Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Wanita hamil akan mengalami beberapa perubahan pada tubuhnya, sebagai efek
hormonal dan mekanik. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan berbagai gejala seperti
mual muntah, sakit pinggang, dan nyeri pelvik, varises, konstipasi, dan kram pada kaki. Keluhan
mual dan muntah terjadi pada 70% wanita hamil dan biasanya terjadi pada trimester awal
kehamilan, namun sekitar 20% wanita mengalami mual dan muntah setelah usia kehamilan 20
minggu. keluhan mual dan muntah biasanya disertai dengan hipersalivasi, sakit kepala, perut
kembung, serta merasa lemah yang biasanya disebut dengan “morning sickness”.1,2
Ketika mual dan muntah tersebut mengakibatkan aktivitas sehari-hari terganggu atau
menimbulkan komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia, dan penurunan berat badan
lebih dari 3 kg atau 5% dari berat badan maka disebut hiperemesis gravidarum. Keadaan ini
biasanya dimulai pada usia kehamilan minggu ke-9 hingga minggu ke-10. Hiperemesis
gravidarum terjadi pada 0,3-2% kehamilan dan menyebabkan ibu hamil harus dirawat inap,
bahkan hampir 25% dirawat inap lebih dari sekali. Faktor risiko dari hiperemesis gravidarum
berupa adanya riwayat keluhan serupa pada kehamilan sebelumnya, berat badan berlebih,
kehamilan ganda, penyakit trofoblastik, dan merokok. Penyebab dan patofisiologi dari
hiperemesis gravidarum masih belum diketahui namun diduga akibat multifaktorial. Penyebab
dari hiperemesis gravidarum kemungkinan gabungan dari hormonal, imunologis, genetik, dan
faktor psikologis dimana teori hormonal memainkan peran yang dominan. Anamnesis dan
pemeriksaan harus dilakukan secara cermat untuk mengeksklusi diagnosis banding karena
diagnosis hiperemesis gravidarum umumnya dikenali melalui klinis pasien. 2,3,4
Fokus dari penatalaksanaan hiperemesis gravidarum adalah untuk rehidrasi adekuat dan
menormalkan elektrolit serta memberikan pengobatan antiemetik dan nutrisi sampai
meningkatkan keadaan pasien serta mengikuti keadaan natural yang mengikuti usia gestasi.
Keberhasilan dari penatalaksanaan bergantung pada diagnosis yang tepat, dapat mendeteksi
komplikasi serta tanda-tanda penyerta. Namun keadaan yang tidak membaik dapat menimbulkan
berbagai komplikasi baik dari segi ibu maupun janin. Morbiditas maternal umum terjadi
termasuk efek fisiologis, tanggungan finansial, defisiensi nutrisi, trauma gastrointestinal, bahkan
sampai menimbulkan kerusakan neurologis. Efek terhadap janin masih enjadi perdebatan namun
pada beberapa kasus dapat terjadi berat badan lahir rendah dan bayi lahir prematur. 2,5

1
2
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Definisi dari hiperemesis gravidarum masih belum pasti namun ICD-10
mendeskripsikan hiperemesis gravidarum sebagai mual dan muntah berlebihan di
bawah usia kehamilan 22 minggu dengan (ringan) atau tanpa gangguan metabolik
(berat) seperti kekurangan karbohidrat, dehidrasi, ataupun gangguan elektrolit.
Keluhan terkadang begitu berat sehingga segala yang dikonsumsi oleh penderita akan
dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan penderita tersebut. Hiperemesis
gravidarum menjadi penyebab utama ibu hamil menjalani rawat inap di rumah sakit.6
II. Epidemiologi
Tubuh wanita hamil mengalami beberapa perubahan selama kehamilan oleh
karena efek dari homon dan mekanik. Salah satu gejala yang umum pada wanita
adalah mual dan muntah yang dialami oleh 70% wanita dan biasanya terjadi pada
trimester pertama kehamilan, namun sekitar 20% wanita mengalami gejala tersebut
lebih dari 20 minggu usia kehamilan. Dari seluruh kehamilan, hiperemesis
gravidarum diestimasikan mempengaruhi 0.3 sampai 2% dari total kehamilan.
Hiperemesis gravidarum merupakan penyebab paling umum dari wanita untuk
dirawat di Rumah sakit pada trimester pertama dan penyebab kedua setelah
persalinan prematur selama kehamilan. Etnis Asia dan Timur Tengah dilaporkan
memiliki prevalensi hiperemesis gravidarum yang tinggi bahkan pada suatu studi
sekitar 10% pada populasi di Cina. Berdasarkan studi-studi saat ini, hiperemesis
gravidarum sering dialami oleh wanita muda dan primipara yang bukan perokok dan
bukan ras kaukasia. Insidensi dari hiperemesis gravidarum lebih banyak ditemukan
pada wanita nulipara, riwayat hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya,
janin perempuan, penyakit trofoblas gestasional, kehamilan ganda, kelainan
kromosom janin, malformasi sistem saraf pusat, dan wanita di bawah 25 tahun. Jika
pasien memiliki saudara perempuan maka saudaranya memiliki risiko 17 kali lebih
besar mengalami hiperemesis gravidarum dan jika ibu dengan hiperemesis
gravidarum memiliki dua anak perempuan maka anak tersebut berisiko lebih dari 27
kali lipat.3,5,7

3
III. Etiologi
Penyebab pasti dari hiperemesis gravidarum ini masih belum pasti, namun
beberapa studi menduga bahwa penyebabnya multifaktorial. Hingga saat ini,
penyebab dari hiperemesis gravidarum kemungkinan gabungan dari hormonal,
imunologis, genetik, dan faktor psikologis dimana teori hormonal memainkan peran
yang dominan.
1. Hormonal
a. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
Hiperemesis gravidarum kemungkinan besar disebabkan oleh HCG oleh
karena insidensi terbesar pada saat HCG mencapai puncak atau pada
kehamilan ganda dan kehamilan mola. Mekanisme HCG menyebabkan
hiperemesis gravidarum masih belum diketahui namun diduga merangsang
proses sekresi dari saluran gastrointestinal atas atau dengan menstimulasi
fungsi tiroid karena strukturnya yang mirip TSH. 8,9
Studi lain menyebutkan bahwa terdapat isoform spesifik dari HCG yang
menyebabkan hiperemesis gravidarum. Teori ini didukung oleh bahwa adanya
konsentrasi HCG yang lebih asam (pH <4) atau yang memiliki rantai asialo-
karbohidrat pada orang dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Bentuk isoform ini kebanyakan merupakan akibat dari
kelainan genetik ataupun hasil adaptasi terhadap lingkungan.8
b. Progesteron
Berbagai studi mencari hubungan antara progesteron atau kombinasi
dengan estrogen dengan hiperemesis gravidarum. Hipotesis saat ini yaitu
progesteron saja atau kombinasi dengan estrogen dapat menyebabkan
disritmia gaster akibat penurunan kontraktilitas otot polos gaster Namun
terdapat studi oleh Jarnfelt-Samsioe (1987) mendesripsikan bahwa wanita
dengan mual dan muntah pada awal kehamilan memiliki kadar progesteron
yang rendah. Studi lainnya mendapatkan bahwa kadar progesteron yang lebih
tinggi hanya sedikit yang mengalami hiperemesis gravidarum dibandingkan
kelompok kontrol.5,8

4
c. Estrogen
Banyak temuan yang menyebutkan bahwa mual merupakan efek samping
yang umum dari penggunaan estrogen yang mendukung hipotesis estrogen
berhubungan dengan hiperemesis gravidarum seperti indeks massa tubuh yang
tinggi, kehamilan pertama, dan penggunaan kontrasepsi oral yang
meningkatkan kadar estrogen memberikan efek samping berupa mual dan
muntah.8
Kemungkinan mekanisme yang terjadi akibat estrogen bermacam-macam.
Estrogen dapat menurunkan pengosongan gaster dan waktu transit di usus
sehingga dapat meningkatkan akumulasi cairan, namun pada studi saat ini
menemukan bahwa pasien dengan hiperemesis gravidarum memiliki tingkat
motilitas yang lebih cepat.8
d. Hormon tiroid
Kelenjar tiroid akan meningkatkan sekresinya pada saat kehamilan
mengakibatkan peningkatan sementara tiroksin dalam darah yang dikenal
dengan nama Gestational Transient Thyrotoxicosis (GTT). Beberapa
mengemukakan tiroid memiliki peranan penting dalam timbulnya hiperemesis
gravidarum, namun masih belum jelas mekanisme terjadinya. Hipertiroid pada
hiperemesis gravidarum mempengaruhi tingkat keparahannya, pasien akan
cenderung memiliki kadar elektrolit abnormal, peningkatan kadar enzim
hepar, dan lebih sering muntah.8
e. Leptin
Leptin merupakan hormone yang memiliki struktur yang hampir sama dengan
sitokin. Hubungan antara hiperemesis gravidarum dan leptin didapatkan
berdasarkan sering ditemukannya leptin pada jaringan adiposa dan fungsi
utamanya adalah untuk mengurangi rasa lapar dan meningkatkan konsumsi
energi dengan cara berinteraksi dengan kortisol, tiroid dan insulin. Kadar
leptin sering ditemukan pada ibu hamil salah satunya dengan hiperemesis
gravidarum namun mekanismenya masih belum jelas.8
f. Adrenal Cortex

5
Adanya pendapat bahwa hiperemesis gravidarum berhubungan dengan
korteks adrenal berasal dari suatu studi penelitian menyebutkan bahwa
terdapat penurunan gejala pada ibu dengan hiperemesis gravidarum ketika
menggunakan terapi kortikosteroid. Kemungkinan rendahnya kadar kortisol
berhubungan dengan timbulnya hiperemesis gravidarum, namun mekanisme
masih belum jelas.8
g. Growth hormone dan prolactin
Penurunan human Growth Hormone (hGH) dan peningkatan prolaktin
ditemukan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum setelah menggunakan
gonadotrophin-releasing hormone. Namun pada studi terbaru menunjukkan
hormon prolaktin dan hGH diproduksi oleh jaringan ekstrapituitari seperti
endometrium dan sel sinsitiotropoblas selama kehamilan. Perubahan pada
kadar hGH dan prolaktin mencerminkan produksi dari endometrial dan
plasenrta dibandingkan perubahan sekresi kelenjar pituitari.8
h. Placental serum markers
Schwangerschafts protein 1 (SP1) merupakan suatu protein spesifik dari
plasenta yang beredar dalam sirkulasi maternal pada minggu awal kehamilan.
Biasanya digunakan sebagai penanda serum maternal untuk skrining down
syndrome. Protein ini diperkirakan berhubungan dengan adanya muntah pada
kehamilan.8
2. Imunologi
Terjadi perubahan sistem imun humoral dan sistem imun yang dimediasi
sel selama kehamilan untuk melindungi fetus dan desidua dari gangguan sistem
imun maternal. Hipotesis mengatakan hiperemesis gravidarum merupakan hasil
dari sistem imun yang overaktif yang kemungkinan berhubungan dengan sintesis
hormon. Terdapat beberapa korelasi positif dari beberapa studi yaitu
meningkatnya interleukin-6 (IL-6), TNF-αT-helper 2, IgG, IgM, C3, C4,
limfosit pada hiperemesis gravidarum.8
3. Traktus Gastro Intestinal
a. Infeksi Helicobacter pylori

6
Infeksi H. pylori pada wanita hamil dapat disebabkan oleh adanya
perubahan pH pada gaster atau terkait perubahan sistem imun selama
kehamilan. Perubahan pH ini disebabkan adanya peningkatan hormon
steroid yang menyebabkan akumulasi cairan bertambah. Infeksi ini telah
lama diduga menjadi patogenesis dari hiperemesis gravidarum namun
studi-studi yang telah dilakukan hanya mendapatkan hubungan antar
keduanya. Namun menurut guideline ACOG 2015 menyatakan bahwa
pengobatan untuk H. pylori aman untuk kehamilan dan dapat diberikan
pada kasus hiperemesis gravidarum yang sulit disembuhkan.8
b. Motilitas lambung dan usus
hormon steroid yang meningkat selama kehamilan dapat
mengakibatkan aktivitas abnormal dari lambung dan usus halus sehingga
waktu transit semakin lama dan menghambat waktu pengosongan
lambung yang dapat mengakibatkan mual. Namun ternyata dalam
penelitian hal tersebut tidak berpengaruh dalam patogenesis HG.8
c. Tekanan spingter bawah esophagus
Kebanyakan wanita memiliki gejala gastrointestinal reflux selama
hamil. Gejala ini kemungkinan muncul akibat penurunan tekanan dari
spingter bawah esophagus, yang diakibatkan karena meningkatnya
estrogen dan progesteron.8
d. Sekresi cairan di GIT
Hiperemesis gravidarum kemungkinan muncul akibat distensi dari
GIT bagian atas karena peningkatan sekresi dan akumulasi cairan dalam
lumen lambung. Peningkatan sekresi cairan merupakan hal yang fisiologis
pada ibu hamil, karena berhubungan dengan sekresi cairan amnion.8
4. Enzim Metabolik
a. Liver enzim
Pasien hiperemesis gravidarum dengan peningkatan kadar SGOT
maupun SGPT menandakan adanya kelainan fungsi hati. Kelainan ini
kemungkinan ditemukan pada pasien hiperemesis gravidarum tipe late
onset, lebih parah sampai ketonuria dan hipertiroidisme, namun

7
mekanisme secara detail masih belum jelas. Diperkirakan kelainan fungsi
hati disebabkan oleh efek kombinasi dari hipovolemia, malnutrisi, dan
timbulnya asam laktat pada hiperemesis gravidarum.8
b. Amilase
Adanya peningkatan serum amilase ditemukan pada pasien dengan
hiperemesis gravidarum. Peningkatan tersebut diakibatkan hipersekresi
dari kelenjar ludah bukan dari gangguan pankreas.8
5. Anatomi
Ibu hamil berisiko mengalami hiperemesis gravidarum karena adanya
beberapa variasi anatomi, kemungkinan penyebabnya adalah perbedaan sistem
vena pada ovarium kanan dan kiri menyebabkan tingginya kadar hormon steroid
pada vena porta. 8
6. Psikologi
Faktor psikologis seperti rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan,
takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai
ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan
muntah.
Hiperemesis gravidarum sering dikaitkan dengan gejala depresi dan anxietas.8
Suatu studi penelitian berupaya membandingkan gejala psikologis pada
wanita hamil dengan dan tanpa hiperemesis gravidarum selama kehamilan.
Subjek dengan gejala hiperemesis gravidarum jauh lebih tinggi gejala
psikologisnya dibandingkan dengan kecemasan dari para wanita hamil yang tidak
menderita hiperemesis gravidarum. Gejala tersebut antara lain: gejala depresi,
histeria, psychasthenia, skizofrenia, somatisasi dan perilaku obsesif kompulsif.
Penyebab gejala-gejala psikologis tersebut karena adanya trauma dan stress. Studi
terbaru menunjukkan riwayat depresi meningkatkan probabilitas untuk rawat inap
pada hiperemesis gravidarum sekitar 50%. Namun, 2/3 wanita dengan
hiperemesis gravidarum tidak memiliki riwayat depresi ataupun gejala depresi
pada usia kehamilan 17 minggu. faktanya hanya 1.2% wanita dengan riwayat
depresi sebelumnya menderita hiperemesis gravidarum. Dapat disimpulkan
bahwa hiperemesis gravidarum tidak berhubungan dengan gangguan psikologis

8
dan sulit untuk membuktikan bahwa hiperemesis gravidarum adalah murni
psikologis karena banyak wanita mulai muntah sebelum mereka mengetahui
bahwa mereka hamil. 6,8

Gambar 1. Hipotess penyebab dan patogenesis dari hiperemesis gravidarum

IV. Derajat hiperemesis gravidarum


Hiperemesis gravidarum dibedakan secara klinis menjadi 3 derajat yaitu
hiperemesis gravidarum derajat I, II, dan III.1
a. Derajat I
- muntah terus menerus
- penurunan nafsu makan dan minum
- penurunan berat badan
- nyeri epigastrium
- frekuensi nadi meningkat sampai 100x/menit
- tekanan darah sistolik menurun
- mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit, dan penurunan jumlah urin.
b. Derajat II
- Memuntahkan semua yang dimakan dan diminum

9
- Berat badan cepat turun
- Rasa haus yang hebat
- Frekuensi nadi 100-140x/menit
- Tekanan darah sistolik <80mmHg
- Pasien apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus
- Ditemukan aseton dan bilirubin dalam urin
c. Derajat III
- Lanjutan dari derajat II
- Muntah yang berkurang atau berhenti
- Kesadaran pasien menurun (delirium sampai koma)
- Ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung
- Bilirubin dan protein dalam urin
V. Diagnosis
Berdasarkan RCOG 2016, diagnosis dari hiperemesis gravidarum berdasarkan
triase dari lebih dari 5% terjadi penurunan berat badan dari sebelum hamil, dehidrasi,
dan gangguan keseimbangan elektrolit. Nausea and Vomitting in Pregnancy (NVP)
terjadi pada trimester pertama dan kausa lain harus dieksklusi. Onset terjadi pada
minggu ke 4 sampai minggu ke-7 dari gestasi, mencapai puncak pada usia kehamilan
9 minggu, dan biasanya sembuh pada usia kehamilan 20 minggu pada 90% pasien.
Terdapat kuesioner untuk menilai tingkat keparahan dari NVP yang bernama
PUQE. Kuesioner ini berisi pertanyaan mengenai jumlah muntah per hari, dan lama
dari mual per hari. 4
a. Anamnesis
Awali dengan anamnesis yang menegakkan diagnosis kehamilan seperti
keluhan amenorea, lalu tanyakan beberapa poin seperti hari pertama haid
terakhir, onset gejala selama kehamilan ini, riwayat NVP/ hiperemesis
gravidarum sebelumnya, menilai tingkat keparahan dengan skor PUQE,
hipersalivasi yang terjadi pada 60% kasus, penurunan berat badan,
ketidakmampuan untuk makan dan minum, dan nilai kualitas hidup.4
Kausa lain dari muntah-muntah seperti nyeri abdomen, urinary symptoms,
infeksi, riwayat pengobatan, dan infeksi H. pylori kronik harus dieksklusi. Hal

10
sederhana namun berguna seperti mual dan muntah pada hiperemesis
gravidarum biasanya dimulai pada minggu ke-8 setelah hari pertama haid
terakhir. Demam, nyeri perut, atau sakit kepala biasanya bukan gejala khas
dari hiperemesis gravidarum. 4
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan untuk mendiagnosis kehamilan dapat berupa uterus yang
membesar sesuai usia kehamilan dengan konsistensi lunak dan serviks yang
berwarna livid ketika dilakukan inspekulo. Periksa temperatur, pulsasi,
tekanan darah, saturasi oksigen, respiratory rate, pemeriksaan abdomen,
dehidrasi, dan pemeriksaan lainnya. Bibir dan lidah kering, penurunan turgor
kulit, dan penurunan output urin merupakan tanda dehidrasi yang umum.
Appendisitis dan kolik renal harus dieksklusi dengan pemeriksaan. Kehamilan
mola dicurigai ketika tinggi fundus uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan
dan dikonfirmasi dengan USG.4
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang biasanya digunakan untuk mengeksklusi diagnosis
lainnya, mengevaluasi penyakit, dan menilai tingkat keparahan. Pemeriksaan
dipstik urin untuk memeriksa keton yang harus dimonitor sampai negatif.
Untuk melihat apakah ada infeksi traktus urinarius dibutuhkan sampel mid-
stream urine. Pemeriksaan urea untuk menilai adanya penyakit berat yang
berujung pada pre-renal failure akibat hipovolemia dan penurunan perfusi
renal. Pemeriksaan elektrolit untuk mengeksklusi hipokalemia, hiponatremia,
alkalosis metabolik, dan gangguan elektrolit lainnya.4
Pemeriksaan darah lengkap seperti infeksi yang menyebabkan
leukositosis, peningkatan hematokrit akibat peningkatan hemokonsentrasi.
Pemeriksaan glukosa darah dibutuhkan untuk mengeksklusi hipoglikemia
sebagai komplikasi hiperemesis gravidarum dan untuk mengeksklusi
ketoasidosis diabetikum sebagai diagnosis banding. Tes fungsi hepar juga
dilakukan untuk mengeksklusi penyakit hepar seperti hepatitis dan batu
empedu. Kadar serum kalsium, fosfat, dan amilase diperiksa untuk

11
mengeksklusi pankreatitis dan pemeriksaan AGD untuk mengeksklusi
gangguan metabolik seperti alkalosis metabolik dan memonitor penyakit.4
Pemeriksaan USG untuk mengeksklusi kehamilan mola dan kehamilan ganda
serta melihat kehamilan intrauterin dan mengkonfirmasi usia gestasi. Untuk
kasus refrakter, RCOG merekomendasikan untuk memeriksakan tes fungsi
tiroid seperti kadar TSH. Namun pada ACOG merekomendasikan tes fungsi
serum tiroid dilakukan apabila ada tanda-tanda dari hipertiroidisme. Kadar
TSH dapat menjadi rendah akibat adanya kesamaan strukktur dengan HCG
dan kadar hormon tiroid akan kembali ke normal setelah melahirkan.4
VI. Tatalakasana

Gambar 2. Algoritme tatalaksana mual dan muntah pada kehamilan.2

12
Terapi lini utama secara nonfarmakologi adalah istirahat dan modifikasi diet
seperti hindari makan dengan porsi besar dan konsumsi dari rendah lemak, rendah zat
besi, bland foods (roti, crackers, sereal, telur, tofu, daging putih, selai kacang, buah-
buahan, sayur-sayuran). Hindari makanan yang memiliki aroma yang tajam, maanan
pedas, dan makanan berlemak. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan dan
minuman dalam porsi kecil namun sering untuk hiperemesis gravidarum derajat
ringan.2,10
Fokus dari penatalaksanaan hiperemesis gravidarum adalah untuk rehidrasi
adekuat dan menormalkan elektrolit. Rekomendasi manajemen awal saat ini adalah
melakukan resusitasi cairan dengan bolus dari normal salin atau ringer laktat. Hidrasi
lanjutan harus dipertahankan dengan dekstrose 5%. Studi menunjukkan pemulihan
yang cepat dari gejala mual dengan cairan yang mengandung dekstrose. Serum
elektrolit harus dimonitor. Untuk mencegah Wernicke’s encephalopathy diberikan
100 mg tiamin pada rehidrasi awal. Pada kasus rawat inap yang lama tanpa perbaikan
keadaan, diberikan nutrisi secara parenteral.5
a. Diclegis
Saat ini, diclegis merupakan pengobatan untuk mual muntah pada kehamilan yang
diberikan kategori A oleh FDA. Obat ini mengandung delayred-release
doksilamin suksinat dan piridoksin HCl. Doksilamin suksinat merupakan
antihistamin (H1 bloker) yang berfungsi sebagai obat sedatif dan memiliki efek
antiemetik. Sedangkan piridoksin HCl adalah formulasi dari vitamin B6. Vitamin
B6 diketahui digunakan untuk 160 aktivitas enzim termasuk proses metabolisme
dari asam amino, asam nukleat, karbohidrat, glikogen, neurotransmiter, dan
sebagainya sehingga dianggap sebagai suplemen yang penting untuk pasien
dengan status nutrisi yang kurang.5
b. Promethazine
Promethazine merupakan obat antidopaminergik yang digunakan untuk pasien
hiperemesis gravidarum. Obat ini memiliki beberapa mekanisme termasuk
blokade reseptor dopamin dan seratonin dari sistam saraf pusat lemah, efek
blokade muskarinik kuat, dan sebagai antihistamin jangka panjang. Karena efek
antihistamin sehingga meningkatkan efek samping berupa sedasi pada pasien

13
yang diberikan promethazine dibandingkan metocloperamide. Sediaannya banyak
seperti injeksi, supositoria, tablet, dan sirup (6,25mg/5ml) namun yang paling
sering digunakan adalah melalui oral, namun pada kasus hiperemesis gravidarum,
secara supositoria dan intramuskular dapat digunakan. Promethazine digunakan
sebagai lini kedua pada pasien diberikan terapi awal tidak membaik. Obat ini
dapat menembus plasenta dan menyatu dengan ASI sehingga merupakan kategori
C dikarenakan memiliki potensi untuk memberikan efek neurologik pada fetus.5
c. Klonidin
Klonidin merupakan centrally acting alpha-agonist yang sering digunakan
sebagai antihipertensi, namun obat ini juga diberikan pada hiperemesis
gravidarum yang sulit disembuhkan. Klonidin tersedia dalam bentuk tablet,
solusio, dan transdermal.5
d. Metocloperamide dan Zofran (ondansentron)
Metocloperamide dan zofran merupakan terapi hiperemesis gravidarum utama
saat ini. Mekanisme aksi dari metocloperamide masih tidak dapat dijelaskan
namun obat ini merupakan anti-HT3 dan antidopaminergik. Diketahui
mempengaruhi peristaltik dari traktus gastrointestinal dan sinyal dari SSP
terutama area medullary chemoreceptor trigger zone. Tersedia dalam berbagai
sediaan yaitu injeksi, sirup, dan tablet. Metocloperamide tidak boleh digunakan
lebih dari 12 minggu dan merupakan golongan obat kategori B pada kehamilan.5
Zofran (ondansentron) biasanya digunakan sebagai obat mual muntah
yang diinduksi kemoterapi, post operasi, dan post radiasi, serta kehamilan. Zofran
tidak memicu gerakan gastrointestinal. Obat ini tersedia dalam bentuk oral
maupun injeksi. Ondansentron merupakan antagonis 5-HT3 yang bekerja pada
sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Lokasi utama dari kerjanya adalah
sistem saraf pusat namun bekerja meningkatkan pengosongan lambung juga. 5
e. Mirtazapine
Mirtazapin biasanya digunakan pada hiperemesis gravidarum yang sulit
disembuhkan. Biasanya dipakai pada kasus hiperemesis gravidarum engan
diagnosis psikiatri seperti depresi. Obat ini merupakan noradrenergic and specific
serotonergic antidepressant (NaSSA) dan bertindak sebagai antagonis reseptor

14
adrenergik alfa-2 dan memblokade reseptor serotonin 5-HT2 dan 5-HT3, serta
memiliki efek histaminergik dan muskarinik. Anti-5HT3 merupakan antiemetik
seperti Zofran. Selain itu antagonis reseptor 5-HT2 dan 5-HT3 berkontribusi
terhadap anxiolitik, sedatif, dan menstimulasi nafsu makan.5
f. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid pada hiperemesis gravidarum masih
kontroversial. Obat kortikosteroid terutama prednison merupakan obat kategori C.
penelitian meta-analisis menunjukkan paparan prednisone selama trimester
pertama kehamilan berhubungan dengan fetal oral cleft defect.5

VII. Komplikasi
Jika mual dan muntah terus terjadi tanpa disertai asupan cairan yang cukup dapat
menimbulkan dehidrasi bahkan syok. Dehidrasi berkepanjangan juga dapat
berpengaruh pada pertumbuhan janin yang terhambat. Selain itu, adanya gangguan
keseimbangan elektrolit akibat muntah persisten dapat menyebabkan alkalosis
metabolik hipokloremik disertai hiponatremia dan hipokalemia serta dapat
menimbulkan robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung. Robekan pada
esofagus dikenal dengan Mallory-Weiss Syndrome yang berkaitan dengan
hematemesis dan emfisema subkutan. Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum

15
dengan kenaikan berat badan selama kehamilan <7kg dapat berisiko untuk
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kecil masa kehamilan, prematur,
dan nilai APGAR kurang dari 7. 2
Defisiensi nutrisi terutama vitamin B1 atau tiamin dapat menyebabkan sindrom
yang disebut Wernicke’s encephalopathy. Pasien dapat memiliki gejala neurologis
seperti letargi dan kebingungan hingga hiporefleksia, ataksia, dan gejala okulomotor
seperti nistagmus dan opthalmoplegia. Hal ini dapat menyebabkan kematian.2,5

16
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita
Nama : Ny. DS
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gebang, Mataram
Agama : Islam
Status : Menikah
Tanggal MRS : 21 November 2022
Tanggal periksa : 21 November 2022

B. Anamnesis
Keluhan utama
Mual dan muntah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pertama kali ke IGD RS Risa Sentra Medika dengan keluhan mual
dan muntah sejak ± 1 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan mual dan muntah
hanya terjadi pada pagi hari, namun sejak 1 minggu yang lalu pasien tidak hanya
mengalami keluhan tersebut pada pagi hari. Muntah pasien mengandung air dan makanan
yang dikonsumsi sebelumnya serta jumlah yang keluar cukup banyak. Pasien mengatakan
mengeluhkan mual terutama ketika mencium aroma makanan dan muntah terutama
setelah masuk makanan, rasa mual sedikit berkurang saat pasien beristirahat. Sebelum
datang ke IGD, pasien mengatakan muntah sudah sekitar 5 kali pada hari tersebut.
Keluhan lainnya yaitu lemas dan pusing. Lemas dan pusing dirasakan pasien sejak pagi
hari. Lemas tersebut dikatakan pasien hingga mengganggu aktivitasnya. Pasien
mengatakan hanya beristirahat di tempat tidur untuk mengurangi keluhan tersebut. Selain
itu pasien juga sering merasa haus, bibir terasa kering dan pecah-pecah serta nafsu makan
menurun sejak pasien sering mengalami mual muntah. Pasien juga merasa sejak pagi
lebih jarang buang air kecil dibandingkan sebelum-sebelumnya dan berwarna lebih

17
kuning. Biasanya pasien buang air kecil 3-4 kali sehari namun hari itu pasien hanya
buang air kecil 1 kali. Tidak ada keluhan panas badan. Tidak juga disertai mulas, keluar
darah dan lendir dari jalan lahir, atau keluar air-air dari jalan lahir. Pasien saat ini hamil
anak ketiga dengan usia keamilan 8 minggu. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada gusi
sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan gigi berlubang disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal. Riwayat hipertensi, DM tipe II, asma,
dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengaku memiliki hipertensi dan DM pada keluarga. Keluhan serupa pada
keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat asma dan penyakit jantung disangkal.
Riwayat alergi
Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan karyawan swasta dengan suami bekerja sebagai honorer.
Riwayat Pernikahan dan Obstetri
- Pasien menikah satu kali pada usia 23 tahun dengan suami usia 23 tahun dan saat ini me
miliki 1 orang anak.
Riwayat Obstetri
1. (+) saat usia 2 tahun
2. 2018, lahir secara normal, jenis kelamin laki-laki
3. Ini.

Kehamilan saat ini:


HPHT : lupa
HPL : 29-06-2023 (USG)
UK : 9-10 minggu
ANC : 2 kali di dokter spesialis kandungan

Riwayat Menstruasi

18
- Menarche pada usia 14 tahun, teratur dengan siklus 28 hari selama 5 hari tanpa disertai a
danya nyeri pada saat menstruasi.
Riwayat Ginekologi
- Pasien tidak memiliki riwayat ginekologi seperti infertilitas, kanker, maupun polip
- Keluarga perempuan pasien tidak ada yang memiliki riwayat ginekologi
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak ada mengkonsumsi obat-obatan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiration Rate : 20 x/menit
Suhu : 36,20C

4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala dan leher
 Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), refleks
cahaya (+/+)
 Hidung: Deviasi septum nasi (-), pernapasan cuping hidung (-)
 Telinga: Sekret (-)
 Mulut: bibir kering (+), Sianosis (-), gusi hiperemis (+)
 Leher: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)

b. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi : Dinding dada tampak simetris, tidak tampak ketertinggalan
gerak antara hemithoraks kanan dan kiri, kelainan bentuk dada (-),
fossa jugularis deviasi (-), penggunaan otot bantu napas (-)

19
Palpasi : Vokal fremitus lobus superior kanan = kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan = kiri
Perkusi : Perkusi orientasi seluruh lapang paru sonor

Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Batas paru-hepar ICS V line midclavikula dextra


Auskultasi : Suara vesikuler +/+
Ronki basah halus-/-
Ronki basah kasar -/-
Wheezing-/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba pada ICS V midclavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan atas : ICS II line parasternal dextra
Batas jantung kanan bawah : ICS IV parasternal dextra
Batas jantung kiri atas : ICS II parasternal sinistra
Batas jantung kiri bawah : ICS V midclavicular sinistra
Auskultasi : S1S2 reguler; Gallop (-), Murmur (-)
c. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung mengikuti pergerakan nafas, luka bekas operasi
(+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal (6 kali/menit), bising aorta (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Organomegali : (-)
d. Pemeriksaan ekstremitas
Akral hangat : Edem : - -
+ +
a

20
+ + - -
CRT<2 detik
a. Integumen : eritema (-), hiperpigmentasi (-)
D. Status obstetri
a. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : luka bekas operasi (-), striae gravidarum (-), linea nigra (-), distensi (-),
benjolan (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
TFU : 2 jari di atas simfisis
Perkusi : Asites (-)
b. Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : genitalia eksternal normal, PPV (-), keputihan (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
VT : tidak dilakukan

E. Pemeriksaan Penunjang
 Labolatorium (21-11-2022)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 13.01 g/dL 12,0-16,0
Leukosit 13010 /uL 4000-10000
Eritrosit 4.66 juta/uL 3,50-5,00
Trombosit 308.000 /uL 150000-400000
Hematokrit 39,8 % 36-48
Serologi
HbsAg non reaktif non reaktif
Elektrolit
Natrium 134 135-145 mmol/L
Kalium 3.4 3.5-5.5 mmol/L
Chlorida 95 96-106 mmol/L
Tabel. Hasil pemeriksaan laboratorium

21
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, terdapat sedikit penurunan pada hemoglobin yaitu
10.8 g/dl.

F. Diagnosis
G3P2A0H1 usia kehamilan 9-10 minggu dengan hiperemesis gravidarum
G. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
1. Bed rest
2. Intake makanan dan minuman bebas, anjurkan untuk makan dan minum sedikit namun
serinh
Farmakologi :
1. Rehidrasi IVFD RL: D5 1:1 28 tpm
2. Drip neurosanbe 1amp/hari
3. Injeksi ranitidine 1 amp/ 8 jam
4. Injeksi ondansentron 8mg/12 jam
5. infus paracetamol 1 gr/12 jam
6. cefadroxil tab 2x500 mg
7. Betadine gargle 2x sehari

Monitoring : Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien


H. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam

 Labolatorium (21-8-2019)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 10.9 g/dL 12,0-16,0
Leukosit 4970 /uL 4000-10000

22
Eritrosit 3.58 juta/uL 3,50-5,00
Trombosit 218.000 /uL 150000-400000
Hematokrit 33 % 36-48
Fungsi Ginjal
Ureum 15 mg/dL 10-50
Kreatinin 0.7 mg/dL 0.6-1.1
Fungsi Hati
SGOT 15 U/I 0-40
SGPT 10 U/I 0-41
diabetes
glukosa darah sewaktu 103 mg/dL < 160.00
Elektrolit
Natrium (serum) 139 mmol/L 135-146
Kalium (serum) 3.4 mmol/L 3.4-5.4
Klorida (serum) 107 mmol/L 95-108
Tabel. Hasil pemeriksaan laboratorium
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, terdapat sedikit penurunan pada hemoglobin yaitu
10.9 g/dl.

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini didapatkan pasien usia 25 tahun dengan usia kehamilan 9-10 minggu
didiagnosis dengan hiperemesis gravidarum berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan laboratorium. Dari hasil anamnesis didapatkan pasien datang ke IGD
Risa Sentra Medika dengan keluhan mual dan muntah sejak ± 1 bulan yang lalu namun
memberat sejak 7 hari yang lalu. Pasien juga mengatakan badannya lemas sehingga
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Hal tersebut sesuai dengan definisi dari
hiperemesis gravidarum yaitu ketika mual dan muntah tersebut mengakibatkan aktivitas
sehari-hari terganggu atau menimbulkan komplikasi seperti ketonuria, dehidrasi,
hipokalemia, dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5% dari berat badan. Pada
pasien juga terdapat tanda-tanda dehidrasi seperti mulut terasa kering, bibir pecah-pecah,
sering merasa haus, dan lebih jarang buang air kecil serta berwarna lebih kuning dari
biasanya. Hiperemesis gravidarum umumnya terjadi sebelum usia kehamilan 22 minggu,
biasanya minggu ke-9 atau minggu ke-10, hal tersebut sesuai dengan usia kehamilan dari
pasien yaitu saat usia kehamilan 9-10 minggu. 1,6
Dari anamnesis pasien didapatkan pasien termasuk ke dalam hiperemesis gravidarum
derajat 1 yaitu muntah terus menerus, intoleransi terhadap makanan dan minuman, muntah
biasanya berisi makanan, buang air kecil lebih sedikit dari biasanya, mulut terasa kering.
Namun menurut ICD-10, pasien ini termasuk hiperemesis gravidarum berat karena terdapat
gangguan metabolik yaitu dehidrasi yang ditandai dengan sering merasa haus, buang air
kecil lebih sedikit dari biasanya dan berwarna lebih kuning, lemas, dan mulut terasa kering.6
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah memberikan IVFD RL:D5 1:1 28 tpm, injeksi
ranitidin, drip neurosanbe dan injeksi ondansentron. Hal tersebut telah sesuai dengan
rekomendasi manajemen awal dari hiperemesis gravidarum adalah melakukan rehidrasi dan
menstabilkan kondisi hemodinamik terlebih dahulu baru memberikan obat-obatan seperti
vitamin B6, antihistamin, dan agen-agen prokinetik. Resusitasi cairan yang diberikan
biasanya ringer laktat atau normal salin untuk rehidrasi yang adekuat. Ranitidin merupakan

24
antagonis reseptor H2 yang biasanya digunakan sebagai obat untuk mengatasi mual dengan
cara mengurangi produksi asam lambung ketika antasida tidak lagi efektif, penggunaan obat
ini tidak berhubungan dengan peningkatan risiko dari malformasi janin pada trimester
pertama. Obat ini sudah digunakan pada kehamilan selama 3 dekade.5
Pada pasien ini, obat prokinetik seperti metokloperamid digantikan oleh pemberian
ondansentron. Ondansentron merupakan antagonis reseptor 5-HT3, memiliki efektivitas
sama dengan metokloperamid namun memiliki efek sedasi yang lebih kecil dan
ondansentron tidak meningkatkan risiko malformasi janin pada trimester pertama
kehamilan.5
Pasien diberikan vitamin B6 dalam rehidrasi cairan, dilanjutkan dengan IVFD RL + drip
neurobion : D5 = 1 : 1 (28 tpm). Pemberian neurobion yang mengandung vitamin B1, B6,
dan B12 terutama tiamin (vitamin B1) berguna untuk mencegah Wernicke’s
encephalopathy ketika diberikan D5.5
pasien juga mengeluhkan nyeri pada gusi sejak 1 minggu yang lalu dan pada hasil
pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatann dari leukosit sehingga pasien diberikan
obat antibiotik yaitu cefadroxil 2x500 mg. Untuk keluhan nyeri pasien juga diberikan infus
paracetamol 1 gr/12 jam.
Untuk diet yang diberikan pada pasien ini adalah intake oral bebas dan dianjurkan untuk
makan serta minum sedikit namun sering. Hal ini sesuai dengan teori yang memberikan diet
hiperemesis III untuk penderita hiperemesis gravidarum derajat 1 yaitu diet yang cukup dan
memenuhi seluruh zat gizi kecuali kalsium serta pemberian minuman bersamaan dengan
pemberian makanan. Hindari makanan yang merangsang mual dan muntah seperti makanan
pedas, makanan berlemak, atau suplemen besi. 2,5

25
DAFTAR PUSTAKA

1
Prawirohardjo, Sarwono. , Ilmu Kebidanan chapter 38 : perdarahan pada kehamilan lanjut dan
persalinan. 2014. p 495-502.
2
Gunawan, K., Manengkei, P.S.K., and Ocviyanti, D., Diagnosis dan Tatalaksana Hiperemesis
Gravidarum. Journal of Indonesian Medical Association, 2011 : 61(11), pp. 458-464
3
WHO. WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience. 2016
4
Gabra, A., Habib, H., and Gabra, M., Hyperemesis Gravidarum, Diagnosis, and Pathogenesis.
iMedPub Journals, 2018 : 5(15), pp.1-5
5
London, V., Grube, S., and Sherer, D.M. Hyperemesis Gravidarum: A Review of Recent
Literature. Pharmacology 2017: 100, pp.161-171
6
Kjeldgaard, H.K., Eberhard-Gran, M., Benth, J.S., Nordeng, H., and Vikanes, A.V., History of
Depression and Risk of Hyperemesis Gravidarum: a population-based cohort study. 2017 : 20,
pp. 397-404
7
McCarthy, F.P., Lutomski, J.E., and Greene, R.A. Hyperemesis Gravidarum : current
perspectives. International Journal of Women’s Health. 2014:6, pp.719-725
8
Verberg, M.F.G., Gillott, D.J., Al-Fardan, N., and Grudzinskas, J.G., Hyperemesis Gravidarum,
a literature review. European Society of Human Reproduction and Embriology, 2005 : 11(5),
pp.527-539
9
Khan, Y,. Hyperemesis Gravidarum. 2019 : 0(0), pp.1-8
10
Herrell, H.E., Nausea and Vomiting of Pregnancy. Amercian Family Physician, 2014 : 89(120,
pp.965-970

26

Anda mungkin juga menyukai