Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat


dan karibia. Virus dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan
di wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini.3,15 Untuk Indonesia dengan
iklim tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan hewan ataupun tumbuhan serta
baik bagi tempat berkemabngnya beragam penyakit yang dibawa oleh vector,
yakni organisme penyebar agen pathogen dari inang ke inang, seperti nyamuk
yang banyak menularkan penyakit. Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
nyamuk spesie Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vector primer serta
Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris serta Ae(Finlaya) niveus sebagai vektor
sekunder.3,8
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat
dan penyebarannya semakin luas. Menurut data World Health Organization
(WHO) terjadi 390 juta infeksi dengue setiap tahun sehingga 3,9 miliar orang di
129 negara berada pada risiko infeksi virus DBD. Jumlah kasus demam berdarah
yang dilaporkan ke WHO meningkat lebih dari 8 kali lipat selama dua dekade
terakhir, dari 505.430 kasus pada tahun 2000, menjadi lebih dari 2,4 juta pada
tahun 2010, dan 4,2 juta pada tahun 2019. Kematian yang dilaporkan antara tahun
2000 dan 2015 meningkat dari 960 menjadi 4032.18,21
DHF dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DHF
berdasarkan umur di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi
pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun. Keberhasilan penatalaksanaan
DHF terletak pada kemampuan mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan
yang cepat dan tepat.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri oto dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokosentrasi (peningkatan hematrokit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh. Infeksi virus dengue ini adalah infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue kelompok abovirus, yang bermanifestasi klinis dari yang paling
ringan (mild undifferentiared febrile illness), demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD), sampai demam beradarah dengue disertai syok
(syndrome syok dengue = SSD).11,15

B. Epidemiologi
DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di indonesia
yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebarannya semakin
luas,penyakit DBD merupakan penyakit menular yang pada umumnya
menyerang pada usia anak-anak umur kurang dari 15 tahun dan juga bisa
menyerang pada orang dewasa. Menurut WHO, Asia Pasifik menanggung 75%
dari beban dengue di dunia diantara tahun 2004 dan 2010, sementara Indonesia
di laporkan sebagai negara ke-2 dengan kasus DBD terbesar di antara 30
negara wilayah endemis. Kasus DBD yang terjadi di Indonesia dengan jumlah
kasus 68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikann dari tahun
2016 sebanyak 204.171 kasus. Untuk kasus kematian DBD yang terjadi di
Indonesia pada 2017 berjumlah 493 kematian jika dibandingkan dengan 2016
berjumlah 1.598 kematian, kasus ini mengalami penurunan 3 kali lipat.8,9
Incidence rate DBD berdasarkan provinsi pada tahun 2017,jumlah kasus
DBD yang dilaporkan sebanyak 68.407 kasus dengan jumlah kasus meninggal
sebanyak 493 orang dan IR 26,12 per 100.000 penduduk dibandingkan dtahun

2
2016 dengan kasus sebanyak 204.171 serta IR 78,85 per 100.000 penduduk
terjadi penurunan kasus pada 2017.7,8
Angka kematian atau CFR akibat DBD lebih dari 1% dikategorikan tinggi.
Walaupun secara umum CFR tahun 2017 menurun dari tahun sebelumnya.
Tiga provinsi dengan CFR tertinggi antara lain Gorontalo (2,18 % ), Sulawesi
Utara (1,55 %) dan Sulawesi Tenggara (1,47%).1,8
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama Aedes aegypti dan Aedes albopicStus). Kejadian kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi,
kaleng bekas,saluran got yang kotor dan tempat penampungan air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus
dengue yaitu:
1. Vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan
vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat
lain.
2. Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

C. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang di
kenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis
serotype. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.3,15
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti
Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile Virus.3,15

3
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tkus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate. Survei epidemilogi pada
hewan ternak didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda,
sapi, dan babi. Penelitian pada atropoda menunjukan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites.10,15
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:10,15
a. Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel
monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan
dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan
memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2
memproduksi IL-4, IL-5,IL-6,dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibody. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebebkan
terbentuknya C3a dan C5a
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi virus
dengue dengan tipe berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi amnestic antibody
sehingga mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1 Peningkatan

4
C3a dan C5a terhadi melalui aktivas oleh kompleks virus-antibodi yang juga
mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.10,15
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :10,15
a. Supresi sumsum tulang
b. Destruksi dan pemendekan masa hidup
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai
akan terjadi peningkatan hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi
trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi keadaan trombositopenia.
Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya
antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di
perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan
pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan
pertanda degranulasi trombosit.10,15
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.
Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur
intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi
faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).10,15

E. Faktor Risiko Penularan Demam Berdarah Dengue


Salah satu faktor risiko penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk
perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk kakeran membaiknya sarana dan
prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi
sehingga mungin terjadi KLB. Faktor resiko lainnya adalah kemiskinan yang
mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk mennyediakan
rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan sampah yang

5
benar. Tetapi dilain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang lebih
makmur terutama yang biasa bepergian.3,14
Faktor resiko yang menyebabkan munculnya antibody IgM anti dengue
yang merupakan reaksi infeksi primer, berdasarkan hasil penelitian diwilayah
amazon brazil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi.
Sedangkan faktor risiko terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD
adalah jenis kelamin laki-laki, riwayat pernah terkena DBD pada periode
sebelumnya serta migrasi ke daerah perkotaan.3,14

F. Klasifikasi Infeksi Dengue

19

6
G. Manifestasi Klinis
2.G.1.
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, atau sindrom syok
dengue (SSD) dan sindrom dengue diperluas.3,15
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak
demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak
mendapat pengobatan adekuat.3,15
Demam berdarah dimulai secara tiba-tiba setelah periode inkubasi khas
5-7 hari, terdapat 3 fase: Fase demam, Fase kritis, dan fase pemulihan.6,13
a) Fase Febris :
Pasien biasanya mengalami demam tingkat tinggi secara tiba-tiba. Fase
demam akut ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan
eritema kulit, nyeri tubuh menyeluruh, mialgia, artralgia, dan sakit kepala.
Anoreksia, mual dan muntah sering terjadi. Tes tourniquet positif dalam fase
ini meningkatkan kemungkinan demam berdarah. Manifestasi hemoragik
ringan seperti petekie dan perdarahan membran mukosa (mis. Hidung dan gusi)
dapat terlihat, pendarahan vagina masif (pada wanita usia subur) dan
perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini tetapi tidak umum.6,13
b) Fase Kritis :
Biasanya pada hari ke 3–7 penyakit, peningkatan permeabilitas kapiler
secara paralel dengan peningkatan kadar hematokrit dapat terjadi . Ini
menandai awal dari fase kritis. Periode kebocoran plasma yang signifikan
secara klinis biasanya berlangsung 24-48 jam.6,13
Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan jumlah trombosit yang
cepat biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada titik ini pasien tanpa
peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik, sementara mereka dengan
permeabilitas kapiler yang meningkat dapat menjadi lebih buruk sebagai akibat
dari kehilangan volume plasma. Tingkat peningkatan di atas hematokrit awal
sering mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma.Syok terjadi ketika

7
volume kritis plasma hilang karena kebocoran. Ini sering didahului dengan
warning sign. Suhu tubuh mungkin di bawah normal ketika terjadi syok.6,13
c) Fase Pemulihan :
Jika pasien selamat dari fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap
cairan kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya.
Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal
membaik, status hemodinamik stabil dan diuresis membaik.6,13
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997)
membagi menjadi 4 derajat :
Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.
Derajat II : Demam disertai uji tourniquet positif disertai manifestasi
perdarahan (seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah,
tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi, sianosis,
disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan
darah tidak terukur17

H. Langkah Diagnostik
1. Anamnesis
1) Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi selama 2-7
hari
2) Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah
3) Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
perut
4) Diare kadang-kadang dapat ditemukan
5) Perdarahan paling sering dikumpai adalah perdarahan kulit dan
mimisan.13,17
2. Pemeriksaan Fisis

8
1) Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush,
muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan
faring hiperemis, nyeri dibawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta
tersebut lebih mencolok pada DD dari pada DBD
2) Sedangkan hepatomegaly dan kelainan fungsi hati lebih sering
ditemukan pada DBD
3) Perbedaan anatara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,
hipovolemia dan syok
4) Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam
rongga pleura dan rongga peritoneal selama 24-48 jam.
5) Fase kritis sekitar hari ke 3 hingga ke 5 perjalanan penyakit. Pada saat
ini suhu turun, yang dapat merupakan awal penyembuhan awal
penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD berat merupakan
tanda awal syok.
6) Perdarah dapat berupa petekie, epistaksis, melena, ataupun
hematuria13,17
Tanda-tanda Syok
1) Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
2) Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
3) Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg
4) Akral dingin, capillary refill menurun
5) Diuresis menurun sampai anuria
Apabila syok tidak dapat segera diatasi, akan terjadi komplikasi berupa
asidosis metabolic dan perdarah hebat.13,17
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
1) Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit & hitung jenis, hematokrit,
trombosit. Pada asupan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma
biru, peningkatan 15% menunjang diagnosis DBD

9
2) Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan
fase konvalesens
a) Infeksi primer, serum akut <1:20, serum konvalesens naik 4x atau
lebih namun tidak melebihi 1:1280
b) Infeksi sekunder, serum akut <1:20, konvalesens 1:2560; atau serum
akut 1:20, konvalesens naik 4x atau lebih
c) Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
secondary infection): serum akut 1:1280, serum konvalesens dapat
lebih besar atau sama.
3) Pemeriksaan radiologi (urutan pemeriksaan sesuai indikasi klinis
a) Pemeriksaan foto thoraks, dilakukan atas indikasi (1) dalam
keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis pada perembesan plasma 20-40%, (2)
pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan
b) Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah terutama daerah hilus
kanan, hemitoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri, kubah
diagfragma kanan lebih tinggi, dan efusi pleura.
c) USG : efusi pleura, ascites, kelainan (penebalan) dinding vesica
felea da vesica urinaria.
Diagnosis DBD ditegakan bila terdapat 2 gejala klinis dan 1 hasil
laboratorium.13,17

1.1.1.
1.1.2.
1.1.3.
1.1.4.
I. Penatalaksanaan
Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian, yaitu tersangka
DBD, demam dengue (DD), DBD derajat I dan II, DBD derajat III dan IV
(DSS)
1. DBD tanpa syok (derajat I dan II)
Medika mentosa

10
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian paracetamol bukan
aspirin
- Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antacid, antiemetic) untuk mengurangi beban detoksifikasi
obat dalam hati
- Kortikosteroid diberikan pada DBD enselopati, apabila terdapat
perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan
- Antibiotic diberikan untuk DBD enselopati13,15
Suportif
- Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan
permeabilitas kapiler dan peradarahan.
- Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase syok disebut time if fever
differvesence dengan baik.
- Cairan intravena diperlukan, apabila:
 Anak terus menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,
dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya syok
 Nilai hematocrit cenderung meningkat pada pemeriksaan
berkala13,15.

2. DBD disertai syok (syndrome syok dengue, derajat III dan IV)
- Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan Ringer
Laktat 10-20 ml/KgBB secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit.
Apabila syok belum teratasi tetap berikan ringer laktat 20 ml/KgBB
ditambah koloid 20-30 ml/KgBB/jam, maksimal 1500 ml/hari
- Pemberian cairan 10ml/KgBB/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok.
Volume cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB/jam, selanjutnya 5ml,
dan 3 ml apabila tanda vital dan siuresis baik.
- Jumlah urin 1 ml/KgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkukasi
membaik

11
- Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok
teratasi.
- Oksigen 2-4 l/menit pada DBD syok
- Koreksi asidois metabolic dan elektrolit pada DBD syok
- Indikasi pemberian darah13,15
Terdapat perdarahan secara klinis
- Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap,
hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar
10 ml/KgBB
- Apabila kadar hematokrit tetap >40 vol%, maka berikandarah dalam
volume kecil
- Plasma segar beku dan suspense trombosit berguna untuk koreksi
gangguan koagulopati atau koaglasi intravena desimiata (KID) pada
syok berat yang menimbulkan peradarah massif.
- Pemberian transfuse suspense trombosit pada KID harus selalu disertai
plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah
perdarahan lebih hebat.13,15

12
Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

13
Gambar 6. Tatalaksana infeksi virus Dengue pada kasus tersangka DBD.

14
Gambar 7. Tatalaksana tersangka DBD (rawat inap) atau demam Dengue.

15
Gambar 8 Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

16
Gambar 9. Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV atau DSS.

17
Gambar 10 Tatalaksana Kasus DSS Terkompensasi

18
Gambar 11. Tatalaksana Kasus DSS Dekompensasi

Kriteria memulangkan pasien antara lain12,13 :

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat
7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).

J. Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :
1. Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
2. Larvasidasi
3. Menggunakan ikan ( ikan kepala timah, cupang, sepat )
Pencegahan gigitan nyamuk :
1. Menggunakan kelambu
2. Menggunakan obat nyamuk (bakar,oles)

19
3. Tidak melakukan kebiasaan beresiko ( tidur siang, menggantung baju )
4. Penyemprotan.20

K. Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza,
hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.4,16
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.4,16
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak
semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda
infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel
polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan laju
endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.4,16
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit.
Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit
DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih
cepat kembali normal daripada ITP.4,16

20
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas
diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam
timbul karena infeksi sekunder4,16
L. Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD
yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia,
hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati.
Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat
dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus
dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut2,4.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD /
SSD. Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk
memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila
syok telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal
dikerjakan bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun
(hati-hati bila jumlah trombosit <50.000/ul). Pada ensefalopati dengue
dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan APTT
memanjang, kadar gula darah menurun,alkalosis pada analisis gas darah,
dan hipotermia ( bila mungkin periksa kadar amoniak darah )2,4.
b. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah
syok diobati dengan menggantikan volume intravaskuler, penting

21
diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk
mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB
per jam. Oleh karena bila syok belum 16 teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan
syok berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan
jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin2,4.
c. Edema Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga
sampai kelima sakit sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan oedema paru karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila
cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit),
pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak
mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru pada foto rontgen2,4.

M. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya
antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD,
kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan
penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus.
Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan
intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan
syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.5

22
BAB III

KESIMPULAN

Virus dengue kelompok abovirus, yang bermanifestasi klinis dari yang


paling ringan (mild Demam Beradrah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri oto
dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematrokit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh. Infeksi virus dengue ini adalah infeksi yang disebabkan
oleh undifferentiared febrile illness), demam dengue (DD), demam berdarah
dengue (DBD), sampai demam beradarah dengue disertai syok (syndrome syok
dengue = SSD).
Penyebab DBD sendiri yaitu Virus dengue yang tergolong dalam grup
Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN – 3, merupakan serotipe yang paling banyak.
Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti. Kriteria diagnosis
terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis ditambah
trombosipenia dan peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan diagnosis
demam berdarah dengue.
Setelah diagnosis DBD sudah ditentukan, maka tetapkan terlebih dahulu
derajatnya. Perlu ditegaskan bahwa untuk penatalaksanaan DBD yang terpenting
adalah pemberian cairan intravena sebatas cukup mempertahankan sirkulasi yang
efektif selama periode plasma leakage disertai pengamatan yang teliti dan cermat
secara periodik.
Disamping itu dalam penanganan DBD, hal yang perlu diperhatikan yaitu
pencegahan terjadinya DBD lagi. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung
pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Cara yang paling
efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah”4M”, yaitu menguras, Menutup
dan Menyingkirkan, dan monitor tempat perindukan nyamuk.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak dan bayi yaitu kehilangan cairan
dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Prognosis demam berdarah dapat

23
terpengaruh oleh antibodi pasif atau oleh infeksi sebelumnya dengan virus yang
merupakan predisposisi pengembangan demam berdarah dengue.

24
Daftar Pustaka

1. Anggriani V,D. 2019. Analisis Faktor Risiko Kejadian Demam Berdarah


Dengue Dengan Pendekatan Spasial Di Kabupaten Lampung Selatan.
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya.
2. Arini W.2018. Asuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Pada An. N Dengan Dengue Haemoragic Fever Di Paviliun Al Farisi Rumah
Sakit Islam Sukapura.Program Studi Diii Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.Jakarta Utara
3. Candra. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Semarang. FK UNDIP
4. Hadinegoro, S.Sri Rezeki. 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia. Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga.
Jakarta.
5. Halstead, S.B., 2016. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. In:
Kliegman, Robert M., Behrman, Richard E., Jenson, Hal B., and Stanton,
Bonita F., eds.Nelson Textbook of Pediatrics 20th ed.. Philadelphia: Saunders
Elsevier, 1629-1632
6. Hasmi,L. 2015. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Mengenai Penyakit
Dbd Dengan Kejadian Dbd Pada Anak Di Ruangan Anak Rsud Dr.
Muhammad Zein Painan Tahun 2014. Program Studi S1 Keperawatan
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas
7. Ismail R,A. 2018. Angka Kejadian Pasien dan Penyebab Penyakit Demam
Berdarah Dengue serta Peran Puskesmas dalam Upaya Penyembuhan dan
Pencegahan pada Tahun 2018. Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
8. Kemenkes RI. 2018. Situasi DBD Di Indonesia.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/InfoDatin-
Situasi-Demam-Berdarah-Dengue.pdf -Diakses September 2020
9. Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI.
10. Maulana, Taruna Risqi. 2015. Asuhan Keperawatan Dengan Nyeri Abdomen
Pada Ny. F Dengan Penyakit Dengue Hemoragic Fever (Dhf) Di Ruang
Flamboyan Rsud Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Diploma Thesis,
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
11. Permatasari, dkk. 2015. Hubungan Status Gizi, Umur, dan Jenis Kelamin
dengan Derajat Infeksi Dengue pada Anak. Semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah.
12. Prasetya B,A.2013.Kriteria diagnosis dan kriteria pulang pasien
dengue.Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.NTB.
13. Pudjiadi, dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia

25
14. Risma R,G.2017. Prevalensi Kejadian Demam Berdarah Dengue Pada
Kasus Demam Akut Di Puskesmas Pattallassang Kabupaten Gowa. Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
15. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, , Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta Pusat: Internal
Publishing, 2014. Hal 539-548.
16. Syafiqaf N.2017. Demam Berdarah Dengue. Ilmu Penyakit Dalam Rsup
Sanglah.Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
17. Tim Adaptasi Indonesia. , 2009. Infeksi Virus Dengue. In: World Health
Organization, (ed.). Buku saku pelayanan kesehatan Anak di rumah sakit.
Jakarta: World Health Organization.
18. WHO. 2020. Dengue and Severe Dengue. Diakses pada 22 September 2020
dari:https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dengue-and-severe-
dengue
19. WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of
Dengue and Dengue Haemorraghic Fever. India : WHO
20. Widoyono. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2011.
21. Yenti F. 2016. Analisis Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam
Berdarah Dengue Di Puskesmas Purnama Kota Dumai Tahun 2016. Masters
Thesis, Universitas Andalas.

26

Anda mungkin juga menyukai