Anda di halaman 1dari 68

REFERAT

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI JANUARI, 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

PERSALINAN NORMAL DAN SEKSIO SESAREA

Oleh:
Rolly Riksanto B, S. Ked

Pembimbing:
Dr. dr. H. Nasruddin A.M, Sp. OG(K)., MARS

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Obstetri dan


Ginekologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : Rolly Riksanto B, S. Ked
Judul Refarat : Persalinan Normal dan Seksio Sesarea

telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Obstetri


dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Januari 2021

Pembimbing,

Dr. dr. H. Nasruddin A.M, Sp.OG(K),. MARS

i
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga referat dengan judul
“Persalinan Normal dan Seksio Sesarea” ini dapat terselesaikan. Salam dan
shalawat senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar
sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing Dr. dr. H.
Nasruddin A.M, Sp.OG(K),. MARS, yang telah memberikan petunjuk, arahan dan
nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat
ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan niat dan kesungguhan yang
penuh serta usaha yang maksimal dalam menyusun referat ini, masih banyak celah
yang dapat diisi untuk menyempurnakan referat ini, baik dari isi maupun
penulisannya. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis
harapkan.
Demikian, semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.
Wassalamu Alaikum Wr.Wb.

Makassar, Januari 2021

Rolly Riksanto B, S.Ked

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING......................................................i


KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
1. PERSALINAN NORMAL................................................................... 3
A. Definisi...................................................................................... 3
B. Teori Terjadinya Proses Persalinan........................................... 4
C. Tanda dan Gejala Persalinan..................................................... 6
D. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan.................................... 7
E. Mekanisme Persalinan Normal ................................................ 11
F. Proses Persalinan....................................................................... 15
G. Langkah Asuhan Persalinan Normal ........................................ 26
H. Indikasi Persalinan Normal....................................................... 33
I. Kontraindikasi Persalinan Normal ........................................... 33
J. Keuntungan dan Kerugian Persalinan Normal.......................... 35
K. Komplikasi................................................................................ 37
L. Pandangan Islam Terhadap Kelahiran Dan Persalinan............. 38
2. SEKSIO SESAREA.............................................................................. 41
A. Definisi...................................................................................... 41
B. Epidemiologi............................................................................. 41
C. Klasifikasi................................................................................. 41
D. Indikasi...................................................................................... 43
E. Kontraindikasi........................................................................... 46
F. Komplikasi................................................................................ 46
G. Perawatan Pasca Bedah............................................................. 47
H. Seksio Sesarea Dalam Perspektif Bioetik................................. 49
I. Seksio Sesarea Dalam Perspektif Islam.................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 63

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada


kehamilan cukup bulan (37 -42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik ibu maupun janin. Proses
Persalinan merupakan proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun kedalam jalan
lahir. Persalinan dan kelahiran dikatakan normal apabila proses pengeluaran janin yang terjadi
pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala,
tidak disertai komplikasi baik ibu maupun janin. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan
normal, 15-20% dapat terjadi komplikasi persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa
hanya 5%-10% saja yang membutuhkan seksio sesarea.1
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas umum otot polos miometrium yang
relatif tenang sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterin sampai
kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi
secara terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang
persalinan, serta secara berangsur menghilang pada periode postpartum. 1
Proses fisiologi kehamilan yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan persalinan belum
diketahui secara pasti. Sampai sekarang, pendapat umum yang dapat diterima bahwa
keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia, bergantung pada aktivitas progesteron
yang menimbulkan relaksasi otot-otot uterus untuk mempertahankan ketenangan uterus sampai
mendekati akhir kehamilan.2
Persalinan dianggap normal juga jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah
37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (in partu) sejak uterus
berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir
dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Seorang wanita belum dikatakan inpartu jika kontraksi
uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks.1
Seksio sesarea didefinisikan sebagai suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim.3 Terdapat peningkatan angka kelahiran
melalui seksio sesarea dari 26% menjadi 36.5%.. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh
“mode”, sebagian karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna,

1
sebagian lagi karena pola kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan membatasi
jumlah anak.4

Menurut statistik, indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea adalah gawat janin (32%),
partus macet (18%), gestasi multiple (16%), suspek macrosomia (10%), pre-eklamsia (10%),
permintaan ibu (8%), kondisi maternal-fetal (5%), dan kondisi obstetrik lainnya (1%). Angka
kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka
kesakitan sekitar 27,3% dibandingkan dengan persalinan normal hanya sekitar 0,9%. World
Health Organisation (WHO) mematok angka persalinan SC ini 15% dari seluruh jumlah
persalinan, sedang dari Departemen Kesehatan (DEPKES) RI mematok 20% total persalinan
yang ada.4

Angka mortalitas dan morbiditas ibu dengan prosedur seksio sesarea sekitar 2 kali relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Sebagian terkait dengan prosedur itu
sendiri, dan sebagian terkait dengan kondisi yang menjadi indikasi dilakukannya seksio sesarea.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi mengikuti prosedur seksio sesarea antara lain infeksi,
penyakit tromboembolik, atonia uteri, dan perlambatan fungsi usus. Komplikasi-komplikasi
tersebut sifatnya fatal, namun kemungkinan terjadinya komplikasi dapat diminimalisir dengan
perawatan praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif yang memadai. 5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PERSALINAN NORMAL
A. Definisi
Persalinan normal adalah proses keluarnya janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(umur kehamilan 37-42 minggu), lahir secara spontan dengan presentasi belakang kepala,
berlangsung selama 18 jam dan tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janinnya.1
Beberapa definisi penting untuk menghasilkan rekam medis prenatal yang akurat2 :
1. Nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah menyelesaikan
kehamilannyamelebihi usia abortus. Ia mungkin pernah atau belum pernah hamil atau
pernahmengalami abortus spontan atau elektif
2. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi
3. Primipara adalah seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin yang mencapai
viabilitas. Dengan demikian, penghentian kehamilan setelah tahap
abortusmemberikan paritas pada wanita yang bersangkutan.
4. Multipara adalah seorang wanita yang pernah dua kali atau lebih hamil sampai usia
viabilitas. Yang menentukan paritas adalah jumlah kehamilan yang mencapaiusia
viabilitas dan bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas tidak lebih besarapabila yang
dilahirkan adalah janin tunggal, kembar atau kuintuplet, atau lebihkecil apabila janin
lahir mati.
5. Grandemultipara adalah seorang wanita yang telah melahirkan 6 kali atau lebih.
6. Nuligravida adalah seorang wanita yang tidak sedang atau tidak pernah hamil
7. Gravida adalah seorang wanita yang sedang atau pernah hamil, apapun hasil
akhirkehamilannya.
8. Primigravida berarti kehamilan pertama
9. Multigravida adalah wanita yang sudah berkali-kali hamil.
10. Paritas adalah jumlah kelahiran bayi yang lalu yang dapat hidup didunia luar
11. Parturien adalah Seorang wanita yang sedang melahirkan
12. Puerpera (nifas) adalah Seorang wanita yang baru melahirkan
13. Abortus adalah pengeluaran kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar

3
B. Teori Proses Terjadinya Persalinan
Sebab-sebab dimulainya persalinan belum diketahui secara jelas.
Terdapatbeberapa teori yang mencoba menerangkan mengenai awitan persalinan,
diantaranya6:
1. Penurunan kadar progesteron.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya
estrogenmeningkatkan ketegangan otot rahim. Selama kehamilan, terdapat
keseimbanganantara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah, tetapi
pada akhirkehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his. Menurut
penelitianpenurunan kadar progesterone disebabkan oleh beberapa mekanisme, yaitu :
o Perubahan dari ekspresi protein isoform dari reseptor progesteron (PR)PR-
A,PR-B,PR-C
o Perubahan pada ekspresi membrane pengikat pada reseptor progesterone
o Modifikasi posttranslasi pada reseptor progesterone
o Perubahan pada aktivitas reseptor progesterone melalu perubahan
dalamekspresi co activator yang mempengaruhi langsung pada fungsi reseptor
o Inaktivasi lokal pada progesterone oleh enzim metabolik steroid atausintesis
antagonis alami.
2. Teori oksitosin.
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu,
timbulkontraksi otot-otot rahim. Peningkatan kadar oksitosin diakibatkan oleh
meningkatnya reseptor oksitosin pada dinding miometrium saat kehamilan
aterm, peningkatan reseptor ini di stimulasi oleh peningkatan kadar
estrogen.Sedangkan progesterone justru meningkatkan degradasi dari reseptor
oksitosindan menghambat aktivasinya.
3. Relaksin
Relaksin ini dimediasi oleh G protein coupled reseptor, RXFP1, yang fungsinya
merangsang pembentukan glikosaminoglikan dan proteoglikan danmendegradasi
kolagen yang di induksi oleh Matrix Metalloprotease (MMP).Relaksin ini
merangsang pertumbuhan cervix, vagina, simphisis pubis danpayudara untuk
laktasi.

4
4. Keregangan otot-otot.
Apabila dinding kandung kencing dan lambung teregang karena isinya
bertambah, timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim,
seiring dengan majunya kehamilan, otot-otot rahim makin teregang danrentan.
5. Pengaruh janin
Hipofisis dan kelenjar adrenal janin rupanya memegang peranan.
Plasenta menghasilkan CRH pada saat kehamilan aterm yang merangsang
Hipofisis mengeluarkan ACTH lalu ACTH merangsang kalenjar adrenal
janinmenghasilkan steroid C19 yang kemudian akan diubah menjadi estrogen
terutamaestriol di sinsitiotrofoblast. Selain itu, ACTH juga merangsang pengeluaran
DHEA-S (Dehidroepiendosteron) yang menyebabkan peningkatan
estrogenmaternal. Kortisol atau steroid yang dihasilkan tidak memberikan feed
backnegative pada hipofisis tetapi justru memberikan feedback positip
yangmenyebabkan peningkatan CRH plasenta. Apabila kehamilan dengan
janinanensefalus dan hipoplasia adrenal biasanya kehamilan sering lebih lama dari
biasanya

Gambar 1. Kaskade plasenta–fetal adrenal endokrin


6. Teori prostaglandin.
Prostaglandin dihasilkan oleh amnion kemudian diaktivasi oleh desidua
saatkehamilan aterm dan saat proses persalinan yang menyebabkan
peningkatankontraksi miometrium. Peningkatan prostaglandin pada desidua
disebabkan olehmeningkatnya reseptor PGF2α . Hasil percobaan menunjukkan
bahwaprostaglandin E dan F yang diberikan secara intravena, intra dan
5
ekstraamnialmenimbulkan kontraksi myiometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini
jugadisokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi, baik dalam
airketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atauselama
persalinan.

Gambar 2.2. Teori prostaglandin


Sebenarnya, sebab-sebab dimulainya partus sampai kini masih merupakan teori-
teori yang kompleks, secara umum dapat dikelompokkan pula sebagai berikut:
(1).Faktor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi
uterus,pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor –faktor yang mengakibatkan
partusmulai. (2). Perubahan biokimia dan biofisika juga berperan dimana terjadi
penurunankadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui
progesteron merupakanpenenang bagi otot-otot uterus. (3) Plasenta juga
menjadi tua dengan lamanyakehamilan.Vili koriales mengalami perubahan
sehingga kadar estrogen dan progesteronmenurun.(4) Gangguan sirkulasi uteroplasenta
juga terjadi dimana keadaan uterus yangterus membesar dan menjadi tegang
mengakibatkan iskemia otot-otot uterus1.
C. Tanda dan gejala persalinan
Menjelang minggu ke 36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uterus karena
kepala bayi sudah masuk ke dalam pintu atas paggul (PAP). Gambaran lightening pada
primigravida menunjukkan hubungan normal antara power (his) ; passage (jalan lahir ) ;
passanger (penumpang). Pada multipara gambarannya menjadi tidak jelas seperti
primigravida, karena masuknya kepala janin ke dalam panggul terjadi bersamaan dengan
proses persalinan7.

Berikut adalah tanda-tanda dimulainya persalinan menurut Jenny J.S8:

6
1) Terjadinya his persalinan. Saat terjadi his ini pinggang terasa sakit dan menjalar ke
depan, sifatnya teratur, interval lebih pedek, dan kekuatan makin besar, serta
semakin beraktivitas (jalan) kekuatan akan makin bertambah.
2) Pengeluaran lendir dengan darah. Terjadinya his persalinan mengakibatkan
terjadinya perubahan pada serviks yang akan menimbulkan pendataran dan
pembukaan. Hal tersebut menyebabkan lendir yang terdapat pada kanalis
servikalis lepas dan pembuluh darah pecah sehingga terjadi perdarahan.
3) Pada beberapa kasus persalinan akan terjadi pecah ketuban. Sebagian besar,
keadaan ini terjadi menjelang pembukaan lengkap. Setelah adanya pecah ketuban,
diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
4) Hasil-hasil yang didapatkan dari pemeriksaan dalam yakni pelunakan serviks,
pendataran seviks, dan pembukaan serviks.

D. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan


Menurut faktor yang mempengaruhi persalinan adalah7 :
a. Power (Kekuatan Ibu)
Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-otot
perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. Kekuatan primer yang diperlukan
dalam persalinan adalah his, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga
meneran ibu.
His atau kontraksi uterus adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. His
dibedakan menjadi dua yakni his pendahuluan dan his persalinan. His pendahuluan atau
his palsu (false labor pains), yang sebetulnya hanya merupakan peningkatan dari
kontraksi braxton hicks. His ini bersifat tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut
bagian bawah dan lipat paha, tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari pinggang ke
perut bagian bawah. His pendahuluan tidak mempunyai pengaruh terhadap serviks. His
persalinan merupakan suatu kontraksi dari otot-otot rahim yang fisiologis, akan tetapi
bertentangan dengan kontraksi fisiologis lainnya dan bersifat nyeri. Kontraksi rahim
bersifat otonom yang artinya tidak dipengaruhi oleh kemauan, namun dapat dipengarui
dari luar misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan9.
Tenaga meneran ini serupa dengan tenaga meneran saat buang air besar, tetapi
jauh lebih kuat lagi. Ketika kepala sampai pada dasar panggul, timbul suatu reflek yang
mengakibatkan pasien menekan diafragmanya kebawah. Tenaga meneran pasien akan

7
menambah kekuatan kontraksi uterus. Pada saat pasien meneran, diafragma dan otot-otot
dinding abdomen akan berkontraksi. Kombinasi antara his dan tenaga meneran pasien
akan meningkatkan tekanan intrauterus sehingga janin akan semakin terdorong keluar.
Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi
serviks lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk mendorong janin keluar. Apabila
dalam persalinan melakukan valsava maneuver (meneran) terlalu dini, dilatasi serviks
akan terhambat. Meneran akan menyebabkan ibu lelah dan menimbulkan trauma serviks.
b. Passage (Jalan Lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,
vagina, dan introitus (lubang vagina). Janin harus berhasil menyesuikan dirinya dengan
jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan
sebelum persalinan dimulai. Tulang panggul dibentuk oleh gabungan tulang ilium, tulang
iskium, tulang pubis, dan tulang-tulang sakrum.
Tulang ilium atau tulang usus merupakan tulang terbesar dari panggul yang
membentuk bagian atas dan belakang panggul. Bagian atas merupakan penebalan tulang
yang disebut krista iliaka. Ujung depan dan belakang krista iliaka yang menonjol yakni
spina iliaka anterosuperior dan spina iliaka postesuperior. Terdapat benjolan tulang
mamanjang di bagian dalam tulang ilium yang membagi pelvis mayor dan minor, disebut
linea inominata atau linea terminalis yang merupakan bagian dari pintu atas panggul.
Tulang isikum atau tulang duduk terdapat di sebelah bawah tulang usus, sebelah
samping belakang menonjol yang disebut spina ichiadika. Pinggir bawah tulang duduk
sangat tebal (tuber ichiadika) yang berfungsi menopang badan saat duduk.
Tulang pubis atau tulang kemaluan terdapat di sebelah bawah dan depan tulang
ilium dengan tulang duduk dibatasi oleh formen obturatorium. Tangkai tulang kemaluan
yang berhubungan dengan tulang usus disebut ramus superior tulang pubis. Di depan
kedua tulang ini berhubungan melalui artikulasi atau sambungan yang disebut simfisis.
Tulang sakrum atau tulang kelangkangan yang terletak diantara kedua tulang
pangkal paha. Tulang ini berbentuk segitiga dengan lebar di bagian atas dan mengecil di
bagian bawah. Tulang sakrum terdiri dari 5 ruas tulang yang berhubungan erat.
Permukaan depan licin dengan lengkungan dari atas ke bawah dan dari kanan ke kiri.
Pada sisi kanan dan kiri di garis tengah terdapat lubang yang dilalui oleh saraf yang
disebut foramen sakralia anterior. Tulang kelangkang yang paling atas mempunyai
tonjolan besar ke depan yang disebut promontorium. Bagian samping tulang kelangkang

8
berhubungan dengan tulang pangkal paha melalui artikulasi sarco-illiaca. Ke bawah
tulang kelangkang berhubungan dengan tulang tungging atau tulang koksigis.
Tulang koksigis atau tulang tungging merupakan tulang yang berbentuk segitiga
dengan ruas 3 sampai 5 buah yang menyatu. Pada tulang ini terdapat hubungan antara
tulang sakrum dengan tulang koksigis yang disebut artikulasi sarco-koksigis. Diluar
kehamilan artikulasi hanya memungkinkan mengalami sedikit pergeseran, tetapi pada
kehamilan dan persalinan dapat mengalami pergeseran yang cukup longgar bahkan ujung
tulang koksigis dapat bergerak ke belakang sampai sejauh 2,5 cm pada proses persalinan.
Panggul memiliki empat bidang yang menjadi ciri khas dari jalan lahir yakni pintu
atas panggul (PAP), bidang terluas panggul, bidang tersempit panggul, dan pintu bawah
panggul. Jalan lahir merupakan corong yang melengkung ke depan panjangnya 4,5 cm
dan belakang 12,5 cm. Pintu atas panggul menjadi pintu bawah panggul seolah-olah
berputar 90 derajat terjadi pada bidang tersempit panggul. Pintu bawah panggul bukan
merupakan satu bidang tetapi dua bidang segitiga.
Pintu atas panggul (PAP) merupakan bagian dari pelvis minor yang terbentuk dari
promontorium, tulang sakrii, linea terminalis, dan pinggir atas simfisis. Jarak antara
simfisis dan promontorium sekitar 11 cm. Yang disebut konjungata vera. Jarak terjauh
garis melintang pada PAP adalah 12,5 sampai 13 cm yang disebut diameter transvera.
Bidang dengan ukuran terbesar atau bidang terluas panggul merupakan bagian
yang terluas dan berbentuk seperti lingkaran. Bidang ini memiliki batas anterior yakni
pada titik tengah permukaan belakang tulang pubis. Pada lateral sepertiga bagian atas dan
tengah foramen obturatorium, sedangkan batas posterior pada hubungan antara vertebra
sakralis kedua dan ketiga.
Bidang dengan ukuran terkecil atau bidang tersempit panggul merupakan bidang
terpenting dalam panggul yang memiliki ruang yang paling sempit dan di tempat ini
paling sering terjadi macetnya persalinan. Bidang ini terbentang dari apeks sampai arkus
subpubis melalui spina ichiadika ke sakrum, biasanya dekat dengan perhubungan antara
vertebra sakralis ke 4 dan ke 5. Bidang tersempit panggul memiliki batas-batas yakni pada
tepi bawah simfisis pubis, garis putih pada fasia yang menutupi foramen obturatorium,
spina ischiadika, ligamentum sacrospinosum, dan tulang sakrum.
Pintu bawah panggul ialah batas bawah panggul sejati. Dilihat dari bawah, struktur
ini berbentuk lonjong, seperti intan, di bagian anterior dibatasi oleh lengkung pubis, di
bagian lateral dibatasi oleh tuberosita isikum, dan dibagian posterior dibatasi oleh ujung

9
koksigeum. Bidang hodge berfungsi untuk menentukan sampai dimana bagian terendah
janin turun ke panggul pada proses persalinan. Bidang hodge tersebut antara lain:
1) Hodge I merupakan bidang yang dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian
atas simfisis dan promontorium
2) Hodge II yakni bidang yang sejajar Hodge I setinggi bagian bawah simfisis
3) Hodge III yakni bidang yang sejajar Hodge I setinggi spina ischiadika
4) Hodge IV merupakan bidang yang sejajar Hodge I setinggi tulang koksigis7.
c. Passanger (Janin dan Plasenta)
Perubahan mengenai janin sebagai passenger sebagian besar dalah mengenai
ukuran kepala janin, karena kepala merupakan bagian terbesar dari janin dan paling sulit
untuk dilahirkan. Adanya celah antara bagianbagian tulang kepala janin memungkinkan
adanya penyisipan antara bagian tulang sehingga kepala janin dapat mengalami perubahan
bentuk dan ukuran, proses ini disebut molase7.

Tabel 1. Ukuran Diameter Penting Kepala Janin dan Presentasi

Menurut Sulistyawati (2013), Plasenta dan tali pusat memiliki struktur berbentuk
bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 cm sampai 20 cm dan tebal 2 cm sampai 2
sampai 2,5 cm, berat rata-rata 500 gram, terletak di depan atau di belakang dinding uterus
ke atas arah fundus. Bagian plasenta yang menempel pada desidua terdapat kotiledon
disebut pers maternal, dan dibagian ini tempat terjadinya pertukaran darah ibu dan janin.
Tali pusat merupakan bagian yang sangat penting untuk kelangsungan hidup janin
meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa tali pusat juga menyebabkan penyulit
persalinan misalnya pada kasus lilitan tali pusat7.
Air ketuban atau amnion merupakan elemen yang penting dalam proses
persalinan. Air ketuban ini dapat dijadikan acuan dalam menentuan diagnosa
10
kesejahteraan janin. Amnion melindungi janin dari trauma atau benturan, memungkinkan
janin bergerak bebas, menstabilkan suhu tubuh janin agar tetap hangat, menahan tekanan
uterus, dan pembersih jalan lahir7.
d. Psikologis
Faktor psikologis menurut yakni9 :
1) Melibatan psikologis ibu, emosi, dan persiapan intelektual
2) Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya
3) Kebiasaan adat
4) Dukungan orang terdekat pada kehidupan ibu
e. Penolong
Peran dari penolong peralinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi
yang mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam hal ini tergantung dari kemampuan dan
kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan9.

E. Mekanisme Persalinan Normal


Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi
kepala ini ditemukan ± 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, ± 23% di kanan depan, ±
11% di kanan belakang, dan ± 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan terisinya
ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.1,10
Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu1 :
Kala I: kala pendataran dan dilatasi serviks, dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus
yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks, dan berakhir ketika serviks
sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm)
Kala II: Kala pengeluaran janin (ekspulsi janin), dimulai ketika dilatasi serviks sudah
lengkap, dan berakhir ketika janin sudah lahir.
Kala III : Waktu untuk pelepasan dan ekspulsi plasenta
Kala IV: Satu jam setelah plasenta lahir lengkap

A. KALA I (KALA PEMBUKAAN)

Pada kala pembukaan, his belum begitu kuat, datangnya setiap 10-15 menit dan tidak
11
seberapa mengganggu ibu, sehingga ibu seringkali masih dapat berjalan. Lambat laun his
bertambah kuat, interval menjadi lebih pendek, kontraksi juga menjadi lebih kuat dan lebih
lama. Lender berdarah bertambah banyak.6
Secara klinis dapat dikatakan partus dimulai apabila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini
berasal dari lendir kanalis servikalis mulai membuka atau mendatar. Proses membukanya
serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase :
1. Fase laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
mencapai ukuran diameter 3 cm
2. Fase aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
 Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
 Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat,
dari 4cm, menjadi 9 cm
 Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi demikian,
akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.

Gambar . Berbagai fase pembukaan serviks pada kala I

Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang tipis .
Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium externum yang tadinya berupa suatu lubang
dengan diameter beberapa millimeter, menjadi lubang yang dapat dilalui anak dengan

12
diameter sekitar 10 cm. Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir portio, segmen bawah
rahim, serviks dan vagina telah merupakan suatu saluran.6
Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada yang
pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan
menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan pada multigravida
ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I selesai apabila
pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam,
sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. 1,6

Gambar . Pendataran dan pembukaan serviks pada primigravida dan multipara


B. KALA II (KALA PENGELUARAN JANIN)

Fase ini dimulai ketika dilatasi serviks lengkap dan berakhir dengan pelahiran janin.
Durasi sekira 50 menit untuk nulipara dan sekitar 20 menit multipara, tetapi sangat
bervariasi.6,10 Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kontraksi selama 50-100
detik, kira-kira tiap 2-3 menit. Karena biasanya kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yaitu secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Ibu merasa pula 6 :
1. Tekanan pada rektum
2. Hendak buang air besar
3. Perineum mulai menonjol dan melebar
4. Anus membuka
5. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada
waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput
di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his
mulai lagi untuk mengelurakan badan dan anggota bayi.

13
C. KALA III

Terdiri dari 2 fase, yaitu: (1) fase pelepasan plasenta, (2) fase pengeluaran plasenta.
Setelah anak lahir, his berhenti sebentar, tetapi timbul lagi setelah beberapa menit. His ini
dinamakan his pelepasan plasenta yang berfungsi melepaskan plasenta, sehingga terletak pada
segmen bawah rahim atau bagian atas vagina. Pada masa ini, uterus akan teraba sebagai tumor
yang keras, segmen atas melebar karena mengandung plasenta, dan fundus uteri teraba sedikit
di bawah pusat1,6. Lamanya kala plasenta kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya
memakan waktu 2-3 menit11.
Tanda-tanda pelepasan plasenta6,10 :
 Uterus menjadi bundar dan lebih kaku
 Keluar darah yang banyak (±250 cc) dan tiba-tiba
 Memanjangnya bagian tali pusat yang lahir
 Naiknya fundus uteri karena naiknya rahim di dalam abdomen sehingga lebih mudah
digerakkan.
Pelahiran plasenta sebaiknya tidak boleh dipaksa sebelum pelepasan plasenta karena
dapat menyebabkan inverse uterus.10

D. KALA IV (KALA PENGAWASAN) 12

Merupakan kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati
keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. 7 pokok penting yang harus
diperhatikan pada kala 4 :
1) kontraksi uterus harus baik,
2) tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain,
3) plasenta dan selaput ketuban harus sudah lahir lengkap,
4) kandung kencing harus kosong,
5) luka-luka di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma,
6) resume keadaan umum bayi, dan
7) resume keadaan umum ibu.

F. Proses Persalinan
Untuk menerangkan persalinan, dipengaruhi oleh “POWER, PASSAGE, PASSENGER”6:
A. Tenaga yang mendorong anak keluar (POWER), yaitu :
14
His
His ialah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. His adalah salah satu kekuatan pada
ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi
kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga
panggul. His yang sempurna akan membuat dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot
menjadi lebih tebal dan lebih pendek, sedangkan bagian bawah uterus dan serviks yang hanya
mengandung sedikit jaringan kolagen akan mudah tertarik hingga menjadi tipis dan
membuka. Kontraksi yang sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di
fundus uteri.
Pada bulan terakhir kehamilan sebelum persalinan dimulai, sudah terdapat kontraksi
rahim yang disebut his pendahuluan atau his palsu. His ini sebetulnya, hanya merupakan
peningkatan kontraksi Braxton Hicks, sifatnya tidak teratur dan menyebabkan nyeri di perut
bagian bawah dan lipat paha, tetapi tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari pinggang
ke perut bagian bawah seperti his persalinan. Lamanya kontraksi pendek, tidak bertambah
kuat jika dibawa berjalan, bahkan sering berkurang. His pendahuluan tidak bertambah kuat
seiring majunya waktu, bertentangan dengan his persalinan yang makin lama makin kuat. Hal
yang paling penting adalah bahwa his pendahuluan tidak mempunyai pengaruh pada serviks.
His persalinan merupakan kontraksi fisiologis otot-otot rahim. Bertentangan dengan sifat
kontraksi fisiologis lain, his persalinan bersifat nyeri. Nyeri ini mungkin disebabkan oleh
anoksia dari sel-sel otot sewaktu kontraksi, tekanan oleh serabut otot rahim yang berkontraksi
pada ganglion saraf di dalam serviks dan segmen bawah rahim, regangan serviks, atau
regangan dan tarikan pada peritoneum sewaktu kontraksi.

Gambar . karakteristik persalinan sebenarnya vs persalinan palsu10

15
B. Perubahan-perubahan pada uterus dan jalan lahir dalam persalinan (PASSAGE) Adapun
perubahan yang terjadi pada uterus dan jalan lahir saat persalinan berlangsung sebagai
berikut :
1. Keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim pada persalinan
Sejak kehamilan lanjut, uterus dengan jelas terdiri dari 2 bagian, yaitu segmen atas rahim
yang dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah rahim yang terbentuk dari isthmus uteri.
Dalam persalinan, perbedaan antara segmen atas dan bawah rahim lebih jelas lagi. Segmen
atas memegang peranan aktif karena berkontraksi. Dindingnya bertambah tebal dengan
majunya persalinan. Sebaliknya, segmen bawah rahim memegang peranan pasif dan makin
menipis seiring dengan majunya persalinan karena diregang. Jadi, segmen atas berkontraksi,
menjadi tebal dan mendorong anak keluar sedangkan segmen bawah dan serviks mengadakan
relaksasi dan dilatasi serta menjadi saluran yang tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.

2. Sifat kontraksi otot Rahim


Kontraksi otot rahim mempunyai dua sifat yang khas, yaitu :
Setelah kontraksi, otot tersebut tidak berelaksasi kembali ke keadaan sebelum kontraksi,
tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun tonusnya seperti sebelum kontraksi. Kejadian
ini disebut retraksi. Dengan retraksi, rongga rahim mengecil dan anak berangsur di dorong ke
bawah dan tidak banyak naik lagi ke atas setelah his hilang. Akibatnya segmen atas makin
tebal seiring majunya persalinan, apalagi setelah bayi lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling kuat di daerah fundus uteri dan berangsur
berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen bawah rahim. Jika kontraksi di bagian
bawah sama kuatnya dengan kontraksi di bagian atas, tidak akan ada kemajuan dalam
persalinan. Karena pada permulaan persalinan serviks masih tertutup, isi rahim tentu tidak
dapat didorong ke dalam vagina. Jadi, pengecilan segmen atas harus diimbangi oleh relaksasi
segmen bawah rahim. Akibat hal tersebut, segmen atas makin lama semakin mengecil,
sedangkan segmen bawah semakin diregang dan makin tipis, isi rahim sedikit demi sedikit
terdorong ke luar dan pindah ke segmen bawah. Karena segmen atas makin tebal dan segmen
bawah makin tipis, batas antar segmen atas dan segmen bawah menjadi jelas. Batas ini
disebut “lingkaran retraksi fisiologis”. Jika segmen bawah sangat diregang, lingkaran retraksi
lebih jelas lagi dan naik mendekati pusat, lingkaran ini disebut “lingkaran retraksi patologis”
atau “lingkaran Bandl” yang merupakan tanda ancaman robekan rahim dan muncul jika
bagian depan tidak dapat maju, misalnya karena pangul sempit.

16
3. Perubahan bentuk Rahim
Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran
melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh perubahan bentuk ini ialah
sebagai berikut :
a. Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak berkurang,
artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan demikian, kutub atas anak tertekan
pada fundus, sedangkan kutub bawah ditekan ke dalam pintu atas panggul.
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan menarik segmen
bawah dan serviks. Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
4. Faal ligamentum rotundum dalam persalinan
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos. Jika uterus berkontraksi, otot-otot
ligamentum ini ikut berkontraksi sehingga menjadi lebih pendek. Pada tiap kontraksi, fundus
yang tadinya bersandar pada tulang punggung berpindah ke depan dan mendesak dinding
perut depan ke depan. Perubahan letak uterus sewaktu kontraksi kontraksi penting karena
dengan demikian sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir. Dengan adanya kontraksi
ligamentum rotundum, fundus uteri tertambat. Akibatnya fundus tidak dapat naik ke atas
sewaktu kontraksi. Jika fundus uteri dapat naik ke atas sewaktu kontraksi, kontraksi tersebut
tidak dapat mendorong anak ke bawah.
5. Perubahan pada serviks
Agar anak dapat keluar dari rahim, perlu terjadi pembukaan serviks. Pembukaan serviks
ini biasanya didahului oleh pendataran serviks.

o Pendataran serviks
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang
tipis. Pendataran ini terjadi dari atas ke bawah.
o Pembukaan serviks
Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium eksternum menjadi suatu lubang
dengan diameter sekitar 10 cm yang data dilalui anak.
6. Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul ditentukan oleh
bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju itu, dasar panggul diregang menjadi saluran
17
dengan dinding yang tipis. Sewaktu kepala sampai di vulva, lubang vulva menghadap ke
depan atas. Dari luar, peregangan oleh bagian oleh bagian depan tampak pada perineum yang
menonjol dan tipis, sedangkan anus menjadi terbuka.
C. Gerakan anak pada persalinan (PASSENGER)1,6,10
Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai ialah presentasi
belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam pintu atas panggul dengan
sutura sagitalis sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang lebih sering daripada
ubun-ubun kecil kanan melintang. Karena itu, akan diuraikan pergerakan anak dalam
presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil kiri melintang. Mekanisme
persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang berlangsung pada saat yang
sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement terjadi fleksi dan penurunan kepala.
Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun
secara bersamaan. Seiring dengan itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada
sikap atau habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam panggul.

18
Gerakan-gerakan utama kepala pada persalinan

1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal kepala janin
pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul disebut sebagai engagement. 6,10
Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan atau tidak mengalami engage
hingga setelah permulaan persalinan. Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala
ke dalam pintu atas panggul dan majunya kepala.

Gambar . Pengukuran engagement

Pembagian ini terutama berlaku bagi primigravida. Masuknya kepala ke dalam pintu atas
panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan. Tetapi pada
multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu
atas panggul biasanya terjadi dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang
ringan.6
1. Sinklitisme
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang kepala,
engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati pintu atas
panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun
kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering kita temukan. Apabila
diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang panggul, kepala berada dalam
sinklitisme.

19
Gambar . Sinklitisme

Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul bagian depan dan
belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila uterus tegak lurus terhadap
pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan tersebut tidak tercapai, kepala
berada dalam keadaan asinklitisme.
2. Asinklitisme
Asinklitisme anterior, menurut Naegele ialah arah sumbu kepala membuat sudut
lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula terjadi asinklitismus posterior
yang menurut Litzman ialah apabila keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior.1

Gambar . Asinklitismus anterior Gambar . Asinklitismus posterior


Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal, namun jika
derajat berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sefalopelvik pada panggul
yang berukuran normal sekalipun. Perubahan yang berturut-turut dari asinklitismus
posterior ke anterior mempermudah desensus dengan memungkinkan kepala janin
mengambil kesempatan memanfaatkan daerah-daerah yang paling luas di rongga
panggul.10
20
2. Descens (penurunan kepala)10
Hal ini merupakan syarat utama kelahiran bayi. Pada wanita nulipara, engagement dapat
terjadi sebelum awitan persalinan dan desensus lebih lanjut mungkin belum terjadi sampai
dimulainya persalinan kala dua. Pada wanita multipara, desensus biasanya mulai bersamaan
dengan engagement. Descens terjadi akibat satu atau lebih dari empat gaya:
a. Tekanan cairan amnion
b. Tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi
c. Usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen
d. Ekstensi dan pelurusan badan janin
3. Fleksi
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar
panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin dan
diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontal
yang lebih panjang.10

Gambar . Proses Fleksi

21
Gambar . Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi sedang, (C) Fleksi lebih lanjut, (D)
Fleksi lengkap

4. Rotasi Interna ( Putaran Paksi Dalam)


Putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian
terendah dari bagian depan memutar ke depan, ke bawah simfisis. Pada presentasi belakang
kepala, bagian yang terendah adalah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan
memutar ke depan, ke bawah simfisis. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran
kepala, karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala
dengan bentuk jalan lahir, khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran
paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak
terjadi sebelum kepala sampai ke Hodge III kadangkadang baru terjadi setelah kepala sampai
di dasar panggul6.

Gambar . Mekanisme persalinan pada posisi oksiput anterior kiri

22
Gambar . Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang: (A). Asinklitismus posterior pada
tepi panggul diikuti fleksi lateral, menyebabkan (B) asinklitismus anterior, (C) Engagement, (D) Rotasi
dan ekstensi.

Sebab-sebab putaran paksi dalam yakni 6:


a. Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala
b. Bagian terendah kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit, yaitu di sebelah
depan atas tempat terdapatnya hiatus genitalis antara antara musculus levator ani
kiri dan kanan.
c. Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior

5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah ekstensi atau
defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk
melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akan tertekan pada perineum dan
menembusnya. Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah, dan
yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultannya
ialah kekuatan ke arah depan atas6.
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat maju karena
kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan subocciput sehingga pada
pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-ubun besar, dahi hidung, mulut, dan
akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut
hipomoklion13.
23
Gambar . Permulaan ekstensi Gambar . Ekstensi kepala

6. Rotasi Eksterna (putaran paksi luar)6


Setelah kepala lahir, belakang kepala anak memutar kembali kea rah punggung anak
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.Gerakan ini
disebut putaran restitusi (putaran balasan : putaran paksi luar). Selanjutnya putaran
dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber ischiadicum sesisi. Gerakan
yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran
bahu menempatkan diri dalam diameter anteroposterior pintu bawah panggul.

Gambar . Rotasi eksterna

7. Ekspulsi6
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan
selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.

24
Gambar . Kelahiran bahu depan Gambar . Kelahiran bahu belakang

25
Kontraksi rahim bersifat autonom, tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi dapat
juga dipengaruhi oleh rangsangan dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan.
Seperti kontraksi jantung, pada his juga terdapat pacemaker yang memulai kontraksi
dan mengontrol frekuensinya. Pacemaker ini terletak pada kedua pangkal tuba.
- Tenaga mengejan/meneran
Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang mendorong
anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan hanya dapat berhasil jika
pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu kontraksi rahim. Tanpa tenaga
mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang lumpuh otot-otot
perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga mengejan juga melahirkan
plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.

G. Langkah Asuhan Persalinan Normal1


1. Melihat tanda dan gejala persalinan kala dua
 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
 Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
 Perineum menonjol
 Vulva vagina dan sfingter ani membuka
2. Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap digunakan.
Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril
sekali pakai di dalam partus set.
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.
4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku, mencuci kedua
tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan
dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih.
5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan
dalam.
6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung
tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus
set/wadah desinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung
suntik).

26
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan
ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air
desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perieneum, atau anus
terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan
cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang
terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika
terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangsn tersebut dengan benar di
dalam larutan terkontaminasi)
8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban
belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang
masih memakai sarung tangan yang kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan
kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan
10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) Setelah kontraksi berakhir untuk
memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 - 160  ×/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan keinginannya.
 Menunggu hingga ibumempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan
pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan
pedoman persalinan aktif dan dekontaminasikan temuan-temuan.
 Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.
 Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk
meneran.
 Mendukung dan memberi semangan atas usaha ibu untuk meneran.
 Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya

27
 Manganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi. Menganjurkan
keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu.
 Menilai DJJ setiap lima menit
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam
waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1
jam) untuk ibu multipara, merujuk segera. Jika ibu tidak mempunyai
keinginan untuk meneran.
 Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi
yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu
untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan
beristirahat di antara kontraksi.
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah
60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.
14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 -6 cm, letakkan
handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
15. Meletakkan kain yang bersih yang dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu
16. Membuka partus set.
17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala
bayi dan lakukan tekana yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi,
mwmbiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu unutk meneran
perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.
19. Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan kain atau kasa
yang bersih.
20. Memeriksa lilitan talu pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu
terjadi, kemuadian meneruskan segera proses kelahiran bayi.
 Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian
atas kepala bayi.
 Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat
dan memotongnya.

28
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan outaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di
masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat
kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah
luar hungga bahu anterior muncul di bawah arcus pubis dan kemudian dengan
lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang
berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan lengan
posterior lahir ke tangam tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan
bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga
tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior untuk
mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangannyang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi dengan hati-hati membantu
kelahiran kaki.
25. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan bayi di atas
perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila
tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan)
Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi
26. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan
kontak kulit ibu -bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin /i.m
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang
klem kedua 2 cm dari klem pertama
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan
memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.
29. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi
dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala,
membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, ambil
tindakan yang sesuai.

29
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkna  ibu untuk memeluk
bayinya dengan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya.
31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk
menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntuk.
33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntukan oksitosin 10
unit i.m di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dahulu.
34. Memindahkan klem pada tali pusat.
35. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang
pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan
menstabilakn uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah
bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah
pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke atas dan belakang
(dorsokranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio
uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 -40 detik, hentikan penegangan tali
pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.
 Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seotang anggota keluarga
untuk melakukan rangsangan puting susu.
37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk menetan sambil menarik tali
pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurva jalan lahir
sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus.
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar
5 -10 c, dari vulva.
 Jika plasenya tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama
15 menit  :
o Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit i.m
o Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kanding kemih
dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu
o Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

30
o Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya
o Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam wakti 30 menit sejak
kelahiran bayi
38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plaenta dengan
menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan
dengan hati-hati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan
lembut perlahah melahirkan selaput ketuban tersebut.
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus,
melakukan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan
melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi.
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat
khusus.
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan sgera menjahit
laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik
43. Mencelupkan kedua tangannyang memakai sarung tangan ke larutan klorin 0,5
% membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air
desinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkan dengan kain yang bersih dan
kering.
44. Menempatkannklem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali desinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali
pusat sekitar 1 cm dari pusat.
45. Mengikatkan satu lagi simpul mati di bagian pusat yang berseberangan dengan
simpul mati yang pertama.
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5%.
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanha. Memastikan
handuk atau kainnya bersih atau kerinh.
48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.
49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam.

31
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan perawatan yang
sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
 Jika ditemukannlaserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan
dengan anastesi lokal dan menggunakan teknik yang sesuai.
50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus.
51. Mengevaluasi kehilangan darah
52. Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selamam satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pascapersalinan.
 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama
pascapersalinan.
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi selama 10 menit. Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.
54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang
sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air desinfeksi tingkat tinggi.
Membersihkan cairan ketuban, lendir,ndan darah. Membantu ibu memakai
pakaian yang bersih dan kering.
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang
diinginkan.
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan
klorin 0,5%  dan membilas dengan air bersih.

32
58. Mencelupkan sarung tanganbkotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Melengkapi partograf.

H. Indikasi persalinan normal


Indikasi asuhan persalinan normal adalah untuk hampir semua kehamilan
tanpa kondisi penyulit, dengan tanda–tanda persalinan spontan. Persalinan
merupakan proses fisiologis pada wanita hamil, sehingga hampir semua wanita
hamil akan mengalami proses persalinan secara spontan.14-16
Asuhan persalinan normal terjadi pada kehamilan dengan rentang usia
kehamilan 37−42 minggu. Tanda persalinan spontan yang muncul adalah
kontraksi uterus yang semakin sering dan lama, disertai dilatasi serviks dan
keluar lendir darah dari jalan lahir.14-16

I. Kontraindikasi persalinan normal


Kontraindikasi asuhan persalinan normal adalah bila terdapat penyulit
pada ibu hamil. Selain itu, kondisi janin yang tidak normal juga dapat menjadi
penyebab kontraindikasi.
Kontraindikasi Ibu
Kontraindikasi asuhan persalinan normal karena faktor ibu adalah sebagai
berikut:
1) Cephalopelvic disproportion atau ukuran kepala janin tidak sesuai
dengan ukuran panggul ibu, di mana kondisi ini merupakan
kontraindikasi absolut untuk melahirkan normal melalui vagina14,15,18
2) Plasenta abnormal, misalnya plasenta previa baik komplit maupun
parsial dan plasenta akreta, di mana kondisi ini adalah kontraindikasi
relatif sehingga dengan beberapa pertimbangan dapat dilakukan
persalinan pervaginam dengan risiko perdarahan postpartum14,18,19

33
3) Prolaps tali pusat, pada kondisi ini hindari manipulasi pada tali pusat
dan segera dilakukan persalinan secara sectio caesarea15,18
4) Vaginal birth after cesarean section (VBAC) karena meningkatkan
risiko ruptur uteri, tetapi kondisi ini masih kontroversial sehingga
terdapat beberapa kriteria pasien untuk melakukan VBAC14,18
5) Penyakit infeksi menular seksual, seperti herpes genital pada trimester
akhir kehamilan, karena dapat terjadi transmisi infeksi ke bayi yang
dilahirkan pervaginam14,20
6) Ibu hamil dengan HIV memiliki risiko penularan pervaginam ke bayi
jika viral load pasien >1000 kopi/mL, tetapi jika ibu hamil mendapat
terapi antiretroviral dengan viral load <1000 kopi/mL maka dapat
melahirkan pervaginam15,21
7) Wanita hamil dengan miopia tinggi yang disertai kondisi makula dan
retina yang abnormal sebaiknya menghindari persalinan normal, karena
risiko komplikasi ablatio retinal17,22
Kontraindikasi Janin
Beberapa kontraindikasi dari faktor janin untuk melakukan persalinan
normal adalah:
1) Malpresentasi janin, seperti presentasi dahi, wajah, bokong /sungsang,
atau lintang sebaiknya tidak dilahirkan pervaginam untuk menurunkan
risiko mortalitas bayi dan komplikasi distosia14,15,18
2) Makrosomia atau bayi besar, yaitu bayi dengan berat lahir lebih dari
4000 gram biasanya disarankan untuk melakukan persalinan secara
sectio caesarea untuk mencegah komplikasi distosia15,18
3) Janin kembar merupakan kontraindikasi relatif untuk melakukan
persalinan normal, di mana dapat dilahirkan pervaginam tergantung
dari jumlah janin, presentasi janin, perkiraan berat badan janin, kondisi
janin di dalam rahim, kondisi ibu, dan tenaga ahli saat melakukan
pertolongan persalinan18,23.

34
J. Keuntungan dan Kerugian Persalinan Normal
Keuntungan Menurut Christiane Northrup (2005), keuntungan melahirkan
normal yaitu:
1) Pemulihan Lebih Cepat Saat akan melahirkan, perjuangan calon ibu
yang akan melahirkan normal mungkin saja lebih berat dibandingkan
mereka yang melahirkan melalui jalan operasi. Namun, saat proses
persalinan selesai, ibu yang melahirkan normal akan menjalani proses
pemulihan yang jauh lebih cepat. Enam jam setelah melahirkan, ibu
sudah mampu berjalan sendiri ke mana-mana. Menurut cerita para
perempuan yang melahirkan normal, proses pemulihan pasca
persalinan jauh lebih cepat.
2) Cepat Bebas Bergerak Sehari setelah melahirkan, ibu yang melahirkan
normal sudah bisa berjalan dan bergerak bebas tanpa perlu merasakan
sakit akibat jahitan dari operasi yang belum kering. Keuntungannya
adalah ibu jadi bisa lebih cepat mengurus bayinya sendiri dan menjalin
bonding yang lebih kuat dengan newborn baby.
3) Memiliki Ikatan Batin Lebih Kuat Selama proses persalinan, ibu dan
bayi di dalam kandungan sama-sama berjuang. Karena itulah, ibu yang
melahirkan secara normal memiliki ikatan batin yang lebih kuat
dengan anaknya. Melalui tes MRI, ditemukan fakta bahwa sensitivitas
yang mengatur emosi dan motivasi di daerah otak pada ibu yang
melahirkan normal, angkanya ternyata lebih tinggi. Sebab inilah yang
membuat ibu yang melahirkan secara normal jadi lebih responsif
terhadap tangisan bayi.
4) Lebih Mudah IMD Berkaitan dengan ikatan batin, bayi yang dilahirkan
secara normal lebih tertarik untuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini
(IMD). Karena ikatan batin yang sudah terjalin dengan kuat antara ibu
baru dan bayinya, mereka jadi mudah bekerja sama melakukan
kegiatan menyusui untuk pertama kalinya. Seperti yang sudah
diketahui, kegiatan menyusui pertama kali bagi ibu dan bayi tidak

35
semudah yang terlihat dan membutuhkan kesabaran serta kerja sama
dari kedua belah pihak.
5) Bayi Lebih Sehat Selain bermanfaat untuk ibu, persalinan normal juga
memiliki banyak sekali manfaat untuk bayi. Banyak penelitian yang
menjelaskan mengenai hal ini, salah satunya adalah bayi akan
memiliki paru-paru yang lebih kuat karena saat lahir melewati vagina,
ada proses pengangkutan oksigen ke jaringan-jaringan tubuh bayi.
Itulah yang menyebabkan bayi yang dilahirkan melalui proses normal
memiliki risiko gangguan yang lebih rendah dan bayi yang lahir secara
normal akan memiliki daya juang yang lebih tinggi karena sudah
pernah berjuang untuk lahir dari rahim ibunya.
Kerugian Menurut Wang, D (2011) kerugian persalinan normal adalah:
1) Ketakutan persalinan dapat menyebabkan kecemasan pada beberapa
ibu
2) Meskipun jarang, komplikasi perdarahan maternal dapat terjadi
3) Risiko terjadinya robekan perinium, bervariasi dari laserasi ringan
hingga derajat 3-4
4) Risiko bayi mengalami deprivasi oksigen jika persalinan menemui
masalah
5) Kemungkinan trauma fisik pada bayi, seperti bengkak dan memar.
Risiko ini meningkat pada assisted vaginal delivery (persalinan
dengan bantuan forcep atau vacuum extraction)
6) Dapat meningkatkan kecenderungan prolaps organ pelvis 7)
7) Pada kasus yang jarang, dapat terjadi inversi uteri. Ini merupaka
kondisi yang serius dan jika tidak ditangani segera dapat
menyebabkan kematian pada ibu
8) Episiotomi dapat menyebabkan rasa nyeri saat intercourse dalam tiga
bulan pertama setelah persalinan
9) Risiko inkontinensia urin lebih besar. Risiko ini meningkat pada
assisted vaginal delivery, persalinan lama dan bayi besar.

36
K. Komplikasi
Risiko komplikasi asuhan persalinan normal dapat terjadi pada tiap kala
persalinan. Komplikasi dapat terjadi dipengaruhi oleh kondisi selama
kehamilan, kondisi ibu, dan kondisi janin.
1) Komplikasi Kala I
Komplikasi yang dialami ibu melahirkan kala I adalah:
o Partus lama, biasanya terkait kontraksi uterus yang tidak adekuat
atau dilatasi serviks yang tidak sempurna
o Ketuban pecah dini (KPD), yaitu pecahnya ketuban sebelum ada
tanda inpartu
o Komplikasi kala I juga dapat terjadi pada janin, sehingga penting
bagi petugas kesehatan untuk memastikan keselamatan dan kondisi
janin. Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
o Asfiksia, yang dapat menyebabkan intrauterine fetal death (IUFD)
o Sepsis neonatorum, dapat terjadi karena infeksi akibat KPD16,24,27
2) Komplikasi Kala II
Komplikasi pada ibu melahirkan kala II adalah distosia atau
persalinan kala II yang memanjang. Di mana waktu persalinan pada
primipara lebih dari 2 jam, atau pada multipara lebih dari 1 jam, tanpa
anestesi epidural anestesi. Kondisi ini dapat menyebabkan risiko
korioamnionitis, endometritis, infeksi saluran kemih, dan retensi urin.
14,15,17,20

Distosia dapat terjadi akibat lilitan tali pusat atau bayi


besar/makrosomia. Setelah lahir, kepala bayi perlu diperiksa apakah ada
lilitan tali pusat di leher, karena dapat menyebabkan komplikasi pada
janin seperti hipovolemia, anemia, syok hipoksik-iskemik, bahkan
ensefalopati. Janin makrosomia dapat menyebabkan distosia bahu.
14,15,17,20

3) Komplikasi Kala III


Pada kala III, komplikasi yang dapat terjadi adalah retensio
plasenta, yaitu plasenta tidak lahir spontan dalam waktu 30 menit

37
setelah bayi lahir. Pada keadaan ini, perlu dilakukan tindakan manual
plasenta. Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan
postpartum.15,25-26
4) Komplikasi Kala IV
Pada kala IV, komplikasi yang paling sering terjadi adalah
perdarahan postpartum, yaitu jumlah perdarahan pervaginam setelah
bayi lahir lebih dari 500 cc atau dapat mempengaruhi hemodinamik
pasien. Penyebab perdarahan postpartum terdiri dari 4T, yaitu tone
(atonia uteri), tissue (sisa jaringan plasenta), trauma (ruptur uteri,
serviks, atau vagina), dan thrombin (gangguan faktor koagulopati).15,24
Atonia Uteri
Atonia uteri akan segera terlihat segera setelah bayi lahir. Tanda kontraksi
uterus tidak baik adalah uterus teraba lembek. Kondisi ini dapat menyebabkan
perdarahan masif sehingga pasien mengalami syok hipovolemik.14,26
Sisa Jaringan Plasenta,
Plasenta yang dikeluarkan tidak lengkap dan tertinggal di dalam uterus,
dapat menyebabkan perdarahan pervaginam hingga 6-10 hari setelah
partus.15,26
Trauma Jalan Lahir
Ruptur uteri dapat terjadi pada pasien dengan riwayat sectio caesarea
sebelumnya. Laserasi serviks dan vagina sering terjadi jika persalinan dengan
bantuan vakum atau forsep. 15,26
Gangguan Faktor Koagulopati
Kelainan faktor pembekuan darah biasanya tidak menyebabkan perdarahan
hebat. Namun, dapat memburuk bila kondisi ibu dengan penyulit seperti
solusio plasenta, emboli air ketuban, atau eklamsia. Perdarahan karena
kelainan faktor pembekuan darah biasanya encer dan tidak terdapat gumpalan
darah.15,26
L. Pandangan Islam tentang kelahiran dan persalinan
o Kelahiran

38
Islam secara tersurat dan tersirat telah menjelaskan bahwa seorang
wanita boleh menjaga jarak dalam mengatur kehamilan. Menjaga jarak
dengan tujuan memberikan anak perhatian yang cukup demi kesehatan
wanita itu sendiri. Mengandung dan melahirkan merupakan sebuah
perjuangan yang beresiko tinggi. Kelainan dalam menjaga kesehatan dan
keselamatan ibu hamil bisa berakibat fatal bahkan bisa menyebabkan
seorang wanita meninggal dunia ketika hamil atau melahirkan.
Dalam Al-quran ditegaskan bahwa seorang ibu harus menyusui
anaknya secara baik dan mencukupi dengan batas waktu hingga 2 tahun,
sebagaimana firman Allah swt:
Artinya : “ Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anaknya dua tahun
penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna......... (Q.S a;-baqarah
233).
Kalau seorang wanita memberikan ASI secara sempurna hingga 2
tahun, artinya dia tidak hamil selama dalam proses tersebut. Kehamilan itu
sendiri mebutuhkan sebuah perjuangan yang akan merupakan seorang ibu
dalam menyapih bayinya. Setelah 2 tahun barulah seorang ibu boleh hamil
kembali dan proses kehamilan itu sendiri membutuhkan waktu hingga 9
bulan, berarti jarak yang ideal bagi seorang ibu untuk mempunyai anak
(melahirkan) adalah 2 tahun 9 bulan.
o Persalinan
Dari rahim seorang ibu akan lahir generasi penerus yang akan
menjaga kelestarian manusia dalam membangun peradaban. Mengingat
persalinan dan masa nifas sangatlah penting, maka ketersediaan layanan
berkualitas dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat merupakan
kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi. Pelayanan dasar dan lanjutan
merupakan cakupan dari pelayanan kehamilan,persalinan dan masa nifas.
Pelayanan dasar ditujukan untuk menangani kasus-kasus normal,
sedangkan pelayanan lanjutan atau rujukan diberikan kepada mereka yang
mengalami kasus-kasus beresiko, gawat darurat, dan komplikasi yang
memerlukan sarana dan prasarana yang lebih lengkap seperti di rumah

39
sakit. Kedua pelayanan tersebut harus tersedia dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat, baik dari aspek finasial maupun teknis terkait dengan
jarak dan sarana transportasi.
Di Indonesia manajemen pelayanan kesehatan terkait persalinan masih
sangat buruk dibandingkan negara ASEAN lainnya. Jumlah kematian ibu
di Indonesia masih tergolong tinggi di antara negara-negara ASEAN
lainnya yaitu Indonesia 214 per 100.000 KH, Filipina 170 per 100.000
KH, Vietnam 160 per 100.000 KH, Brunei 60 per 100.000 KH, Thailand
44 per 100.000 KH, dan Malaysia 39 per 100.000 KH. Sedangkan pada
2017, AKB sebesar 1,61. Namun pada 2018 menjadi 2,08 per 1.000
kelahiran hidup. Kematian bayi bisa disebabkan banyak hal.
Oleh karena itu pelayanan kesehatan dan pejuangan ibu dalam proses
kehamilan dan persalianan sangat berharga. Dalam surat Luqman ayat 14
Al Quran mengabadikan perjuangan ibu selama kehamilan. “Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan yang lemah dan bertambah-tambah...”.
Allah memberikan kemuliaan kepada ibu melahirkan melalui sabda
Rasulullah saw yang artinya”. . . wanita yang meninggal karena
melahirkan adalah syahid. . . . “ (HR Ahmad).
Wajar bila islam mewajibkan negara untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas dan dapat dijangkau oleh semua kaum ibu sejak masa
kehamilan sampai persalinan bahkan hingga masa nifas dan menyusui.
Layanan tersebut adalah bagian integral dari sistem kehidupan islam.

40
2. SEKSIO SESAREA
A. Definisi
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500
gram.3
Seksio sesarea didefinisikan sebagai persalinan fetus melalui
laparotomi, lalu histerotomi. Ada 2 tipe umum seksio sesarea, yaitu primer
dan sekunder. Primer mengacu pada histerotomi pertama kali dan
sekunder mengacu pada uterus dengan satu atau lebih insisi histerotomi
sebelumnya. Terkadang, misalnya dikarenakan komplikasi emergensi
seperti perdarahan hebat, histerektomi diindikasikan setelah persalinan.
Jika dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, operasi tersebut
dinamakan histerektomi sesarea. Jika dilakukan dalam waktu singkat
setelah persalinan, disebut histerektomi postpartum. Histerektomi
peripartum adalah istilah yang lebih luas, mengkombinasikan 2 definisi
terdahulu.10
B. Epidemiologi
Sekitar 15% persalinan di seluruh dunia dilakukan melalui seksio
sesarea. Amerika latin dan Caribbean memiliki angka seksio sesarea
tertinggi (29,2%), dan Afrika memiliki angka terendah (3.5%). Di negara-
negara berkembang, proporsi seksio sesarea sebesar 21.1%, sedangkan di
negara yang kurang berkembang hanya sebesar 2% kelahiran dilakukan
melalui seksio sesarea. Analisis menunjukkan perbandingan terbalik antara
angka kejadian seksio sesarea dengan mortalitas maternal, anak, dan
neonatus di negara-negara dengan tingkat mortalitas tinggi.30
C. Klasifikasi Seksio Sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:
a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu
pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus.
Hampir 99% dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek

41
kedokteran dilakukan dengan menggunakan teknik ini, karena
memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik,
dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya
adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga
memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat
menimbulkan perdarahan . Arah insisi melintang (secara Kerr)
dan insisi memanjang (secara Kronig).
b. Seksio sesarea klasik (corporal), yaitu insisi pada segmen atas
uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen
bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman (misalnya karena
perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat pembedahan
sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau
karsinoma serviks invasif), bayi besar dengan kelainan letak
terutama jika selaput ketuban sudah pecah . Teknik ini juga
memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi relatif
sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan
berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan
dinding abdomen lebih besar.
c. Seksio sesarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan
uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat
diatasi dengan tindakan lain, pada uterus miomatousus yang besar
dan atau banyak, atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi
dengan jahitan.
d. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina
anterior ke dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi
digunakan dalam praktek obstetri.
e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa
insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas
dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian
uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah.

42
Keuntungan dan kerugian jenis- jenis sectio Caesarea Abdominalis:
a. Sectio Caesarea Klasik (Korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus
uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin lebih cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada reperitonealisasi yang baik.
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan
b. Sectio Caesarea Ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen
bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi
3. Tumpang tindih dari peritoneal baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
4. Perdarahan kurang
5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang/lebih kecil
Kekurangan :
1. Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.

D. Indikasi Seksio Sesarea


Terdapat 4 indikasi utama untuk melakukan seksio sesarea yaitu3:
1. Distosia
2. Gawat janin

43
3. Kelainan letak
4. Parut uterus
Indikasi seksio sesaria dilihat dari faktor maternal antara lain3,10,29:
1. Panggul sempit absolut
2. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3. Stenosis serviks/vagina
4. Plasentasi abnormal
5. Ruptura uteri membakat
6. Riwayat seksio sesarea sebelumnya
7. Riwayat histerotomi klasik sebelumnya
8. Dehisensi insisi uteri
9. Riwayat miomektomi sebelumnya
10.Massa obstruktif traktus genital
11.Infeksi HSV atau HIV
12.Penyakit jantung atau paru-paru
13.Malformasi arteriovenosus atau aneurisma serebri
14.Seksio sesarea perimortem
Indikasi seksio sesaria dilihat dari faktor maternal-fetal antara lain29:

1. Disproporsi sefalopelvik
2. Plasenta previa atau solusio plasenta

Indikasi seksio sesaria dilihat dari faktor janin antara lain3,10,29:

1. Malpresentasi
2. Gawat janin
3. Makrosomia
4. Malformasi kongenital tertentu atau kelainan skeletal
5. Infeksi
6. Trombositopenia

Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada29:

1. Janin mati

44
2. Syok, anemia berat, sebelum diatasi
3. Kelainan kongenital berat (monster)

Nonreassuring fetal heart tracing 32%


Arrest of labor 18%
Multiple gestation 16%
Preeclampsia 10%
Macrosomia 10%
Elective 8%
Maternal-fetal 5%
Obstetric 1%

Tabel diagram kontribusi masing-masing indikasi terhadap


peningkatan angka seksio sesarea primer28

Indikasi Seksio Sesarea Klasik3,31:

1. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk


mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya
perlekatan-perlekatan akibat pembedahan seksio sesarea yang lalu,
atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.
2. Janin besar dalam letak lintang,
3. Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen
bawah rahim yang menyebablan hipervaskularisasi segmen bawah
rahim,
4. Kembar siam,
5. Karsinoma serviks.
Indikasi peripartum histerektomi (histerektomi yang dilakukan saat seksio
sesarea atau setelah seksio sesarea)10:

1. Atonia uteri
2. Plasentasi abnormal: perdarahan, akreta sindrom
3. Ekstensi uterine
4. Ruptur uteri

45
5. Laserasi serviks
6. Infeksi uteri postpartum
7. Leiomyoma
8. Kanker serviks invasive
9. Neoplasia ovarian

E. Kontraindikasi Seksio Sesarea


1. Status maternal yang kurang baik (misalnya penyakit paru-paru berat)
sehingga operasi dapat membahayakan keselamatan ibu. Pada situasi
yang sulit seperti itu, tentukan keputusan bersama keluarga melalui
pertemuan multidisiplin.29
2. Seksio sesarea dapat tidak direkomendasikan jika fetus memiliki
abnormalitas kariotipik yang diketahui (trisomy 13 atau 18) atau
anomaly kongenital yang dapat menyebabkan kematian
(anencephali).29

F. Komplikasi Seksio Sesarea


Beberapa komplikasi yang dapat terjadi mengikuti seksio sesarea,
antara lain29:

a. Sekitar 2 kali peningkatan mortalitas dan morbiditas ibu secara


relatif terhadap persalinan pervaginam. Sebagian terkait dengan
prosedur itu sendiri, dan sebagian terkait dengan kondisi yang
menjadi indikasi dilakukannya seksio sesarea
b. Infeksi (Misalnya endomyometritis postpartum, dehisensi fasia,
luka, dan traktus urinarius). Luka yang mengalami infeksi
sebaiknya dibuka, didebridemen, dan ditutup kembali dalam
lingkungan steril.
c. Penyakit tromboembolik (Misalnya deep venous thrombosis,
tromboflebitis pelvis sepsis). Beberapa faktor risiko terjadinya
pembentukan thrombus antara lain obesitas, umur ibu yang lanjut

46
(>35 tahun), paritas yang tinggi (>3), dan ambulasi post operatif
yang kurang baik.
d. Komplikasi anestesi
e. Cedera operatif (Misalnya laserasi uteri, buli, usus, uretra)
f. Atonia uteri
g. Perlambatan kembalinya fungsi usus. Narkotika post operaitf dapat
memperlambat kembalinya fungsi normal usus pada beberapa
pasien. Status elektrolit dan cairan pasien harus menjadi prioritas.

G. Perawatan Pasca Sectio caesarea


Adapun perawatan pasca bedah meliputi :

1. Perawatan luka insisi


Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin
dan sebagainya, lalu ditutup dengan kain penutup luka. Secara
periodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan.
2. Tempat perawatan pasca bedah
Setelah tindakan di kamar operasi selesai, pasien
dipindahkan ke dalam kamar rawat khusus yang dilengkapi
dengan alat pendingin kamar udara selama beberapa hari. Bila
pasca bedah kondisi gawat segera pindahkan ke ICU untuk
perawatan bersama-sama dengan unit anastesi, karena di sini
peralatan untuk menyelamatkan pasien lebih lengkap. Setelah
pulih barulah di pindahkan ke tempat pasien semula dirawat.
3. Pemberian cairan
Karena selama 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi,
maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit yang diperlukan, agar tidak terjadi
dehidrasi.
4. Nyeri
Nyeri pasca operasi merupakan efek samping yang harus
diderita oleh mereka yang pernah menjalani operasi, termasuk

47
bedah Caesar. Nyeri tersebut dapat disebabkan oleh perlekatan-
perlekatan antar jaringan akibat operasi. Nyeri tersebut hampir
tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan mengalami nyeri
atau gangguan terutama bila aktivitas berlebih atau melakukan
gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba.
Sejak pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih
dirasakan didaerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri
tersebut dapat diberikan obat-obat anti nyeri dan penenang
seperti suntikan intramuskuler pethidin dengan dosis 100-150
mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara perinfus.
5. Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk
membantu jalanya penyembuhan pasien. Mobilisasi berguna
untuk mencegah terjadinya thrombosis dan emboli. Miring ke
kanan dan kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil
tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua
pasiesn dapat didukukan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam-dalam lalu menghembuskanya disertai batuk-
batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan
sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri pasien bahwa ia
mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi
setengah duduk (semi fowler).selanjutnya secara berturut-turut,
hari demi hari pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari,
belajar berjalan dan berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5
pasca bedah.
H. Tindakan Sectio Sesarea Dalam Perspektif Bioetika
Dokter sebaiknya memahami aspek etika kesehatan dalam persalinan
sectio caesarea. Dokter harus mematuhi etika dalam praktek klinis dan
berhati-hati dalam mengevaluasi indikasi setiap CS dan mengambil
keputusan yang tidak bias sebelum melakukan CS atas permintaan. Selain

48
risiko dan manfaat, perlu pemahaman potensi risiko jangka panjang
berulang CS, termasuk histerektomi dan kematian ibu dan janin.34
Berdasarkan teori deontologi (kewajiban) maka fokus analisis etika
suatu tindakan dilakukan terhadap pelaksana tindakan tersebut.35 Oleh
karena itu dalam persalinan, aspek etika yang dibahas fokus pada dokter
atau tenaga medis yang melaksanakan. Persalinan melalui SC tanpa
indikasi medis dapat dikatakan etis apabila dokter telah melakukan
kewajibannya, antara lain menjelaskan kondisi janin/bayi pada orang tua,
risiko-risiko yang kemungkinan terjadi saat dan setelah melalui operasi
SC, serta hal-hal lain yang perlu diketahui calon ibu dan pasangannya
pasca operasi SC, menjalankan prosedur informed consent dan melakukan
operasi SC sesuai dengan prosedur medis yang berlaku, tanpa kesalahan
sedikit pun. Sebagaimana yang telah dijelaskan mengenai kelebihan ini
bahwa apabila pelaksana tindakan yang memicu dilema etis ini telah
menjalankan kewajiban sesuai peran dan tanggung jawabnya maka
tindakan ini tidak lagi menjadi pembahasan dalam dilema etis. Namun,
kekurangannya bahwa deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-
konsekuensi tindakan, maka apabila di waktu mendatang risiko akibat
persalinan SC dirasa merugikan pasien maka pasien tidak dapat lagi
menuntut pihak tenaga medis atau dokter yang melakukan operasi SC.
Membahas suatu isu dari aspek etika diperlukan teori etika sebagai
acuan dalam proses membenarkan suatu keputusan etis tertentu, atau untuk
menyusun informasi yang kompleks dan nilai-nilai serta kepentingan-
kepentingan yang bersaing satu sama lain, dan mencari jawaban atas
pertanyaan tentang tindakan yang diperlukan dalam kondisi tertentu. Ada
empat teori etika yang dapat men- jadi alternatif pembahasan isu etika,
antara lain: konsekuensialisme, deontologi, etika hak dan intuisionisme.35
Teori etika “konsekuensialisme” memandang bahwa tindakan yang
dianggap etis adalah tindakan dengan konsekuensi yang membawa
keuntungan yang lebih banyak, melebihi segala hal yang merugikan. 35
Dengan menggunakan cara pandang pada teori ini, persalinan melalui SC

49
tanpa indikasi medis bisa saja dapat disimpulkan sebagai tindakan medis
yang tidak etis mengingat tindakan medis tersebut masih dianggap tidak
lebih aman dan lebih berisiko meski teknologi kedokteran atau medis telah
berkembang pesat dan lebih aman.
Berdasarkan ‘etika hak’, untuk menganalisis suatu tindakan perlu
ditentukan terlebih dahulu hak dan tuntutan moral yang akan terpicu dari
tindakan yang akan dilakukan. Hal yang menjadi fokus pada teori ini
adalah bahwa tuntutan moral atau hak seseorang terpenuhi. Etika hak
populer di Amerika Serikat, terutama dalam isu abortus. Teori hak pantas
dihargai terutama karena tekanannya pada nilai moral seorang manusia
dan tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Di sisi lain, teori
ini tidak menjelaskan tentang konflik hak antara individu-individu harus
dipecahkan.35 Di persalinan sectio caesarea, teori etika hak ini
memecahkan dilema-dilema moral dengan terlebih dahulu menentukkan
hak dan tuntunan moral mana yang terlibat di dalamnya.
Adapun pada teori intuisionisme, berdasarkan dugaan setiap individu
terhadap suatu tindakan yang memicu dilema etis,35 maka teori ini tidak
dapat digunakan dalam pembahasan etika kesehatan pada persalinan
melalui SC tanpa indikasi medis. Hal ini dikarenakan tindakan tersebut
merupakan tindakan medis yang telah memiliki standar tersendiri dan
pelakunya tidak lain adalah profesi kesehatan, dokter, yang juga telah
memiliki etika profesi. Dengan demikian, setiap tindakan medis yang
dilakukan tidak dapat dinilai hanya dengan intuisi melainkan perlu
dipertimbangkan secara cermat, dapat melalui aspek konsekuensi atau
akibat dari tindakan tersebut, dari aspek kewajiban pelaku (dokter) yang
telah terikat etika profesi, serta dapat pula mempertimbangkan hak dari
penerima atau penentu tindakan tersebut yang dalam hal ini adalah pasien
atau calon ibu yang akan melahirkan.
Beauchamp dan Childress menyebutkan bahwa terdapat 4 poin
prinsipal dalam moral dan etik kesehatan yaitu Autonomy, Beneficience,
Non-maleficence, dan Justice.35 Keempat poin tersebut harus seimbang,

50
dan pada suatu kondisi mungkin saja terjadi jika salah satu poin etik akan
kontra dengan poin yang lainnya.
Di Indonesia, dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) POGI yang di
Jakarta, telah disepakati untuk dilakukan perubahan pada standar kode etik
POGI yang menyatakan bahwa tindakan sectio caesarea atas permintaan
pasien bukanlah merupakan suatu bentuk pelanggaran etik selama
dilakukan suatu informed consent khusus, yaitu adanya surat persetujuan
tindakan medik bedah caesar dengan format khusus dan dijelaskan
langsung oleh dokter yang akan melakukan tindakan, didampingi saksi
dari pihak dokter, dan saksi dari pihak pasien, yang berisi:
1) Permintaan secara eksplisit tertulis bahwa dengan ini pasien
meminta untuk dilakukan tindakan seksio sesarea,
2) Bahwa pasien telah dijelaskan oleh dokter yang membedah
tentang; persalinan secara caesar akan dilakukan walaupun telah
dilakukan pemeriksaan oleh dokter bahwa pasien dapat
melahirkan per vaginam, persalinan melalui caesar tidak lebih
baik jika dibandingkan dengan persalinan per vaginam, adanya
risiko yang dapat timbul pada ibu dan janin berkaitan dengan
tindakan bedah caesar.34
Berdasarkan Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang
berpedoman dari Surat Keputusan PB IDI No 221/PB/A-4/04/2002, Pasal
7c berbunyi “Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawat, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga
kepercayaan pasien.” Oleh karena itu, jika pasien menginginkan dan
memutuskan untuk dilakukannya operasi caesar, maka dokter harus
mempertimbangkan untuk menyetujui kehendak pasien (dengan tetap
mempertimbangkan keamanan bagi pasien) karena pasien mempunyai
haknya sendiri untuk menentukan tindakan medis yang akan dilakukan.
Selain itu alasan yang mendasari terbitnya revisi kode etik POGI
adalah Undang-Undang Praktik Kedokteran yang memuat mengenai hak
pasien atas pilihan pengobatan pada dirinya, hak mendapatkan penjelasan

51
atas tindakan medik (di- jelaskan untung rugi, risiko yang dihadapi selama
pembedahan dan masa mendatang), serta hak untuk menolak tindakan
medis pada dirinya. Dalam hal ini pasien memilih untuk dilakukan
persalinan secara SC.
Perlu menjadi perhatian bersama jika terjadi malpraktik akibat SC ini
antara lain bahwa rumah sakit bertanggung jawab atas kelalaian tenaga
medis di rumah sakit akibat dari perbuatan tenaga medis yang merugikan
pasien atas dasar yuridis mormatif sesuai ketentuan Pasal 1367 KUH Per-
data, dan Pasal 46 UU rumah sakit, dan standar profesi dan akreditasi
pelayanan kesehatan secara internasional. Akan tetapi tindakan tenaga
medis dalam bentuk criminal malpractice, maka akan tetap
dipertanggungjawabkan pada tenaga medis tersebut. Oleh karena itu,
semua pihak diharapkan dapat mengutamakan tanggung jawab
profesionalisme di bidang kesehatan, khususnya bagi tenaga medis yang
berhubungan langsung dengan pasien.
Dapat disimpulkan bahwa trend persalinan melalui sectio caesarea
sangat tinggi yakni berkisar antara 30% sampai 70%, baik di rumah sakit
pemerintah maupun swasta. Persalinan sectio caesarea hampir seluruhnya
disebabkan indikasi medis. Trend yang tinggi pada persalinan melalui
tindakan sectio caesarea tidak serta merta menunjukkan bahwa terdapat
hal yang bertentangan dengan etika pelayanan kesehatan. Banyak faktor di
luar indikasi medis, baik dari sisi ibu maupun bayi yang menyebabkan
dipilihnya tindakan sectio caesarea. Berdasarkan teori etika
konsekuensialisme, persalinan melalui SC tanpa indikasi medis bisa dinilai
sebagai tindakan medis yang tidak etis mengingat tindakan medis tersebut
masih dianggap tidak lebih aman dan lebih berisiko meski teknologi
kedokteran telah berkembang pesat. Menurut teori deontologi (kewajiban),
persalinan melalui SC tanpa indikasi medis dapat dikatakan etis apabila
dokter telah melakukan kewajibannya, jika telah menjalankan prosedur
informed consent dan melakukan operasi SC sesuai dengan prosedur medis
yang berlaku, tanpa kesalahan sedikit pun.

52
J. Tindakan Sectio Sesarea Dalam Perspektif Islam
Islam sebagai agama wahyu yang terakhir dimaksudkan sebagai
agama yang berlaku dan dibutuhkan sepanjang zaman tentu mempunyai
pedoman dan prinsip dasar yang dapat digunakan sebagai petunjuk bagi
umat manusia dalam kehidupannya agar mereka memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, Islam sebagai
agama yang dibawa untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam tentu harus
dapat menjawab semua permasalahan umat manusia yang telah dan akan
timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.36
Adapun hukum (legal) ansich haruslah juga di dasarkan pada sesuatu
yang tidak disebut hukum, yakni yang lebih “mendasar” dari pada
sekedar hukum, yaitu sebuah sistem nilai yang dengan sadar diambil
sebagai keyakinan yang harus diperjuangkan seperti kemaslahatan dan
keadilan.
Sejalan dengan itu, kemaslahatan menurut al-Sya>t}ibi harus
dilihat pula dari dua aspek, yaitu :

1. Maqashi} d al-Sya>r’i (Tujuan Tuhan)


2. Maqashid al-Mukallaf (Tujuan Mukallaf)

Konsepsi kemaslahatan di sini menurut al-Sya>t}ibi secara


rasional terkait dengan yang apa akan dicapai maqa>s}id al-syari’ah
itu sendiri, oleh karena itu maqa>si} d al-Sya>r’i dalam mensyiarkan
kemaslahatan di dalam syariat harus bersifat mutlak secara umum,
tidak dikhususkan pada bagian atau ruang tertentu. Kemaslahatan bersifat
mutlak dan hukum diberlakukan untuk kemaslahatan hamba, karena itu
jika di khususkan maka obyek kemaslahatan tidak bersifat mutlak.36
Perbuatan-perbuatan yang disyariatkan bukanlah tujuan bagi dirinya,
akan tetapi ada tujuan lain yang akan dicapai, yaitu kemaslahatan yang
diberlakukan untuknya. Sedangkan tujuan syariat atas mukallaf agar
segala perbuatannya sesuai dengan tujuan syariat dan sebagaimana telah
dijelaskan bahwa obyek syariat adalah kemaslahatan manusia secara

53
umum.37
Para ulama telah menyimpulkan tentang lima tujuan umum syariat
dalam hukum Islam yang lebih dikenal dengan al-Us}u>l al-
Khamsah yaitu berupa pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta.37 Apabila tidak terpeliharanya kelima aspek ini, maka tidak akan
tercapai kehidupan manusi secara sempurna. Oleh karena itu menurut al-
Gazali, kemuliaan manusia tidak bisa dipisahkan dari pemeliharaan
kelima aspek tersebut. Setiap hal yang mengandung upaya lima aspek
pokok tersebut adalah maslahah dan sebaliknya setiap hal yang tidak
mengandung upaya pemeliharaan lima aspek tersebut adalah mafsadah.37
Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa memelihara kesehatan
merupakan hal pokok yang harus dijaga, agar tubuh tetap sehat, jauh dari
segala macam penyakit, baik penyakit yang sudah sempat menimpa tubuh
maupun agar penyakit tidak sampai mengenai tubuh. Ada dua cara yang
dapat dilakukan dalam rangka memenuhi tujuan tersebut :

1. Pemeliharaan Kesehatan.

2. Pencegahan Penyakit.

Dalam konteks rekayasa kelahiran melalui caesar, pemeliharan


kesehatan dan pencegahan penyakit merupakan usaha untuk menjaga
kesehatan anak keturunan sebagai upaya pembentuk ummat, begitupun
dengan ibunya sebagai dasar pembentuk pribadi anak. Sehingga tepat
sekali firman Allah :
‫و من أحياها فكأنما أحيا الناس جميعا‬

Menurut Quraish Shihab, menghidupkan di sini bukan saja berarti


memelihara kehidupan tetapi juga dapat mencakup upaya
memperpanjang harapan hidup dengan cara apapun yang tidak melanggar
hukum.38
Hal ini sesuai dengan firman Allah :

54
‫و ما أرسلناك إال رحمة للعالمين‬

Ayat ini menunjukkan kepada asas rahmat yakni menarik maslahah


dan menolak mafsadah.14
Selain dari itu ada hal yang juga perlu diperhatikan, sebagaimana
firman Allah SWT :

‫و ال تلقوا بأيديكم إلي التهلكة و أحسنوا إن هللا يحب المحسنين‬

Ayat ini dengan jelas menerangkan tentang larangan untuk


menceburkan diri ke dalam kerusakan, tetapi memerintahkan kepada
kebaikan, ini selaras dengan sabda Nabi Saw :

‫ال ضرر و ال ضرار‬

Begitupula dikuatkan dalam kaidah fikih yang menjadi tujuan


syariat Islam menuju suatu kesimpulan yang global, yaitu :

‫درأ مفاسد مقدم علي جلب المصالح‬

Kandungan kaidah ini menjelaskan apabila terjadi pertentangan


antara mafsadah dan maslahat maka yang didahulukan adalah mencegah
mafsadah, karena perhatian syari‟at Islam kepada hal-hal yang
dilarang dengan meninggalkannya lebih besar dari pada perhatiannya
kepada hal-hal yang diperintahkan.13 Namun yang perlu diperhatikan
adalah bahwa kemaslahatan yang bisa dijadikan dasar pembinaan hukum
Islam yaitu kemaslahatan sejati yang benar-benar membawa kemanfaatan
dan menolak kerusakan berdasarkan ketentuan syari‟at.
Hukum Operasi Cesar
Hukum operasi cesar dilihat dari sisi kepentingan wanita hamil atau

55
janin dibagi menjadi :
Pertama : Dalam Keadaan Darurat.
Yang dimaksud dalam keadaan darurat dalam operasi cesar
adalah adanya kekhawatiran terancamnya jiwa ibu, atau bayi, atau
kedua-duanya secara bersamaan.
1) Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu, misalnya untuk
ibu yang mengalami eklampsia atau kejang dalam kehamilan,
mempunyai penyakit jantung, persalinan tiba-tiba macet,
pendarahan banyak selama kehamilan, infeksi dalam rahim,
dan dinding rahimnya yang menipis akibat bedah caesar atau
operasi rahim sebelumnya.
2) Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa bayi, adalah jika
sang ibu sudah meninggal dunia, tapi bayi yang berada di
dalama perutnya masih hidup.
Apakah dibolehkan untuk membedah perut ibu dalam keadaan seperti ini ?
Para ulama berbeda pendapat :
Pendapat Pertama : Dibolehkan untuk dilakukan operasi dengan
membedah perut ibunya, agar bayi bisa dikeluarkan. Ini adalah pendapat
Imam Abu Hanifah, Muhammad bin Hasan, Madzhab Syafi’iyah, dan
Dhahiriyah, serta dipilih oleh beberapa ulama dari Malikiyah dan Hanabilah.
Pendapat Kedua : Tidak dibolehkan dilakukan operasi dengan
membedah perut ibunya. Ini adalah pendapat Malikiyah dan Hanabilah.
Mereka berdalil dengan dalil-dali sebagai berikut :

Pertama : Hadist Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya ia


berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
 ‫ْر ِه َحيًّا‬
ِ ‫ت َك َكس‬ ْ ‫َك ْس ُر ع‬
ِ ِّ‫َظ ِم ْال َمي‬
 "Memecahkan tulang mayit seperti memecahkannya ketika masih hidup. " ( HR
Abu Daud dan Ibnu Majah) 
            Kedua : Bahwa janin yang masih hidup dalam perut ibunya yang sudah
mati tersebut, sering tidak tertolong. Seandainya perut ibunya sudah dibedahpun

56
dan janin tersebut bisa hidup, biasanya hidupnya tidak lama. Oleh karenanya,
tidak boleh melakukan kerusakan yang pasti hanya sekedar mengejar sesuatu yang
belum tentu bisa diselamatkan. 
(3) Operasi Cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu dan bayi secara bersamaan
adalah ketika air ketuban pecah, namun belum ada kontraksi akan melahirkan,
bayi terlilit tali pusar sehingga tidak dapat keluar secara normal, usia bayi belum
matang (prematur), posisi bayi sungsang, dan lain-lain.
Dalam tiga keadaan di atas, menurut pendapat yang benar, dibolehkan dilakukan
operasi cesar untuk menyelamatkan jiwa ibu dan anak . Dalil-dalilnya sebagai
berikut :
Pertama : Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
َ َّ‫َو َم ْن أَحْ يَاهَا فَ َكأَنَّ َما أَحْ يَا الن‬
‫اس َج ِميعًا‬
“ Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. "  ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan 
manusia, termasuk di dalamnya orang yang menyelamatkan ibu dan bayi dari
kematian dengan melakukan pembedahan pada perut.  
            Ibnu Hazm berkata : “ Jika seorang ibu yang hamil meninggal dunia,
sedangkan bayinya masih hidup dan bergerak dan sudah berumur enam bulan,
maka dilakukan pembedaan perutnya dengan memanjang untuk mengeluarkan 
bayi tersebut, ini berdasarkan firman Allah ( Qs. 5 : 32 ), dan barang siapa
membiarkannya bayi tersebut di dalam sampai mati, maka orang tersebut
dikatagorikan pembunuh. “ 
Kedua : Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi :
‫الضرر يزال‬
 “  Suatu bahaya itu harus dihilangkan “   
Ketiga : Kaidah Fiqhiyah yang berbunyi :
‫ب أَ َخفِّ ِه َما‬ َ ‫َان رُو ِع َي أَ ْعظَ ُمهُ َما‬
ِ ‫ض َررًا بِارْ تِ َكا‬ ِ ‫ض َم ْف َس َدت‬
َ ‫إ َذا تَ َعا َر‬
“ Jika terjadi pertentangan antara dua kerusakan, maka diambil yang paling
ringan kerusakannya “ 

57
            Keterangan dari kaidah di atas adalah bahwa operasi cesar dalam keadaan
darurat terdapat dua kerusakan, yang pertama adalah terancamnya jiwa ibu atau
anak, sedangkan kerusakan yang kedua adalah dibedahnya perut ibu. Dari dua
kerusakan tersebut, maka yang paling ringan adalah dibedahnya perut ibu, maka
tindakan ini diambil untuk menghindari kerusakan yang lebih besar, yaitu
terancamnya jiwa ibu dan anak.
Kedua : Tanpa Indikasi Medis

Dalam dunia kedokteran pun, tidak boleh melakukan operasi caesar tanpa
indikasi medis. Seorang dokter salah secara kode etik kedokteran jika ia
melakukan operasi caesar tanpa indikasi medis. Syaikh Muhammad Shalih Al-
Munajjid hafidzahullah berkata mengenai operasi tanpa indikasi medis,
‫بره على‬œœ‫دم ص‬œœ‫ أو لع‬œ، ‫ال‬œœ‫ ؛ طمعا ً منهم في الم‬œ‫ األطباء في اللجوء إلى العملية القيصرية‬œ‫ويتساهل كثير من‬
‫ أو‬، ‫دها‬œœ‫ للحفاظ على رشاقة جس‬œ‫ النساء تطلب هذه العملية‬œ‫ كما أن بعض‬، œ‫ الطبيعية‬œ‫األم أثناء الطلق للوالدة‬
œ‫دة‬œ‫ لفوائد متعد‬œً‫ وال شك أن في هذا الفعل تضييعا‬ .  ‫ آالم‬œ‫للتخلص من‬
“Sebagian dokter bemudah-mudah melakukan operasi Caesar karena tamak
terhadap harta atau sang ibu tidak sabar menjalani proses persalinan alami .
Demikian juga sebagian wanita meminta operasi ini untuk menjaga keindahan
tubuh mereka atau untuk menghindari rasa sakit. Tidak ragu lagi ini adalah
menyia-nyiakan faidah yang banyak” 1.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al -‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “wahai
Fadhilatus Syaikh, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat ‘Abasa
(yang artinya): “Kemudian Allah memudahkan jalannya” (QS. Abasa:
20). Allah subhanahu wa ta’ala menjamin untuk memudahkan proses kelahiran
ini. Dan banyak orang, baik laki-laki maupun wanita, yang terburu-buru
melakukan operasi yang disebut cesar, apakah hal ini disebabkan lemahnya
tawakkal kepada Allah subhanahu wa ta’ala?”.
Beliau menjawab:
“Menurutku –barakallahu fiik– cara ini yang banyak digunakan orang saat ini,
ketika seorang wanita merasakan akan melahirkan lalu pergi ke rumah sakit,
kemudian dioperasi caesar. Aku melihat bahwa ini adalah wahyu dari setan dan

58
bahayanya hal ini lebih banyak daripada manfaatnya. Karena seorang wanita
mau tidak mau akan mendapatkan rasa sakit ketika melahirkan (normal), akan
tetapi ada faidah yang terdapat dalam rasa sakit ini:
Pertama : rasa sakit tersebut akan menggugurkan dosa-dosanya
Kedua : akan mengangkat derajatnya jika ia sabar dan mengharapkan pahala di
sisi Allah
Ketiga : seorang wanita akan menyadari kedudukan seorang ibu, yang mana
seorang ibu merasakan sebagaimana yang ia rasakan
Keempat : ia merasakan kedudukan nikmat Allah Ta’ala atasnya berupa
kesehatan
Kelima : menambah rasa sayang dan rindunya kepada anaknya, karena setiap
kali si anak mengalami kesulitan, sang ibu akan lebih merasa kasihan dan
merindukannya.
Keenam : Anak atau bayi dalam kandungan ini keluar dari tempat keluar yang
normal dan wajar, dalam hal ini ada kebaikan bagi si anak dan ibunya.
Ketujuh : ada bahaya operasi caesar yang akan dirasakan oleh wanita tersebut,
karena operasi akan melemahkan usus, rahim dan yang selainnya, dan terkadang
terjadi mal–praktek, bisa jadi ia selamat dan bisa jadi tidak.
Kedelapan : wanita yang pernah melakukan cesar hampir-hampir tidak bisa
kembali ke persalinan normal, karena tidak memungkinkan baginya dan
dikhawatirkan akan merobek bagian yang pernah dioperasi.
Kesembilan : melakukan operasi caesar akan membuat sedikit keturunan (anak),
karena jika pernah di caesar 3 kali dari berbagai sisi dan membuat lemah maka
kehamilan berikutnya bisa membahayakan.
Kesepuluh : cara ini adalah cara yang mewah. Dan kemewahan merupakan
sebab kehancuran, sebagaimana firman Allah ta’ala tentang golongan kiri :
œَ ِ‫ك ُم ْت َرف‬
{  ‫ين‬ َ ِ‫إِنَّهُ ْم َكانُوا قَ ْب َل َذل‬ } [45:‫]الواقعة‬
“Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan” (QS al-Waqi’ah : 45).
Maka yang wajib bagi seorang wanita adalah hendaknya ia sabar dan
mengharapkan pahala di sisi Allah, dan hendaknya ia tetap melahirkan dengan
cara yang normal karena itu lebih baik baginya dari sisi kesehatan dan finansial.

59
Dan bagi laki-laki, hendaknya mereka memperhatikan hal ini. Kita tidak tahu,
bisa jadi musuh-musuh kita yang menggampang-gampangkan operasi cesar ini
dengan tujuan agar kita kehilangan maslahat-maslahat dan mendapatkan
kerugian-kerugian”.
Penanya bertanya lagi, “apa maksudnya dengan ‘kemewahan’”?
Beliau menjawab:
“Mewah karena dengan cara itu akan mencegah rasa sakit dalam persalinan yang
normal, dan ini adalah salah satu bentuk kemewahan. Dan kemewahan jika tidak
dalam bentuk ketaatan kepada Allah, maka ia bisa jadi tercela atau minimal
hukumnya mubah” 2.
Ketiga : Melakukan Operasi Sesar Dengan Indikasi Medis, Tidak
Menafyikan Tawakkal
Sebagian orang menyangka bahwa melakukan operasi caesar itu
dapat menafikan tawakkal. Pernyataan ini tidaklah keluar kecuali dari
orang yang tidak memahami apa itu tawakkal. Syaikh Ibnu Baz
menjelaskan: “tawakkal itu menggabungkan 2 hal: pertama,
bergantungnya hati kepada Allah dan mengimani bahwa Allah-lah yang
menakdirkan musabab (hasil akhir), dan bahwasanya kuasa Allah
meliputi segala hal. Dan meyakini bahwa Allah menakdirkan kejadian-
kejadian dan Ia telah menetapkannya dan telah menuliskannya.
Yang kedua, mengambil sebab. Bukanlah tawakkal jika meninggalkan
sebab. Bahkan yang namanya tawakkal adalah mengambil sebab dan
mengamalkan sebab tersebut” 3
Oleh karena itu, mengambil suatu metode pengobatan sesuai dengan prosedur
yang benar dan tidak melanggar syariat, ini adalah bagian dari tawakkal dan
bukan menafikan tawakkal. Selama orang yang sakit tersebut tetap bergantung
hatinya kepada Allah dan meyakini bahwa Allah lah yang
menakdirkan musabab-nya. Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:
“Melakukan pengobatan itu tidak mengapa. Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
‫ هللا تداووا وال تداووا بحرام‬œ‫عباد‬

60
“wahai hamba Allah berobatlah namun jangan berobat dengan yang haram”
(HR. Tirmidzi no. 3874).
Maka berobat adalah hal yang disyariatkan dan tidak mengapa melakukannya
serta tidak menafikan tawakkal.
Tawakkal mencakup dua hal: bergantung hati kepada Allah dan menyerahkan
diri pada-Nya dengan mengambil sebab. Tidak boleh seseorang mengatakan:
‘saya tawakkal kepada Allah, saya tidak mau makan, minum, nikah dan
berusaha. Saya tidak berjual-beli, tidak bercocok tanam atau perkerjaan lain ‘.
Ini keliru. Mengambil sebab tidaklah menafikan tawakkal, bahkan ini bagian
dari tawakkal. Demikian juga melakukan pengobatan, ini bagian dari tawakkal.
Oleh karena itu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membimbing kita untuk
berobat” 4.
Selain itu mengatakan bahwa operasi caesar itu menafikan tawakkal
berkonsekuensi mengatakan bahwa semua jenis operasi medis itu menafikan
tawakkal. Tentu ini konsekuensi yang berat dan keliru. Melakukan operasi, jika
memang ada indikasi medis dan sesuai prosedur, adalah bentuk mengambil
sebab dan tidak menafikan tawakkal bahkan bagian dari tawakkal yang benar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.


Edisi 4. Cetakan 5. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
2. Cunningham, F. Gary, et al. 2007. Williams Obstetrics 22nd Edition. The
McGraw-Hill Companies: New York.
3. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu bedah
kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2010.
4. Barber EL, Lundsberg L, Belanger K, Pettker CM, Funai EF, Illuzzi JL.
Contributing indications to the rising cesarean delivery rate [internet].
United States of America: PubMed Central; 2011 [cited 2015 Jun 25].
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3751192/
5. Joy S. Caesarean delivery [internet]. United States of America: Medscape;
2014 [cited 2015 J un 26]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/263424-overview#a1

61
6. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan
Produksi.Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004.127-144
7. Sulistyawati dan Nugraheny. 2013. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.
Yogyakarta: Salemba Medika.
8. Sondakh Jenny J.S. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru
Lahir.Erlangga
9. Rohani, Saswita R, Marisah. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Masa
Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.
10. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman
BL, Casey BM, et al. Williams obstetrics, 24th Edition. United States of
America: McGraw-Hill Education; 2014.
11. Hacker et al. Essential of Obstetrics and Gynecology 5th edition. Elseviers
Saunders: Pennsylvania.
12. Buku Acuan Nasional. Pelayanan Kesehatan maternal dan Neontal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
13. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L , Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone, New York.
14. Thornton, J. M., Browne, B., & Ramphul, M. (2020). Mechanisms and
management of normal labour. Obstetrics, Gynaecology & Reproductive
Medicine. doi:10.1016/j.ogrm.2019.12.002
15. Kementerian Kesehatan Indonesia. Buku saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2015.
16. Milton S.H. Normal Labor and Delivery. Medscape. 2019. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/260036-overview
17. Grabowska M.S., Ciszewska J., Godowska J.B., et all. Delivery in Myopic
Women: A Comparison of Mode of Delivery in Years 1990, 2000, and
2010. 2019: 25: 7715–7719.
18. Gittinger E. normal delivery of the infant. Medscape. 2019. available from:
https://emedicine.medscape.com/article/83021-overview
19. Anderson-Bagga F.M and Sze A. Placenta previa. NCBI bookshelf. 2020.
available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539818/
20. Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). Genital herpes
of pregnancy. NCBI bookshelf. 2018. available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK525779/
21. American College of Obstetricians and Gynecologists. Labor and delivery
management of women with human immunodeficiency virus infection.
2018. available from: https://www.acog.org/clinical/clinical-
guidance/committee-opinion/articles/2018/09/labor-and-delivery-
management-of-women-with-human-immunodeficiency-virus-infection
22. Sapuła-Grabowska, M., Ciszewska, J., Brydak-Godowska, J., Sawa, A.,
Laszewicz, P., Bartha, E., & Pietrzak, B. Delivery in Myopic Women: A
Comparison of Mode of Delivery in Years 1990, 2000, and 2010. Medical
Science Monitor. 2019:25, 7715–7719.
23. J Heard A. Multifetal Pregnancy Treatment & Management. Medscape.
2016. available from: https://emedicine.medscape.com/article/1618038-
treatment

62
24. Dresang L.T., Nicole Y. N. Management of Spontaneous Vaginal Delivery.
2015 ;92(3):202-208. Available from:
https://www.aafp.org/afp/2015/0801/p202.html
25. Smith J.R. Management of the Third Stage of Labor. Medscape. 2015.
available from: https://emedicine.medscape.com/article/275304-overview
26. Smith J.R. Postpartum Hemorrhage. Medscape. 2018. available from:
https://emedicine.medscape.com/article/275038-overview
27. National Institute of Health. What are some common complications during
labor and delivery?. 2017. available from:
https://www.nichd.nih.gov/health/topics/labor-
delivery/topicinfo/complications
28. Barber EL, Lundsberg L, Belanger K, Pettker CM, Funai EF, Illuzzi JL.
Contributing indications to the rising cesarean delivery rate [internet].
United States of America: PubMed Central; 2011 [cited 2015 Jun 25].
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3751192/
29. Joy S. Caesarean delivery [internet]. United States of America: Medscape;
2014 [cited 2015 J un 26]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/263424-overview#a1
30. Betran AP, Merialdi M, Lauer JA, Bing-Shun W, Thomas J, Van Look P,
Wagner M. Rates of caesarean section: analysis of global, regional, and
national estimates [internet]. United States of America: PubMed; 2007
[cited 2015 Jun 26]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17302638
31. Saifuddin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Buku
panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Edisi pertama.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.
32. World Health Organization (WHO), Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar
dan rujukan, Edisi pertama. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia; 2013.
33. Wheeless CR, Roenneburg ML. Cesarean section [internet]. United States
of America: Atlas of Pelvic Surgery On-Line Edition [cited 2015 Jun 25].
Available from: http://www.atlasofpelvicsurgery.com/home.html
34. Shannon TA. Pengantar Bioetika (diterjemah- kan oleh K. Bertens). Jakarta:
Gramedia Pus- taka Utama; 1995.
35. Beauchamp TL, Childress JF. Principles of Biomedical Ethics. New York:
Oxford Uni- versity Press; 1994.
36.  Dr. Muhammad al-Mukhtar asy-Syinqiti, Ahkam al-Jirahiyah ath-Thibiyah,
Jeddah, Maktabah as-Shahabah, 1415 H/ 1994 M, Cet ke-2, hlm : 154
37. Pengertian darurat secara lebih lengkap telah dijelaskan oleh para ulama,
diantaranya bisa dilihat  di : Dr. Samih Abdul al-Wahab al-
Jundi, Ahammiyatu al –Maqasid fi asy-Syari’ah al-Islamiyah,  Iskandariyah,
Dar al-Iman, 2003, hlm : 231- 234, Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh wa
Adilatuhu, Damaskus, Dar al-Fikri,  1409 H/ 1989 M, Cet. Ke- 3, juz : 3,
hlm : 515- 520
38. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh wa Adilatuhu, juz : 3, hlm : 521

63
39. Ibnu Hazm, al-Muhalla, juz : 5, hlm : 166

64

Anda mungkin juga menyukai