Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hepatoma merupakan istilah lain dari Karsinoma hepatosesular


(hepatocellular carcinoma= HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang
berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolameral dan
1,2
hepatoblastoma. HCC menempati urutan ke-lima kanker paling sering di dunia
dan penyebab ketiga kematian karena kanker menurut WHO. Diperkirakan pada
tahun 2012, terdapat 782,000 kasus di seluruh dunia, dengan 83% ditemukan di
negara berkembang. HCC meliputi 5.6% dari seluruh kasus kanker pada manusia
serta menempati peringkat kelima pada laki-laki, dan kesembilan pada perempuan
sebagai kanker tersering di dunia, dan menempati urutan ketiga dari kanker sisten
saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. 1,2

Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013,


angka kejadian kasus baru HCC pada laki-laki dan perempuan yaitu 15.3% dan
5.3%. Angka kematina akibat HCC pada laki-laki dan perempuan yaitu 14.3% dan
11.1%. Dengan angka insidensi yang tinggi ini, diperlukan adanya suatu
pencegahan untuk menurunkan angka insidensi ini.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma= HCC)


merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian
pula dengan karsinoma fibrolameral dan hepatoblastoma. 1

2.2 Epidemiologi

HCC meliputi 5.6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta
menempati peringkat kelima pada laki-laki, dan kesembilan pada perempuan
sebagai kanker tersering di dunia, dan menempati urutan ketiga dari kanker
sisten saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat
kematian HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas.
Secara geografis, di dunia terdapat tiga kelompok wilayah tingkat kekerapan
HCC yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus); menengah (tiga
hingga sepuluh kasus); tinggi (lebih dari sepuluh kasus per 100,000
penduduk).1

2.3 Faktor Risiko

Penyakit liver kronik dan sirosis merupakan faktor risiko yang paling
penting dari pembentukan HCC, hepatitis viral dan alkohol menjadi faktor
risiko yang utama di seluruh dunia.4

- Hepatitis viral kronik dapat menyebabkan sirosis dan atau HCC. Hepatitis
B dan C merupakan penyebab paling sering hepatitis kronis. Hepatitis B
virus (HBV) merupakan double-stranded, molekul DNA sirkular dengan 8
genotipe (A sampai H). Genotipe A dan D lebih sering di Eropa dan Timur
Tengah, sedangkan B dan C lebih sering di Asia. Beberapa studi
epidemiologi menunjukkan hepatokarsinogenitas yang signifikan oleh
infeksi HBV. Hepatitis B carriers memiliki 10%-25% risiko untuk
menjadi HCC. Berbeda dengan penyebab hepatitis kronik lainnya, HBV
unik karena HCC dapat terbentuk tanpa adanya bukti sirosis. Genotipe C
memiliki risiko lebih tinggi membentuk HCC daripada genotipe A, B dan
D.
- Hepatitis C virus (HCV) kecil, single-stranded RNA, yang memiliki
variabilitas genetik yang tinggi. Terdapat 6 genotipe HCV yangberbeda.
Genotipe I, II, dan III predominan di negara barat dan timur, sedangkan
tipe IV predominan di timur tengah. Ketika seseorang terinfeksi HCV,
80% pasien berkembang menjadi hepatitis kronik, dengan 20%
berkembang menjadi sirosis. Pada hepatitis C, pembenrukan HCC
terbentuk hampmir pada liver yang sirosis, namun pada percobaan HALT-
C, 8% HCC muncul pada pasien dengan adanya fibrosis saja.
- Infeksi ganda HBV dan HCV pada pasien sirotik meningkatkan risiko
HCC. Bersamaan dengan efek alkohol, meningkatkan insidensi HCC.
- Konsumsi alkohol menjadi faktor risiko penting dalam HCC. Penelitian di
Eropa menunjukkan peningkatan risiko relatif pembentukan penyakit liver
dengan konsumsi 7-13 gelas dalam seminggu pada wanita, dan 14-27
gelas per minggu pada pria.
- Diabetes dan nonalcoholic fatty liver, pengobatan kronik seperi DM dan
obesitas meningkatkan risiko HCC. DM secara langsung mempengaruhi
liver karena liver memiliki peran pada metabolisme gluokosa. Hal ini
dapat menyebabkan hepatitis kronik, fatty liver, liver failure, dan sirosis.
Hiperinsulinemia berhubungan dengan peningkatan risiko HCC.
Dipercaya bahwa efek pleotropik insulin yang meregulasi kaskade
antiinflamasi dan jalur lain yang mengindusi proliferasi sel berperan dalam
karsinogenesis.
- Jenis kelamin dapat berperan dalam pembentukan HCC. HCC muncul
lebih sering pada laki-laki, dengan rasio 2:1-4:1. Laki-laki lebih sering
terinfeksi hepatitis viral, mengonsumsi lebih banyak alkohol, merokok dan
memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi daripada perempuan.
Testosteron yang tinggi berhubungan dengan HCC pada carier hepatitis B
dan menyebabkan fibrosis hepatik pada laki-laki dengan infeksi kronis
hepatitis C. peningkatan testosteron atau intake steroid anabolik
berhubungan dengan peningkatan insidensi HCC dan adenoma liver.
- Aflatoxin yang diproduksi spesies Aspergillus (jamur) yang ditemukan
dalam gandum, jagung, kacang atau kedelai yang disimpan dalam kondisi
hangat memiliki potensi hepatokarsinogen. Risiko HCC dengan aflatoxin
bergantung pada dosis dan durasi terpapar.
- Penyakit metabolik dan genetik yang berhubungan dengan HCC juga yaitu
hemokromatosis, Wilson’s disease, α-1 antitrypsin disease, tyrosinemia,
glycogen-storage fisease tipe I dan II, dan porphyrias.
- Faktor risiko lain yaitu merokok. Merokok meningkatkan risiko HCC.
Metabolisme alcohol dan asap rokok menghasilkan zat kimia berbahaya
bagi hepar sehingga dapat mengubah tranformasi sel hepar menjadi
ganas.4,5

2.4 Patogenesis

Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun


penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui
peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi cedera dan
regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal
ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperi perubahan kromosom,
aktivasi oonkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin
bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis
virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemoktomatosis dan
defisiensi antitripsin-alfa1 mungkin menjalankan peranannya terutama
melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Dilaporkan HBV dan
mungkin HCV dalam keadaan tertentu berperan langsung pada patogenesis
molekular HCC. Aflatoxin dapat menginduksi mutasi pada gen supresor
tumor p53 dan ini menunjukkan faktor lingkungan berperan pada tingkat
molekular untuk berlangsungnya proses hepatokarsinogenesis.1
Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga
dihubungakan dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOS atau delesi alelik
adalah hilangna suatu salinan dati bagian tertentu suatu genom. Pada
manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian kromosom. Infeksi HBV
dihubungkan dengan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen
p53. Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat
bervariasi (acak). Oleh karena itu HBV mungkin berperan sebagai agen
mutagenik insersional non-selektif. Integrasi acapkali menyebabkan
terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses
translokasi, duplikasi terbalik, penghapusan (delesi) dan rekombinasi. Semua
perubahani ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-
gen selular penting lain. Dengan analisis southern blot, potongan (sekuen)
HBV yang telah terintegrasi ditemukan dalam jaringan tumor/HCC, tidak
ditemukan diluar jaringan tumor. Produk gen X dari HBV, lazim disebut
HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator transkripsional dari berbagai gen
selular yang berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini menimbulkan
hipotesis bahwa HBx mungkin terliat pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.
Infeksi kronik HCV dapat berujung HCC setelah berlangsung puluhan tahun
dan umumnya didahului elh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan
penting dari proses cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada
proses hepatokarsnogenesis oleh HCV.

Selain diatas, mekanisme karsinogenesis HCC juga dikaitkan dengan


peran dari 10 telomerase, 20 insulin-like growth factor (IGFs), 3) insulin
receptor substrate I (IRS1). Untuk proliferasi HCC yang diduga berperan
penting adalah vascular endothelial growth factor (VEGF) dan basic
fobroblast growth factor (bFGF) berkat peran keduanya pada proses
angiogenesis.1

2.5 Manifestasi klinis

Pasien dengan HCC biasanya memiliki tanda dan gejala sirosis, seperti:
- Pruritus
- Jaundice
- Splenomegali
- Variceal bleeding
- Cachexia
- Meningkatnya ketebalan dinding abdomen (vena portal oklusi karena
trombus dengan pembentukan asites)
- Ensefalopati hepatik
- Nyeri pada kuadran kanan atas (tidak selalu).6

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:


- Jaundice
- Asites
- Hepatomegali
- Alcoholic stigmata (dupuytren contracture, spider angiomata)
- Asterixis
- Pedal edema
- Vena periumbilikal kolateral
- Pembesaran vena hemoroidal.6

2.6 Diagnosis

Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya panyakit hati
kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta
kadar AFP serum ≥400ng/mL adalah diagnostik (Tabel 2).
Tabel 1. Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conference1

Diagnosis histologis diperlukan bila tidak ada kontraindikasi (untuk lesi


berdiameter >2cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan
terapi.

Untuk tumor berdiameter kurang dari 2 cm, sulit menegakkan diagnosis


secara non invasif karena berisiko tinggi terjadinya diagnosis negatid palsu
akibat belum matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara
imaging dan biopsi tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya
ditindaklanjuti dengan pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai
diagnosis dapat ditegakkan.1
Gambar 2. Algoritma investigasi nodul pada liver yang ditemukan pada surveilans
pasien dengan sirosis. HCC= hepatocellular carcinoma, MDCT=multidetector CT.

- USG
USG dapat digunakan untuk skrining awal. Memiliki 60% sensitivitas.
Pada umumnya HCC muncul dengan bentuk bulat atau massa yang oval
dengan batas yang halus. Lesinya dapat berupa hypoechoic sampai
hyperechoic, tergantung dati parenkim sekitar dan derajat infiltrasi
perlemakan. Penggunaan Doppler untuk menentukan lesi dapat membantu,
pada HCC memiliki aliran darah arteri dan neovaskularisasi yang
signifikan dibandingkan dengan nodul regeneratif.
Gambar 3. Gambaran USG HCC6

- CT Scan
3 fase CT (fase arterial, fase vena portal, dan fase washout) memiliki
akurasi tinggi untuk diagnosis dan pengelompokan HCC, namun, lesi kecil
dapat terabaikan seperti pada USG. CT scan memiliki sensitivitas 68% dan
spesifitas 93%. Kelemahannya yaitu harga, paparan sinar radiasi, dan
diperlukan kontras iodin.
Penemuan pada CT yaitu pola hipervaskular dengan pengisian arteri dan
washout cepat saat fase vena portal. Pada kontras, nodul regeneratig
muncul isoattenuating atau hypoattenuating ketika dibandingkan dengan
parenkim. Karakteristik lain yang mendukung diagnosis HCC yaitu
visualisasi kapsul tumor, dan invasi cabang vena portal. Karakter tersebut
lebih sering ditemukan pada lesi yang besar. Pada lesi yang kecil sering
tidak terlihat.
Gambar 4. Fase arterial menunjukkan enhancement HCC.6
Gambar 5. Fase vena portal menunjukkan washout HCC.6

- MRI
MRI merupakan metode yang sangat baik untuk menggambarkan HCC
tanpa radiasi dan tidak perlu menggunakan kontras. Memiliki sensitivitas
81% dan spesifitas 85%.
HCC menunjukkan variasi pada MRI, bergantung pada bentuk tumor,
derajat, dan jumlah lemah intratumoral dan glikogen. Lesi bisa berupa
isointense sampai hiperintense pada gambar T1. Pada T2 juga dapat
bervariasi dari isotense samapi hipertense. Tumor well-diferentiated lebih
hiperintense pada gambar T1 dan isointense pada gambar T2, dimana jenis
moderate dan poorly differentiated hiperintense pada gambar T2 dan
isointense pada gambar T1.6
Gambar 6. MRI HCC.6

Hepatitis kronik menyebabkan pembentukan sirosis. Liver sirotik


menunjukkan nodul degeneratif, yang disebabkan dari peningkatan proliferasi
hepatosit. Diferensiasi antara nodul regeneratif dan HCC dapat bervariasi
berdasarkan ukuran nodul. Nodul <1 cm (Gambar 3) yang dideteksi melalui
USG tidak dapat ditentukan, hatus dilakukan follow up dengan pengulangan
USG dalam 3-4 bulan.
Gambar 7. TACE

Catatan: MRI sebelum dilakukan terapi pada laki-laki usia 43 tahun dengan hepatitis C
menunjukkan gambaran (A) T2 massa soliter hiperintens berukuran 4cm (panah [A-E])
pada segmen VI liver dengan enhancement yang sesuai dengan HCC. Pasien diterapi
dengan TACE dengan obat yang dielusi (B) follow up MRI 6 bulan setelah TACE
intrinsik T1 hiperintensitas perifer (C) lesi yang sudah diterapi tanpa ada enhancement
(D) gambaran yang sudah terkonfirmasi

Nodul >1 cm yang dideteksi melalui USG dilanjutkan dengan radiologi


termasuk pemeriksaan CT dan MRT dengan kontras. Diagnosis HCC
berdasarkan pada peningkatan kontras pada fase arterial (wash in) diikuti
dengan hilangnya kontras pada fase vena (washout) (Gambar 4). Penelitian
meta analisis terbaru menunkukkan MRI memiliki sensitivitas prelesi yang
lebih tinggi daripada CT dan harusnya dijadikan modalitas untuk diagnosis
HCC pada pasien dengan penyakit liver kronik. Jika pemeriksaan radiologik
masih samar, lalu dilakukan konfirmasi dengan teknik yang berbeda. Jika
diagnosis masih belum jelas, serum AFP >400ng/mL memiliki nilai prediktif
yang tinggi. Biopsi perkutaneus dilakukan pada nodul yang secara
pemeriksaan radiologi CT atau MRI termasuk dalam kategori nontipikal.4

Gambar 8. HCC tipikal yang menunjukkan fase arterial hipervaskularias dengan kontras
washout pada vena porta dan fase equilibrium

Catatan: adanya delayed enhancement pseudokapsul

Gambar 9. HCC pada pasien laki-laki usia 45 tahun dengan hemofilia dan
hepatitis C sirosis (a) pada USG didapatkan nodul fokal hypoechoic exophytic
ukuran 2.6-cm. (b) Fase arterial menunjukkan hyperenhancement massa exophytic
(tanda panah).7
(c) delayed scan menunjukkan kontras washout pada massa (tanda panah).7

(c) HCC (tanda panah).7


2.7 Tatalaksana

- Bedah
a. Reseksi
Tatalaksana yang dipakai pada pasien dengan nonsirotik dan
memiliki 5-year survival 41%-74%. Reseksi dilakukan tergantung dari
ukuran tumor, lokasi, fungsi hepar dan bagaimana volume hati tidak
secara drastis meningkat setelah dilakukan reseksi. Reseksi merupakan
tatalaksana lini pertama selama R0 dapat dilakukan. Tatalaksana ini
dapat dilakukan pada pasien dengan tumor yang soliter terbatas pada
hati, tidak ditemukan adanya vaskular invasi pada pemeriksaan
radiologi, dan fungsi hati masih baik.
Perioperative portal vein embolization (PVE) merupakakan teknik
untuk menyebabkan hipertrofi pada sisa residual hepar, hal ini untuk
memperluas reseksi hepar. Ketika PVE dilakukan, volume hepar
meningkat 10-12%. PVE perioperatif memiliki komplikasi yang
rendah (10% vs 36%) dan angka mortalitas 90 hari (0% vs 18%)
dibandingkan dengan pasien yang reseksi tanpa PVE.
Kontraindikasi reseksi yaitu adanya metastasis ekstrahepatik atau
invasi tumor ke trunkus portal. Secara umum, invasi neoplastik vena
portal yang menyebabkan trombosis memilki prognosis yang rendah;
namun, pada beberapa kasus, hemihepatektomi dapat dilakukan,
terutama ketika trombobsis cabang vena portal hipertrofi pada
hemiliver kontralateral.
Selain itu, laparoskopik juga aman dan efektif pada pasien dengan
sirosis.
b. Transplantasi hati
Orthotopic liver transplantation (OLT) merupakan opsi terbaik pada
asien dengan sirosis yang dekompensasi, dan HCC yang solid.
Berdasarkan kriteria Milan, kriteria yang dapat memenuhi yaitu tumor
HCC tunggal <5 cm atau 3 tumor masing-masing ukuran ≤3 cm.
- Non bedah
a. Transaterial chemoembolization
Terapi yang paling sering digunakan untuk HCC locoregional dan juga
untuk menentukan staging tumor yaitu TACE. Penggunaan TACE
yaitu karena neoangiogenik pada HCC dan mekanismenya pada
pasokan arteri hepatik tumor. Pada saat pembentukan awal, tumor
mendapatkan supali dari sistem portal. Ketika ukuran tumor
meningkat, suplai darah menjadi arterialized, jadi pada HCC yang
well-diferentiated bergantung pada suplai arteri hepatik. Emvolisasi
cabang arteri hepartik membuat tumor hipoksia dan nekrosis. Hal ini
disebabkan akrena reduksi yang signifikan pada aliran darah melalui
infus. Agen seperti alkohol polivinil, alkohol, starch microspheres,
gulungan metalik, autologous blood clot, dan gelfoam digunakan untuk
embolisasi. Sebelum embolisasi arteri, agen kemoterapi diinjeksikan.
Kontraindikasi TACE yaitu sirosis dekompensasi (Child-Pugh B),
tumor masif dengan penggantian lobus secara ekstensi, penurunan
aliran portal berat (oklusi vena portal atau aliran hepatofugal), dan
creatinine clearance <30 mL/min.
b. Transarterial radiation
Transarterial radioembolization terbentuk dati kateter internal yang
menerima mikrosfer dengan radioisotop langsung menuju tumor.
Prosedur ini aman dan efektif pada pasien dengan sirosis dengan HCC.
Kontraindikasinya yaitu pasien dengan hepatopulmonary shunting,
yang dapat menyebabkan paparan radasi pulmo yang tinggi dan
membentuk pneumonitis radiasi.
c. Ablasi lokal perkutan
Ablasi lokal perkutan, yaitu RFA adn injeksi ethanol perkutan
merupakan tatalaksana standar BBLC stage 0-A HCC yang tidak dapat
dilakukan pembedahan. RFA merupakan pilihan terapi untuk destruksi
lokal tumor hepar.RFA dapat menyebabkan nekrosis koagulatif tumor
dan meninggalkan bekas yang aman pada tumor.
d. Ablasi microwave
Microwave ablation (MWA) dapat dilakukan secara perkutaneus dan
intraoperatif dan merupakan prosedur ablasi kuratif. Metode ini sama
dengan RFF, namun freuensi gelombang MWA >900 kHz utnuk
mengiradiasi dan ablasi tumor.4
BAB III
KESIMPULAN

Hepatoma merupakan istilah lain dari Karsinoma hepatosesular


(hepatocellular carcinoma= HCC) merupakan tumor ganas hati primer yang
berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolameral dan
hepatoblastoma.

Tingkat kematian HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker
pankreas. Secara geografis, di dunia terdapat tiga kelompok wilayah tingkat
kekerapan HCC yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus);
menengah (tiga hingga sepuluh kasus); tinggi (lebih dari sepuluh kasus per
100,000 penduduk).

Penyakit liver kronik dan sirosis merupakan faktor risiko yang paling
penting dari pembentukan HCC, hepatitis viral dan alkohol menjadi faktor risiko
yang utama di seluruh dunia. Modalitas radiografi yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis hepatoma yaitu USG, CT scan dan MRI. Tatalaksana pada kasus ini
yaitu dapat berupa teknik pembedahan maupun non bedah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Unggul Budihusodo dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
IV. Karsinoma Hati.
2. Marrero, J.A., et al. 2018. Diagnosis, Staging, and Management of
Hepatocellular Carcinoma: 2018 Practice Guidance by the American
Association for the Study of Liver Disease. Practice Guidance.
Hepatology, Vol. 68, No.2
3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Situasi Penyakit
Kanker di Indonesia.
4. Balogh, J. Et al. 2016. Hepatocellular carcinoma: a review. Journal of
Heparocellular Carcinoma.
5. Costin, T., S., et al. 2018. Introductory Chapter: Etiology and Pathogenesis
of Hepatocellular Carcinoma. Hepatocellular Carcinoma. Hepatocellular
Carcinoma – Advances in Diagnosis and Treatment.
6. Cicalese, L. 2020. Hepatocellular Carcinoma (HCC). Clinical
Presentation. Available at https://emedicine.medscape.com/article/197319-
clinical#b2
7. McEvoy, S. H., et al. 2013. Hepatocellular Carcinoma: Illustrated Guide to
Systemic Radiologic Diagnosis and Staging Accorfing to Guidelines of the
American Association for the Study of Liver Disease. Gastrointestinal
neoplasm. radiographics.rsna.org
8. Tunissiolli, et al. Hepatocellular Carcinoma: a Comprehensive Review of
Biomarkers, Clinical Aspects, and Therapy. Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention. 2017; 18(4): 863-872.
9. Sciaca, F. Hepatocellular Carcinoma. Available at
https://radiopaedia.org/articles/hepatocellular-carcinoma
10. European Association for Study of the Liver. EASL Clinical Practice
Guidelines: Management of Hepatocellular Carcinoma. Journal of
Hepatology. 2018; 69: 182-236.

Anda mungkin juga menyukai