Anda di halaman 1dari 30

Laporan Kasus

Melena ec Riw.Hepatoma + Antigen positif

Disusun oleh :
dr. Ismaniah

Pendamping :

dr. Siti Ningsih

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSD IDAMAN BANJARBARU
Tahun
2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 5

BAB III LAPORAN KASUS................................................................. 21

BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 27

BAB V PENUTUP.................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan keadaan gawat darurat yang

sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Perdarahan dapat

terjadi antara lain karena pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, atau ulkus peptikum.

Delapan puluh enam persen dari angka kematian akibat Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

(SCBG) di bagian ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esophagus

akibat penyakit serosis hati dan hepatoma.1

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat bermanifestasi sebagai hematemesis,

melena, atau keduanya. Di Indonesia sebagian besar (70 – 85 %) hematemesis disebabkan

oleh pecahnya varises esophagus yang terjadi pada pasien sirosis hati sehingga prognosisnya

tergantung dari penyakit yang mendasari.1

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau lebih 25% berat

badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks

yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen.1

Kanker hati (hepatocellular carcinoma/HCC) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia

juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang

berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel

penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari

jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul

dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma

(carcinoma).2

Corona virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

3
severe Acute Tespiratory Syndrome CoronaVirus 2 (sars-CoV-2).3 Penyakit ini bermanifestasi

secara primer sebagai infeksi saluran pernapasan, namun data penelitian menunjukkan bahwa

COVID-19 harus dianggap sebagai penyakit sistemik yang melibatkan beberapa sistem, termasuk

kardiovaskular, pernapasan, pen- cernaan, neurologis, sistem hematopoietik dan sistem imun.4

Manifestasi utama COVID-19 meliputi demam, batuk, lemah badan, dan sesak napas. Namun,

terdapat penelitian yang melaporkan bahwa lebih dari setengah pasien menunjukkan gangguan fungsi

hati yang bervariasi.5 Reseptor sel tempat terikatnya SARS- CoV-2 ialah reseptor Angiotensin-Con-

verting-Enzyme 2 (ACE-2), ekspresi resep- tor ini ditemukan tidak hanya tinggi pada sel epitel

alveolus tipe II namun juga pada sel saluran empedu (kolangiosit). Temuan ini menunjukkan bahwa

virus ini dapat meng- infeksi saluran empedu dan menyebabkan gangguan fungsi hati pada pasien.6

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker hati (hepatocellular carcinoma/HCC) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia

juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang

berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel

penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari

jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul

dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau Karsinoma

(carcinoma).2

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.

Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan

tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau

metastase dari tumor jaringan lainnya.6

2.2. Epidemiologi

Kanker hati adalah merupakan kanker kelima yang paling umum di dunia. Suatu kanker yang

mematikan, kanker hati akan membunuh hampir semua pasien-pasien yang menderitanya dalam waktu

satu tahun. Pada tahun 1990, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa ada kira-kira

430,000 kasus-kasus baru dari kanker hati diseluruh dunia, dan suatu jumlah yang serupa dari pasien-

pasien yang meninggal sebagai suatu akibat dari penyakit ini. Sekitar tiga per empat kasus-kasus

kanker hati ditemukan di Asia Tenggara (China, Hong Kong, Taiwan, Korea, dan Japan). Sekitar 80%

dari kasus HCC, didapat pada negara Afrika Sub-Sahara (Mozambique dan Afrika Selatan).2

HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah endemik infeksi HBV serta banyak

terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi, penderita HCC banyak pada laki- laki (sua
5
hingga empat kali) dari pada perempuan. Masih belum jelas apakah ini berhubungan dengan

rentannya laki-laki terhadap timbulnya tumor, atau karena laki-laki banyak terpajan oleh faktor risiko

HCC, seperti virus hepatitis dan alkohol.2

2.3 Faktor Resiko

a. Infeksi Hepatitis B

Beberapa bukti menunjukan adanya peran infeksi viris hepatitis B (HBV) dalam menyebabkan kanker

hati, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Pasien-pasien dengan virus hepatitis B

yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis, virus

hepatitis B dan Riwayat kanker hati keluarga. Mungkin bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun,

datang dari suatu studi prospektif yang dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan

pegawai-pegawai pemerintah pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studi-studi ini, penyelidik-

penyelidik menemukan bahwa risiko mengembangkan kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi

diantara pegawai-pegawai yang mempunyai virus hepatitis B kronis dibandingkan dengan pegawai-

pegawai tanpa virus hepatitis B kronis.

Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker hati, material genetik

dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker.

Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah tertentu dari genom virus hepatitis B (kode

genetik) masuk ke material genetik dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin

kemudian mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan

demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker.7

6
b. Infeksi Hepatitis C

Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker hati. Di

Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-kasus kanker hati. Seperti dengan

virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien virus hepatitis C dengan kanker hati mempunyai

sirosis yang berkaitan dengannya. Pada beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat

kebelakang dan kedepan dalam waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk

mengembangkan kanker hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker

hati terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien- pasien ini dengan

hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati

pada pasien-pasien virus hepatitis C yang menjadi sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.8

Pada pasien-pasien virus hepatitis C, faktor-faktor risiko mengembangkan kanker hati

termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki, kenaikkan tingkat dasar alpha-

fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan alkohol, dan infeksi berbarengan dengan virus

hepatitis B. Beberapa studi-studi yang lebih awal menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype

yang umum di Amerika) virus hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun studi-studi

yang lebih akhir ini tidak mendukung penemuan ini.8

Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik. Tidak

seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak dimasukkan secara langsung

kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui, bagaimanapun, bahwa sirosis dari segala penyebab

adalah suatu faktor risiko mengembangkan kanker hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya,

bahwa virus hepatitis C, yang menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak langsung

dari kanker hati.8

Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis C kronis yang

menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa protein inti (pusat) dari virus
7
hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari

virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari

suatu gen (gen p53) penekan tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel- sel hati

terus berlanjut hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang adalah apa yang

terjadi pada kanker8.

c. Sirosis

Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko yang meningkat

mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas

(hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu

kondisi yang diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin

menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan tyrosinemia

keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis dini.

Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker hati daripada

penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit

Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary sclerosing cholangitis (luka parut dan

penyempitan pembuluh-pembuluh empedu yang kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa

kanker hati adalah jarang ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini,

bagaimanapun, menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah sebanding dengan yang

pada bentuk-bentuk lain sirosis8.

d. Alkohol

Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alcohol (>50-70gr/hari dan berlangsung lama) yang

8
kronis adalah hubungan yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara-negara) yang telah

berkembang. Adalah selama regenerasi yang aktif ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang

menghasilkan kanker dapat terjadi, yang menerangkan kejadian kanker hati setelah minum alkohol

dihentikan. Alkohol menambah pada risiko mengembangkan kanker hati pada pasien- pasien dengan

infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang kronis.

e. Aflatoxin B1

Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk kanker hati. Ia

adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus, yang ditemukan dalam

makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan

pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum.

Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-

Sahara. Ia diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan- perubahan

(mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi- fungsi penekan

tumor yang penting dari gen.

f. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia

Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon wanita

(estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic) dihubungkan dengan pengembangan

hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang ramah/jinak yang mungkin mempunyai potensi

untuk menjadi ganas (bersifat kanker). Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat

berkembang menjadi kanker.

Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan pada hati.

9
Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu digunakan untuk pencitraan (imaging),

menyebabkan suatu kanker dari pembuluh-pembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic

angiosarcoma. Juga, vinyl chloride, suatu senyawa yang digunakan dalam industri plastik, dapat

menyebabkan hepatic angiosarcomas yang tampak beberapa tahun setelah paparan.

2.4 Patofisiologis

Mekanisme karsinogenesis belum dipahami sepenuhnya. Apapun agen penyebabnya,

transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran sel hati yang di induksi

oleh cidera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal

ini dapat menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom, aktivasi ongkogen selular

atau inaktivasi gen supresor tumor. Aflatoksin dapat menginduksi mutasi gen supresor tumor p53 dan

ini menunjukan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk

berlangsungnya proses hepato karsinogenesis.

Infeksi HBV berhubungan dengan kelainan kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53.

Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA didalam kromosom sangat bervariasi. Integrasi ini

sering menyebabkan terjadinya beberapa perubahan dan selanjutnya mengakibatkan proses

translokasi, duplikasi terbalik, delesi, dan rekombinasi. Perubahan ini menyebabkan hilangnya gen-

gen supresi tumor.

2.5 Manifestasi Klinis

Di Indonesia, penderita hepatoma banyak pada usia median usia antara 50-60 tahun, dengan

predominasi laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar 2-6:1. Manifestasi klinis

sangat bervariasi, dari asimptomatik hingga gejala dengan tanda yang jelas disertai gagal hati. Pada

permulaannya penyakit ini berjalan perlahan, dan banyak tanpa keluhan. Lebih dari 75% tidak

10
memberikan gejala-gejala khas. Ada penderita yang sudah ada kanker yang besar sampai 10 cm pun

tidak merasakan apa-apa.

Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada rasa bengkak di

kuadran kanan atas abdomen dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa lemas ,

dengan atau tanpa demam. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan

dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning,

muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari anus7

2.6 Diagnosis

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang pula

cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang kecil pun

sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 –

95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60 – 70%8.

A. Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu 2,7,9 :

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg/mL.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),

Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission

Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.

B. Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu

kriteria empat atau lima.


11
Kriteria diagnostik HCC menurut Barcelona EASL Conferece 7 :

1. Kriteria sito histologi

2. Kriteria non invasive (khusus untuk pasien dengan sirosis hati) :

a. Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-Spiral/Angiografi):

- Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

b. Kriteria kombinasi : 1 cara imaging dengan kadar AFP serum :

- Lesi fokal >2 cm dengan hipervaskularisasi arterial

- Kadar AFP serum ≥ 400 µg/ml

C. Stadium penyakit7

1. Stadium HCC sistem Okuda ada 4 berdasarkan kriteria, yaitu Ukuran tumor (< atau > 50%

hati) , Asites (ada atau tidak), Bilirubin (< atau > 3mg/dl), Albumin (< atau > 3mg/dl).

 Okuda I : tidak ada kriteria

 Okuda II : Positif 1 atau 2

 Okuda III : Positif 3 atau 4

2. Sitem stadium TNM (Tumor-Nodul-Metastase)

 Stadium I : Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah satu

segment tetapi bukan di segment I hati.

 Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I atau

multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri

 Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus kanan
12
segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah

(vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau

lobus kiri hati.

 Stadium IV : - Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri

hati.

- atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra

hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)

- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic

vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)

- atau vena cava inferior

- atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Alphafetoprotein

Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa HCC 60% – 70%, artinya hanya

pada 60% – 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan

pada 30% – 40% penderita nilai AFP nya normal. Peningkatan dapat ditemukan juga pada nekrosis

sel hati karena hepatitis B kronik.Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang

diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati

ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan

hepatitis kronik, kanker testis, dan terratoma. 8

Nilai normal AFP adalah 10 µg/l . Nilai 180 µg/l, menunjukan adanya primer hepatoma.

Peningkatan ini harus diperiksa lagi 2-3 minggu kemudian.

2. AJH (aspirasi jarum halus)


13
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk

menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium

AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi

anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan

ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat.

3. Gambaran Radiologi

Hepatoma ini bisa dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu

buah, dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau

berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul8.

4. Ultrasonography (USG)

Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal

tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker langsung dapat terlihat jelas

berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna kehitaman campur keputihan dan

jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan merata pada

seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak berkapsul.

5. CT Scan

Di samping USG diperlukan CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen

hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat sebagian-

sebagian saja.

6. Angiografy

Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG

bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran

kanker yang sebenarnya.

14
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann

yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita yang

ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography tak

memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah.

8. PET (Positron Emission Tomography)

Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis kanker

menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD)

yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik

dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan

bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker.

PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker

ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase

(penyebaran).

2.8 Penatalaksanaan

Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi. Sebelum

ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bahagian

hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker

yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya

metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah ada tumor thrombus

di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirosis hati(4,6).

Tahap tindakan pengobatan terbagi tiga, yaitu tindakan bedah hati digabung dengan tindakan

15
radiologi dan tindakan non-bedah dan tindakan transplantasi (pencangkokan) hati.

1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi

Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan bedah yaitu reseksi

(pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya

dokter ahli bedah akan membuang seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker

pada penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum

menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan yang sehat.

Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti batas itu yaitu dengan pemeriksaan

CT angiography yang dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu

menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu

sebelum dioperasi.

Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas

terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang

diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi

Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat

pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan

demikian kemampuan hidup (viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang.

Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial Chemotherapy (TAC)

dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy)

sehingga sel-sel kanker yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel

kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila selsel ini nanti terlepas pun

saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak mampu lagi bertumbuh.

Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang dilakukan oleh dokter spesialis radiologi

disebut tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan
16
supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker

dengan demikian memudahkan dokter ahli bedah. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu

harus diperiksakan pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang berkompentensi dan yang

dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah benar pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila

benar pinggir sayatan bebas kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih

tertinggal di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang bertujuan

meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang biak. Pemberian Kemoterapi

dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara intra

venous (disuntikkan melalui pembuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung

dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan hidup penderita per

lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%

2. Tindakan Non-bedah Hati

Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada stadium lanjut.

Tindakan non-bedah dilakukan oleh dokter ahli radiologi. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini

adalah:

a. Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)

Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan oksigen yang datangnya bersama

aliran darah yang menyuplai sel tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga

diperlukan banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah baru

(neovascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut

pembuluh darah pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery.

Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang seterusnya

17
masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke

pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding

artery ini disumbat (diembolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke

kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke selsel kanker akan terhenti

dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan embolisasi dilakukan tindakan trans

arterial chemotherapy yaitu memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel

kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker

benar-benar terjamin mati dan tak berkembang lagi.

Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan

nampaknya memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka

harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan per

sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.

b. Infus Sitostatika Intra-arterial.

Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari vena porta

dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari

sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati

normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat

meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini.

Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar tertutup

oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh

karena ketiadaan donor, atau karena pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien.

Sitostatika yang dipakai adalah mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-

20 Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan 5FU (5 Fluoro
18
Uracil). Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infuse sitostatika intra-

arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon catheter yang di-insert (dimasukkan)

ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika

diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang selama 10 – 30 menit, tujuannya adalah

memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien per lima

tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30% dibandingkan dengan tanpa pengobatan

adalah 20% dan 10%.

c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)

Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien

tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan

PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan,

aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya

dikerjakan pada pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti

melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm, walaupun

pengobatan paling optimal dikerjakan pada garis tengah kurang dari 3 cm.

Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis

yang lengkap. Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan

jumlah lesi tidak lebih dari 3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus

yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mugkin dapat menolong

tetapi tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa

tindakan ini memberi hasil yang cukup menggembirakan.

19
d. Terapi Non-bedah Lainnya

Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila terapi

bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation

ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio

Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal

Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan

kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.

3. Tindakan Transplantasi Hati

Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati dan ditemukan

kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-

sel kanker yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih

baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang

lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dan tindakan

radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi menolong pasien 2,9.

20
III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. A

Nomor RM : 24.06.74

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 71 tahun

Alamat : Banjarbaru - Kalimantan Selatan

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan keluarga dan pasien pada tanggal 13 Maret 2022.

a. Keluhan Utama

Bab hitam

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasian datang ke IGD RS Idaman Banjarbaru pukul 03.31 WITA dengan keluhan Bab hitam

sejak tadi malam. Bab hitam disertai nyeri perut bersifat tumpul, OS mengaku keluhan tidak

nyaman di perut sudah mulai dirasakan sejak lama berupa rasa kembung, begah saat diisi

makanan. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan perut yang dirasakan semakin membesar. Os

juga mengeluh Mual (+), muntah (-),demam(-),karena perut membesar os kadang-kadang merasa

sesak. BAB jarang, BAK kuranga lancar sedikit-sedikit.suli tidur. Os pernah masuk RSDI dgn

keluhan susah BAB dan pernah terkonfirmasi covid-19 pada tahun 2021. Pada bulan januari

2022 os berobat di Rs.dikatakan punya penyakit hati dari hasil CT-Scan.

Obat rutin dirumah : Furosemida tab 40mg

21
c. Riwayat Penyakit Dahulu

-HT (+)

-Agustus 2021 Os dirawak di RSDI karena terkonfirmasi Covid-19

-Oktober awal mula perut mulai membesar & Desember berobat ke RSDI (pungsi asiter yg

pertama kali)

-Os pernah ranap di RSDI pada bulan januari 2022 dengan keluhan perut membesar dan

menjalani punksi asites (+) yg k-2x, dan keluar rs dgn diagnosis Sirosis hepatis.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa. Riwayat penyakit hipertensi,

penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis dan batuk lama disangkal oleh keluarga.

III.PEMERIKSAAN FISIK

06. Tanda vital

Kesadaran : GCS E4V5M6

TekananDarah : 105/83mmHg

Frekuensi nadi : 89 x/m

Suhu : 36.3 °C

Respirasi : 28 kali/menit

SpO2 : 98 % room air

GDS Stick : 103 mg/dL

b. Kulit : pucat pada kuku-kuku ekstrimitas (-), ikterik (-)

22
c. Kepala/leher

Kepala : Mesosefali, Pembesaran KGB leher (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-)

Telinga : Wound (-).

Hidung : epistaksis (-), secret berlebih tidak ada, pernafasan cuping hidung (-

Mulut : wound (-).

d. Leher : pembesaran KGB tidak ada.

e. Toraks :

Ins : bentuk simetris, scar (-), wound (-).

Pal : FV D=S

Per : sonor all regio pulmo

Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-),

f. Jantung : S1 S2 tunggal, regular. Murmur (-)

g. Abdomen :

Ins : distensi (-),perut tampak membuncit,

Aus : BU (+) lemah, bruit hepatic (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (+).

Palpasi : nyeri tekan (+), hepatosplenomegaly (sde)

k Ekstremitas

- Superior dextra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat

- Superior sinistra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat

- Inferior dextra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat

- Inferior sinistra : jejas (-) pitting edema (-), parese (-), akral hangat

23
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium (13/03/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI

Hemoglobin 14,4 12.0 – 18.00 g/dL

Lekosit 17.500 4.000 – 10.000 mm3

Hematokrit 49,4 36 – 55 Vol%

Trombosit 85.000 100.000 – 400.000 mm3

KIMIA DARAH

Glukosa Darah Sewaktu 101 <200 mg/dl

Ureum 217 10 – 50 mg/dl

Creatinin 4,38 0.7–1.4 mg/dl

SGOT 89 0-50 U/L

SGPT 35 0-50 U/L

ANTIGEN POSITIF NEGATIF

CRP 12,6 <5 Mg/dL

V. DIAGNOSIS

Melena ec riw. hepatoma + covid-19

VI. TATALAKSANA

Terapi yang diberikan di IGD

- IVFD NS Asnet
24
- Inj. Omeprazole/12 jam

- Inj. Mecobalamin 500mg/ 12 jam

- Inj. Asam tranexamat 250mg/8jam

VII. FOLLOW UP

Tanggal/
S O A P
Jam

13-03-2021/ BAB hitam, KU : TSS - Melena ec - Obs KU dan TTV


03.30 nyeri perut GCS : E4V5M6 riw.hematom - Cek GDS 2 jam lagi
IGD lemas TD : 105/83 mmHg a - IVFD Ns asnet
HR : 89 x/menit - Covid-19 - Inj OMZ /12 jam
RR : 28 x/menit - Inj mecobalamin
Temp : 36,9 500mg/12 jam
Spo2: 98% - Inj As. Tranex 250/12jam
GDS Stick : 103 mg/dL

13-03-2022/ BAB hitam, KU : TSS - Melena ec - Obs KU dan TTV


08.00 lemas GCS : E4V5M6 riw.hematom - Cek GDS 2 jam lagi
IGD TD : 98/72 mmHg a - IVFD Ns asnet
HR : 86 x/menit Covid-19 - Inj OMZ /12 jam
RR : 27 x/menit - Inj mecobalamin
Temp : 36,2 500mg/12 jam
Spo2: 98% Inj As. Tranex 250/12jam

14-03-2022/ Bab KU : TSS - Melena ec IVFD Nacl (ASNET),


06.30 hitam GCS : E4V5M6 riw.hematom Inj.Omz 2x40mg
Parkit lemas, TD : 105/80 mmHg a Inj mecobalamin 3x500mg
mkan HR : 90 x/menit Covid-19 unj asam tranexamat 3x250mg,
kurang RR : 21 x/menit inf levofloxacin 1x500,
Temp : 36,7
inj mmetoklopiramide 3x1,
Spo2: 98%
inj rendasivir 1x100mg,
inj. Furoseminde 2x20mg.
PO: Zinc 1x1,
Vit D 1x1000
NAC 3x200mg.

25
15-03-2022/ Lemas KU : TSS - Melena ec IVFD Nacl (ASNET),
06.30 Bab GCS : E4V5M6 riw.hematom Inj.Omz 2x40mg
Parkit darah, TD : 139/80 mmHg a Inj mecobalamin 3x500mg
mkn HR : 98 x/menit Covid-19 unj asam tranexamat 3x250mg,
kurang RR : 24 x/menit inf levofloxacin 1x500,
Temp : 36,2
inj mmetoklopiramide 3x1,
Spo2: 98%
inj rendasivir 1x100mg,
inj. Furoseminde 2x20mg.
PO: Zinc 1x1,
Vit D 1x1000
NAC 3x200mg.
16-03-2022/ Nyeri KU : TSS - Melena ec IVFD Nacl (ASNET),
06.30 perut GCS : E4V5M6 riw.hematom Inj.Omz 2x40mg
Parkit Lemas TD : 98/72 mmHg a Inj mecobalamin 3x500mg
Mkn HR : 86 x/menit - Covid-19 unj asam tranexamat 3x250mg,
kurang RR : 27 x/menit inf levofloxacin 1x500,
Temp : 36,2
inj mmetoklopiramide 3x1,
Spo2: 98%
inj rendasivir 1x100mg,
inj. Furoseminde 2x20mg.
PO: Zinc 1x1,
Vit D 1x1000
NAC 3x200mg.
17-03-202/ - Nyeri perut KU : TSS - Melena ec IVFD Nacl (ASNET),
06.30 GCS : E4V5M6 riw.hematom Inj.Omz 2x40mg
Parkit TD : 89/69 mmHg a Inj mecobalamin 3x500mg
HR : 86 x/menit - Covid-19 unj asam tranexamat 3x250mg,
RR : 27 x/menit inf levofloxacin 1x500,
Temp : 36,2
inj mmetoklopiramide 3x1,
Spo2: 98%
inj rendasivir 1x100mg,
inj. Furoseminde 2x20mg.
PO: Zinc 1x1,
Vit D 1x1000
NAC 3x200mg.

26
BAB V
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus pasien dewasa laki-laki usia 70 tahun, dengan diagnosis Melena

Ec Hematoma + Covid-19, dirawat diruang parkit RSD Idaman Kota Banjarbaru

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan keadaan gawat darurat yang sering

dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara

lain karena pecahnya varises esophagus, gastritis erosive, atau ulkus peptikum. Delapan puluh enam

persen dari angka kematian akibat Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBG) di bagian ilmu

penyakit dalam FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esophagus akibat penyakit serosis hati dan

hepatoma. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) dapat bermanifestasi sebagai hematemesis,

melena, atau keduanya.

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Hepatoma

merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas

primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor

jaringan lainnya. Dimana penderita hepatoma banyak pada usia antara 50-60 tahun, dengan

predominasi laki-laki.

Keluhan utama yang seringpada hepatoma adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun

ada rasa bengkak di kuadran kanan atas abdomen dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun,

dan rasa lemas , dengan atau tanpa demam. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites

(penimbunan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam,

bengkak kaki, kuning, muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari anus.

Berdasarkan Autoanamnesis dengn pasien, didapat kan keluhan yaitu Bab hitam disertai nyeri

perut bersifat tumpul, OS juga mengaku keluhan tidak nyaman di perut sudah mulai dirasakan sejak

lama berupa rasa kembung, begah saat diisi makanan. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan perut

27
yang dirasakan semakin membesar. Os juga mengeluh Mual (+), muntah (-),demam(-),karena perut

membesar os kadang-kadang merasa sesak. BAB jarang, BAK kuranga lancar sedikit-sedikit.suli tidur

. Pada pemeriksaan fisik ditemukan peru yang tampak membuncit/membesar disertai

ditemukan nya asites. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien merupakan tanda dan

gejala dari hematoma.

Pasien saat ini dirawat dalam kondisi terkonfirmasi covid-19 untuk ke-2x nya. Sebelumnya

pasien pernah terkonfirmasi covid-19 pada tahun 2021. Berdasarkan suatu penelitian dimana penelitian

yang melaporkan bahwa lebih dari setengah pasien menunjukkan gangguan fungsi hati yang bervariasi. 5 Reseptor sel

tempat terikatnya SARS- CoV-2 ialah reseptor Angiotensin-Con- verting-Enzyme 2 (ACE-2), ekspresi resep- tor ini

ditemukan tidak hanya tinggi pada sel epitel alveolus tipe II namun juga pada sel saluran empedu (kolangiosit).

Temuan ini menunjukkan bahwa virus ini dapat meng- infeksi saluran empedu dan menyebabkan gangguan fungsi

hati pada pasien. Serta sebuah pnelitian di china menunjukkan bahwa dari 417 kasus covid-19 didapatkan 318

(76,3%) kasus memiliki gangguan fungsi hati dan sebanyak 90 (21,5%) kasus memiliki kerusakan hati selama

dirawa di rumah sakit. Sehingga dari perjalanan penyakit pasien memiliki Riwayat terpapar covid-19 yg dicurigai

memperburuk kondisi Kesehatan fungsi hati pasien.

Pasien diruangan mendapatkan terapi untuk pengobatan covid-19 dan melena nya yakni IVFD Nacl

(ASNET), Inj. Omeprazole 2x40mg, inj mecobalamin 3x500mg, unj asam tranexamat 3x250mg, inf levofloxacin

1x500, inj mmetoklopiramide 3x1, inj rendasivir 1x100mg,inj. Furoseminde 2x20mg. serta PO: Zinc 1x1, Vit D

1x1000, dan NAC 3x200mg.

28
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus penurunan kesadaran ec hipoglikemia berat pada Tn.NSK

yang berusia 71 tahun. Pasien masuk ke IGD RSUD Idaman Banjarbaru pada tanggal 13 Maret

2022 pukul 03.30. Dari anamnesis didapatkan keluhan pasien Bab hitam disertai nyeri perut

bersifat tumpul, OS juga mengaku keluhan tidak nyaman di perut sudah mulai dirasakan sejak

lama berupa rasa kembung, begah saat diisi makanan. Nyeri perut juga disertai dengan keluhan

perut yang dirasakan semakin membesar. Os juga mengeluh Mual (+), muntah

(-),demam(-),karena perut membesar os kadang-kadang merasa sesak. BAB jarang, BAK

kuranga lancar sedikit-sedikit.sulit tidur.

Pasien diterapi sesuai dengan diagnosis covid-19 & melenanya. Pasien dirawat di ruang

rawat inap selama 5 hari dan APS pada tanggal 17 Maret 2022. Pasien pulang tetap diberikan

obat oral dan diminta untuk control lewat poli.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 hal : 428. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Budihusodo, Unggul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi IV. Jakarta:

Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.

3. Direktorat Jenderal Percepatan dan Pengen- dalian. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian

Coronavirus Disease (COVID-19) (revisi ke-5). Jakarta:Kementerian Kesehatan RI, 2020.

4. Terpos E, Ntanasis-Stathopoulos I, Elalamy I, Kastritis E, Sergentanis TN, Politou M, et al.

Hematological findings and com- plications of COVID-19. Am J Hematol. 2020;95(7):834-47.

5. Meszaros M, Meunier L, Morquin D, Klouche K, Fesler P, Malezieux E, et al. Abnormal liver

tests in patients hospitalized with Coronavirus disease 2019: Should we worry? Liver

Int.2020;40(8):1860-4.

6. Fan Z, Chen L, Li J, Cheng X, Yang J, Tian C,et al. Clinical features of COVID-19- related

liver functional abnormality. Clin Gastroenterol Hepatol. 2020;18(7): 1561

7. Faktor risiko hcc adalah infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C, alkohol, aflatoxin B1, obat-

obat terlarang dan sirosis.

8. Harrison’s. 2005. Principles of Internal Medicine, 16th Edition. USA: McGraw-Hill.

9. Lindseth GN. 2005. Gangguan hati, kandung empedu dan pancreas. Dalam: Patofisiologi

konsep klinis proses-proses penyakit volume 1 edisi 6. Jakarta : EGC

10. Kuntz, Erwin. Kuntz, Hans Dieter. 2006. Hepatology Principles and Practice. 2nd Edition.

Germany: Springer

Anda mungkin juga menyukai