Anda di halaman 1dari 29

,

Case Report Session


PERDARAHAN SUBARACHNOID

Oleh :
Prissy Mahisa Sandra 1710312099
Lydia Tri Ameliza 1810313036
Hana Yulia Rahmi Harahap 1810311020
Muthia Afdhelia Puri Anbiar 1810312007
Fathurrahman Ramadhan Akbar 1810312071

Preseptor :
dr. Lydia Susanti Sp.S(K), M.Biomed
dr. Dedi Sutia, Sp.N(K), FINA, MARS

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
2022

i
,

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang
berjudul “Perdarahan Subarachnoid” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUP DR. M. Djamil Padang,
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Lydia Susanti Sp.S, M.Biomed
sebagai pembimbing dalam penyusunan Perdarahan Subarachnoid ini beserta
seluruh jajarannya dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Case
Report Session ini.
Penulis menyadari bahwa Case Report Session ini jauh dari sempurna, maka
dari itu sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan Case Report Session
ini. Penulis berharap agar Case Report Session ini bermanfaat dalam meningkatkan
pengetauan terutama bagi penulis sendiri dan bagi teman-teman dokter muda yang
tengah menjalani kepaniteraan klinik. Akhir kata, semoga Case Report Session ini
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 6 Desember 2022

Penulis

ii
,

DAFTAR ISI
Hal
SAMPUL DEPAN .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penulisan............................................................................................. 3
1.4 Metode Penulisan .............................................................................................. 3
BAB 2 ILUSTRASI KASUS ................................................................................ 4
BAB 3 DISKUSI .................................................................................................. 18
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................... 23
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 25

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena adanya darah di dalam
otak akibat ruptur pembuluh darah. Stroke hemoragik dapat dibagi lagi menjadi
perdarahan intraserebral (PIS) dan perdarahan subarachnoid (PSA). PIS merupakan
perdarahan yang terjadi pada parenkim otak, dan PSA adalah ekstravasasi darah ke
dalam ruang subarachnoid.1 Perdarahan subarachnoid (PSA) merupakan salah satu
jenis stroke hemoragik dan merupakan penyakit cerebrovaskular yang bersifat
merusak setelah pecahnya aneurisma intrakranial, mendorong darah masuk
kedalam ruang subarakhnoid sehingga menyebabkan gangguan perfusi dan fungsi
otak.2
PSA merupakan jenis stroke yang jarang terjadi, namun memiliki angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta beban perawatan kesehatan yang lebih
berat. Angka kejadian PSA berdasarkan European Registers of Stroke (EROS) dan
The Spanish Society of Neurology mencapai 9 kasus/100.000 orang dan mengalami
peningkatan kejadian setelah usia 50 tahun dengan persentase lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pria.3 Sekitar 80% PSA nontrauma disebabkan oleh ruptur
aneurisma intrakranial. Jenis aneurisma yang paling umum terjadi pada individu
dalam dekade kelima kehidupan, yaitu aneurisma sakular.2 Aneurisma pada arteri
komunikans anterior (36%) merupakan lokasi aneurisma tersering, diikuti arteri
serebral tengah (26%), arteri komunikans posterior (18%), dan arteri karotis interna
(10%).2,3
Trauma menyebabkan insiden perdarahan subarachnoid tertinggi.
Perdarahan subarachnoid non-traumatik sebagian besar disebabkan oleh
malformasi vaskular. Perdarahan aneurisma adalah penyebab terbesar dalam
subkelompok ini, diikuti perdarahan perimesensefalik nonaneursima, dan sisanya
akibat kondis lainnya. Menentukan etiologi yang tepat dari perdarahan sangat
penting, karena praktisi dapat menyesuaikan pengobatan dengan penyebab
perdarahan.4,5
PSA disebabkan oleh berbagai macam etiologi, sehingga mekanisme
terjadinya perdarahan juga berbeda-beda, salah satunya yaitu aneurisma

1
,

intracranial. Pada kasus tertentu terdapat penyebab yang mendasarinya, seperti


trauma, infeksi, atau penyakit lainnya. Penyebab aneurisma tumbuh tidak diketahui
dengan pasti, meskipun terdapat berbagai faktor risiko ataupun kondisi
predisposisi. Aneurisma lebih sering muncul di intrakranial dibandingkan
ekstrakranial, karena dinding arteri intrakranial lebih tipis. Hal tersebut disebabkan
tunika media yang menipis dan hilangnya lamina elastika eksterna yang dibuktikan
pada pemeriksaan mikroskopik. Dinding aneurisma hanya terdiri dari lapisan
intima dan adventisia, serta jaringan fibrohialin interposed dengan jumlah
bervariasi. Tekanan pulsasi tinggi maksimal di titik percabangan di proksimal arteri
sekitar sirkulus willisi. Oleh karena itu, lokasi per cabangan arteri biasanya di basis
kranii, baik di sirkulus Willisi ataupun di dekat titik percabangan, merupakan lokasi
utama dari pembentukan aneurisma aterosklerosis. Titik ruptur aneurisma biasanya
di kubah lesi. Pemicu rupture aneurisma adalah peningkatan mendadak tekanan
darah, yaitu aktivitas berat, maneuver valsava, stress, merokok, konsumsi alkohol,
dll.5
Gejala dan tanda klinis dari anamnesis ditemukanya keluhan sakit kepala
mendadak dengan menimbulkan sensasi kilatan (thunderclap headache), riwayat
sakit kepala hebat sebelumnya, penurunan kesedaran, kejang, tanda-tanda defisit
neurologi fokal.Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan pemeriksaan tanda
rangsangan meningeal dimana ditemukannya kaku kuduk positif dikarenakan iritasi
meninges oleh darah subarachnoid, perdarahan subhialoid pada pemeriksaan
funduskopi, peningkatan tekanan darah dan kelumpuhan saraf kranial dan tanda
neurologis fokal dapat timbul, tergantung lokasi dan luas perdarah.5,6
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan adalah brain CT scan dan Ct
angiografi. Dimana pada pemeriksaan CT scan di dapatkan gambaran perdarahan
berupa lesi hiperdens yang mengisi sulcus otak. Selain itu pemeriksaan penunjang
lumbal pungsi dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis pada pasien dengan
klinis PSA tapi tidak ditemukan perdarahan pada CT scan. 5,6
Tatalaksana yang dapat dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
adalah semua pasien yang dicurigai TIA dan stroke akut setelah diberikan
penanganan awal ABC, segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
yang memiliki dokter spesialis saraf. Tatalaksana Umum yang dapat dilakukan

2
,

stabilisasi jalan nafas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid),


pengendalian tekanan intrakranial (manitol, furosemide, jika diperlukan),
pengendalian kejang (terapi anti kejang jika diperlukan) , analgetik dan antipiterik
jika diperlukan. Tatalaksana spesifik yaitu koreksi koagulopati (PCC/Prothrombine
Complex Concentrate, jika perdarahan karena antikoagulan) , manajemen
hipertensi, manajemen gula darah, dan pencegahan stroke hemoragik (manajemen
factor risiko). Prognosis pada kasus PSA bergantung kepada etiologi, apakah lesi
tunggal/ multipel, lokasi aneurisma/ lesi dimana, umur dimana prognosis lebih
buruk pada usia lanjut, gejala dan tingkat kesadaran pasien.7

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami
mengenai kasus perdarahan subarachnoid.

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini dapat menambah pengetahuan mengenai Perdarahan
Subarachnoid

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case report ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

3
,

BAB 2
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. AR
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 51 tahun
Alamat : Pamenang Merangin, Kerinci
Pekerjaan : Wiraswasta

Allo dan Autoanamnesis :


Seorang pasien Laki-laki berusia 63 tahun dirawat di bangsal Neurologi RSUP Dr.
M. Djamil Padang dengan :

Keluhan Utama :
Nyeri kepala hebat yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
• Nyeri kepala hebat dirasakan 1 hari sebelum masuk RS.
• Nyeri dirasakan mendadak di seluruh, terasa seperti mau pecah. Pasien tidak
pernah merasakan nyeri hebat seperti ini sebelumnya.
• Nyeri kepala disertai kejang kelojotan seluruh tubuh selama 5 menit, mulut
berbusa dan mata mendelik keatas. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah
kejang pasien sadar.
• Pasien mengalami kelemahan anggota gerak bagian kanan, dan mengalami
penurunan kesadaran sejak hari ke 10 di RS
• Demam tidak ada
• Sesak nafas tidak ada
• Pandangan kabur dan pandangan ganda tidak ada.
• Riwayat trauma tidak ada
• BAB dan BAK dalam batas normal
• Pasien dirujuk dari RS Merangin Medical Centre Jambi dan telah diberikan
ceftriaxon 1x2 gr, omeprazole 2x40mg, Citocolin 3x500 mg, atorvastatin

4
,

1x20 mg, dan Sucralfat 3x10 mg. Pasien dirujuk untuk tatalaksana
selanjutnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
• Riwayat hipertensi disangkal
• Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui.
• Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada
• Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada
• Riwayat menderita penyakit stroke sebelumnya tidak ada
Riwayat penyakit keluarga :
• Tidak ada keluarga pasien yang pernah memiliki keluhan yang sama dengan
pasien
• Riwayat penyakit stroke dan hipertensi dalam keluarga disangkal
Riwayat pribadi dan sosial :
• Pasien merupakan seorang wiraswasta dengan aktivitas fisik sedang-berat
• Pasien dikenal sebagai seorang perokok berat dengan IB berat, konsumsi
alkohol tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : GCS 9 (E3M5V1)
Tekanan darah : 160/100 mmHg (IGD)
Nadi/ irama : 129x/menit
Pernafasan : 25x/menit
Suhu : 36,5 oC
Keadaan gizi : sedang
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 70 kg
IMT : 25,7 kg/m2 (Overweight)
Status Generalisata
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : anemis tidak ada, sianosis tidak ada

5
,

Kelenjar getah bening


Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Toraks
Paru
Inspeksi : Statis à simetris kanan = kiri
Dinamis à pergerakan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas tidak ada
Palpasi : gibus tidak ada

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema tidak ada

Status Neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
• Kaku kuduk :+
• Brudzinsky I : tidak ada
• Brudzinsky II : tidak ada

6
,

• Tanda Kernig : tidak ada


2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
• Nyeri kepala (+), Muntah proyektil (-)
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Objektif (dengan bahan) Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Lapangan pandang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Melihat warna Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata bulat bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Bola mata bergerak bebas Bola mata bergerak bebas
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
• Bentuk Bulat Bulat
• Refleks cahaya (+) (+)
• Refleks akomodasi (+) (+)
• Refleks konvergensi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah ortho ortho
Sikap bulbus normal normal
Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral ortho ortho

7
,

Sikap bulbus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa


Diplopia (-) (-)

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
• Membuka mulut Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
• Menggerakkan rahang
• Menggigit
• Mengunyah
Sensorik
• Divisi oftalmika
• Refleks kornea (+) (+)
• Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
• Divisi maksila
• Refleks masetter (+) (+)
• Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai
• Divisi mandibula
• Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sekresi air mata (+) (+)
Fisura Palpebra
Menggerakkan dahi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menutup mata Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mencibir/ bersiul Tidak dapat diperiksa
Memperlihatkan gigi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Hiperakusis (-) (-)

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Detik arloji Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Rinne tes Tidak dapat diperiksa
Weber tes Tidak dapat diperiksa
Schwabach tes Tidak dapat diperiksa
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus (-) (-)

8
,

- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat diperiksa
Refleks muntah (Gag Rx) (+)

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat diperiksa
Uvula Tidak dapat diperiksa
Menelan Tidak dapat diperiksa
Suara Tidak dapat diperiksa
Nadi Teratur, 86x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menoleh ke kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Tidak dapat diperiksa
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak dapat diperiksa
Tremor Tidak dapat diperiksa
Fasikulasi Tidak dapat diperiksa
Atropi Tidak dapat diperiksa

4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak dapat Tes jari hidung Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Romberg tes Tidak dapat Tes hidung jari Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Reboundphenomen Tidak dapat Supinasi-pronasi Tidak dapat
diperiksa diperiksa

9
,

Test tumit lutut Tidak dapat diperiksa

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Tidak dapat diperiksa
Duduk
b. Berdiri dan Gerakan spontan Tidak dapat diperiksa
berjalan Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
c. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan (-) normal (-) normal
Kekuatan 000 555 000 555
Tropi eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Tonus eutonus eutonus eutonus eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Tidak dapat diperiksa
Sensibilitas nyeri (+)
Sensiblitas termis Tidak dapat diperiksa
Sensibilitas kortikal Tidak dapat diperiksa
Stereognosis Tidak dapat diperiksa
Pengenalan 2 titik Tidak dapat diperiksa
Pengenalan rabaan Tidak dapat diperiksa

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps (-) (-)
Berbangkis (+) (+) Triseps (-) (-)
Laring (+) (+) KPR (++) (++)
Masetter (+) (+) APR (++) (++)
Dinding perut Bulbokvernosus Tidak diperiksa
● Atas (-) (-) Cremaster Tidak diperiksa
● Tengah (-) (-) Sfingter Tidak diperiksa
● Bawah (-) (-)

b. Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner

10
,

Oppenheim (-) (-)


Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

8. Fungsi otonom
• Miksi : baik
• Defekasi : baik
• Sekresi keringat : baik

9. Fungsi luhur : Baik


Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Tidak dapat diperiksa Reflek glabela Tidak dapat diperiksa
Fungsi intelek Tidak dapat diperiksa Reflek snout Tidak dapat diperiksa
Reaksi emosi Tidak dapat diperiksa Reflek menghisap Tidak dapat diperiksa
Reflek memengang Tidak dapat diperiksa
Reflek Tidak dapat diperiksa
palmomental
Skor Siriraj

Komponen Skor Total

Kesadaran (GCS)
-15 0
1 x 2,5 2,5
-9-14
2
-3-8
Vomitus:
-Tidak ada 0 x2 0
1
-Ada
Nyeri kepala
-Tidak ada 0 x2 2
1
-Ada
TD Diastolik 100 x 0,1 10

Ateroma
-Tidak ada 0
1 x3 0
-Ada ( DM, angina,penyakit
pembuluh darah,dll)

11
,

-Konstan -12 -12

Total 2.5

Interpretasi skor siriraj :


- 1 s/d -1 = meragukan
- <-1 = stroke iskemik
- >1 = stroke hemoragik

Algoritma Gadjah Mada

Gambar 2.1 Algoritma Gadjah Mada


Interpretasi : Stroke pedarahan intraserebral

Skala Hunt dan Hess

Derajat Status neurologik

I Asimptomatik atau nyeri kepala minimal dan kaku kuduk ringan

II Nyeri kepala sedang sampai parah, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologik kecuali kelumpuhan saraf kranialis

12
,

III Mengantuk, defisit neurologik minimal

IV Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, mungkin rigiditas desebrasi


dini dan gangguan vegetatif

V koma dalam, rigiditas desebrasi, penampakan parah

Pemeriksaan laboratorium (21/11)


Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil
Hb 13 g/dl PT 11 detik
Leukosit 15.100/mm3 APTT 23.9 detik
Basofil 0 INR 1.18
Eosinofil 0 D-Dimer 1055 ng/ml
Neutrofil 84 Albumin 4.2 g/dL
Limfosit 9 SGOT 49 U/L
Monosit 7 SGPT 36 U/L
Hematokrit Ureum 26 mg/dL
GDS 104 Kreatinin 1.0 mg/dL
Kolesterol total 151 mg/dL Natrium 134 mmol/L
HDL Kolesterol 37 mg/dL Kalium 4.0 mmol/L
LDL Kolesterol 91 mg/dL Klorida 105 mmol/L
Trigliserida 116 mg/dL
GDP 84 mg/dL
GD2PP 89 mg/dL
HBA1C 5.4%
Kesimpulan : Leukositosis dengan Neutrofilia, D-Dimer meningkat, SGOT
meningkat, Natrium menurun, HDL kolesterol menurun

Pemeriksaan Feses Rutin (05/12)


Pemeriksaan Hasil
Makroskopis
Warna Coklat
Konsistensi Cair
Darah Negatif
Lendir Negatif
Mikroskopis
Leukosit 3-4/LPB
Eritrosit 0-1/LPB
Amuba Negatif
Telur cacing Negatif
Larva Cacing Negatif

13
,

Sisa pencernaan Positif


Kesimpulan : Konsistensi feses cair, ditemukan leukosit 3-4/LPB

Pemeriksan Rontgen Thorax

Gambar 2.2 Rontgen Thorax pasien di RSUP Dr.M. Djamil Padang tanggal
21 November 2022
Kesan : Tidak tampak kelainan pada pemeriksaan rontgen thorax

Pemeriksaan CT-Scan Kepala

Gambar 2.3 CT-Scan Kepala pasien di RSUP Dr.M. Djamil Padang tanggal
21 November 2022
Kesan : Modified Fisher grade III : kesan dense SAH tanpa adanya IVH

14
,

Diagnosis :
• Diagnosis Klinis : Hemiparesis dextra + afasia global
• Diagnosis Topik : Ruang Subarakhnoid
• Diagnosis Etiologi : Pecahnya aneurisma di sekitar sirkulus willisi pada
dasar otak
• Diagnosis Sekunder : -

Diagnosis Banding :
Perdarahan Intraserebral, Stroke iskemik, Meningitis

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Terapi :
• Umum :
o Elevasi kepala 30 derajat
o IVFD NaCl 0.9% 8 jam/kolf
o Oksigen 2L/menit
• Khusus:
o Asam Tranexamat 4x1 gr IV
o Manitol Loading 200 - 150 - 150 cc
o Paracetamol 3x750 mg
o Codein 3x30 mg
o Ranitidin 2x50 mg IV
o Lactulac 3x1
o Nimotop 5x60 mg
o Ceftriaxon 1x 200 mg
o Sucralfat 2 x 10 cc `

15
,

Follow up

Tanggal Follow Up Terapi

21 - 11- S/ nyeri kepala (+), kejang (-) ivfd nacl 0,9% / 8 jam
22 O/ diet ml 1700 kkal
KU : Sedang, kes : CMC, elevasi kepala 30 derajat
TD : 130/90, Nadi : 88x/menit, nafas : manitol 200-150-150 cc,
22x/menit, T : 36,7 C, GCS : E4M6V5 = 15, asam tranexamat 4x1 gr,
kaku kuduk (+), pupil isokor, 3mm - 3 mm , paracetamol 3x 750 mg.
refleks cahaya (+/+), gerak bola mata bebas, codein 3x 30 mg,
parese nervus kranialis (-), fungsi motorik nimodipin 5x 60 mg,
555/555, refleks fisiologis (++/++), refleks ceftriaxon 3x200 mg,
patologis (-/-) ranitidin 2x 50 mg,
A/ Perdarahan subarachnoid onset H2 sucralfat 3x 10 cc
P/ Periksa faktor risiko vaskular levetiracetam 2x 2000 mg

30 - 11- S/nyeri kepala (-) lemah anggota gerak kanan, ivfd nacl 0,9% / 8 jam + 1
2022 muntah (-), diare 4x, tidak bisa bicara amp tramadol
O manitol 200-150-150
/KU: sedang, kes: CM, TD: 110/90, nadi: diet mc nabati 1700 kkal
88 x/m, nafas: 22 x/m, suhu: 36,7 GCS: elevasi kepala 30 derajat
E4M5Vafasia, Kaku kuduk (-) pupil isokor, 3 asam tranexamat 4x1 gr aff
mm- 3 mm, reflesk cahaya (+/+), dem paracetamol 4x 750 mg,
bergerak, Parese nervus kranialis (-) codein 3x 30 mg.
lateralisasi ke kanan, Refleks fisiologis nimodipin 6x 60 mg,
(++/++) Refleks patologis (-/-) ceftriaxon 2x1 gr H9
A/ PSA fisher grade III OH 10 dengan omeprazol 2x 20 mg po
vasospasme afasia global, hiponatremi 129 sucralfat 3x 10 cc
-> 134 diare akut levetiracetam 2x 500 mg
P/ awasi kesadaran candesartan 1x 16 mg
bisoprolol 1x 2,5 mg
kotrimoxazol 2x 960 mg
diatab 3x2 tab

05 - 12- S/pasien buka mata, tampak banyak ivfd nacl 0,9% / 8 jam
2022 mengantuk, kontak inadekuat. nyeri kepala () diet mc nabati 1700 kkal
lemah anggota gerak kanan muntah (-) diare elevasi kepala 30 derajat.
(+) 1 kali setiap masuk diet, ampas (+) paracetamol 4x 750
kuning. nimodipin 6x 60 mg,
O/KU berat, kes: CM Afasia, TD: 100/60, ceftriaxon 2x1 gr (H3),
nadi: 68 x/m, nafas: 22 x/m, suhu 37 GCS ciprofloxacin 2x200mg (H3)
E3M5VNt, Kaku kuduk (-) pupil isokor, 3 omeprazol 2x 20 mg po,
mm-3 mm, reflesk cahaya (+/+), dem sucralfat 3x 10 cc,
bergerak Parese nervus kranialis (-) levetiracetam 2x 500 mg.
lateralisasi ke kanan Refleks fisiologis haloperidol 3x0,5 mg,
(++/++) Refleks patologis (-/-) loperamid max 8 tab,

16
,

A/ PSA fisher grade III OH 14 dengan Vascon 1 amp dosis titrasi


vasospasme H6 + afasia global + hiponatremi
+ bradicardia asymptomatic + hipotensi +
diare akut
P/ awasi ttv dan kesadaran, cek darah lengkap,
cek feses

17
,

BAB 3
DISKUSI
Pasien laki- laki usia 51 tahun dirawat di bangsal neurologi RS Dr. M
Djamil Padang, dengan diagnosis klinis hemiparesis dextra + afasia global
perdarahan subarachnoid, diagnosis topik ruang subarachnoid, diagnosis etiologi
pecahnya aneurisma di sekitar sirkulus willisi pada dasar otak. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pasien datang dengan keluhan utama nyeri kepala hebat yang dirasakan sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan International Headache Society, nyeri
kepala dapat dibedakan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. Nyeri kepala
primer biasanya dirasakan berulang dengan pola tertentu, ada pencetus, diantara
serangan tidak terdapat gejala, dan tidak ada penyakit yang mendasari. Nyeri kepala
primer terbagi atas migrain, tension-type headache, Trigeminal autonomic
cephalgias (TACs). Nyeri kepala sekunder dapat disebabkan oleh kelainan
struktural di intracranial, paracranial, dan extracranial.1 Berdasarkan
SNNOOP10, pasien yang datang dengan nyeri kepala yang disertai orange atau red
flags dapat diarahkan kepada nyeri kepala sekunder, dapat dilihat pada tabel 3.1.2
Tabel 3.1 Daftar red dan orange flags SNNOOP102

18
,

Pada pasien ini, nyeri kepala dirasakan sangat hebat, mendadak, di seluruh
bagian kepala, dan pasien merasakan kepala terasa seperti mau pecah. Pasien tidak
pernah merasakan nyeri kepala sehebat ini sebelumnya. Nyeri kepala hebat dan
mendadak, yang memuncak dalam hitungan < 1 menit merupakan thunderclap
headache yang mengarah kepada perdarahan subarachnoid atau pasien dengan
kelainan vaskular cranial atau cervical. Thunderclap headache pada usia >40 tahun,
disertai nyeri pada leher atau kaku kuduk, penurunan kesadaran, onset saat
beraktivitas, ataupun kuduk kaku sangat berkemungkinan mengarahkan kepada
kondisi perdarahan subarachnoid (PSA).2 Pada pasien PSA, perdarahan akibat
rupturnya pembuluh darah disekitar sirkulus willisi secara mendadak menyebabkan
peningkatan volume darah pada ruangan subarachnoid, sehingga terjadi
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), lalu pembuluh darah dan meningen akan
menegang tiba-tiba dan menimbulkan klinis thunderclap headache.3
Pada pasien terjadi kejang kelojotan seluruh tubuh selama 5 menit, mulut
berbusa dan mata mendelik keatas. Perdarahan pada daerah subarachnoid yang tiba-
tiba dapat menyebabkan lisis nya eritrosit sehingga agen epileptogenik beredar pada
sirkulasi serebral yang juga dapat menyebabkan kejang pada pasien. Perdarahan
pada daerah subarachnoid juga dapat menyebabkan penurunan aliran darah dan
oksigen ke bagian hipotalamus, sehingga menyebabkan iskemia hipotalamus
posterior. Respon dari terjadinya iskemia pada daerah hipotalamus posterior akan
meningkatkan produksi antidiuretik hormon (ADH) yang dapat meningkatkan
reabsorbsi air, sehingga terjadi hiponatremia yang dapat menyebabkan kejang.
Saat kejang pasien tidak sadar, lalu setelah kejang pasien sadar. Akibat dari
perdarahan subarachnoid, dapat terjadi iskemia pada daerah hipotalamus sehingga
meningkatkan produksi katekolamin pada adrenal yang menyebabkan peningkatan
kalsium intraselular sehingga cardiac output menurun, lalu terjadi penurunan aliran
darah ke otak sehingga menyebabkan syncope pada pasien.
Pasien mengalami kelemahan anggota gerak bagian kanan, penurunan
kesadaran, dan afasia saat hari rawatan ke-10 di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Lesi
vaskular yang terjadi pada arteri yang terkena dapat mengakibatkan kerusakan area
di sekitarnya. Beberapa hari setelah pecahnya pembuluh darah pada otak, pembuluh
darah tersebut akan berkontraksi (vasospasme) sehingga membatasi aliran darah ke

19
,

otak. Jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup sehingga terjadi
iskemia. Vasospasme pada arteri serebri media dapat menyebabkan iskemik pada
korteks motorik sehingga terjadi hemiparesis, lalu juga dapat menyebabkan iskemia
pada daerah parietal sehingga terjadi afasia.
Pasien menyangkal adanya riwayat hipertensi, DM, stroke, penyakit jantung
sebelumnya. Hal ini perlu ditanyakan karena berkaitan dengan integritas endotel
pembuluh darah. Pasien merupakan seorang perokok dengan index brickman berat.
Merokok dapat meningkatkan risiko terbentuknya aneurisma pada sirkulus wilisi
dan juga meningkatkan risiko terjadi disfungsi endotel sehingga meningkatkan
risiko ruptur aneurisma dan menyebabkan PSA.
Pemeriksaan fisik pasien tampak sakit berat, dengan GCS 9 = E3M5V1, TD
160/110 mmHg, Nadi 129x/ menit, Nafas 25x/ menit, Suhu 36,50C. Tekanan darah
sistemik meningkat karena adanya peningkatan TIK yang menyebabkan otak
kekurangan pasokan oksigen, sehingga untuk memenuhi kebutuhan oksigen otak,
tubuh merespon dengan meningkatkan tekanan darah sistemik.
Pemeriksaan neurologi, ditemukan tanda rangsangan meningeal kaku kuduk
(+). Perdarahan yang mendadak akan menyebabkan eritrosit lisis dan aktivasi
komplemen. Pada PSA, produk darah tersebut akan masuk ke CSS dan dapat
menyebabkan inflamasi pada meningen. Pemeriksaan rangasangan meningeal
dilakukan dengan melakukan fleksi kepala, ini dapat meregangkan meningen yang
mengalami inflamasi sehingga memberikan stimulasi pada radiks nervus afferent
dan kemudian pada pusat refleks intraspinal. Stimulasi ini mengakibatkan impuls
tonik pada muskulus aksialis posterior yang menimbulkan spasme muskulus
ekstensor sebagai mekanisme protektif. Manifestasi klinis dari spasme otot inilah
yang disebut kaku kuduk, oleh karena manuver yang meregangkan meninges pada
canalis spinalis memberikan mekanisme protektif untuk meminimalisir tekanan
pada struktur yang terinflamasi.
Defisit n. cranialis (-), koordinasi dan keseimbangan pasien tidak dapat
diperiksa, pemeriksaan motorik ekstremitas atas 000/555, bawah 000/555.
Pemeriksaan sensibilitas tidak dapat diperiksa. Refleks fisiologis bisep (-/-), trisep
(-/-), APR (++/+), KPR (++/+). Refleks patologis (-/-). Fungsi otonom miksi,

20
,

defekasi, dan sekresi keringat dalam batas normal. Fungsi luhur tidak dapat
diperiksa.
Menurut skala hunt and hess, pasien ini berada pada Kelas III (Pasien
mengantuk ,bingung dan ada gejala kelemahan motorik). Kelas I dan II memiliki
prognosis yang baik, kelas III memiliki prognosis yang menengah, kelas IV dan V
memiliki prognosis yang buruk.
Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan Hiponatremia, hipoalbumin
SGOT dan SGPT meningkat dan leukositosis. Komplikasi dari PSA dapat berupa
hiponatremia. Pada pasien ini ditemukan hiponatremia sebagai komplikasi dari
PSA. Hiponatremia biasanya terjadi beberapa hari post hemoragik. Insidennya
meningkat pada pasien dengan klinis PSA yang buruk (contoh pada Hunt-Hess
grade 3 atau lebih, mengindikasikan gejala neurologis berat pada onset PSA). Dua
penyebab utama yang dihipotesiskan adalah Cerebral Salt Wasting (CSW) dan
syndrome inappropriate anti-diuretic hormone (SIADH). Pada CSW terjadi
lonjakan hormon saraf simpatis noreepinefrin, epinefrin, dapat mengakibatkan
eksresi natrum melalui ginjal, dpengaruhi oleh stress karena respon terhadap
kerusakan otak, sistem saraf simpatis mengakibatkan kontraksi dari sistem vena dan
arteri, peningkatan preload, inotrpoik, dan tekanan darah.
Pada pasien ini dianjurkan melakukan pemeriksaan brain CT-Scan untuk
mengetahui lesi dan lokasi peradarahan. Dari hasil Brain CT-Scan ddapatkan kesan
perdarahan sub arachnoid dengan skor Modified Fisher Score grade 3. Yang mana
menandakan risiko pasien mengalami vasopasme meningkat sampai 34%. Hal ini
sesuai dengan klinis yang ditemukan pada pasien.
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi terapi umum dan khusus. Terapi
umum berupa elevasi kepala 30 derajat, IVFD NaCl 0,9% 8 jam per kolf , diet ML
1700 kkal dan paracetamol 3 x 750 mg.Terapi khusus berupa asam traneksamat 4x1
gram (iv), ranitidin 2x50 mg (iv), manitol loading 250 cc, Nacl 3% dan nimodipine
5x60 mg po. Berdasarkan literatur prinsip terapi umumnya adalah breathing, brain,
bladder, bowel dan burn. Pada breathing jaga jalan nafas dengan memposisikan
kepala sedikit ekstensi untuk mencegah lidah jatuh ke belakang. Pada brain adalah
dengan mengurangi edema dengan menyeimbangkan intake dan output. Pada
bladder pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output ureum. Untuk bowel

21
,

penuhi asupan makanan (diet rendah garam), kalori dan elektrolit. Sedangkan burn,
atasi demam dengan pemberian antiseptik.Pada Perdarahan Subarakhnoid tekanan
darah harus dijaga < 160 mmhg untuk menimilasir perdarahan tanpa mengurangi
pasokan darah ke otak. Pemberian asam tranexamat merupakan fibrinolitik untuk
mencegah perdarahan berulang. Pada pasien diberikan Ranitidin 2 x 50 mg untuk
mencegah terjadinya stress ulcer karena pasien stroke beresiko terjadinya stress
ulcer. Manitol digunakan sebagai anti edema. Nimodipin (nimotop) diberikan untuk
vasospasme. Nacl 3% diberikan untuk kompensasi natrium dan air yang hilang
akibat Cerebral Salt Wasting.

22
,

BAB 4
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perdarahan subaracnoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaracnoid. Perdarahan
subarachnoid menjadi penyakit berbahaya, dimana penderita yang mengalaminya
terkena defisit neurologis. Diperkirakan kejadian PSA di seluruh dunia adalah 9 /
100.000 orang. Perdarahan lebih sering pada wanita dibandingkan pria dengan rasio
3: 2 di atas usia 40. Usia puncak untuk terjadi pecahnya pembuluh darah terjadi
antara usia 50 dan 60 tahun. Terjadi 2 mekanisme yaitu pendarahan yang bersifat
traumatik dan non traumatik. Untuk pendarahan yang bersifat trauma disebabkan
oleh trauma kepala yang hebat. Namun, penggunaan akrab istilah PSA mengacu
pada perdarahan non traumatik, yang biasanya terjadi pada pecahnya aneurisma
otak atau arteriovenous malformation (AVM).
Faktor risiko untuk PSA yang paling banyak adalah hipertensi, merokok,
dan mengkonsumsi alkholok dalam jangka waktu yang lama. Riwayat PSA di
keluarga tingkat pertama memiliki faktor resiko tiga kali lipat terjadinya PSA.
Gejala paling umum sakit kepala parah Biasanya sakit kepala yang paling sering
dikaitkan dengan mual, muntah, leher kaku, dan photophobia. Pemeriksaan yang
cermat pada kasus kasus nyeri kepala sangat penting untuk menyingkirkan
penyebab lain nyeri kepala, termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis temporalis.
Kaku kuduk dijumpai pada sekitar 70% kasus. Gangguan berat dapat berkembang
dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau jam yaitu hydrocephalus. Dalam
waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku
dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dapat menghambat
aliran LCS. Kemudian vasospasme terjadi sekitar 3 sampai 10 hari setelah
pendarahan itu, arteri di otak dapat terjadi vasospasme sehingga mengurangi aliran
darah ke otak. Vasospasme dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik,
seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Penanganan segera sangat diperlukan dengan memberikan anti hipertensi
seperti cardesartan, manitol untuk mengurangi tekanan intracranial, obat anti

23
,

vasospasme yaitu nimodipin. Kemudian perlu juga diberikan neuroprotektor seperti


citicolin dan piracetam.

24
,

DAFTAR PUSTAKA
1. Unnithan A K, Mehta P. Hemorrhagic Stroke. 2020. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559173/.
2. Reis, C., Ho, W. M., Akyol, O., Chen, S., Applegate, R., Zhang, J.
Pathophysiology of Subarachnoid Hemorrhage, Early Brain Injury, and
Delayed Cerebral Ischemia. Primer on Cerebrovascular Diseases 2 nd edition:
Elsevier. 2017;125–130
3. Vivancos, J., Gilo F., Frutos R., Maestre J., Pastor G A., Quintana F. Clinical
Management Guidelines for Subarachnoid Hemorrhage, Diagnosis and
Treatment. Neuroglia 2017;29(6):353-370.
4. Endrit Z, Fassil B M. Subarachnoid Hemorrhage. 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441958/
5. Hidayat R, Harris S, Kurniawan, Mesiano T. Perdarahan Subaraknoid. In:
Buku ajar Neurologi. Departemen Neurologi FKUI-RSCM. 2017;527-44
6. Lawton, M. T., & Vates, G. E. Subarachnoid Hemorrhage. N ENGL J MED
2017; 377(3):257– 266.
7. PERDOSSI. Panduan Praktik Klinik Neurologi. Jakarta: PERDOSSI; 2016.
8. Headache Classification Committee of the International Headache Society
(IHS) The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition.
Cephalalgia. Januari 2018;38(1):1–211.
9. Do TP, Remmers A, Schytz HW, Schankin C, Nelson SE, Obermann M, dkk.
Red and orange flags for secondary headaches in clinical practice:
SNNOOP10 list. Neurology. 15 Januari 2019;92(3):134–44.
10. Sekhon S, Sharma R, Cascella M. Thunderclap Headache. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing. 2 Oktober 2022;9.
11. Hankey GJ (2013). The global and region burden of stroke. Lancet. pp: 239-
240.
12. NSA (National Stroke Association). (2014). Stroke risk factor. p: 2.
13. Riset Kesehatan Dasar. (2013). Kecendrungan prevalensi stroke per 1000*)
menurut provinsi 2007-2009. Jakarta, pp: 91-130.
14. World Health Organization. (2011). The top 10 causes of death.

25
,

15. Alway, D & Cole, J W. (2009). Stroke essentials for primary care: a practical
guide. Trans. Jonatan. Jakarta: EGC. p: 11.
16. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta. EGC. Halaman 1167.
17. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis. Dian Rakyat. 2008; 391-402.
18. AHA (American Heart Assosiation). (2013). Type of stroke, p: 2.
19. Fauci, Braundwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson. (2008). Harrison’s.
Principles of internal medicine 7th edition. United State of American. The
Mcgraw-hill Companies. p: 980.
20. Freigin VL, Forounzafar MH. (2013). Global and region burden of stroke
during 1990-2010 : finding from the global burden of disease study 2010. The
Lancet. 383(9913), pp: 245-255.
21. Goldstein LB, Bushnell CD. (2011). Guideline for primary prevention of
stroke: a guideline for healthcare professionals from american heart
association. A Journal of Cerebral Circulation. 42(2). pp: 517-584.
22. Goldszmidt, A.J, Caplan, L.R. (2009). Esensial stroke. Jakarta : EGC. p: 52.
23. Harsono. (2011). Buku ajar neurologi klinis. Faktor Risiko GPDO.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. pp: 59-65

26

Anda mungkin juga menyukai