Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN BAYI BARU LAHIR

KONSEP DASAR PERSALINAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. AYUNING TIAS BUDI LESTARI (1615301002)


2. CHIENDY ARISYA SAVITRI (1615301028)
3. JENI REGITA PUTRI (1615301033)
4. SAVITRI WULANDARI (1615301042)
5. WINY JENESKA (1615301051)

PRODI DIV KEBIDANAN TANJUNG KARANG

JURUSAN KEBIDANAN TANJUNG KARANG

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

2016/2017
i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang ASUHAN
KEBIDANAN PERSALINAN DAN BAYI BARU LAHIR.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari
segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan
tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan
kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Bandar Lampung, 06 September 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan penulisan ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persalinan .............................................................................. 2
2.2 Teori Penyebab Persalinan ....................................................................... 2
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan ........................................ 4
2.4 Tahapan Persalinan Normal ..................................................................... 16
2.5 Tujuan asuhan persalinan ........................................................................ 18
2.6 Tanda-Tanda Persalinan........................................................................... 18
2.7 Mekanisme Persalinan ............................................................................. 20
2.8 Lima Benang Merah ................................................................................ 21
2.9 Kebijakan PMTCT ................................................................................... 23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak Negara berkembang terutama disebabkan
oleh perdarahan persalinan, eklamsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar
penyebab utama kesakitan dan kematian ibu tersebut sebenarnya dapat dicegah melalui upaya
pencegahan yang efektif. Asuhan kesehatan ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus kepada :
keluarga berencana untuk lebih mensejahterakan anggota masyarakat. Asuhan neonatal terfokus
untuk memantau perkembangan kehamilan mengenai gejala dan tanda bahaya, menyediakan
persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi.

Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan kajian dan bukti ilmiah menunjukan bahwa
asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu merupakan salah satu upaya efektif untuk
mencegah kesakitan dan kematian. Penatalaksanaan komplikasi yang terjadi sebelum, selama
dan setelah persalinan. Dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu perlu
diantisipasi adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksanakan komplikasi pada jenjang
pelayanan tertentu. Kompetensi petugas, pengenalan jenis komplikasi dan ketersediaan sarana
pertolongan menjadi penentu bagi keberhasilan penatalaksanaan komplikasi yang umumnya
akan selalu berada menurut derajat keadaan dan tempat terjadinya.

Persalinan saat ini menjadi momok yang ditakutkan dikalangan ibu, khususnya ibu hamil. Tidak
sedikit ibu dan bayinya mengalami kegawatdaruratan dan sampai pada akhirnya tak dapat
terselamatkan yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya angak kematian ibu dan anak.
Akan tetapi hal tersebut dapat diminimalisir dengan asuhan persalinan.

1.2 Tujuan penulisan

1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa sebenarnya Asuhan Persalinan Normal.

2. Agar mahasiswa mampu melakukan Asuhan Persalinan Normal dengan baik sesuai dengan
prosedur.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persalinan

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam
jalan lahir (Saifudin, abdul bari.2002)

Persalinan adalah proses pengluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melelui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2006)

Persalinan normal adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan ibu
sendiri, tanpa bantuan alat alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung
kurang dari 24 jam (mochtar, rustam.1998)

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam
jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan presentasi belakang kepala tanpa komplikasi baik
ibu maupun janin (Bandiyah, 2009, p.82). Intensitas dan frekuensi kontraksi pada persalinan
normal meningkat, tetapi tanpa peningkatan tonus istirahat. Intensitas meningkat pada persalinan
lanjut menjadi 60 mmHg dan frekuensi menjadi 2-4 kontraksi setiap menit. Durasi kontraksi
juga meningkat dari kira-kira 20 detik pada awal persalinan menjadi 40-90 detik pada akhir kala
pertama dan kala kedua (Llewellyn, 2001, p.68)..

2.2 Teori Penyebab Persalinan

Terdapat berbagai teori persalinan, di antaranya adalah :

a. Teori Penurunan Progesteron

Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesterone


menurun. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus
dimulai (Wiknjosastro dkk, 2005).
Selanjutnya otot rahim menjadi sensitif terhadap oksitosin. Penurunan kadar progesteron pada
tingkat tertentu menyebabkan otot rahim mulai kontraksi (Manuaba, 1998).
Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu dimana terjadi penimbunan
jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi
progesterone menglami penurunan sehingga otot Rahim lebih sensitive terhadap oksitosin,
akibatnya otot Rahim mulai berkontraksi setelah teercapai tingkat penurunan progesterone
tertentu.

2
b. Teori Oksitosin Internal

Menjelang persalinan, terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim, sehingga mudah
terangsang saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat
meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus (Manuaba,
1998).
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis pars posterior dan mengalami perubahan
keseimbangan esterogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot Rahim sehingga
terjadi Baxton Hicks. Serta enurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya usia kehamilan
menyebabkan oksitosin meningkat sehingga persalinan dimulai.

c. Teori Keregangan Otot Rahim


Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot
uterus. Hal ini merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga
plasenta mengalami degenerasi (Wiknjosastro dkk, 2005). Otot rahim mempunyai kemampuan
meregang sampai batas tertentu. Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai (Manuaba,1998).

d. Teori Prostaglandin
Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua dari minggu ke-15 hingga
aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke waktu partus (Wiknjosastro dkk, 2005). Diperkirakan
terjadinya penurunan progesteron dapat memicu interleukin-1 untuk dapat melakukan hidrolisis
gliserofosfolipid, sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2
dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan, terdapat penimbunan dalam
jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan amnion. Di samping itu, terjadi
pembentukan prostasiklin dalam miometrium, desidua, dan korion leave. Prostaglandin dapat
melunakkan serviks dan merangsang kontraksi, bila diberikan dalam bentuk infus, per os, atau
secara intravaginal (Manuaba, 1998).

e. Teori Janin
Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang menghasilkan sinyal kemudian
diarahkan kepada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir. Namun mekanisme ini
belum diketahui secara pasti. (Manuaba, 1998)

f. Teori Berkurangnya Nutrisi


Teori berkurangnya nutrisi pada janin diungkapkan oleh Hippocrates untuk pertama kalinya
(Wiknjosastro dkk, 2005). Hasil konsepsi akan segera dikeluarkan bila nutrisi telah berkurang
(Asrinah dkk, 2010).

3
g. Teori Plasenta Menjadi Tua
Plasenta yang semakin tua seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akan menyebabkan
turunnya kadar estrogen dan progesteron sehingga timbul kontraksi rahim (Asrinah dkk, 2010).

h. Teori Iritasi Mekanik


Di belakang serviks terletak ganglion servikal (Fleksus Frankenhauser). Bila ganglion ini
digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.

i.Teori Hipotalhamus-Pituitari dan Glandula Suprarenal


Teori ini menunjukkan bahwa pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipothalamus dan glandula suprarenal yang merupakan
pemicu
terjadinya persalinan.

j.Induksi Persalinan (Induction of Labour)


Partus yang ditimbulkan dengan jalan :

a. Memecahkan ketuban ( amniotomi)


Pemecahan ketuban akan mengurangi keregangan otot Rahim sehingga kontraksi segera
dapat dimulai.
b. Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi
Dengan pemberian oksitosin drip/prostaglandin dapatmengakibatkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan.
c. Induksi persalinan dengan mekanis
Dengan menggunakan beberapa gagang laminaria yang dimasukkan dalam kanalis
servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser.
d. Induksi persalinan dengan tindakan operasi
Dengan cara seksio caesaria.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan

a. Power
Power adalah kekuatan atau tenaga yang mendorong janin keluar. Kekuatan tersebut
meliputi :
1) His ( kontraksi uterus )
His adalah kekuatan kontraksi uterus karena otot otot polos rahim bekeraj debgan
baik dan sempurna .Sifat his yang baik dalah kontraksi simetris ,fundus dominan
,terkoordinasi,dan relaksasi.Walaupun his itu kontraksi yang fisiologis akan tetapi
bertentangan dengan kontraksi fisologis lainnya ,bersifat nyeri.Tiap his di mulai
sebagai gelombang dari salah satu sudut di mana tuba masuk ke dalam dinding
uterus .Di tempat tersebut ada suatu pace maker darai mana gelombang tersebut
berasal. Kontraksi ini bersifat involunter karean berada di bawah pengaruh saraf
intrinsik.Iini berarti wanita tidak memiliki kendali fisiologis terhadap frekuensi
dan durasi kontraksi .Kontraksi uterus juga bersifat intermiten sehingga ada

4
periode relaksasi uterus di antara kontraksi, fungsi penting relaksasi, yaitu:
mengistirahatkan otot uterus, memberi kesempatan istirahat bagi ibu,
mempertahankan kesejahteraan bayi karena uterus menyebabkan kontriksi
pembuluh darah plasenta.

a. Pembagian his dan sifatnya :


1. His pendahuluan : his tidak kuat ,datangnya tidak teratur ,menyebabkan
keluarnya lendir darah atau bloody show
2. His pembukaan (kala 1):menyebabkan pembukaan serviks ,semakin kuat,
teratur dan sakit
3. His pengeluaran (kala 2): untuk mengeluarkan janin, sangat kuat, teratur,
simetris, terkoordinasi .
4. His pelepasan plasenta (kala 3):kontraksi sedang untuk melepaskan dan
melahirka plasenta
5. His pengiring (kala 4):kontraksi lemah ,masih sedikit nyeri ,terjadi
pengecilan dalam beberapa jam atau hari
b. Hal hal yang harus di perhatikan pada his saat melekukan obeservasi :
1. Frekunsi his :jumlah his dalam waktu tertentu ,biasanya per menit per 10
menit
2. Intensitas his :kekuatan his (adekuat atau lemah)
3. Durasi (lama his ):lamanya setiap his berlangsung dan di tentukan dalam
detik ,misalnya 50 detik
4. Interval his : jarak antara his yang satu dengan his berikutnya ,his datan
tiapa 2-3 menit .(asrinah ,2010:10)
5. Identifikasi his / kontraksi
Jika persalinan salah didiagnosis, mungkin akan dilakukan intervensi yang
tidak tepat untuk mempercepat persalinan .Sebaliknya, jika persalinan
tidak didiagnosis, janin berada dalam bahaya akibat penyulit tidak terduga.
Walaupun diagnosisi banding antara persalinan palsu dan persalinan sejati
kadang sulit di tentukan , diagnosis biasanya di buat berdasrakan kontraksi
yang terjadi.

c. Perubahan perubahan akibat his


1. Pada uterus :uterus terba keras/padat karena kontraksi.Sejak kehamilan
lanjut dengan jelas terdiri dari 2 segmen ,yaitu segmen atas dan segmen
bawah. Segmen atas dibentuk oleh korpus uteri dan segmen bawah yang
terjadi di isthmus uteri. Pada saat kontraksi segmen atas memegang
peranan aktif dan didndingya menjadi tebal, dan mendorong anak untuk
keluar. Sedangkan segmen bawah memegang peranan pasif yaitu
mengadakan relaksasi dam dilatasi sehingga menjadi saluran tipis dan
teregang karena akan dilalui oleh bayi. Karena segmen atas dan bawah
menjadi jelas. Batas ini disebut dengan lingkaran retraksi fisiologis. Jika
segmen sangat di regang maka lingkaran retraksi patologis atau lingkaran
bandl (FK UNPAD,1983:229).
2. Pada servik:his membut serviks menjadi menipois dan memendek yang di
sebut effacement

5
3. Pada janin:perukaran oksigen pada sirklulasi uteroplasenter
kurang,sehingga timbul hipoksia lama maka terjadi gawat janin.
4. Pada ibu : meneyebabkan rasa sakit. Bersamaan dengan setiap kontraksi,
kandung kemih , rectum , tulang belakang, dan tulang pubis menerima
tekanan kuat dari rahim. Berat dari kepala bayi ketika bergerak ke bawah
saluran lahir juga menyebabkan tekanan. Umumnya, rasa sakit kontraksi
mulai dari bagian bawah punggung, kemudian menyebar ke bagian bawah
perut ,mungkin juga menyebar ke kaki.Rasa sakit mulai seperti sedikit
tertusuk ,lalu mencapai puncak,kemudian menghilang bseluruhnya
.Sebagian besra ibu merasakannya seperti kram haid yang parah.Ada juga
yang merasakan nnya sepertigangguan saluran pencernaan atau mulas
diare.Secara medis ,sakit kintraksi di ktegorikan bersifat tumpul yang di
sebut visceral dull anching . Sakit kontraksi dalam persalinan merupakan
nyeri primer .Daerah yang mengalami nyeri primer ,antara lain pinggang
,punggung, perut,dan pangkal paha.Sebagian efek kontraksi ,timbul juga
nyeri sekunder,seperti mual,pusing,sakit kepala,mintha,tubuh
gemetar,panas ,dingin ,kram,pegal pegal dan nyeri otot. Selain sakit akibat
kontraksi ,asakit lain terjadi saat kepala bayi mulai muncul di vagina
.Jaringan antara vagina dengan anus (perineum) teregang samgat kencang
akibat perobekan jaringan .Sebagian besra ibu merasakn seolah olah bagian
bawahnya setelah sembelitsatu bulan .Secara medis,sakit tenggorokan
bersifat tajam dan panas yang di sebut juga tergantung pada ambang nyeri
dari penderita yang di tentukan oleh keadaan jiwanya .

2) Tenaga mengedan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah atau di pecahkan ,serta
sebagian presentasi sudah berada di dasar panggul ,sifat kontraksi berubah ,yakni
bersifat mendorong keluar di bantu dengan keinginan ibu untuk mengedan atau
usaha volunter.Keinginan mengedan ini di sebabkan karena :
a. Kontraksi otot otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian tekanan
intra abdominal dan tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan
menambah kekuatan untuk mendorong keluar
b. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengedan sewaktu waktu buang air besar
(BAB) ,tapi jauh lebih kuat .
c. Saat kepala bayi sampai kedasar panggul ,timbul reflex yang mengakibatkan
ibu menutup glotisnya ,mengkintraksikan otot otot perut dan menekan
diafragma nya ke bawah
d. Tenaga mengejan ini hanya dapat berhasil bila pembukaan sudah lengkap dan
paling efektif sewaktu ada his
e. Tanpa tenaga menegedan bayi tidak akan lahir

b. Passage
Passage atau jalan lahir di bagi menjadi 2, yaitu bagian keras terdiri atas tulang panggul
dan bagian lunak terdiri atas otot otot dan ligament ligament.
1. Bagian keras : panggul
a. Tulang panggul

6
Tulang panggul terdiri dari empat buah tulang terdiri dari :

1. Dua os coxae (tulang pangkal paha )Os ilium (tulang usus) terdiri dari : crista iliaca ,
spina iliaca anterior superior (SIAS) dan spina iliaca posterior superior (SIPS) ,spina
iliaca posterior inferior (SIPI),spina iliaca anterior inferor (SIAI),incisura ischiadi
mayor ,linea inominata,corpus os ilii.
2. Os pubis (tulang kemaluan ) terdiri dari :foramen obtutarium,ramus superior ossis
pubis,ramus inferior ossis pubis ,lineailliopectinea ,corpus pubis,tuber culum
pubicum,arcus pubis ,simfibis pubis .
3. Os sacrum ( tulang kelangkang) terdiri dari :promontorium,foramen scralia anterior ,
crista scralis, vertebra sacralis, ala sacralis, vertebra lumbalis
4. Os coccygeus (tulang tungging) terdiri dari : vertebra coccyges. (FK
UNPAD,1983:11)

b. Ruang panggul

Ruang panggul terdiri dari:


1. Pelvis mayor (false pelvis ) :bagian di atas pintu atas panggul tidak berkaitan
dengan persalinan
2. Pelvis minor (true pelvis) terdiri dari :
a. Pintu atas panggul (PAP) di sebut pelvic inlet
Batasan PAP adalah promontorium , sayap sacrum ,
linea inominta, ramus superior osis pubis, dan pinggir atas syimphysis
pubis. Ukuran PAP adalah:

1. Ukuran muka belakang (conjugate vera)


Jaraknya dari promontorium ke pinggir atas sympisis, ukuran normalnya
11 cm. Ukuran ini adalah ukuran yang terpenting dalam panggul.
Conjugata vera tidak dapat di ukur langsung , tapi dapat di perhitungkan
dengan mengurangi conjugate diagnolis (dari promontorium ke pinggir
bawah sympisis ) sejumlah 1,5 2 cm.(CV=CD1,5)

2. Ukuran melintang (diameter tranversa )


Merupakan ukuran terbesar antara linea innominata di ambil tegak lurus
pada conjugate vera ,ukurannya 12,5 cm 3,5 cm

3. Ukuran serong (diameter oblique)


Dari artilulatio sakroiliaka ketuberculum pubicum dari belajan panggul
yang bertentangan .Ukurannya 13 cm.

4. Bidang tengah panggul terdiri atas bidang luas dan bidang sempit
panggul
Bidang luas panggul terbentang antara symphisis, pertengahan
acetabulum, dan pertemuan antara ruas sacral II dan III. Ukuran muka
belakang 12,75 cm dan ukuran melintang 12,5 cm. Karena tidak ukuran

7
yang kecil ,bidang ini tidak menimbulkan kesulitan dalam persalinan dan
biasanya tidak di ukur .
Bidang sempit panggul terdapat setinggi pinggir bawah simphisis ,ke dua
spina inciadica dan memotong sacrum 1-2 cm di atas ujung sacrum .
Ukuran muka belakang 11,5 cm ,ukuran melintang 10 cm , dan diameter
sagitalis posteror ialah dari sacrum ke pertengahan antara spina aschiadica
5 cm.

5. Pintu bawah panggul (PBP) atau di sebut pelvic outlet


Pintu bawah panggul bukan suatu bidang ,tetapi terdiri dari 2 segitiga
dengan dasar yang sama,ialah garis yang menghubungkan ke dua tuber
ischiadicum kiri dan kanan.Puncak dari segitiga yang belakang adalah
jung os sacrum ,sisinya adalah ligamentum sacro tuberosum kiri dan
kanan.Segitiga di depan di batasi oleh arcus pubis
Pintu bawah panggul biasanya di tentukan 3 ukuran :

a. Ukuran muka belakang :dari pinggir bawah symphisis ke ujung


sacrum (11,5 cm)
b. Ukuran melintang :antara tuberischiadicum kiri dan kanan sebelah
dalam (10,5)
c. Diameter sagitalis posterior :dari ujungsacrum ke pertengahan ukuran
melintang (7,5)

c. Bidang hodge

Ukuran menentukan berapa jauhnya bagian depan anak turun ke dalam rongga panggul
,maka hodge telah menentukan beberapa bidang khayalan dalam panggul .
1. H I : sama dengan pintu atas panggul
2. H II :sama dengan H I melalui pinggir bawah synphisis
3. H III:sama dengan H I melalui spina isciadica
4. H IV :sama dengan H I melalui ujung os coccyges
Sumber :FK UNPAD,1983

d. Ukuran-ukuran panggul

1. Ukuran panggul dapat di peroleh dengan cara :


Pengukuran secara klinis
Pintu atas panggul (PAP)
Dengan 2 jari ialah jari telunjuk dan jari tengah, melalui konkavitas dari sacrum,
jari tengah di gerakkan ke atas sampai dapat meraba prontorium .Sisi radial dari
jari telunjuk di tempelkan pada pinggir bawah syimphisis dan tempat ini di tandai
dengan kuku jari telunjuk tangan kiri. Promontorium hanya bisa tercapai oleh jari
kita dengan pemeriksaan dalam pada panggul yang sempit. Pada panggul dengan
ukuran normal, promontorium tidak tercapai, ini menandakan bahwa CV cukup
besar. Hal ini dapat di ketahui dengan :

8
a. Pemeriksaan luar
Kalau kepala dengan ukuran terbesarnya sudah melewati PAP maka hanya
sebagian kecil saja dari kepal yang dapat di raba dari luar symphisis
.Kedua tangan yang di letakkan pada pinggir bagian kepala ini divergent .

b. Pemeriksaan dalam
Bagian terendah kepala sampai spina ischiada atau lebih rendah .
a) Bidang tengah panggul
Ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diukur secara klinis dan
memerlukan pengukuran rontgenologi.

b) Bidang bawah panggul


Diameter tranversa ,diameter sagitalis posterior dan anterior dapat di ukur
dengan pelvimeter dari thoms.Pengukuran ini adalah pangukuran yang
kasar karena tuber ischii tertutup oleh lapisan otot dan lemak yang berbeda
tebalnya dari orang ke orang

1. Pelvimetri rontgenologis
2. Pita meter
3. Jangka panggul

2. Ukuran panggul luar

a. Distantia spinarium,yaitu jarak antara spina iliaca anterior supserior kiri dan
kanan (23 cm - 26 cm)
b. Distantia cristatium ,yaitu jarak yang terjauh antara crista iliaca kakan dan kiri (26
cm - 29 cm )
c. Lingkar panggul ,yaitu : dari pinggir atas symphisis ke pertengahan antara spina
iliaca anterior superior dan trochanter mayor sepihak ,lalu kembali melalui tempat
yang sama ,di pihak lain (80 cm 90 cm )
d. Conjugate externa (boundeleque) yaitu jarak antara pinggir atas symphisis dan
ujng prosesus spinosus ruas lumbal ke V (18 cm 20 cm )

3. Bentuk panggul
Menurut Caldwell dan moloy ada 4 bentuk dasar panggul :
a. Ginekoid : paling ideal ,bemtuk hampi bulat .Panjang diameter anterosposterior
kira kira sama dengan diameter tranversa
b. Android:bentuk hampir segitiga.Umumnya laik laki mempunyai jenis panggul ini
.Panjang diameter anterosposterior hamper sama dengan diameter tranversa ,akan
tetapi jauh lebih mendekati sacrum
c. Anthropoid :bentuknya agak lonjong seperti telur panjang diameter
anterosposterior lebih besar dari pada diameter tranversa
d. Platipeloid :jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang

9
2. Bagian Lunak

Bagian lunak panggul terdiri dari otot-otot dan ligamentum yang meliputi dinding
panggul sbeelah dalam dan menutupi panggul sebelah bawah. Yang menutupi panggul
dari bawah membentuk dasar panggul, disebut diagfragma pelvis.

a. Diafragma pelvis, dari dalam keluar terdiri atas

Pars muscularis yaitu musculus levator ani, letaknya agak ke belakang dan merupakan
suatu sekat yang ditembus oleh rectum. Musculus levator ani kiri dan kanan sebetulnya
terdiri atas tiga bagian:
1. Musculus pubo coccyges dari os pubis ke septum anococcygeum
2. Musculus ilio coccyges dari arcus tendineus musculus levator ani ke os coccigeus
dan septum anococcygeum
3. Musculus iscio coccygeus dari spina aschiadica ke pinggir sacrum dan os
coccygeus
Pars membrancea, yaitu diafragma urogenital, antara musculus pubo coccygeus kiri
kanan terdapat celah berbentuk segitiga, yang disebut hiatus urogenitalis yang tertutup
oleh sekat yang disebut diafragma urogenital. Sekat ini menutupi pintu bawah panggul
disebelah depan, dan pada perempuan sekat ini ditembus oleh uretra dan vagina.
Diafragma pelvis ini menahan genetalia interna pada tempatnya. Kalau otot-otot rusak
aau lemah, misalnya karena persalinan yang sering dan berturut-turut, mungkin genetalia
interna turun (prolaps)

b. Perineum
Merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul daerah ini terdiri dari dua
bagian:

1. Region analis disebelah belakang. Disini terdapat musculus spincter ani externus
yang mengelilingi anus.
2. Regio urogenital, disini terdapat:

a. Musculus bulbo cavernosus yang mengelilingi vulva


b. Musculus ischio cavernosus
c. Musculus transverses perinea superfisialis

C. Passenger

Janin

Passanger atau janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa factor
yakni kepala janin, presentasi, leak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta harus melewati jalan
lahir, maka dia dianggap sebagai bagian dari passenger yang menyertai janin. Namun plasenta
jarang menghambat proses persalinan normal (Sumarah, 2010)

10
1. Kepala Janin
Kepala janin adalah bagian yang terpenting karena dalam persalinan perbandingan antara
besarnya kepala dan luasnya panggul merupakan hal yang menentukan. Jika kepala dapat
melalui jalan lahir, bagian-bagiannya dapat menyusul dengan mudah.
Kepala bayi terdiri dari:

a. Bagian muka, terdiri dari


1. Tulang hidung (os nasale)
2. Tulang pipi (os zygomatikum)
3. Tulang rahang atas (os maxilare)
4. Tulang rahang bawah (mandibulare)

b. Bagian tengkorak
Bagian ini yang terpenting pada persalinan karena biasanya bagian tengkoraklah yang
paling depan.
Yang membentuk bagian tengkorak adalah :
1. Tulang dahi (os frontale) 2 buah
2. Tulang ubun ubun (os parietale) 2 buah
3. Tulang pelipis (os temporale) 2 buah
4. Ulang belakang kepala (os occipitale)

c. Sutura
Sutura adalah sela-sela diantara tulang yang ditutupi oleh membrane. Kegunaannya
1. Memungkinkan terjadinya maulage
2. Dapat mengetahui posisi kepala janin

Macam-macam sutura:
1. Sutura sagitalis: terletak diantara kedua os parietal
2. Sutura Coronalis : terleta antara os frontal dan os parietal
3. Sutura lamboidea : terletak antara os occipital dan kedua os parietal
4. Sutura frontalis : terletak os frontal kiri kanan

d. Fontanel/ubun-ubun
Merupakan pertemuan bberapa sutura yang ditutupi oleh membrane fontanel terdiri dari
dua macam:
a. Fontanel mayor/ubun esar/ fontanel anterior merupakan pertemuan anatara sutura
sagitalis, sutura frontalis, sutura coronalis. Berbentuk segi empat. Fontanel ini
menutup pada usia bai 18 bulan.
b. Fontanel minor/ubun-ubun kecil/fontanel superior erupakan pertemuan anatra
sutura sagitalis dan sutura lamboidea. Berbentuk segitiga fontanel ini menutup
pada usia bayi 6-8 minggu.

e. Ukuran-ukuran kepala bayi


1. Ukuran muka belakang

11
a. Diameter suboccipitio bregmatika: dari foramen magnum ke ubun-ubun
besar: 9,5 cm
b. Diameter suboccipito frontalis : 11cm
c. Diameter fronto-occipitalis (dari pangkal hidung ke titik terjauh pada
belakang kepala): 12 cm
d. Diameter mento-occipitalis (dari dagu ke titik yang terjauh pada belakang
kepala): 13,5 cm
e. Diameter Submento-bregmatika (dari bawah dagu ialah os hyoid ke ubun
ubun besar): 9,5 cm

2. Ukuran melintang
a) Diameter biparietalis (ukuran yang terbesar antara kedua ossa parietalia): 9
cm. Pada letak belakang kepala ukuran ini melalui ukuran muka belakang
dari pintu atas panggul (conjugate vera)
b) Diameter bitemporalis (jarak yang terbesar antara suura-coronaria kanan
kiri): 8 cm. Pada letak defleksi ukuran ini melalui conjugate vera.

3. Ukuran Lingkaran
a. Circumferentia suboccipito bregmatica (lingkaran kecil kepala) 32 cm
b. Circumferentia fronto occipitalis (lingkaran sedang kepala) 34 cm
c. Circumferentia mento occipitalis (lingkaran kepala besar) 35 cm

2. Letak janin dalam uterus

Letak dalam uterus sangat penting dalam diagnose prsalinan. Beberapa letak seperti
lintang dan letak dahi tidak dapat lahir spontan, jika tidak diperbaiki maka berbahaya
bagi ibu maupun janin. Istilah letak anak dalam ilmu kebidanan mengandung 4
pengertian:

a. Presentasi
Presentasi digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian terendah janin,
yang dijumpai ketika palpasi pada kehamilan atau pemeriksaan dalam pada
persalinan.

Misalnya:
presentasi pada palpasi kehamilan : kepala, sungsang
Presentasi pada pemeriksaan dala : belakang kepala

b. Posisi
Adalah letak salah satu bagian anak yang tertentu terhadap dinding perut atau
jalan lahir. Misalnya: pada pemeriksaan dalam presentasi pada palpasi kehamilan:
Punggung kiri

c. Letak/situs

12
Ialah letak sumbu panjang anak terhadap sumbu panjang ibu. Misalnya letak
memanjang atau membujur yaitu sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu. Ini bisa
letak kepala, atau letak sungsang. Letak lintang, yaitu janin tegak lurus pada
sumbu ibu. Misalnya: letak memanjang, letak melintang
d. Habistus/sikap
Menujukkan letak bagian-bagian anak satu terhadap yang lain. Janin pada
umumnya berada dalam sikap fleksi, dimana kepala, tulang punggung, dan kaki
didalam keadaan fleksi. Lengan bersilang didada. Misalnya: fleksi

3. Plasenta
Plasenta merupakan organ yang luar biasa. Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada
ovum yang dibuahi, lalu terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi
yang belum dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selmaa kehidupan intrauterine.
Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas keutuhan dan efisiensi plasenta.
Plasenta adalh alat yang sangat pnting bagi janin Karen merupakan alat pertukaran zat
antara ibu dan anak atau sebaliknya.

Struktur Plasenta
1. Bagian janin/permukaan fetal (fetal portion)
Ciri-ciri permukaan fetal
Terdiri permukaan fetal:
a. Terdiri dari vili
b. Menghadap ke janin
c. Warnanya keputih putihan dan licin karena tertutup oleh amnion. Di bawah
amnion Nampak pembuluh-pembuluh darah

2. Bagian ibu/permukaan maternal (maternal portion)


Cirri-ciri permukaan maternal:
a. Terdiri dari desidua compacta dan sebagian desidua spongiosa yang kelak ikut
lepas dengan plasenta
b. Menghadap ke dinding rahim
c. Warnanya merah dan terbagi oleh celah-celah. Plasenta terdiri dari 16-20
kotiledon
d. Permukaa kasar beralur-alur

3. Letak Plasenta
Letak plasenta pada umunya pada korpus uteri bagian depan atau belakang agak kea rah
fundus uteri. Hal ini fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas ,
sehingga lbih banyak tempat berimplantasi

4. Bentuk dan ukuran plasenta


Plasenta berbentuk bundar atau oval. Ukuran diameter 15-20cm, tebal 2-3 cm dan
beratnya 500 gram. Panjang tali pusat 30-100 cm, terdiri dari :2 arteri dan 1 vena (arteri
mengandung darah kotor dan vena mengandung darah bersih)
Biasanya plasenta akan terbentuk lengkap pada usia kehamilan kira-kira 16 minggu,
dimana ruang amnion telah mengisi seluruh rongga rahim.

13
Meskipun ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan kea rah korion, anmun
amnion hanya menempel saja tidak sampai melekat pada korion.

5. Fungsi plasenta
a. Nutrisasi
Plasenta sebagai alat nutritive. Penyaluran bahan nutrisi dari ibu ke janin dengan
jalan:
a) Difusi air dan bahan yang larut dalam air, garam kalium dan natrium.
Makin besar berat jenis abhan makanan maka makin lambat system
difusi
b) Sistem enzimatik. Prinsip bahan tersebut dipecah dan selanjutnta
disintesis e bentuk aslinya dalm bentuk vili korialis. Bahan yang
mengalami proses anzimatik:
1. Protein dipecah menjadi asam amino
2. Lemak dipecah menjadi asam lemak
3. Hidrat arang dipeah menjadi glukosa
4. Glikogen dipecah menjadi fruktosa
5. Vitamin dipecah menjadi bentuk yang lebih kecil
6. Obat-obatan
7. Pinositosis caranya seperti aktivitas amoben. Bahan tersebut adalah
immunoglobulin G dan albumin

b. Ekresi
Ginjal, hati, dan usus belum berfungsi dengan baik sebagai alat pebuangan. Sisa
metabolisme akan dibuna melalui plasenta yang dapat menghubungkan janin
dengan dunia luar secara tidak langsung.
Zat utama yang diekskresikan adalah karbondioksida (CO2). Bilirubin juga
diekskresikan karena sel darh merah diganti relative sering. Terdapat pemecahan
jaringan yang terpisah serta jumlah urea dan asam urat yang diekskresikan sangat
sedikit.

c. Respirasi
Dalam sirkulasi janin terdapat fetal haemoglobin (F) yang memiliki afinitas tinggi
terhadap oksigen dan sebaliknya mudah melepaskan karbondioksida melaui
system difus dalam plasenta. Dengan adanya perbedaan afinitas tersebut , plasenta
dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pernapasan, Makin tua kehamilanm
semakin tinggi konsentrasi adult haemoglobin (A) sebagai persiapan bernapas
melalui paru-paru pada saat kelahiran.

d. Produksi

Hormon yang dikeluarkan oleh plasenta (Heffner&Schust, 2006)adalah:


1. Korionik gonadotropin

14
a. Merangsang korpus luteum menjadi korpus luteum gravidarum sehingga
tetap menengeluarkan estrogen dan progesterone. Korpus luteum
berfungsi sampai plasenta sempurna.
b. Bersifat khas kehamilan sehingga dapat dipakai sebagai hormone tes
kehamilan.
c. Puncaknya tercapai pada hari ke-60
d. Setelah persalinan, dalam urin tidak dijumpai lagi.

2. Korionik somato-mammotropin
a. Hormon untuk metabolisme protein
b. Bersifat laktogenik dan luteotropik
c. Menimbulkan pertumbuhan janin
d. Mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak

3. Estrogen Plasenta
a. Dalam bentuk estradiol, estriol dan estron
b. Pertumbuhan dan perkembangan otot rahim
c. Retensi air dan garam
d. Perkembangan tubulus payudara sebagai pengganti ASI
e. Melaksanakan sintesis protein

4. Progesteron
a. Permulaan hamil dibuat oleh korpus liteum dan plasenta
b. Pemenang otot rahim selama hamil
c. Bersama estrogen mengaktifkan tubulus dan alveolus payudara
d. Meghalangi proses pematangan folikel de Graff sehingga tidak terjadi
ovulasi serta menghalangi pengeluaran LH

e. Imunisasi
Janin mempunyai kekebalan pasif sampai umur 4bulan dan selanjutnya kekebalan
tersebut berkurang. Antibodi yang dibentuk ibu melalui plasenta menyebabkan
bayi kebal terhadap infeksi. Antibody disalurkan melalui ASI sehingga kolostrum
harus diberikan.

f. Barrier
Sel trofoblas cukup kuat untuk bertindak sebagai barrier terhadap beberapa
bacteria atu virus. Demikian juga obat yang dapat membahayakan pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim dihalangi masuk melalui plasenta.

D .Psikologis

Keadaan psikologis ibu mempengaruhi proses persalinan. Ibu bersalin yang didampingi oleh
suami dan orang yang dicintainya cenderung mengalami proses persalinan yang lebih lancer
disbanding dengan ibu bersalin tanpa pendamping. Ini menunjukkan bahwa dukungan mental

15
berdampak positif bagi keadaan psikis ibu, yang berpengaruh tehadap kelancaran proses
persalinan (Asrinah, 2010:21).
Perubahan psikologis dan prilaku ibu, terutama yang terjadi selama fase laten, aktif, dan transisi
pada kala 1 persalinan memiliki karakteristik masing-masing. Sebagian besar ibu hamil yang
memasuki masa persalinan akan merasa takut. Apalagi untuk seorang primigravida yang pertama
kali beradaptasi dengan ruang bersalin. Hal ini harus disadari dan tidak boleh diremehkan oleh
petugas kesehatan yang akan memberikan pertolongan persalinan. Ibu hamil yang akan bersalin
mengharapkan penolong yang dapat dipercaya dan dapat memberikan bimbingan dan informasi
mengenai kedaannya.
Kondisi psikologis ibu bersalin dapat juga dipengaruhi oleh dukungan dari pasangannya, orang
terdekat, keluarga, penolong, fasilitas dan lingkungan tempat bersalin, bayi yang dikandungnya
merupakan bayi yang diharapkan atau tidak.

E. Pysian/penolong

Kompetensi yang dimiliki penolong sangat bermanfaat untuk memperlancar proses persalinan
dan mencegah kematian maternal dan neonatal. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang baik
diharapkan kesalahan atau malpraktik dalam memberikan asuhan tidak terjadi (Asinah, 2010:21).
Tidak hanya aspek tindakan yang diberikan, tetapi aspek konseling dan pemberian informasi
yang jelas dibutuhkan oleh ibu bersalin untuk megurangi tingkat kecemasan ibu dan keluarga.
Bidan mempunyai tanggungjawab yang besar dalam proses persalinan. Langkah utama yang
harus dikerjakan adalah mengkaji perkembangan persalinan memberitahu perkembangannya
baik fisiologis maupun patologis pada ibu dan keluarga dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Kesalahan yang dilakukan bidan dalam mendiagnosis persalinan dapat menimbulkan kegelisahan
dan kecemasan pada ibu dan keluarga.

2.4 Tahapan Persalinan Normal


Secara klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan
lendir yang disertai darah (bloody show). Lendir yang disertai darah ini berasal dari lendir
kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal
dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis servikalis itu pecah karena
pergeseranpergeseran ketika serviks membuka (Wiknjosastro dkk, 2005).

a. Kala I (Pembukaan Jalan Lahir)


Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang teratur dan diakhiri dengan dilatasi
serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian
kehamilan multipara. Pada kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam. Rata-rata durasi total kala I persalinan pada primigravida berkisar dari 3,3
jam sampai 19,7 jam. Pada multigravida ialah 0,1 sampai 14,3 jam (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004). Ibu akan dipertahankan kekuatan moral dan emosinya karena persalinan masih
jauh sehingga ibu dapat mengumpulkan kekuatan (Manuaba, 2006).

Proses membukanya serviks sebaga akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu:

16
1. Fase laten : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm. Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur
yang menghasilkan perubahan serviks.

2. Fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi yakni :


1) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.
2) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm
menjadi 9 cm.
3) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam, pembukaan dari 9
cm menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian akan tetapi terjadi dalam waktu yang lebih pendek (Taber, 1994; Wiknjosastro
dkk, 2005).

b. Kala II (Pengeluaran)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan
lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah masuk di ruang panggul,
maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang
air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia
mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan presentasi
suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat sebentar, hismulai lagi
untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi (Wiknjosastro dkk, 2005).

Masih ada banyak perdebatan tentang lama kala II yang tepat dan batas waktu yang dianggap
normal. Batas dan lama tahap persalinan kala II berbeda-beda tergantung paritasnya. Durasi kala
II dapat lebih lama pada wanita yang mendapat blok epidural dan menyebabkan hilangnya reflex
mengedan. Pada Primigravida, waktu yang dibutuhkan dalam tahap ini adalah 25-57 menit
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Rata-rata durasi kala II yaitu 50 menit (Kenneth et al,
2009; Koniak, Martin & Reeder, 1992).
Pada tahap ini, jika ibu merasa kesepian, sendiri, takut dan cemas, maka ibu akan mengalami
persalinan yang lebih lama dibandingkan dengan jika ibu merasa percaya diri dan tenang
(Simkin, 2008).

c. Kala III (Kala Uri)


Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir (Bobak, Lowdermilk &
Jensen, 2004). Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau
dengan tekanan pada fundus uteri (Wiknjosastro dkk, 2005).
Pada tahap ini dilakukan tekanan ringan di atas puncak rahim dengan cara Crede untuk
membantu pengeluaran plasenta. Plasenta diperhatikan kelengkapannya secara cermat, sehingga
tidak menyebabkan gangguan kontraksi rahim atau terjadi perdarahan sekunder (Manuaba,
2006).

17
d. Kala IV (2 Jam Setelah Melahirkan)
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir. Periode ini
merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung dengan baik
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga
pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi
terhadap tekanan darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot Rahim dan perdarahan selama 2 jam
pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik,
ibu dipindahkan ke ruangan bersama bayinya (Manuaba, 2006).

2.5 Tujuan asuhan persalinan

Tujuan asuhan persalinan adalah memberikan asuhan yang memadai selama persalinan,dalam
upaya mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan memperhatikan aspek
sayang ibu dan bayi. Tujuan asuhan persalinan adalah menjaga kelangsungan hidup dan
memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui upaya yang terintegrasi
dan lengkap tetapi dengan inerverensi.

Kebijakan asuhan persalinan:

a. Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih.
b. Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai untuk menangani
kegawatdaruratan obsetrik dan neonatal harus tersedia 24 jam.
c. Obat-obatan esensial,bahan,dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas
terlatih.

2.6 Tanda-Tanda Persalinan

Tanda persalinan dikategorikan sebagai tanda kemungkinan, tanda awal dan tanda positif.
Kategori ini membantu memutuskan kapan ibu benar-benar mengalami persalinan. Perhatikan
bahwa tidak semua tanda ini mungkin di alami dan bahwa tanda-tanda tersebut tidak harus
terjadi berurutan.

a) Tanda Kemungkinan Persalinan


Tanda kemungkinan persalinan adalah bisa atau tidak menjadi awal dari persalinan,
waktu akan menentukan.
1) Sakit pinggang
Nyeri yang merasa, ringan, mengganggu dapat hilang timbul dapat disebabkan oleh
kontraksi dini.
2) Kram pada perut bagian bawah

18
3) Seperti kram menstruasi, dapat disertai rasa nyaman di paha. Dapat terus menerus
atau terputus.
4) Tinja yang lunak
5) Buang air beberapa kali dalam beberapa jam, dapat disertai dengan kram perut atau
gangguan pencernaan
6) Desakan untuk bebenah
Lonjakan energi yang mendadak menyebabkan anda banyak melakukan aktivitas
ekstra ini sebagai tanda bahwa mempunyai kekuatan dan stamina untuk menjalani
persalinan, cobalah menghindari aktifitas yang melelahkan.

b) Tanda Awal Persalinan


1) Kontraksi yang tidak berkembang
Kontraksi cenderung mempunyai panjang kekuatan dan frekuensi yang sama.
Kontraksi pra persalinan ini dapat berlangsung singkat atau terus menerus selama
beberapa jam sebelum berhenti atau terus menerus selama beberapa jam sebelum
berhenti atau mulai berkembang.
Menyebabkan pelunakan dan penipisan dari leher rahim, meskipun sebagian besar
pembukaan belum terjadi sampai nanti anda mengalami tanda positif.

2) Keluar darah
Aliran lendir yang bernoda darah dari vagina. Dikaitkan dengan penipisan dan
pembukaan awal dari leher rahim, dapat berlangsung beberapa hari sebelum tanda
lain atau baru muncul setelah kontraksi persalinan yang berkembang dimulai,
berlanjut sepanjang persalinan.

3) Rembesan cairan ketuban dari vagina


Disebabkan oleh robekan kecil pada membran (ROM). Kadang-kadang bila
membran timbul selama berjam-jam atau berhari-hari.

c) Tanda Positif Persalinan


1. Kontraksi yang berkembang
Menjadi lebih lama, lebih kuat, dan atau lebih dekat jaraknya bersama dengan
jalannya waktu, biasa disebut sakit atau sangat kuat dan terasa didaerah perut
pinggang atau keduanya.
Leher rahim yang melebar ini, tidak berkurang oleh aktifitas yang dilakukan oleh
calon ibu dan tidak mereda karena perubahan aktifitas, gunakan catatan persalinan
awal untuk menentukan pola kontraksi.
2. Aliran cairan ketuban yang deras dari vagina

19
Disebabkan oleh robekan membran yang besar (ROM). Sering disertai atau segera
diikuti dengan kontraksi yang berkembang. Tanda ini tidak dirasa oleh calon ini,
tetapi dapat dilihat pada pemeriksaan vagina.

2.6 Tanda-Tanda Persalinan

Gejala inpartu menurut (Mochtar, 2000 ), yaitu:

a) Kekuatan his semakin sering terjaidi dan teratur dengan jarak kontraksi yang semakin
pendek.

b) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu pengeluaran lendir bercampur darah.

c) Dapat disertai pecah ketuban

d) Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks yaitu: perlunakan serviks, pendataran
serviks, dan terjadi pembukaan serviks.

2.7 Mekanisme Persalinan

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin ke bawah. Pada persentasi kepala, bila his sudah cukup kuat,kepala akan turun
dan mulai masuk ke dalam rongga panggul.

Mekanisme jalan lahir menurut (Ujiningtyh, 2009) di antaranya adalah :

1. Penurunan (Kepala masuk PAP)

Kepala masuk melintasi pintu atas panggul (promontorium), sayap sacrum, linea inominata,
ramus superiorost pubis dan pinggir atas simpisis) dengan sutura sagitalis melintang, dalam
sinklitismus arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul.dapat juga
terjadi keadaan :

a) Asinklitismus anterior adalah arah sumbu kepala membuat sudut lancip kepan dengan
pintu atas panggul.
b) Asinklitismus posterior adalah arah sumbu kepala membuat studut lancip kebelakang
dengan pintu atas panggul.

2. Fleksi

Fleksi yaitu posisi dagu bayio menempel dada dan ubun-ubun kecil rendah dari ubun-ubun
besar.kepala memasuki ruang panggul dengan ukuran paling kecil (diameter
suboksipitobregmatika = 9,5 ) dan di dasar panggul kepala berada dalam fleksi maksimal.

20
3. Putar paksi dalam

Kepala yang turun menemui diapragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah
depan.kombinasi elastisitas dipragma pelvis dan tekanan intrauterin oleh his yang berulang-ulang
mengadakan rotasi ubun-ubun kecil berputar kearah depan di bawah simpisis.

4. Defleksi

Setelah kepala berada di dasar panggul dengan ubun-ubun kecil di bawah simpisis (sebagai
hipomoklion), kepala mengadakan defleksi berturut-turut lahir bregma, dahi, muka dan akhirnya
dagu.

5. Putar paksi luar

Gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala
dengan punggung anak.

6. Ekspulsi

Putaran paksi luar bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring dan menyesuikan
dengan bentuk panggul, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah lahir bahu berada dalam
posisi depan belakang dan bahu depan lahir dahulu, baru kemudian bahu belakang. mekanisme
persalinan fisiologis penting di pahami, bila ada penyimpangan koreksi manual dapat di lakukan
sehingga tindakan operatif tidak dapat dilakukan (Rustam Mochtar,2002).

2.9 Lima Benang Merah

Ada lima aspek dasar atau lima benang merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan
persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik
yang normal maupun patologis. Lima benang merah akan selalu berlaku dalam penatalaksanaan
persalinan mulai dari Kala I hingga kala empat, termasuk penatalaksanaan bayi baru lahir.

Adapun lima benang merah tersebut adalah :

1. Membuat keputusan klinik


2. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
3. Pencegahan Infeksi
4. Pencatatan (rekam medik) asukan persalinan
5. Rujukan

Penjelasan singkat yang dapat membuat anda sedikit mengerti tentang 5 benang merah antara
lain sebagai berikut:

1. Membuat Keputusan Klinik

21
Membuat keputusann klinik merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah
dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh klien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif
dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan.
Semua keputusan akan bermuara pada bagaimana kinerja dan perilaku yang diharapkan dari
seorang pemberi asuhan dalam menjalankan tugas dan pengalaman ilmunya kepada pasien atau
klien.

Langkah membuat keputusan klinik:

a. Pengumpulan data: subjektif dan objektif


b. Diagnosis kerja
c. Penatalaksanaan klinik
d. Evaluasi hasil implementasi tatalaksana

2. Asuhan Sayang Ibu

Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang menghargai budaya, keepercayaan dan keinginan sang
ibu. Cara yang paling mudah membayangkan meengenai asuhan sayang ibu adalah
menanyakaan kepada diri sendiri: Seperti ini kah asuhan yang saya dapatkan? atau apakah
asuhan yang seperti ini yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil?

Konsep dari asuhan sayang ibu adalah:

a. Persalinan merupakan peristiwa alami


b. Sebagian besar persalinan umumnya akan berlangsung normal
c. Penolong memfasilitasi proses persalinan
d. Tidak asing, bersahabat, rasa saling percaya, tahu dan siap membantu kebutuhan klien,
memberi dukungan moril, dan kerjasama semua pihak (penolong-klien-keluarga)

3. Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lain dalam asuhan selama
persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk
melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya
untuk mengurangi infeksi karena bakteri, virus, dan jamur.

22
4. Pencatatan

Pencatatan (pendokumentasian) adalah bagian penting dari proses membuat keputusan klinik
karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus menerus memperhatikan asuhan yang
diberikan selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Partograf adalah bagian terpenting dari
proses pencatatan selama persalinan

Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisa data yang telah dikumpulkan dan
dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis dan membuat rencana asuhan atau
perawatan bagi ibu atau bayinya.

5. Rujukan

Rujukan diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Syarat bagi
keberhasilan upaya penyelamatan yaitu kesiapan untuk merujuk bayi dan atau bayinya ke
fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika penyulit terjadi).

2.9 Kebijakan PMTCT

Pelayanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak Prevention of Mother to Child HIV
Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari pelayanan perawatan, dukungan dan
Pengobatan/CST bagi pasien HIV/AIDS. Pelayanan PMCT menjadi perhatian karena epidemic
HIV/AIDS di Indonesia meningkat dengan cepat, dimana penularan HIV dari ibu ke anak terus
meningkat seiring bertambahnya jumlah perempuan pengidap HIV.

Kebijakan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

Data Epidemiologi dalam publikasi rekomendasi WHO maupun UNAIDS tahun 2010, dikatakan
bahwa terdapat 33,4 juta orang dengan HIV/AIDS di seluruh dunia. Sebanyak 15,7 juta (47%)
diantaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak-anak berusia kurang dari 15 tahun. Secara
global, HIV merupakan penyebab utama kematian perempuan usia reproduksi. Selama tahun
2008 terdapat 1,4 juta perempuan dengan HIV positif melahirkan di negara berkembang dan
terjadi 430,000 bayi terinfeksi HIV. Di Indonesia, hingga akhir tahun 2010 dilaporkan sekitar
24,000 kasus AIDS dan 62.000 kasus HIV. Sekitar 62,7% berjenis kelamin laki-laki dan 37,7%
berjenis kelamin perempuan. Menurut golongan umur, proporsi terbesar terdapat pada kelompok
usia muda, yaitu 2029 tahun sebanyak47,4%. Estimasi kasus HIV/AIDS usia 15-49 tahun di
seluruh Indonesia diperkirakan 186,257 (132.089-287.357). Meskipun secara umum prevalensi
HIV di Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,2%), tetapi sejak tahun 2005 Indonesia telah
dikategorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena terdapat daerah-
daerah dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada populasi tertentu, kecuali Papua (sudah

23
termasuk populasi umum yaitu 2,4%). Penularan HIV dari ibu ke bayi ini dapat dicegah dengan
program PMTCT. Di negara maju, risiko seorang bayi tertular HIV dari ibunya sekitar < 2%, hal
ini karena tersedianya layanan optimal untuk pencegahanpenularan HIV dari ibu ke bayi. Tetapi
di negara berkembang atau negara miskin, dengan minimnya akses intervensi, risikonya
penularan meningkat menjadi antara 25%45%. Walaupun berbagai upaya telah dilaksanakan
selama beberapa tahun, ternyata cakupan PMTCT masih rendah, yaitu 10% di tahun
2004,kemudian meningkat menjadi 35% pada tahun 2007 dan 45% di tahun2008 sesuai dengan
laporan Universal Akses 2009. Bahkan pada laporan Universal Akses 2010, cakupan layanan
PMTCT di Indonesia masih sangat rendah, yaitu sebesar 6%, sehingga upaya peningkatan
cakupan sejalan dengan program pencegahan perlu ditingkatkan.

Kebijakan dalam Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2010-2014 dari Menkokesra dan Rencana
Aksi Kegiatan Pengendalian AIDS dari Kemenkes, menegaskan pencegahan penularan HIV dari
ibu ke bayi atau dikenal dengan Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT)
merupakan bagian dari rangkaian upaya pengendalian HIV/AIDS. Dalam rangka meningkatkan
cakupan Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi di Indonesia perlu adanya kerja
sama antara berbagai sektor terkait, organisasi profesi, organisasi masyarakat sipil termasuk
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Kebijakan umum Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke
Bayi sejalan dengan kebijakan umum kesehatan ibu dan anak serta kebijakan pengendalian
HIV/AIDS di Indonesia. Tes HIV merupakan pemeriksaan rutin yang ditawarkan kepada ibu
hamil. Pada ibu hamil dengan hasil pemeriksaan HIV reaktif, ditawari pemeriksaan infeksi
menular seksual lainnya terutama sifilis. Layanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi
diintegrasikan dengan paket pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta layanan
KeluargaBerencana di tiap jenjang pelayanan kesehatan. Semua perempuan yang datang ke
pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak dan layanan Keluarga Berencana di tiap jenjang pelayanan
kesehatan mendapatkan informasi pencegahan penularan HIV selama masa kehamilan dan
menyusui. Untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi,dilaksanakan secara
komprehensif dengan menggunakan empat prong,yaitu:

Prong 1: Pencegahan Penularan HIV pada Perempuan Usia Reproduksi.

Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada bayi adalah
dengan mencegah perempuan usia reproduksi untuk tertular HIV. Strategi ini bisa juga
dinamakan pencegahan primer (primary prevention). Pendekatan pencegahan primer bertujuan
untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi secara dini, bahkan sebelum terjadinya
hubungan seksual. Artinya, mencegah perempuan muda di usia reproduksi, ibu hamil dan
pasangannya agar tidak terinfeksi HIV. Dengan mencegah infeksi HIV pada perempuan usia
reproduksi atau ibu hamil, maka bisa dijamin pencegahan penularan HIV ke bayi. Untuk
menghindari penularan HIV, pemerintah dan berbagai lembaga swadaya masyarakat
menggunakan konsep ABCD, yang artinya :

24
a) A (Abstinence), artinya Absen seks ataupun tidak melakukan hubungan seks bagi orang
yang belum menikah
b) B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-
ganti)
c) C (Condom), artinya cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan Kondom
d) D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.

Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan pada Prong (pencegahan primer) antara lain:

1. Menyebarluaskan informasi tentang HIV/AIDS baik secara individu maupun


secarakelompok, yaitudengan cara: meningkatkan kesadaran perempuan tentang bagaimana cara
menghindari penularan HIV dan IMS, menjelaskan manfaat dari konseling dan tes HIV,
meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan dalam penatalaksanaan ODHA perempuan.

2. Mobilisasi masyarakat dengan melibatkan petugas lapangan (kader PKK) untuk


memberikan informasi pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat dan untuk membantu klien
mendapatkan akses layanan kesehatan, menjelaskan tentang pengurangan risiko penularan HIV
dan IMS (termasuk penggunaan kondom dan alat suntik steril), melibatkan tokoh agama dan
tokoh masyarakat dalam menghilangkan stigmatisasi dan diskriminasi.

3. Konseling untuk perempuan HIV negative, ibu hamil yang hasilnya tesnya HIV negatif
perlu didukung agar status dirinya tetap HIV negative, menganjurkan agar pasangannya
menjalani tes HIV, membuat pelayanan kesehatan ibu dan anak yang bersahabat untuk pria
sehingga mudah diakses oleh suami/pasangan ibu hamil.

4. Mengadakan kegiatan kunjungan pasangan pada kunjungan ke pelayanan kesehatan ibu


dan anak dan memberikan informasi kepada suami bahwa jika ia melakukan seks tak aman akan
bisa membawa kematian bagi calon bayinya, termasuk istrinya dan dirinya sendiri. Para suami
biasanya memiliki rasa tanggung jawab untuk melindungi keluarganya. Informasi ini akan lebih
efektif diterima suami jika disampaikan oleh petugas kesehatan di klinik kesehatan ibu dan anak
ketika ia mengantarkan istrinya.

Prong 2: Pencegahan Kehamilan yang Tidak Direncanakan pada Perempuan HIV Positif.

Salah satu cara efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi adalah dengan
mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif usia reproduksi. Hal
yang dibutuhkan adalah layanan konseling dan tes HIV dan sarana kontrasepsi yang aman dan
efektif untuk pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan. Penggunaan alat kontrasepsi yang
aman dan efektif serta konseling yang berkualitas akan membantu perempuan HIV positif dalam
melakukan seks yang aman, mempertimbangkan jumlah anak yang dilahirkannya, serta
menghindari lahirnya anak-anak yang terinfeksi HIV. Ibu HIV positif mungkin cukup yakin
untuk tidak ingin menambah jumlah anaknya karena khawatir bayinya tertular HIV dan menjadi

25
yatim piatu di usia muda. Namun dengan adanya kemajuan intervensi pencegahan penularan
HIV dari ibu ke bayi, ibu HIV positif dapat merencanakan kehamilannya. Sebagian dari mereka
yakin untuk bisa punya anak yang tidak terinfeksi HIV. Konselor hanya bisa memberikan
informasi yang lengkap tentang berbagai kemungkinan, baik tentang kemungkinan terjadinya
penularan, maupun peluang bayi untuk tidak terinfeksi HIV.

Prong 3: Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Hamil HIV Positif ke Bayi

Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi HIV ini merupakan inti
dari intervensi pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Bentuk-bentuk intervensi tersebut
adalah :

1. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif meliputi layanan pra persalinan,
pasca persalinan serta kesehatan anak. Pelayanan kesehatan ibu dan anak bisa menjadi awal atau
pintu masuk upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi bagi seorang ibu hamil.
Pemberian informasi pada ibu hamil dan suaminya ketika datang ke klinik kesehatan ibu dan
anak akan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan mereka tentang kemungkinan adanya
risiko penularan HIV diantara mereka, termasuk juga risiko lanjutan berupa penularan HIV dari
ibu ke bayi. Harapannya, dengan kesadarannya sendiri mereka akan sukarela melakukan
konseling dan tes HIV. Berbagai bentuk layanan yang diberikan klinik kesehatan ibu dan anak,
seperti : imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS terutama siifilis, pemberian suplemen zat besi,
dapat meningkatkan status kesehatan semua ibu hamil, termasuk ibu hamil HIV positif.
Hendaknya klinik kesehatan ibu dan anak juga menjangkau dan melayani suami atau
pasangannya sehingga terdapat keterlibatan aktif para suami atau pasangannya dalam upaya
pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.

2. Layanan konseling dan tes HIV

Layanan Konseling dan Tes Sukarela Layanan konseling dan tes HIV sukarela atau Voluntary
Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu komponen penting dalam upaya
pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Cara untuk mengetahui status HIV seseorang adalah
melalui tes darah. Prosedur pelaksanaan tes darah didahului dengan konseling sebelum dan
sesudah tes, menjaga kerahasiaan serta adanya persetujuan tertulis (informed consent). Jika
status HIV sudah diketahui, untuk ibu dengan status HIV positif dilakukan intervensi agar ibu
tidak menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya. Untuk yang HIV negatif sekalipun
masih dapat berkontribusi dalam upaya mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi, karena
dengan adanya konseling perempuan tersebut akan semakin paham tentang bagaimana menjaga
perilakunya agar tetap berstatus HIV negatif. Layanan konseling dan tes HIV tersebut dijalankan
di layanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana di tiap jenjang pelayanan
kesehatan. Layanan konseling dan tes HIV akan sangat baik jika diintegrasikan dengan
pelayanan kesehatan ibu dan anak dan layanan keluarga berencana, dengan alasan menjadikan
konseling dan tes HIV sukarela sebagai sebuah layanan rutin di layanan kesehatan ibu dan anak

26
dan layanan keluarga berencana (ditawarkan kepada semua pengunjung) akan mengurangi
stigma terhadap HIV/AIDS, layanan rutin konseling dan tes HIV sukarela di pelayanan
kesehatan ibu dan anak akan menjangkau banyak ibu hamil, menjalankan konseling dan tes HIV
sukarela di klinik kesehatan ibu dan anak akan mengintegrasikan program HIV/AIDS dengan
layanan kesehatan lainnya, seperti pengobatan IMS dan infeksi lainnya, pemberian gizi, dan
keluarga berencana.

3. Pemberian obat antiretroviral

Pada ODHA dewasa, penentuan saat yang tepat memulai terapi obat antiretroviral (ARV) selain
dengan menggunakan stadium klinis, diperlukan pemeriksaan CD4. Namun pada kebijakan
PMTCT 2011, ARV diberikan kepada semua perempuan hamil HIV positif tanpa harus
memeriksakan kondisi CD4-nya lebih dahulu. Penentuan stadium HIV/AIDS pada ibu hamil
dapat dilakukan berdasarkan kondisi klinis pasien dan dengan atau tanpa pemeriksaan CD4. CD4
untuk ibu hamil positif HIV digunakan untuk memantau pengobatan. Waktu yang tepat untuk
Pemberian ARV Populasi Target Pedoman pemberian ARV tahun 2010 Pasien naive dengan
CD4 350 sel/mm3HIV+ asimtomatikPasien naive HIV+ Stadium 2 dengan CD4 350
sel/mm3dengan gejala atau Stadium 3 atau 4 tanpa memandang nilai CD4nya Ibu Hamil. Semua
ibu hamil diberi ARV tanpa memandang nilai CD4nya. tanpa indikasi: ARV pada umur
kehamilan 14 minggu, dengan indikasi: segera berikan ARV Pemberian ARV pada ibu hamil
HIV positif selain dapatmengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayinnya,untuk
mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu dengan cara menurunkan kadar HIV serendah mungkin.
Pemberian ARV sebaiknya disesuaikan dengan kondisi klinis yang sedang dialami oleh ibu. Data
yang tersedia menunjukkan bahwa pemberian ARV kepada ibu selama kehamilan dan
dilanjutkan selama menyusui adalah intervensi yang paling efektif untuk kesehatan ibu dan juga
mampu mengurangi risiko penularan HIV dan kematian bayi pada kelompok wanita dengan
risiko tinggi.

Prong 4: Pemberian Dukungan Psikologis, Sosial dan Perawatan kepada Ibu HIV Positif
Beserta Bayi dan Keluarganya

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi tidak terhenti setelah ibu melahirkan. Ibu
tersebut akan terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, ia membutuhkan dukungan
psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Hal ini terutama karena si ibu akan
menghadapi masalah stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap ODHA. Sangat penting
dijaga faktor kerahasiaan status HIV si ibu. Dukungan juga harus diberikan kepada bayi dan
keluarganya. Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan oleh ibu HIV positif antara lain:
pengobatan ARV jangka panjang, pengobatan gejala penyakitnya, pemeriksaan kondisi
kesehatan dan pemantauan terapi ARV (termasuk CD4 ataupun viral load ), informasi dan
edukasi pemberian makanan bayi, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk dirinya
dan bayinya, penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan HIV dan
pencegahannya, layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat, kunjungan ke rumah (home

27
visit), dukungan teman-teman sesama HIV positif (terlebih sesama ibu HIV positif), didampingi
jika sedang dirawat dan dukungan dari pasangan. Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu
HIV positif akan bersikap optimis dan bersemangat mengisi kehidupannya. Diharapkan ia akan
bertindak bijak dan positif untuk senantiasa menjaga kesehatan diri dan anaknya dan berperilaku
sehat agar tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain. Informasi tentang adanya
layanan dukungan psikososial untuk ODHA ini perlu diketahui oleh masyarakat luas, termasuk
para perempuan usia reproduktif. Diharapkan informasi ini bisa meningkatkan minat mereka
yang merasa berisiko tertular HIV untuk mengikuti konseling dan tes HIV agar mengetahui
status HIV mereka.

28
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran

3.1.1 Kesimpulan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri), persalinan dapat terjadi karena
berbagai hal diantaranya adalah Penurunan Kadar Progesteron, teori oksitosin,
keregangan otot-otot, pengaruh janin, dan teori prostaglandin. Persalinan terjadi melalui
tahap-tahap yaitu kala I, kala II, kala III dan kala IV. Tujuan asuhan persalinan
memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dengan memperhatikan aspek
saying ibu dan saying anak. Persalinan ditandai dengan adanya kekuatan his, keluarnya
bloody show, terjadi perubahan serviks dan dapat disertai ketuban pecah dini. Faktor-
faktor yang mempengaruhi persalinan adalah passage, power dan passenger.

3.1.2. Saran

1. diharapkan mahasiswi mampu dalam melakukan asuhan kebidanan pada ibu yang
bersalin norml sesuai teori dan metode yang telah ditentukan.
2. diharapkan mahasiswi dapat meningkatkan pengetahuan keterampilan dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin .

29
DAFTAR PUSTAKA

Rohani dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persainan. Jakarta : Salemba Medika

Chapman, Vicky.2006. Asuhan kebidanan persalinan dan kelahiran. jakarta: EGC

Sarwono. 1999. Ilmu kebidanan. Jakata: YBPSP

30

Anda mungkin juga menyukai