Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

“ABSES HEPAR”

Oleh:
Made Dyanti Enantya Suparta
H1A015043

Pembimbing:
dr. Hasan Amin, Sp. Rad.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN RADIOLOGI RSUD PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2020

1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN...................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar.........................................................................4

2.2 Definisi Abses Hepar......................................................................................6

2.3 Epidemiologi Abses Hepar.............................................................................6

2.4 Faktor Risiko Abses Hepar.............................................................................6

2.5 Etiologi Abses Hepar......................................................................................7

2.6 Patofisiologi/ Patologi Abses Hepar...............................................................7

2.7 Diagnosis Abses Hepar................................................................................10

2.8 Tatalaksana Abses Hepar.............................................................................17

PENUTUP..............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

2
BAB I

PENDAHULUAN
Abses hepar didefinisikan sebagai massa berisi pus pada hepar yang dapat
menyebabkan cedera pada hepar atau infeksi intraabdominal yang berasal dari
sirkulasi porta. Sebagian besar abses ini disebabkan oleh piogen atau amoeba,
lebih jarang disebabkan oleh parasit dan fungi.1 Abses ini memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi apabila penyebab abses ini tidak terdeteksi dan tidak
ditatalaksanai segera.2 Patofisiologi dari abses ini berbeda-beda, tergantung
etiologi yang mendasari.3
Abses hepar memiliki manifestasi klinis bervariasi tergantung pada
mekanisme patogen. Gejala klasik berupa nyeri pada hipokondria kanan (89-
100%) dengan atau tanpa hepatomegalis. Gejala lainnya yaitu demam (67-100%)
dan menggigil (33-88%). Diagnosis dari abses hepar dapat ditentukan melalui
pemeriksaan imaging seperti ultrasonografi (US), x-ray, computed tomography
(CT), magnetic resonance imaging MRI), dan kedokteran nuklir (skintigrafi). 1,2
Diagnosis abses terkonfirmasi apabila ditemukan area kistik atau solid pada hepar
yang pada saat aspirasi ditemukan cairan dengan kultur positif.1
Tatalaksana untuk abses hepar adalah pemberian antibiotik dan drainase
abses. Drainase ini dapat dilakukan dengan bantuan US atau CT. aspirasi dengan
jarum digunakan apabila abses kurang dari 5 cm, apabila lebih dari 5 cm dapat
digunakan drainase perkutan dengan kateter. Pemberian antibiotik empiris dapat
dilakukan ketika organisme penyebab belum diketahui.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepar


Hepar merupakan organ kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat
rata-rata 1.500gr yang terletak sebagian besar pada regio hipokondria
dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria sinistra. Hepar
memiliki empat lobus yaitu lobus dextra, lobus caudatus, lobus sinistra, dan
lobus quadratus. Hepar dibungkus oleh jaringan ikat tipis yang disebut
kapsula glisson.4,5,6

Gambar 1. Anatomi Hepar


Pembuluh darah yang keluar masuk dari hepar memiliki daerah yang
disebut porta hepatis. Vena hepatica akan membawa darah keluar dari
hepar lalu menuju vena cava inferior. Terdapat dua aliran darah yang
masuk ke hepar yaitu vena porta dan arteri hepatica, 75% aliran darah yang
berasal dari saluran pencernaan, kandung empedu, pankreas dan limfa
dibawa oleh vena porta dan sisanya dibawa oleh arteri hepatica. Hepar
memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis yang berasal dari n. X
(vagus), bagian parenkim hepar dipersarafi oleh n. hepatica cabang dari

4
pleksus hepatikus, dan bagian permukaan dipersarafi oleh nervi
intercostales inferior.4,5

Gambar 2. Lobus hepar


Lobulus merupakan unit fungsional yang terdiri dari lempeng-lempeng
sel hati yang dipisahkan oleh jaringan ikat dan pembuluh darah. pembuluh
darah tersebut berada pada sudut-sudut lobulus yang akhirnya membentuk
trigonum Kiernan atau area portal. Area ini terdiri dari cabang arteri
hepatica, cabang vena porta, dan duktus biliaris. Sinusoid-sinusoid vena
dilapisi leh sel endotel khusu dan sel Kupffer yang merupakan makrofag
pelapis sinusoid. Sel ini berfungsi untuk memfagosit eritrosit tua,
hemoglobin, dan mensekresi sitokin.5,6
Sel-sel hepar atau hepatosit berbentuk polihedral dengan batas jelas dan
inti bulat di tengah. Hepatosit ini memiliki banyak mitokondria dan
retikulum endoplasma halus. Unit fungsional terkecil adalah asinus hepar
yang terletak di antara vena sentralis.5,6
Hepar memiliki berbagai fungsi dalam tubuh yaitu penghasil empedu,
pembentuk zat-zat untuk koagulasi darah, tempat metabolisme nutrien
utama (karbohidrat, lemak, protein), tempat penyimpanan glikogen,
vitamin, mineral, besi dalam bentuk ferritin, regulasi hormon androgen.
Hepar memproduksi empedu setiap hari, empedu berfungsi dalam
penyerapan lemak serta vitamin larut lemak pada usus halus. Apabila

5
terdapat zat-zata berbahaya maka terjadi proses oksidasi, reduksi, hidrolisis,
dan konjugasi sebelum dieksresikan melalui ginjal. 5,6
2.2 Definisi Abses Hepar
Abses hepar merupakan suatu proses terlokalisasi dari material
supuratif atau pus berkapsul pada hepar yang berawal dari cedera di hepar
atau sebuah infeksi intraabdomen yang menyebar melalui sirkulasi porta.
Abses hepar ini dapat diklasifikasikan menurut lokasi anatomi (keterlibatan
hemi-liver/segmen, kedalaman lesi) , jumlah yang terkena (single atau
multipel), rute infeksi (portal, bilier, contiguous), dan agen kausatif.
Berdasarkan agen kausatif dibagi menjadi bakteri, amoeba, parasit, dan
fungi. Penyebab tersering adalah bakteri atau amoeba.1,2
2.3 Epidemiologi Abses Hepar
Abses hepar piogenik memiliki insidensi bervariasi pada berbagai
negara, lebih dari 900 kasus dalam periode 10 tahun di negara-negara Asia
seperti Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan. Sedangkan di Amerika
memiliki insidensi sebanyak 2.3 per 100.000, lebih dominan pada laki-laki
usia tua dengan faktor risiko yaitu diabetes dan kanker. Patogen tersering di
Amerika adalah Streptococcus milleri diikuti Klebsiella pneumoniae
sedangkan di Korea Selatan dan Taiwan, K. pneumoniae merupakan
penyebab tersering.3
Entamoeba histolytica merupakan protozoa yang menyebabkan
amebiasis (infeksi gastrointestinal) dengan manifestasi ekstra intestinal
tersering adalah abses hepar, dimana parasit tersebut terbawa ke hepar
melalui vena porta. Insidensi ini tersering di Asia dimana rata-rata mencapai
21 per 100.000 per tahun. Abses hepar amoeba ini jarang terjadi pada anak-
anak dan sering terjadi pada usia 30 – 60 tahun laki-laki sepuluh kali lebih
sering terjadi dibandingkan wanita.3 Di Amerika Serikat, kasus ini sering
ditemukan pada imigran yang berasal dari area endemis dan orang-orang
yang tinggal di perbatasan dengan Meksiko.

6
2.4 Faktor Risiko Abses Hepar
Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan
perkembangan abses hepar yaitu diabetes mellitus (DM), sirosis hepar,
immunocompromised, neoplasma, penggunaan obat proton pump inhibitor
(PPI), jenis kelamin terutama laki-laki dan usia lanjut. Pada beberapa
literatur menunjukkan DM sebagai penyakit penyerta pada 29.3%-44.3%
pasien abses hepar. Penderita DM menunjkkan adanya gangguan kemotaksis
dan fagositosis pada PMN sehingga melemahkan sistem perlindungan
imunitas terhadap infeksi dan cenderung membentuk abses. Kondisi lainnya
yang dapat memicu defisiensi imun dapat meningkatkan risiko abses hepar
dan pemberian PPI dapat meningkatkan pH gaster sehingga menurunkan
perlindungan terhadap bakteri.7
2.5 Etiologi Abses Hepar
Abses hepar piogenik biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob
dan aerob gram negatif, tersering adalah Eschericia coli, Klebsiella
pneumoniae, bacteroides, enterokokus, streptokokus anaerob dan
streptokokus mikroaerofilik. Sedangkan pada anak-anak, bakteri penyebab
tersering adalah Staphylococcus aureus. Apabila primer penyaki dari
endokarditis bakterialis maupun infeksi pada gigi, maka bakteri tersering
adalah stafilokokus, Streptococcus hemolyticus, dan Streptococcus
milleri.2,7
Abses hepar amoeba disebabkan oleh parasit melalui jalur fekal-
oral dengan menelan minuman atau makanan yang terkontaminasi kista
Entamoeba hystolitica. Amoeba ini merupakan protozoa kelas rhizopoda
yang memiliki kaki semu atau disebut pseupodia. E. hystolitica memiliki 3
bentuk tropozoit, prakista, dan kista. Tropozoit memiliki sifat invasif,
tumbuh secara anaerob, dan aktif bergerak yang dapat memasuki organ
serta jaringan tubuh. Tropozoit hidup di dalam usus dan bermultiplikasi
dengan membelah diri atau menjadi kista. Kista memiliki sifat yang tidak
aktif bergerak, berdinding kaku dan berperan dalam penularan karena
tahan terhadap perubahan linkgkungan terutama yang memiliki 4 inti.7

7
2.6 Patofisiologi/ Patologi Abses Hepar
Abses hepar memiliki beberapa pembagian berdasarkan lokasi
anatomi (keterlibatan segmen atau hemi-liver atau kedalaman lesi), jumlah
luka (tunggal atau multipel), rute infeksi (portal, bilier, atau contiguous),
jenis terapi (antimikroba, guided puncture drainage, pembedahan) dan
agen kausatif terutama bakteri dan amoeba (teutama Entamoeba
hystolitica). Hepar merupakan organ tersering terjadinya abses. Abses
dapat berbentuk solid maupun multipel. Abses sering terjadi pada lobus
kanan karena anatomi hepar yaitu hepar lobus kanan memiliki vena porta.7

Gambar 1. Rute Infeksi Abses Hepar (mavillia)


Abses hepar pyogenik merupakan kumpulan pus yang
mengandung sejumlah sel inflamasi, neutrofil, dan debris jaringan. Infeksi
ini berkaitan dengan nekrosis dari inflamasi jaringan sekitar, terbanyak
disebabkan oleh cholangitis akut sekitar 30% sedangkan apabila etiologi
tak dapat diidentifikasi maka digunakan istilah abses kriptogenetik. 3
Mikroorganisme pyogen akan menyebar melalui portal hepar lalu
dieliminasi oleh sistem retikuloendotelial hepar yang mencegah proliferasi
dan sirkulasi dari mikroorganisme tersebut. Namun apabila terjadi
gangguan immunodefisiensi (diabetes, transplantasi, carrier neoplasma,

8
dll) maka sistem tersebut akan terganggu dan akan menyebabkan
perkembangan abses hepar.7

Gambar 2. Patogen abses hepar pyogenik (castillo)


Abses hepar amoeba disebabkan oleh patogen amoeba yaitu terutama
Entamoeba histolytica namun dapat juga disebabkan oleh E. dispar, E.
moshkovski, dan E. bangladeshi sehingga disebut kompleks entamoeba. Berawal
dari makanan dan air yang terkontaminasi lalu patogen masuk dalam bentuk
quadrinucleate cyst. Terjadi prosis excystation pada lumen usus halus sehingga
membentuk tropozoit. Tropozoit dari entamoeba ini melewati membran mukosa
dari kolon dan berpenetrasi ke venula mesenterika lalu masuk ke hepar melalui
sirkulasi portal dan menyebabkan inflamasi yang diikuti nekrosis sehingga terjadi
pembentukan abses .2,7 Kompleks adhesi lectin galaktosa/ Nacetyl-D-
galactosamine (Gal/ GalNAc) serta adhesin lainnya akan membantu proliferasi
amoeba dan melisiskan epitel kolon. Ketika amoeba tersebut di dalam hepar,
kemampuan destruksi akan ditentukan oleh enzim yang mendegradasi matriks
ekstraseluler dan jaringan fagosit. Porins (amoebopori A,B, dan C) memfasilitasi
lisis sel osmotik dengan membentuk kanal ion, serta dapat memicu apoptosis dari
proses aktivasi caspase.2 Amoeba akan bermultiplikasi dan menutup cabang-
cabang kecil pada vena porta intrahepatik sehingga menyebabkan lisis dan

9
nekrosis jaringan hepar. Abses hepar amoeba biasanya soliter dan sering berada
pada lobus kanan. Abses biasanya mengandung pus steril dan jaringan nekrotik
hepar yang encer berwarna 4cokelat kemerahan (anchovy paste). Dinding dari
abses merupakan lapisan dari jaringan nekrotik hepar dan tropozoit yang ada.4,8

Gambar 3. Pus berwarna cokelat kemerhan (anchovy paste).8


2.7 Diagnosis Abses Hepar
Gejala-gejala pada abses hepar biasanya akibat dari infeksi tersebut
sehingga tidak spesifik. Hampir semua mengalami demam lalu beberapa kasus
juga mengalami nyeri abdomen, malaise, menggigil, takikardi, mual, muntah,
efusi pleura kanan, penurunan berat badan, jaundice, asites, diare, anoreksia,
hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arkus costa dan
hipotensi. Manifestasi sistemik abses hepar pyogenik lebih berat dibandingkan
abses hepar amoeba. Apabila penderita mengalami sindrom klasik berupa nyeri
spontan perut kanan atas disertai penderita membungkuk ke depan saat berjalan
dengan kedua tangan diletakkan di perut atas. Selain tanda dan gejala yang tidak
spesifik, temuan laboratorium pada pasien dengan abses hepar juga relatif tidak
spesifik. Kelainan tersering adalah peningkatan hitung leukosit, peningkatan CRP,
hipoalbuminemia, peningkatan SGOT, peningkatan SGPT, peningkatan bilirubin,
peningkatan gamma glutamiltranspeptidase (GGT), dan peningkatan INR.7
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosis
dari abses hepar, diantaranya :
a. Kriteria Sherlock
1. Nyeri tekan disertai hepatomegali
2. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang

10
3. Leukositosis
4. Pada USG didapatkan rongga dalam hepar
5. Tes hemaglutinasi positif
6. Aspirasi pus
7. Respon baik terhadap obat amoebisid
b. Kriteria Ramachandran (minimal 3) :
1. Nyeri tekan disertai hepatomegali
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Dibuktikan dengan adanya kelainan pada radiologi
5. Respon terhadap terapi amoebisid
c. Kriteria Lamont dan Pooler (minimal 3) :
1. Nyeri tekan disertai hepatomegali
2. Kelainan hematologi
3. Kelainan radiologi
4. Pus amoebik
5. Tes serologis positif
6. Kelainan sidikan hepar
7. Respon baik terhadao teraopi amoebisid
Diagnosis abses hepar membutuhkan pemeriksaan imaging yang ideal
sekitar 90% diagnosis dibuat, namun gold standar dari abses hepar pyogenik
adalah kultur dengan aspirasi jarum halus. Imaging dapat membantu
mengidentifikasi penyebab pada beberapa kasus. Pemeriksaan utama yang
dilakukan adalah ultrasound konvensional (US) dan CT. Kedua pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas sebesar 96-100% untuk mendeteksi abses hepar. Adapula
yang mengatakan bahwa sensitivitas CT Scan lebih besar (97% sensitif)
dibandingkan US (85% sensitif) namun modalitas ini tidak semua dapat diakses.
Modalitas utama adalah US yang biasanya ditemukan sebagai hypo-echoic yang
dapat bervariasi tergantung adanya setum atau gas. Apabila US tidak dapat
menjadi modalitas diagnosis, maka dilakuan CT atau MRI atau contrast enhanced
US (CEUS).1,7,8

11
Apabila dilakukan foto polos abdomen biasanya didapatkan hasil adanya
gambaran gas di dekat daerah abses atau pada daerah di bawah diafragma, efusi
pleura kanan, dan hydatid cyst. Pada pemeriksaan US didapatkan gambaran yang
bervariasi, mulai dari hipoekoik sampai hiperekoik, terkadang disertai gelembung-
gelembung gas. US dengan kontras menunjukkan gambaran dinding yang lebih
hiperekoik pada fase arterial dan menghilang pada fase portal atau fase lanjutan.
Daerah nekrotik akibat abses biasanya tidak terlihat. Penggunaan kontras akan
menunjukkan suatu lesi, untuk mengukur ukuran area nekrosis dan melihat
gambaran sekat (septation). Jika di bawah 3 cm maupun abses berseptum tebal
tidak disarankan untuk drainase. Namun lesi bisa terlihat solid dan menyerupai
tumor apabila disebabkan oleh K. pneumoniae.7,8

Gambar 3. Foto Thoraks PA pada Abses Hepar.3

12
gambar 4. USG dari lobus hepar dekstra pada Abses Hepar.8

Gambar 5. Pada USG didapatkan adanya gambaran anisoekoik pada hepar.7

Gambar 6. Pada USG didapatkan gambaran abses hipoekoik dengan


heterogen di sentral dengan septasi dan debris internal (panah biru). B. USG
doppler memperlihatkan hipervaskultar sekitar kavum abses.7

13
Gambar 8. Pada USG didapatkan gambaran abses hipoekoik dengan
heterogen di sentral pada abses hepar amoeba
pada pemeriksaan CT non kontras, abses hepar memiliki atenuasi yang lebih
rendah dibandingkan dengan hepar normal. apabila diberikan kontras iodinasi
intravena (IV) maka menunjukkan peningkatan tepi dan peningkatan septasi
internal. CT 3 fase merupakan pilihan karena dapat melihat gambaran sentral yang
tidak terpaku pada kontras IV, menekankan pada batas dalam pada fase dini dan
fase lanjutan, gambaran hipointens halo eksternal akibat edema atau disebut
target sign pada fase lanjutan. Cluster sign merupakan ciri dari abses hepar
pyogenik yang terdiri dari beberapa lesi yang bergabung menjadi single

14
2,7
multiloculated cavity.

gambar 9. Abses hepar Pyogenik pada CT Scan kontras. Area hipodens


dengan gambaran heterogen tampak pada lobus kanan hepar. 2

Gambar 10. (a) ultrasound hepar didapatkan gambaran cavitas ireguler


erukuran 6.7x6.0x5.7 cm pada lobus kanan hepar. (b) CT Abdomen potongan
coronal didapatkan enhanchment kumpulan cairan multilobus pada hepar.9

15
Gambar 11. Late arterial phase CT menunjukkan gambaran enhanchment
hipervaskular dan perifer dari abses (panah biru). (b) portal venous phase CT
menunjukan enhancing septation (bintang biru) dengan abses multiokular (panah
biru).7

Gambar 12. CT Scan dengan kontras menunjukkan lesi hipodens multipel


dikelilingi oleh parenkim yang sehat.2

16
Gambar 13. CT Scan dengan kontras menunjukkan lesi hipodens dengan
pseudokapsul. 2

Pada MRI, abses hepar akan terlihat gambaran hiperintens pada gambar
T2-weighted dan hipointens pada gambar T1-weighted non kontras, namun dapat
juga terlihat hiperintens pada T1-weighted tergantung pada kandungan
proteinaceous dari abses hepar. Setelah pemberian gadolinium, abses hepar
memiliki gambaran menyerupai CT. 7

Gambar 14. MRI (a)gambar T2WI sedikitnya 6 kavitas hiperintens kecil multipel
pada lobus kanan hepar (panah). (b) T1WI non kontras terlihat gambaran
hiperintens pada kavitas abses disertai debris protein. (c) T1WI post kontras
menunjukkan enhancment rim sekitar abses.7

17
2.8 Tatalaksana Abses Hepar
Abses hepar amoeba dapat diterapi dengan pemberian antiamoeba.
Pemberian yang dianjurkan adalah metronidazole, dehydroemetine (DHE),
atau kloroquin. Metronidazole biasanya efektif untuk amebiasis intestinal
maupun ekstraintestinal, dosis yang dianjurkan adalah 3x750 mg per hari
selama 5-10 hari, sedangkan dosis untuk anak 3550mg/kgBB/hari dibagi
tiga dosis. Pemberian kloroquin yang dianjurkan adalah 1g/hari selama 2
hari dilanjutkan dengan 500mg/hari selama 20 hari. Pemberian
medikamentosa biasanya dilihat perkembangan dalam 72 jam, apabila
tidak berhasil atau terancam ruptur maka dilakukan aspirasi dengan
bantuan US. Drainase perkutan dilakukan apabila diameter abses >3 cm ,
multiloculated, infeksi campuran, letak abses dekat permukaan kulit, dan
respon terhadap medikamentosa buruk dapat dipertimbangkan.
Pembedahan diindikasikan apabila abses tidak juga membaik setelah
dilakukan drainase perkutan atau terjadi kondisi mengancam jiwa seperti
perdarahan tanpa atau disertai ruptur hepar. 4,7

Abses hepar pyogenik mendapatkan terapi deinitif berupa


pemberian antibiotik, drainase abses, dan menghilangkan penyakit dasar
seperti sepsis pada saluran cerna. Antibiotik yang dapat diberikan berupa
antibiotik sensitif bakteri gram negatif seperti sefalosporin generasi ketiga

18
yaitu cefoperazone 1-2g/12 jam atau aminoglikkosida untuk bakteri gram
negatif yang resisten. Sedangkan antibiotik yang sensitif terhadap coccus
gram positif seperti penisilin atau sefalosporin. Metronidazol, klindamisin,
atau kloramfenikol dapat diberikan apabila bakteri penyebab adalah
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Apabila pengobatan konservatif gagal
maka dilakukan drainase perkutan dengan tuntunan US dan CT, sedangkan
pembedahan merupakan pilihan terakhir yang dapat diberikan.
Tabel 1. Perbedaan abses hepar amoeba dan abses hepar piogenik
Abses Amoeba Abses Pyogenik
Patogen Entamoeba histolytica Klebsiella
pneumoniae,
Streptococcus milleri,
Eschericia coli,
Burkolderia
pseudomallei,
Staphylococcus
aureus, anaerob
Distribusi Dapat terjadi di Dapat terjadi di
seluruh dunia ; rata- seluruh dunia ; lebih
rata lebih tinggi pada ering pada orang
negara berkembang ; dewasa tua.
umumnya laki-laki 30-
50 tahun
Penyebab Sanitasi buruk, minum Sumber bilier seperti
air terkontaminasi. kandung empedu yang
terkena, infeksi
sistemik.
Patogenesis Inflamasi (neutrofil Nekrosis (neutrofil
banyak) tidak ada)
Imaging Umumnya berada di Dapat terjadi pada
lobus kanan hepar lobus manapun,
namun dapat pula tunggal atau multipel.

19
pada lobus kiri. Hot appearance pada
sulfur colloid scan.
Aspirasi jarum halus Makroskopik : tebal, Makroskopik :
berwarna cokelat, purulen, berbau tidak
tidak berbau, anchovy sedap
paste Kultur : avaibilitas
terbatas pada LMIC
Modalitas diagnostik Serologi, serum Kultur darah
lain antigen
tatalaksana Metronidazole, Drainase perkutan
drainase apabila disertai antibiotik.
terjadi koinfeksi atau Tatalaksana antibiotik
ancaman ruptur. saja apabila abses
kecil.

20
BAB III

PENUTUP

Hepar merupakan organ kelenjar terbesar pada tubuh yang memiliki


berbagai macam fungsi bagi tubuh terutama untuk metabolisme dan penyimpanan
nutrien. Salah satu penyakit yang terdapat pada hepar akibat infeksi adalah abses
hepar. Abses hepar didefinisikan sebagai massa berisi pus pada hepar yang dapat
menyebabkan cedera pada hepar atau infeksi intraabdominal yang berasal dari
sirkulasi porta. Sebagian besar abses ini disebabkan oleh piogen atau amoeba,
lebih jarang disebabkan oleh parasit dan fungi. Abses ini memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi apabila penyebab abses ini tidak terdeteksi dan tidak
ditatalaksanai segera.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Akhondi H and Sabih D E. Liver Abscess. [internet] 2020. Cited at

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538230/

2. Castillo S and Manterola C. morphological Characteristic of Liver Abscess

According its Etiology. Int J. Morphol. 2020, 38(2) : pp. 406-411

3. Khim G, Em S, Mo S, and Townell N. Liver Abscess : Diagnostic and

Management Issues Found in The Low Resource Setting. British Medical

Bulletin. 2019, 132 : pp.45-52

4. Lindseth, Glenda . gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.

Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006 : pp.427-476

5. Guyton AC and Hall JE. Hati sebagai suartu organ. Dalam : Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC.2008 : pp.902-906

6. Sherwood L. SIstem Pencernaan. Dalam : Fisiologi Manusia dari sel ke

sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.

7. Mavilia MG, Molina M., and Wu GY. The Evolving Nature of Hepatic

Abscess : A Review. Journal of Clinical and Translational Hepatology.

2016 : pp.158-168

8. Jayakar SR, Nichkaode PB. Liver Abscess, Management Strategies, and

Outcome. International Surgery Journal. 2018 : 5(9) : pp. 3093-3101

9. Oxford. Clinical Picture of Amoebic Liver Abscess. International Journal

of Medicine, 2018. Pp.821-822

22
23

Anda mungkin juga menyukai