama saat berbicara sehinnga
durasi berbicara baik saat fase inspirasi maupun ekspirasi akan meningkat (Gambar 7).
Hal ini dapat dicapai dengen efek yang minimal pada variabel pertukaran gas.
berbicara saat inhalasi dan ekshalasi dengan PSV dibandingkan CMV. Kanan:
Distribusi waktu bicara maksimal selama fase siklus respirasi saat uji baca
74
Walaupun jarang dilakukan, talking tracheostomy tube dapat digunakan pada
pasien trakeostomi yang tidak menggunakan ventilasi mekanik. Sebagai contoh, hal ini
dapat diterapkan pada pasien yang mampu berbcara secara kognitif namun beresiko
Dengan cuff-down (atau dengan kanul tanpa cuff) pasien (atau perawat pasien)
dapat meletakkan jari diatas pembukaan proksimal kanul trakea untuk mengaahkan
udara melalui saluran pernapasan atas dan menghasilkan suara (Gambar 8).22 Beberapa
pasien fasih menggunakan teknik ini, namun banyak pasien yang tidak dapat
gas menuju pernapasan saluran atas. (Dari Referensi 22, dengan izin)
Pada pasien yang dapat bernapas secara spontan, speaking valve akan
mengarahkan gas yang diekshalasi melalui saluran pernapasan atas yang akan
75
memberikan kemampuan pasien untuk berbicara (Gambar 9). Ini merupakan metode
yang paling umum digunakan untuk memfasilitasi kemampuan bicara pada pasien
trakeostomi yang dapat bernapas secara spontan. Walaupun banyak pasien dapat
speaking valve (Tabel 1). Speaking valve hanya boleh digunakan pada pasien yang
sadar, responsif, dan berusaha berkomunikasi. Pasien harus mampu untuk ekshalasi
melalui kanul trakea dan melalui saluran pernapasan atas. Pasien harus stabil dan
terjadi apabila pasien menghasilkan sekresi yang banyak. Sebelum speaking valve
dipasang, perlu dilakukan evaluasi resiko pasien terhadap aspirasi. Pada pasien dengan
resiko tinggi aspirasi maka umumnya speaking valve dianggap tidak cocok untuk
digunakan. Namun, silent aspiration juga dapat terjadi bahkan saat cuff dalam posisi
evaluasi menelan fiberoptik endoskopik berharga untuk menilai resiko aspirasi dengan
pengempisan cuff.
76
Gambar 9. Speaking valve untuk kanul trakea. Anak panah menunjukkan aliran
gas saat inhalasi dan ekshalasi. (Adaptasi dari Passy-Muir, Irvine, California and
compliance tinggi)
Pasien harus dapat ekshalasi secara efektif pada kanul trakea ketika
menggunakan speaking valve. Hal ini dapat dicapai dengan mengukur tekanan trakea
dengan speaking valve dalam kondisi terpasang (Gambar 10). Apabila tekanan trakea
> 5 cm H2O saat ekshalasi pasif (saat tidak sedang bicara) dalam kondisi terpasangnya
pernapasan atas harus dievaluasi untuk mencari adanya obstruksi (contohnya tumor,
stenosis, jaringan granulasi, sekresi). Ukuran kanul trakea harus di evaluasi dan
77
mempertimbangkan untuk memasang kanul yang berukuran lebih kecil. Cuff pada
kanul trakea juga dapat menyebabkan obstruksi bahkan saat mengempis. Pertimbangan
untuk memasang kanul tanpa cuff atau tight-to-shaft cuff dapat dilakukan, juga
Gambar 10. Alat untuk mengukur tekanan trakea saat pemasangan speaking
valve.
mengempis dan saluran pernapasan atas sudah dibersihkan dari sekresi. Pengempisan
cuff yang lambat cenderung memfasilitasi transisi yang baik untuk saluran pernapasan
bawah dari sekresi yang teraspirasi dari atas cuff. Kemampuan pasien untuk
menoleransi speaking valve dapat dinilai secara cepat dengan cara oklusi jari pada
kanul trakea setelah cuff dikempiskan. Setelah memasang speaking valve, dilakukan
78
speaking valve untuk beberapa saat sebelum ia beradaptasi penuh. Apabila pasien
dilepaskan terlebih dahulu dan dilakukan suction pada saluran pernapasannya. Apabila
pasien menunjukkan gejala pernapasan, segera lepaskan speaking valve dan periksa
Oksigen dapat diberikan pada pasien dengan speaking valve, dengan cara
inhalasi melalui saluran pernapasan atas apabila menggunakan speaking valve Hal ini
dapat terjadi pada pasien dengan kanul trakea berukuran kecil dimana resistensi
pernapasan pada kanul lebih besar daripada resistensi pada saluran pernapasan atas.
Apabila hal ini terjadi maka pemberian oksigen menjadi penting untuk dilakukan pada
karena pasien tidak melakukan ekhalasi melalui filter tersebut. Apabila dilakukan
pemberian medikasi aerosol, maka speaking valve perlu dilepas selama terapi tersebut.
valve.25-27 Resistensi inspirasi pada speaking valve ialah sekitar 2,5 cm H2O/L/detik
dengan flow sebesar 0,5 L/detik.26 Desain speaking valve antara lain yaitu bias-open
atau bias-close . Desain bias-open dapat menyebabkan penutupan yang tidak sempurna
saat ekshalasi sehingga terjadi aliran eskpirasi melalui valve (Gambar 11), dan hal ini
79
mengurangi aliran pada saluran pernapasan atas dan mengurangi kemampuan
bicara.26,27
Gambar 11. Tekanan dan aliran yang melalui kanul trakea dengan 3 merk
speaking valve. Perhatikan pada desain bias-open aliran udara dapat melalui valve
ketika ekshalasi, sedangkan hal ini tidak terjadi pada desain bias-closed. Desain
keunungan lain. Beberapa studi menyebutkan bahwa speaking vale dapat membantu
penelanan dan mengurangi resiko aspirasi28-33 namun hal ini telah didebat oleh studi
lain.34 Ruang mati (dead space) juga berkurang karena pasien inhalasi melalui kanul
trakea dan ekshalasi melalui saluran pernapasan atas, namun hal ini belum diteliti.
mengendalikan ekshalasinya (seperti dengan pursed lips atau bibir terkatup pada pasien
80
dengan penyakit paru obstruktif kronik), tetapi hal ini juga belum diteliti lebih lanjut.
Meningkatnya indera penciuman juga telah dilaporkan pada pasien dengan speaking
valve.35
3.6 Dekanulasi
Terapis respirasi memiliki peran penting pada dekanulasi kanul trakea. Sesering apapun
sebuah prosedur dilakukan, cukup penting untuk membuat pendekatan prosedur tersebut
praktis, sederhana, dan mudah.Sebuah artikel oleh Hefner1 menjelaskan kriteria dekanulasi
kanul trakea dan tindakan-tindakan untuk mencegah kegagalan. Secara singkat, disarankan
bahwa dekanulasi dilakukan apabila obstruksi saluran pernapasan atas sudah ditangani,
sekresi pernapasan terkontrol, dan tidak perlu ventilasi mekanik. Tanda kesuksesan prosedur
lainnya adalah kemampuan pasien untuk batuk dan tidak adanya aspirasi. Hefner1
menyatakan bahwa sekresi purulen dapat menjadi indikasi diperlukannya terapi antibiotik.
Aspirasi dapat terjadi secara jelas dan menyebabkan kekacauan atau kronis dan tidak
menunjukkan gejala jelas. Sebelum dilakukan dekanulasi, penilaian terhadap refleks muntah
dapatt dilakukan. Namun individu normal yang tidak memiliki refleks muntah mencapai 20%.1
Tidak adanya refleks ini tidak dapat menjadi indikator adanya penelanan yang abnormal.
Evaluasi penelanan yang formal perlu dilakukan terutama pada pasien dengan trakeostomi
jangka panjang atau pasien dengan resiko aspirasi tinggi.
81
abnormalitas telah diatasi. Apabila saluran pernapasan sudah baik maka dekanulasi dan
observasi pasien dapat dilakukan.
Contoh dari obstruksi akut saluran pernapasan atas meliputi teraspirasinya benda
asing yang mengancam nyawa, angioedema, dan epiglositis. Terkadang apa yang terlihat
sebagai obstruksi saluran pernapasan akut yang disebabkan etiologi organik dapat
disebabkan kelaianan psikologis yang non organik. Pasien dengan disfungsi pita suara
psikogenik dapat terlihat seperti memiliki obstruksi saluran pernapasan akut2 yang
memerlukan trakeostomi emergensi. Disfungsi pita sura dapat diperhatikan apabila tidak ada
etiologi organik yang ditemukan dan pemeriksaan endoskopi memberikan hasil yang normal.
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa trakeotomi tidak diperlukan pada pasien dengan
disfungsi pita suara psikogenik dan pasien biasanya mengalami kesulitan saatdekanulasi
seiring dengan meningkatnya keparahan gejala. Klinisi harus fasih dengan temuan endoskopik
glotik pada disfungsi pita suara.2
Dekanulasi pasien dengan trakeostomi janga panang tidak semudah pada pasien
dengan obstruksi akut. Pasien dengan ventilator jangka panjang memiliki penyakit kritis,
komorbiditas medis multipel, dan status respirasi marginal. pada periode pasca ventilasi
mekanik, pasien memiliki predisposisi untuk keletihan otot,dorongan bernapas yang
abnormal, dan kembalinya kegagalan pernapasan. Individu dengan trakeostomi jangka
panjang beresiko terhadap aspirasi yang disebabkan komplikasi trakeostomi. Beberapa
abnormalitas saluran napas atas yang terjadi pada pasien dengan trakeostomi telah
dijelaskan oleh Epstein.3 Komplikasi trakeostomi pada saluran pernapasan atas dapat
menyebabkan kesulitan dekanulasi kanul trakea. Bahkan, pada beberapa kondisi klinis tidak
disarankan untuk dekanulasi. Selain itu, mungkin juga tedapat abnormalitas saluran
pernapasan atas yang tidak terdeteksi sebelum dilakukan dekanulasi. Pasien dapat
mengalami kompromis saluran pernapasan atas yang mengancam nyawa sehingga perlu
dilakukannya reinsersi kanul trakea. Klinisi haruslah memiliki kewaspadaan terhadap hal-hal
tersebut. Beberapa klinisi menganjurkan evaluasi rutin endoksopi,4 dan intervensi bedah atau
82
medis cenderung dibutuhkan untuk mengidentifikasi obstruksi saluran pernapasan sebelum
dekanulasi dilakukan.
Keuntungan Dekanulasi
83
menyebabkan terangkatnya trakea agar laring dapat berbatasan dengan epiglotis sehingga
menghindari aspirasi makanan atau sekresi. Adanya kanul trakea menghalangi elevasi trakea
yang normal ketika menelan.
Yang paling penting adalah ketidak mampuan pasien untuk berbicara apabila kanul
trakea tidak melewati laring. Afonia menjadi halangan bagi pasien untuk turut serta dalam
perawatannya. Perawatan juga dapat terkendala apabila pasien tidak dapat menjelaskan
gejala yang biasanya akan menyebabkan investigasi atau intervensi lebih lanjut. Peniliaian
klinis juga terkompromis apabila status mental tidak dapat dinilai karena ketidak mampuan
komunikasi verbal. Informed consent juga menjadi terganggu. Ketidak mampuan berbicara
menyebabkan sebuah perasaan terisolasi, frustrasi, anxietas, dan depresi, terutama pada
pasien dengan ventilasi mekanik jangka panjang yang tidak dapat berbicara selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Agitasi tersebut dapat diatasi dengan anxiolitik atau
hipnosedatif yang kemudian dapat memiliki pengaruh negatif terhadap rehabilitasi dan
pemulihan.
84
mekanik jangka panjang.8 Sehingga implementasi protokol ini untuk dekanulasi pasien
trakeostomi jangka panjang dapat berguna. Ceriana et al9 meneliti mengenai evaluasi hasil
dari implementasi protokol menggunakan flow chart untuk dekanulasi trakeostomi setelah
pasien terbebas dari ventilasi mekanik jangka panjang. Reintubasi pada pasien setelah 3 bulan
hanya 3%.
Ketiadaan gangguan pernapasan dan gas darah arteri yang stabil pada ventilasi mekanik
selama 5 hari
- Stabilitas hemodinamik
- Tidak ada demam, sepsis, atau infeksi aktif
- PaCO2 < 60 mm Hg
Pemeriksaan endoskopi menunjukkan hasil yang normal atau lesi stenotik pada <30%
saluran napas
Penelanan yang adekuat yang dievaluasi dengan refleks muntah, tinta biru, dan fluoroskopi
video
85
Pasien dapat melakukan ekspektorasi saat diminta
Menurut protokol Ceriata, apabila semua kriteria terpenuhi maka dipasangkan kanul
trakea ukuran lebih kecil dengan diameter 6 mm. Pasien kemudian menjalani dekanulasi
setelah 4 hari apabila gas darah arteri memiliki pH 7,35 dengan peningkatan PaCO2 < 5%.
Terdapat beberapa penelitian yang mengamati efek fisiologis dari dekanulasi pasien
trakeostomi. Chadda et al10 mengevaluasi dekanulasi pada 9 pasien trakeostomi
neuromuskular. Pasien neuromuskular dipilih karena faktor peranci dari penyakit paru dan
jantung ataupun obstruksi saluran pernapasan tereksklusi. Pernapasan melalui kanul trakea
dibandingkan dengan pernapasan melalui saluran pernapasa atas dengan lumen kanul trakea
dioklusikan. Kanul trakea tanpa fenestrasi dengan diameter dalam 7 mm atau 8 mm
digunakan. Pengukuran dilakukan pada aliran udara. Tekanan esofag, analisis gas yang di
86
ekspirasi, serta gas darah arteri. Hasil menunjukkan bahwa dibandingkan dengan pernapasan
melalui kanul trakea, pernapasan melalui saluran pernapasan atas menghasilkan volume
tidak yang lebih baik (masing-masing 330 mL dan 400 mL) serta peningkatan ventilasi terjadi
karena peningkatan ruang mati (dead space) fisiologis (masing-masing 156 mL dan 230 mL).
Tidak ada perubahan resistensi saluran pernapasan atas, dynamic pulmonary compliance,
atau PEEP intrinsik ketika pasien berubah dari bernapas melalui kanul trakea ke bernapas
melalui saluran pernapasan atas. Namun, perubahan ini menghasilan pernapasan yang lebih
baik (work of breathing 6,9 menjadi 9,1 J/menit), tekanan transdiafragma (10,4 menjadi 12,5
cm H2O s/L) dan penyerapan oksigen (206 menjadi 229 mL/menit). Penilitian ini menunjukkan
bahwa dekanulasi trakea tanpa adanya obstruksi menghasilkan peningkatan ruang mati tanpa
ada beban lainnya. Penulis menyimpulkan bahwa work of breathing meningkat > 30%.
Tahapan Pra-Dekanulasi
87
menyebabkan trauma dan kesulitan untuk insersi serta melepas kanula dalam, dan juga
perdarahan.
Tindakan umum lainnya adalah penggunaan kanul trakea berukuran lebih kecil
dengan cuff mengempis, baik dengan fenestrasi atau tanpa fenestrasi dengan cap sebagai
percobaan intermediat sebelum dekanulasi. Klinisi harus memahami bahwa kanul yang lebih
kecil memiliki diameter luar dan dalam yang lebih kecil serta didesain untuk pasien yang
berukuran lebih kecil, dengan panjang, lengkung, dan dimensi cuff yang sesuai. Selain itu,
kanul berukuran kecil yang terbuat dari plastik fixed atau rigid dapat menghasilkan beberapa
masalah.
Tahapan lainnya untuk dekanulasi adalah penggunaan speaking valve seperti yang
dibahas oleh Hess.12 Walaupun tekanan subglotis dan kemampuan berbicara terestorasi,
valve dengan resistensi rendah dapat mengarahkan inspirasi menjauhi saluran pernapasan
atas dan melalui trakeostomi. Percobaan dekanulasi fisiologi tidak tercapai dan dapat
menyebabkan kesalah dari klinisi bahwa kemampuan bicara pasien dan tidak adanya
gangguan mengonfirmasi saluran pernapasan atas yang paten.
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
88
1. Nora H Cheung LMN. Tracheostomy: Epidemiology, Indications, Timing,
Technique, and Outcomes. RESPIRATORY CARE. 2014;59:895-919.
2. Gerard J. Criner UM, Stefano Nava. Pulmonary rehabilitation in the intensive care
unit (ICU) and transition from the ICU to home. Dalam: Claudio F. Donner NA,
Roger Goldstein, editor. Pulmonary Rehabilitation. USA: CRC Press; 2005. hlm.
321-30.
3. Ze-hua Dong B-xY, Yun-bo Sun, Wei Fang, Lei Li. Effects of early rehabilitation
therapy on patients with mechanical ventilation. World J Emerg Med. 2014;5:48-52.
4. Enrico M Clini EC, Francesca Degli Antoni, Claudio Beneventi, Ludovico Trianni,
Stefania Costi, Leonardo M Fabbri, Stefano Nava. Functional Recovery Following
Physical Training in Tracheotomized and Chronically Ventilated Patients.
RESPIRATORY CARE. 2011;56:306 - 13.
5. Sara J. Cuccurullo LMC, Janice Dibling, Chris Wade, Jing Liang, Michele L. Martin,
Ann Marie Petagna, Thomas E. Strax. Tracheostomy Management Skills
Competency in Physical Medicine and Rehabilitation Residents. AJPMR. 2012:65-
74.
6. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC;2006. hlm.
853-856.
7. Epstein SK. Anatomy and Physiology of Tracheostomy. RESPIRATORY CARE.
2005;50:476-82.
8. Admin. Trachea. http://www.therespiratorysystem.com/trachea/; 2017 [diunduh June
3th 2017].
9. Claudia Russell BM. TRACHEOSTOMY A MULTIPROFESSIONAL
HANDBOOK. London: Greenwich Medical Media Limited; 2004.
10. Efianty A S NI, Jenny B, Ratna D R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THTKL. Jakarta:
FKUI; 2007. hlm. 246- 253.
11. Jacob J. Penyakit Telinga Hidung Tengggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke-13.
Jakarta: Binarupa aksara;1998. hlm. 424-462.
12. Dean R Hess NPA. Tracheostomy Tubes. RESPIRATORY CARE. 2014;59:956-73.
13. Nursing SJsH. Tracheostomy Care Guidelines. 2015.
14. Singapore MoHo. Nursing Management of Adult Patients with Tracheostomy.
Singapore2010.
15. Group NWRT. Tracheostomy Training Resources. A guide to tracheostomy
management in Critical Care and beyond. United Kingdom2010.
16. Giancarlo Garuti CR, Angelo Briganti, Monica Massobrio, Francesco Lombardi,
Mirco Lusuardi. Swallowing disorders in tracheostomised patients: a
multidisciplinary/multiprofessional approach in decannulation protocols.
Multidisciplinary Respiratory Medicine. 2014;9:1-10.
17. Hess DR. Facilitating Speech in the Patient With a Tracheostomy. Respiratory care.
2005;50:519-25.
1. Nora H Cheung LMN. Tracheostomy: Epidemiology, Indications, Timing,
Technique, and Outcomes. RESPIRATORY CARE. 2014;59:895-919.
2. Gerard J. Criner UM, Stefano Nava. Pulmonary rehabilitation in the intensive care
unit (ICU) and transition from the ICU to home. Dalam: Claudio F. Donner NA,
89
Roger Goldstein, editor. Pulmonary Rehabilitation. USA: CRC Press; 2005. hlm.
321-30.
3. Ze-hua Dong B-xY, Yun-bo Sun, Wei Fang, Lei Li. Effects of early rehabilitation
therapy on patients with mechanical ventilation. World J Emerg Med. 2014;5:48-52.
4. Enrico M Clini EC, Francesca Degli Antoni, Claudio Beneventi, Ludovico Trianni,
Stefania Costi, Leonardo M Fabbri, Stefano Nava. Functional Recovery Following
Physical Training in Tracheotomized and Chronically Ventilated Patients.
RESPIRATORY CARE. 2011;56:306 - 13.
5. Sara J. Cuccurullo LMC, Janice Dibling, Chris Wade, Jing Liang, Michele L. Martin,
Ann Marie Petagna, Thomas E. Strax. Tracheostomy Management Skills
Competency in Physical Medicine and Rehabilitation Residents. AJPMR. 2012:65-
74.
6. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC;2006. hlm.
853-856.
7. Epstein SK. Anatomy and Physiology of Tracheostomy. RESPIRATORY CARE.
2005;50:476-82.
8. Admin. Trachea. http://www.therespiratorysystem.com/trachea/; 2017 [diunduh June
3th 2017].
9. Claudia Russell BM. TRACHEOSTOMY A MULTIPROFESSIONAL
HANDBOOK. London: Greenwich Medical Media Limited; 2004.
10. Efianty A S NI, Jenny B, Ratna D R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THTKL. Jakarta:
FKUI; 2007. hlm. 246- 253.
11. Jacob J. Penyakit Telinga Hidung Tengggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke-13.
Jakarta: Binarupa aksara;1998. hlm. 424-462.
12. Dean R Hess NPA. Tracheostomy Tubes. RESPIRATORY CARE. 2014;59:956-73.
13. Nursing SJsH. Tracheostomy Care Guidelines. 2015.
14. Singapore MoHo. Nursing Management of Adult Patients with Tracheostomy.
Singapore2010.
15. Group NWRT. Tracheostomy Training Resources. A guide to tracheostomy
management in Critical Care and beyond. United Kingdom2010.
16. Giancarlo Garuti CR, Angelo Briganti, Monica Massobrio, Francesco Lombardi,
Mirco Lusuardi. Swallowing disorders in tracheostomised patients: a
multidisciplinary/multiprofessional approach in decannulation protocols.
Multidisciplinary Respiratory Medicine. 2014;9:1-10.
17. Hess DR. Facilitating Speech in the Patient With a Tracheostomy. Respiratory care.
2005;50:519-25.
1. Nora H Cheung LMN. Tracheostomy: Epidemiology, Indications, Timing,
Technique, and Outcomes. RESPIRATORY CARE. 2014;59:895-919.
2. Gerard J. Criner UM, Stefano Nava. Pulmonary rehabilitation in the intensive care
unit (ICU) and transition from the ICU to home. Dalam: Claudio F. Donner NA,
Roger Goldstein, editor. Pulmonary Rehabilitation. USA: CRC Press; 2005. hlm.
321-30.
3. Ze-hua Dong B-xY, Yun-bo Sun, Wei Fang, Lei Li. Effects of early rehabilitation
therapy on patients with mechanical ventilation. World J Emerg Med. 2014;5:48-52.
90
4. Enrico M Clini EC, Francesca Degli Antoni, Claudio Beneventi, Ludovico Trianni,
Stefania Costi, Leonardo M Fabbri, Stefano Nava. Functional Recovery Following
Physical Training in Tracheotomized and Chronically Ventilated Patients.
RESPIRATORY CARE. 2011;56:306 - 13.
5. Sara J. Cuccurullo LMC, Janice Dibling, Chris Wade, Jing Liang, Michele L. Martin,
Ann Marie Petagna, Thomas E. Strax. Tracheostomy Management Skills
Competency in Physical Medicine and Rehabilitation Residents. AJPMR. 2012:65-
74.
6. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC;2006. hlm.
853-856.
7. Epstein SK. Anatomy and Physiology of Tracheostomy. RESPIRATORY CARE.
2005;50:476-82.
8. Admin. Trachea. http://www.therespiratorysystem.com/trachea/; 2017 [diunduh June
3th 2017].
9. Claudia Russell BM. TRACHEOSTOMY A MULTIPROFESSIONAL
HANDBOOK. London: Greenwich Medical Media Limited; 2004.
10. Efianty A S NI, Jenny B, Ratna D R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THTKL. Jakarta:
FKUI; 2007. hlm. 246- 253.
11. Jacob J. Penyakit Telinga Hidung Tengggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke-13.
Jakarta: Binarupa aksara;1998. hlm. 424-462.
12. Dean R Hess NPA. Tracheostomy Tubes. RESPIRATORY CARE. 2014;59:956-73.
13. Nursing SJsH. Tracheostomy Care Guidelines. 2015.
14. Singapore MoHo. Nursing Management of Adult Patients with Tracheostomy.
Singapore2010.
15. Group NWRT. Tracheostomy Training Resources. A guide to tracheostomy
management in Critical Care and beyond. United Kingdom2010.
16. Giancarlo Garuti CR, Angelo Briganti, Monica Massobrio, Francesco Lombardi,
Mirco Lusuardi. Swallowing disorders in tracheostomised patients: a
multidisciplinary/multiprofessional approach in decannulation protocols.
Multidisciplinary Respiratory Medicine. 2014;9:1-10.
91