Anda di halaman 1dari 35

LI 2 Karsinoma hepatoseluler

1. Definisi
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia
juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang
berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel
penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari
jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%)
timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular atau Karsinoma.
Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer yang paling
sering ditemukan.Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya. (Unggul,
2009)

2. Etiologi
a. Infeksi Hepatitis B
Peran infeksi virus hepatitis B (HBV) dalam menyebabkan kanker hati telah
ditegakkan dengan baik. Beberapa bukti menunjukkan hubungan yang kuat. Seperti
dicatat lebih awal, frekwensi kanker hati berhubungan dengan (berkorelasi dengan)
frekwensi infeksi virus hepatitis B kronis. Sebagai tambahan, pasien-pasien dengan
virus hepatitis B yang berada pada risiko yang paling tinggi untuk kanker hati adalah
pria-pria dengan sirosis, virus hepatitis B dan riwayat kanker hati keluarga. Mungkin
bukti yang paling meyakinkan, bagaimanapun, datang dari suatu studi prospektif yang
dilakukan pada tahun 1970 di Taiwan yang melibatkan pegawai-pegawai pemerintah
pria yang berumur lebih dari 40 tahun. Pada studi-studi ini, penyelidik-penyelidik
menemukan bahwa risiko mengembangkan kanker hati adalah 200 kali lebih tinggi
diantara pegawai-pegawai yang mempunyai virus hepatitis B kronis dibandingkan
dengan pegawai-pegawai tanpa virus hepatitis B kronis.
Pada pasien-pasien dengan keduanya virus hepatitis B kronis dan kanker hati,
material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari
material genetik sel-sel kanker. Diperkirakan, oleh karenanya, bahwa daerah-daerah
tertentu dari genom virus hepatitis B (kode genetik) masuk ke material genetik dari
sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian
mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dengan
demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker.
b. Infeksi Hepatitis C
Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker
hati. Di Jepang, virus hepatitis C hadir pada sampai dengan 75% dari kasus-kasus
kanker hati. Seperti dengan virus hepatitis B, kebanyakan dari pasien-pasien virus
hepatitis C dengan kanker hati mempunyai sirosis yang berkaitan dengannya. Pada
beberapa studi-studi retrospektif-retrospektif (melihat kebelakang dan kedepan dalam
waktu) dari sejarah alami hepatitis C, waktu rata-rata untuk mengembangkan kanker
hati setelah paparan pada virus hepatitis C adalah kira-kira 28 tahun. Kanker hati
terjadi kira-kira 8 sampai 10 tahun setelah perkembangan sirosis pada pasien-pasien
ini dengan hepatitis C. Beberapa studi-studi prospektif Eropa melaporkan bahwa

kejadian tahunan kanker hati pada pasien-pasien virus hepatitis C yang ber-sirosis
berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun.
Pada pasien-pasien cirus hepatitis C, faktor-faktor risiko mengembangkan kanker
hati termasuk kehadiran sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki, kenaikkan
tingkat dasar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), penggunaan alkohol, dan
infeksi berbarengan dengan virus hepatitis B. Beberapa studi-studi yang lebih awal
menyarankan bahwa genotype 1b (suatu genotype yang umum di Amerika) virus
hepatitis C mungkin adalah suatu faktor risiko, namun studi-studi yang lebih akhir ini
tidak mendukung penemuan ini.
Caranya virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik.
Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak dimasukkan
secara langsung kedalam material genetik sel-sel hati. Diketahui, bagaimanapun,
bahwa sirosis dari segala penyebab adalah suatu faktor risiko mengembangkan kanker
hati. Telah diargumentasikan, oleh karenanya, bahwa virus hepatitis C, yang
menyebabkan sirosis hati, adalah suatu penyebab yang tidak langsung dari kanker
hati.
Pada sisi lain, ada beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis C
kronis yang menderita kanker hati tanpa sirosis. Jadi, telah disarankan bahwa protein
inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah tertuduh pada pengembangan kanker hati.
Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi
proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) penekan
tumor yang normal. Akibat dari aksi-aksi ini adalah bahwa sel-sel hati terus berlanjut
hidup dan reproduksi tanpa pengendalian-pengendalian normal, yang adalah apa yang
terjadi pada kanker.
c. Alkohol
Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol yang kronis adalah hubungan
yang paling umum dari kanker hati di dunia (negara-negara) yang telah berkembang.
Tatacara yang biasa adalah suatu individu dengan sirosis akhoholik yang telah
menghentikan minum untuk waktu 10 tahun, dan kemudian mengembangkan kanker
hati. Itu agaknya tidak umum untuk pecandu minuman alkohol yang minum secara
aktif untuk mengembangkan kanker hati. Yang terjadi adalah bahwa ketika minum
alkohol dihentikan, sel-sel hati mencoba untuk sembuh dengan regenerasi/reproduksi.
Adalah selama regenerasi yang aktif ini bahwa suatu perubahan genetik (mutasi) yang
menghasilkan kanker dapat terjadi, yang menerangkan kejadian kanker hati setelah
minum alkohol dihentikan.
Pasien-pasien yang minum secara aktif adalah lebih mungkin untuk meninggal
dari komplikasi-komplikasi yang tidak berhubungan dengan kanker dari penyakit hati
alkoholik (contohnya gagal hati). Tentu saja, pasien-pasien dengan sirosis alkoholik
yang meninggal dari kanker hati adalah kira-kira 10 tahun lebih tua daripada pasienpasien yang meninggal dari penyebab-penyebab yang bukan kanker. Akhirnya, seperti
dicatat diatas, alkohol menambah pada risiko mengembangkan kanker hati pada
pasien-pasien dengan infeksi-infeksi virus hepatitis C atau virus hepatitis B yang
kronis.
d. Aflatoxin B1
Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk kanker
hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus, yang
ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas
dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras,

kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada


perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia diperkirakan
menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan (mutasi-mutasi)
pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-fungsi penekan
tumor yang penting dari gen.
e. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan, dan Kimia-Kimia
Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon
wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic) dihubungkan
dengan pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang
ramah/jinak yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas (bersifat kanker).
Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi
kanker.
Kimia-kimia tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan
pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu digunakan untuk
pencitraan (imaging), menyebabkan suatu kanker dari pembuluh-pembuluh darah
dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma. Juga, vinyl chloride, suatu senyawa
yang digunakan dalam industri plastik, dapat menyebabkan hepatic angiosarcomas
yang tampak beberapa tahun setelah paparan.
VI. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada risiko
yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan pada kondisikondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C, alkohol, dan
hemochromatosis), kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu kondisi yang
diturunkan/diwariskan yang dapat menyebabkan emphysema dan sirosis, mungkin
menjurus pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan
tyrosinemia keturunan, suatu kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang
berakibat pada sirosis dini.
Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan dengan kanker hati
daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya, kanker hati jarang terlihat dengan
sirosis pada penyakit Wilson (metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary
sclerosing cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu yang
kronis). Begitu juga biasanya diperkirakan bahwa kanker hati adalah jarang
ditemukan pada primary biliary cirrhosis (PBC). Studi-studi akhir ini, bagaimanapun,
menunjukan bahwa frekwensi kanker hati pada PBC adalah sebanding dengan yang
pada bentuk-bentuk lain sirosis.
g. Faktor risiko lain
Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang
ditemukan, antara lain:
Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1,
Wilson disease
Kontrasepsi oral
Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin,
asam tanik

Faktor Resiko Karsinoma Hepatoseluler.


Tersering
Sirosis dari penyebab apapun
Infeksi kronis hepatitis B atau C
Konsumsi etanol kronis
Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)
Aflatoksin B1 atau mikotoksin lain

Jarang
Sirosis bilier primer
Hemochromatosis
Defisiensi antitrypsin -1
Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)
penyakit penyimpanan glikogen
Citrullinemia
Porfiria cutanea tarda
Keturunan tyrosinemia
Wilson's Disease

3. Epidemiologi
Karsinoma hepatoseluler merupakan tumor ganas primer hati sebanyak (80%) dan
menduduki urutan kelima kanker di dunia (tumor ganas hati primer lainnya ialah
kolangiokarsinoma, sarkoma, mesenkimoma, dan hemangioendotelioma infatil). Karsinoma
hepatoseluler diperkirakan mencapai 5% dari seluruh keganasan dengan 500.000 kasus per
tahun. Frekuensi karsinoma hepatolseluler ini tergantung pada faktor sosio-ekonomi dan
lebih banyak pada laki-laki dari pada peerempuan dengan perbandingan 3:1. Insidensnya
bervariasi menurut area geografis karena adanya perbedaan afaktor penyebab utama dan
diperkirakan akan terus bertambah dalam tahun-tahun mendatang baik di Asia dan Amerika.
Insiden hepatoma memiliki karakteristik distribusi georafis yan menonjol, Karsinoma
hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC) jarang didapati di dunia barat, namun
sering terjadi di daerah Sahara di Afrika serta di Asia Timur (kecuali Jepang), Insidennya
relatif tinggi di wilayah Asia tenggara, pacifik Barat da Afrika Tenggara, sedangkan relatif
rendah di Amerika, Eropa, Oseania, dll. Negara dan wilauah dengan insiden hepatoma tinggi
adalah Mozamik, Uganda, Afrika selatan dll di benua Afrika, Malaysia, Indonesia, Singapura,
Hongkong, Thailand, Filipina, China, Jepang dll di Asia.
Keganasan primer pada hati ini menduduki tempat keenam dari keganasan yang tersering
di dunia, dan tempat ketiga pembawa kematian-akibat kanker dengan nisbah mortalitas
terhadap insidensnya sebesar 0,9. Di seluruh dunia, HCC menyumbang jumlah kematian
lebih dari sejuta orang setiap tahunnya.Hepar sendiri merupakan tempat yang lazim bagi
metastasis kanker yang berasal dari gastrointestinal, terutama dari daerah kolorektal.
Distribusi geografis HCC di seluruh dunia sangat tidak merata.. Negara-negara di Asia
Tenggara (Taiwan, Korea, Thailand, Hong Kong, Singapura, Malaysia, Cina Selatan) dan
Afrika tropis menunjukkan insidens paling tinggi dengan 1020 per 100.000 populasi. Laju
prevalensi juga bervariasi di antara negara-negara tersebut, dengan insidens sebesar 150 per100.000 populasi di Taiwan dan 28 per-100.000 populasi di Singapura.Tingginya laju
insidens serupa diperkirakan didapati di Kamboja, Vietnam, dan Myanmar, namun
dokumentasi yang tepat tidak didapatkan. Laju terendah HCC sebesar 13 per-100.000
populasi didapatkan di negara Barat, Australia, Amerika Selatan, dan India; sedangkan laju
yang menengah didapatkan di Jepang, Timur Tengah, dan negara-negara Mediterania.

Bila didasarkan atas kelompok etnis, variasi insidens HCC tertinggi didapatkan pada etnis
Cina (16,2/100.000 pada pria dan 5/100.000 pada wanita), disusul Hispanik atau Latin
(9,8/100.000 pada pria dan 3,5/100.000 pada wanita), Afrika-Amerika (7,1/100.000 pada pria
dan 2,1/100.000 pada wanita), dan etnis Jepang (5,5/100.000 pada pria dan 4,3/100.000 pada

wanita).
4. Klasifikasi
Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)
Points
Variables

i. Jumlah Tumor

Single

Multiple

Ukuran tumor pada Hepar yang <50


menggantikan hepar normal (%)a

<50

>50

ii. Nilai Child-Pugh

iii. -Fetoprotein level (ng/mL)

<400

400

iv. Trombosis Vena Porta (CT)

No

Yes

a = Luas tumor pada hati


Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.

Stadium HCC
I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm hati yang terbatas hanya pada salah satu segment
tetapi bukan di segment I hati
II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segment I atau multi-fokal
tumor terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atau ke lobus kanan segment V
dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau
pembuluh empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati.
IV : Multi-fokal atau difus tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati.
- atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler)
ataupun pembuluh empedu (biliary duct).
- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel)
seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis).
- atau vena cava inferior-atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic
metastase).

Patofisiologi
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran
(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk
inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik
seperti perubahan kromosom, aktivas onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor,
yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronis,
alkohol dan penyakit metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1,
mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis).
Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan dengan
inaktivasi gen supresor tumor. LOH dan delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari
bagian tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian kromosom.
Infeksi HBV dihubungkan engan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di dekat gen p53.
Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat bervariasi (acak).
Oleh karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenic insersional non selektif.
Integrasi acapkali menyebabkan terjadinya beberap perubahan dan selanjutnya
mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan. Semua
perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen seluler
penting lain. Dengan analisis Southern Blot, potongan (sekuen) HBV yang telah terintegrasi
ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor. Produk gen
X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator transkripsional dari berbagai

gen seluler yang berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini menimbulkan hipotesis
bahwa HBx mungkin terlibat pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.
Di wilayah endemic HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-dependent antara
pajanan AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi ini spesifik untuk
HCC dan tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi
pada sekitar 30% kasus HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda
menurut wilayah geografik dan etiologi tumornya. Infeksi kronik HCV dapat berujung pada

HCC setelah berlangsung puluhan tahun dan umumnya didahului oleh terjadinya sirosis. Ini
menunjukkan peranan penting dari proses cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan
sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh HCV.

5. Manifestasi
Hepatoma fase subklinis
Fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma
yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Yang
dimaksud kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden
tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat
keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.

Hepatoma fase klinis


Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang
sering ditemukan adalah:

a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat
karena kembung dan tidak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri
seperti tertusuk, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor
tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati.
b. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asitesdan gangguan fungsi
hati.
c. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak GIT, perut tidak bisa
menerima makanan dalamjumlah banyak karena terasa begah.
d. Letih, berat badan: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganasdan berkurangnya
masukan makanan pada tubuh.
e. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi, metabolit tumor, jika tanpa
bukti infeksi disebut demam kanker,umumnya tidak disertai menggigil.
f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnyakarena gangguan fungsi hati, biasanya
sudah stadium lanjut, dapat menyumbat kanker di saluran empedu atau
tumormendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertaiudem kedua tungkai.
h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare,nyeri bahu
belakangkanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya, jugamanifestasi
sirosishati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spidernevi,
venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium akhir hepatoma sering timbulmetastasis
paru,tulang dan banyak organ lain.
Paraneoplastic syndrome pada HCC
Hipoglikemia: karena tingkat metabolisme yang tinggi dan peningkatan IGF-2.
Erythrocytosis:23% penderita HCC > EPO tinggi
Hipercalcemia: metastase tulang atau sekresi PTHrp.
Diare: karena sekresi vasoactive intestinal polypeptide, gastrin, dan peptida dengan
prostaglandin-like immunoreactivity

6. Diagnosis dan Diagnosis banding


Kriteria diagnosa karsinoma hepatoseluler menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 ng/L.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann),
Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission
Tomography (PET) yang menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan karsinoma hepatoseluler.
Diagnosa karsinoma hepatoseluler didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.
a.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan pembesaran hati yang berbenjol, keras, kadang
disertai nyeri tekan. Palpasi menunjukkan adanya gesekan permukaan peritoneum viserale
yang kasar akibat rangsangan dari infiltrat tumor ke permukaan hepar dengan dinding perut.
Pada auskultasi di atas benjolan kadang ditemukan suatu suara bising aliran darah karena
hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukkan fase lanjut karsinoma hepatoseluler.

Palpas abdomen : hati membesar, keras berbenjol, tepi tumpul


Auskultasi : arterial bruit

b.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus, terdapat dalam
serum darah janin. Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. AFP memiliki
spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1
bulan atau > 200 ng/L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan
kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma,
diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP
darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan
kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga normal, atau setelah turun lalu
naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau rekurensi tumor.
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik untuk diagnosis sifat
hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki
nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin
(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9,
antitripsin, feritin, CEA.
3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi Karsinoma Hepatoseluler B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, Karsinoma Hepatoseluler dan latar
belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi hati, petanda Karsinoma
Hepatoseluler B atau Karsinoma Hepatoseluler C positif, artinya terdapat dasar penyakit hati
untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.
a. Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis hepatoma. Kegunaan
dari USG adalah memastikan ada tidaknya lesi penempat ruang dalam hati; dapat dilakukan
penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk
hepatoma; mengindikasikan sifat lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari
yang padat; membantu memahami hubungan kanker dengan pembuluh darah penting dalam
hati, berguna dalam mengarahkan prosedur operasi; membantu memahami penyebaran dan
infiltrasi hepatoma dalam hati dan jaringan organ sekitarnya, memperlihatkan ada tidaknya
trombus tumor dalam percabangan vena porta intrahepatik; di bawah panduan USG dapat
dilakukan biopsi.
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang normal
tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). Bila ada kanker langsung dapat
terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna kehitaman, atau berwarna kehitaman campur

keputihan dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak
sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan berkapsul atau tidak
berkapsul. Sayangnya USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hati
diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat
lunak harmonik system bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm13, namun
nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan
walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker namun tak dapat
melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular).
Neo-vascular merupakan ciri khas kanker yaitu pembuluh darah yang terbentuk sejalan
dengan pertumbuhan kanker yang gunanya untuk menghantarkan makanan dan oksigen ke
kanker itu. Semakin banyak neo-vascular ini semakin ganas kankernya. Walaupun USG
color yang sudah dapat memberikan warna dan mampu memperlihatkan pembuluh darah di
sekeliling nodule tetapi belum dapat memastikan keberadaan neovascular sehingga dengan
demikian akurasi diagnostik hanya sedikit bertambah menjadi berkisar 60% 70%. Dengan
pesatnya perkembangan teknologi, kini sudah ada alat USG yang lebih canggih dan lebih
lengkap lagi yaitu Color Doppler Flow Imaging (CDFI) yaitu USG yang selain mampu
melihat pembuluh darah di sekitar kanker juga mampu pula memperlihatkan kecepatan dan
arah aliran darah di dalam pembuluh darah itu, sehingga dapat ditentukan resistensi index dan
pulsatily index yang dengan demikian sudah dapat memastikan apakah pembuluh darah yang
mengelilingi nodule itu adalah benar neo-vascularisasi dan berapa banyak adanya. Dengan
dapat dipastikan keberadaan neo-vascularisasi ini maka akurasi diagnosa kanker meningkat
jadi 80%. Neo-vascularisasi yang baru terbentuk yang memang ada tapi belum terlihat
dengan teknik CDFI ini masih bisa dilihat dengan cara diberikan suntikan zat kontras pada
penderita sewaktu dilakukan pemeriksaan CDFI USG, zat kontras itu mampu menembus
masuk ke dalam neo-vascularisasi yang menyusup di dalam nodule. Dengan demikian
akurasi diagnosa meningkat menjadi 90% dan lebih-lebih lagi dapat mendeteksi kanker
berukuran lebih kecil dari 1 cm.
Dengan Color Doppler Flow Imaging USG ini juga memungkinkan kita melihat apakah ada
portal vein tumor thrombosis yaitu sel-sel kanker (tumor thrombus) yang lepas dan masuk ke
dalam vena Porta. Penting sekali memastikan keberadaan tumor thrombus di dalam vena
porta ini karena thrombus ini dapat menyumbat aliran darah. Pada keadaan normal semua
makanan yang telah dicernakan oleh usus akan dihantarkan ke hati oleh vena porta ini. Bila
vena ini tersumbat oleh tumor thrombus maka hati tidak menerima nutrisi lagi dengan kata
lain hati tak dapat makanan lagi sehingga sel-sel hati akan mati (necrosis) secara perlahan
tetapi pasti dan ini sangat membahayakan penderita karena dapat terjadi gagal hati (liver
failure). Tumor thrombus ini bisa ukurannya besar sehingga menutup seluruh lumen vena
porta, bisa kecil, dan hanya menutup sebahagian lumen saja sehingga masih bisa ada aliran
darah di dalam vena porta ini. Dari hasil USG ini sudah bisa diarahkan dengan tepat tindakan
pengobatan apa yang paling sesuai dan bermanfaat untuk penderita apakah akan dilakukan
operasi membuang sebahagian hati (reseksi hepatektomi partial) atau tidak, apakah bisa diembolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infuse kemoterapi intra-arterial saja. Tapi bila
sudah jelas terdapat tumor thrombus di dalam vena porta dan sudah pula menyumbat vena ini,

maka tindakan operatif dan embolisasi sudah hampir tidak berarti lagi dan satusatunya cara
untuk menyelamatkan penderita adalah dengan cara transplantasi hati (liver transplantation).

USG karsinoma hepatoseluler, nodul hipoetic

USG HCC: nodul gema bulat

Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang membesar,


permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang
berbeda dengan parenkim hati normal.

Color doppler US, menunjukkan aliran darah ke tumor di postero-anterior segme

Color doppler US pada KHS, tampak aliran darah ke tumordi antero-inferior segmen pada

2. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis lokasi dan sifat
karsinoma hepatoseluler. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi
tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah, dalam
penentuan modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit
ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke dalam
arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT,
pada waktu ini CT lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. CT scan sudah dapat
membuat gambar karsinoma dalam 3 dimensi dan 4 dimensi dengan sangat jelas serta
memperlihatkan hubungan karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.

pada wanita 57 tahun dengan riwayat hepatitis B, tampak


noduldengan
karsinoma
hepatoselular.
CT-scan
kontras
memperlihatkan
3. masa pada karsinoma hepato
MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
MRI merupakan teknik pemeriksaan non-radiasi, tidak memakai zat kontras berisi iodium,
dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati,
juga memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam
menilai efektivitas terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma
kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%.
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scan
yang meragukan atau pada pasien yang mempunyai kontraindikasi pemberian zat. MRI yang
dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA).
Bila CT scann mengunakan sinar X maka MRI ini menggunakan gelombang magnet tanpa
adanya Sinar X. CT angiography menggunakan zat contrast yaitu zat yang diperlukan untuk
melihat pembuluh darah. Tanpa zat ini pembuluh darah tak dapat dilihat. Pemeriksaan dengan
MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT scann yang meragukan atau
pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada penderita yang ada
kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga pemeriksaan CT angiography
tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh darah. MRI yang dilengkapi
dengan perangkat lunak Magnetic Resonance Angiography (MRA) sudah pula mampu
menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker hati ini. Sayangnya ongkos

pemeriksaan dengan MRI dan MRA ini mahal, sehingga selalu CT scan yang merupakan
pilihan pertama.

MRI HCC tampak lesi dengan diamer 2,5cm


hipervaskular kecil

HCC multipel

4. Angiografi arteri hepatica


Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan
angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya.
Karsinoma terlihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG
bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angiografi memperlihatkan ukuran
kanker yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT scan yang dapat memperjelas
batas antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya.

Gambaran : angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel


karsinomahepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan) menunjukkan
penurunan vaskular dan respon terapi.
5. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) merupakan alat diagnosis karsinoma menggunakan
glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang
mampu mendiagnosa karsinoma dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien
disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan
glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel
yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium HCC sehingga tindakan
lanjut penanganan karsinoma ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu
juga dapat melihat metastase dari karsinoma itu sendiri.

b. Pemeriksaan Lainnya

Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan patologi, biopsi kelenjar limfe
supraklavikular, biopsi nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll.
juga mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.
Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China telah menetapkan
standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.
(1) Standar diagnosis klinis hepatoma primer
a. AFP 400 g/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati
membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
b. AFP < 400 g/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat 2 jenis
pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau
terdapat 2 petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA 19-9, dll) positif serta 1
pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik
hepatoma.
c. Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik
ekstrahepatik (termasuk asites hemoragik makroskopik atau di dalamnya
ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma metastatik.
d.
(2) Standar Klasifikasi stadium klinis hepatoma
Ia

Tumor tunggal berdiameter 3 cm, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis


kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A

Ib

Tumor tunggal atau 2 tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di separuh


hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh; Child A

IIa

Tumor tunggal atau 2 tumor dengan diameter gabungan 10 cm, di separuh


hati, atau 2 tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di kedua belahan hati
kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh; Child A

IIb

Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh
hati, atau tumoe multiple dengan diameter gabungan > 5 cm, di kedua
belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar
limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Terdapat emboli tumor di percangan vena portal, vena hepatik atau saluran
empedu dan/atau Child B.

IIIa

Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena cava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh,
salah sati daripadanya; Child A atau B

IIIb

Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

Points
Variables
i. Jumlah Tumor

Single

Multiple

<50

<50

>50

ii. Nilai Child-Pugh

iii. -Fetoprotein level (ng/mL)

<400

400

iv. Trombosis Vena Porta (CT)

No

Yes

Ukuran tumor pada Hepar yang


menggantikan hepar normal (%)a

a = Luas tumor pada hati


Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.
Diagnosis Banding Karsinoma Hepatoseluler
1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (+)
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar
reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan Karsinoma Hepatoseluler serta
sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada Karsinoma Hepatoseluler, sirosis hati, jika disertai
peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan
hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara
berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.
2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (-)
Hemangioma hati paling sulit dibedakan dari HCC dengan AFP negatif, hemangioma
umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar
belakang Karsinoma Hepatoseluler dan sirosis hati, zat petanda Karsinoma Hepatoseluler
negatif, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat
kanker primer, zat petanda Karsinoma Hepatoseluler umumnya

negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Adenoma hati,
umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar
belakang Karsinoma Hepatoseluler, sirosis hati, petanda Karsinoma Hepatoseluler negatif.
Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik sering cukup sulit dibedakan dari HCC.
7. Penatalaksanaan
atalaksana
Sebagian besar pasien HCC mempunyai dua penyakit hati yaitu sirosis dan HCC,
masing-masing yang merupakan penyebab kematian independen. Kehadiran sirosis
biasanya menjadi kendala pada operasi reseksi, terapi ablatif, dan kemoterapi. Jadi
penilaian dan perencanaan perawatan pasien harus mengambil keparahan dari penyakit
hati tidak ganas ke dalam penilaian. Pilihan manajemen secara klinis pada HCC bisa
menjadi kompleks (Bagan 2.1). Pasien dengan tumor lanjut (invasi vaskular, gejala,
menyebar extrahepatic) memiliki hidup rata-rata ~ 4 bulan, dengan atau tanpa
pengobatan. Hasil perawatan dari literatur-literatur sulit untuk ditafsirkan. Kelangsungan
hidup tidak selalu merupakan ukuran keberhasilan terapi karena efek negatif pada
kelangsungan hidup dari penyakit hati yang mendasarinya. (1)
1. Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II
Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik,
termasuk reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi
lokal (etanol atau asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati yang
signifikan yang mendasari dan tidak dapat mentolerir terapi bedah karena kehilangan
parenkim hati, namun mungkin mereka memenuhi persyaratan untuk transplantasi
hati orthotopic (orthotopic liver transplant = OLTX) di masa yang akan datang.
Prinsip penting dalam perawatan tahap awal HCC adalah dengan menggunakan
perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis.
a. Eksisi Bedah
Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh
penyakit hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena
portal preoperative kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi
lobus HCC yang terlibat dan hipertrofi kompensasi dari hati yang masih
normal.Pada pasien sirosis, operasi hati besar dapat mengakibatkan kegagalan
hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal hati dapat menentukan prognosis untuk
toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan hanya Child A yang dapat
dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap
I dan II HCC harus dirujuk untuk OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan
asites atau riwayat pendarahan varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka
merupakan terapi yang paling dapat diandalkan, namun pasien mungkin lebih baik
ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk reseksi, menggunakan
RFA atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol injection=PEI).
b. Strategi Ablasi Lokal
Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas
untuk ablasi tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk
zona nekrosis 7-cm, yang akan cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm.
Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat
menyebabkan cedera duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi
tumor yang secara anatomi cocok untuk teknik ini. RFA dapat dilakukan secara

perkutan dengan panduan CT atau USG, atau dengan laparoskopi dengan panduan
USG.
c. Terapi Injeksi Lokal
Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam
tumor, yang paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis
hati keras memungkinkan untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam
tumor tanpa terjadi difusi ke dalam parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati.
PEI menyebabkan kerusakan langsung dari sel-sel kanker, tetapi juga akan
menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini biasanya memerlukan
beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran
maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa
suntikan.
d. Transplantasi Hepar
Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan
sirosis adalah OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus
nonkanker. OLTX dapat digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3
nodul atau kurang, setiap 3 cm, menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus
tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk HCC lanjut, OLTX telah ditinggalkan
karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas skoring untuk
OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk
dilakukan OLTX, sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien
menunggu hati yang disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan sebagai
"jembatan" untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial
(TACE).
e. Terapi Adjuvant
Peran kemoterapi ajuvan bagi pasien setelah reseksi atau OLTX masih belum
jelas. Telah ditemukan bahwa tidak ada manfaat yang jelas dalam kelangsungan
hidup dalam keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan baik untuk
pendekatan adjuvant maupun neoadjuvant, meskipun suatu meta-analisis beberapa
percobaan menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam keadaan bebas
penyakit dan secara keseluruhan. Analisis dari uji coba kemoterapi ajuvan pasca
operasi sistemik tidak menunjukkan manfaat ketahanan hidup dalam keadaan
bebas penyakit atau secara keseluruhan, namun studi tunggal TACE dan
neoadjuvant 131I-ethiodol telah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup
setelah dilakukan reseksi.
2. Karsinoma Hepatoseluler Stadium III dan IV
Pilihan bedah tumor menjadi lebih sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien
tanpa sirosis, hepatectomi adalah layak, meskipun mempunyai prognosis yang buruk.
Pasien dengan sirosis Child A dapat direseksi, tetapi lobektomi berhubungan dengan
morbiditas yang signifikan dan kematian, dan prognosis jangka panjangnya adalah
kurang. Namun demikian, sebagian kecil pasien akan mencapai kelangsungan hidup
jangka panjang. Karena sifat dari tumor ini, setelah reseksi berhasil dapat diikuti oleh
kekambuhan yang cepat. Pasien-pasien pada stadium ini bukan kandidat untuk
dilakukannya transplantasi karena adanya tingkat kekambuhan tumor tinggi, kecuali
tumor mereka bisa turun-bertahap terlebih dahulu dengan terapi neoadjuvant.
Mengurangi ukuran tumor primer dapat dilakukan untuk menguragi operasi, dan
penundaan operasi dilakukan untuk penyakit yang extrahepatic dengan menggunakan
studi imaging dan menghindari OLTX karena tidak akan membantu. Stadium IV
memiliki prognosis yang buruk, dan tidak ada pengobatan bedah yang dianjurkan. (1)

a. Kemoterapi sistemik
Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan
pada sebagian besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal
atau obat kombinasi yang diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan
hanya mengarah ke tingkat respons sebesar 25% atau hanya sedikit berpengaruh
kepada kelangsungan hidup.
b. Kemoterapi Regional
Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang
diberikan melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC (Tabel
2.6). Dua uji terkontrol acak telah menunjukkan keunggulan untuk bertahan hidup
untuk TACE dalam subset yang dipilih pasien. Satu digunakan doxorubicin dan
lainnya menggunakan cisplatin. Terlepas dari kenyataan bahwa terjadi
peningkatan ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk obat sangat sedikit, beberapa
obat seperti cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin neocarzinostatin
menghasilkan respon yang cukup besar bila diberikan secara regional. Hanya
sedikit data yang tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus
untuk HCC, meskipun studi utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon
yang baik.

1. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati
normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis

diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang
dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah
metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis
stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien
menjalani operasi. Kontraindikasi absolut bagi reseksi adalah adanya metastasis jauh,
trombosis vena porta utama, atau adanya trombosis vena cava inferior. Penyebab
tersering mortalitas pascaoperasi adalah kegagalan hati, perdarahan, serta komplikasi
sepsis, yang dapat diperkecil kemungkinannya dengan seleksi pasien secara baik.
Pengembangan teknik operasi memungkinkan diangkatnya jaringan hepar yang
mengandung nodul HCC secara selektif dengan teknik segmentektomi, atau bahkan
secara superselektif dengan subsegmentektomi (tindakan ini dapat dikerjakan dengan
panduan USG intraoperasi, yang dikenal sebagai prosedur Makuuchi)
2. Transplantasi Hati

Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan


menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi
tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor
yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor
yang diameternya lebih dari 5 cm. Untuk seleksi pasien HCC calon penerima
transplan, secara umum digunakan kriteria Milan, yaitu pasien dengan lesi tunggal

berukuran 5 cm, atau lesi kurang dari 3 buah dan masing-masing berukuran 3 cm.
Di Eropa, Barcelona Clinic Liver Cancer Staging and Treatment Approach telah
menyusun bagan alur klasifikasi HCC beserta penatalaksanaannya. Berdasarkan
kriteria BCLC, pasien HCC dibagi menjadi stadium sangat dini, dini, menengah,
lanjut, dan terminal. Transplantasi hati diperuntukkan pasien HCC stadium sangat dini
dengan peningkatan tekanan vena porta dan stadium dini tanpa penyulit. Pasien HCC
penerima transplantasi hati sesuai algoritma ini dilaporkan memiliki angka survival
lima tahun sebesar 60-70%.
3. Terapi Operatif non Reseksi
Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat
dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter
transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter
vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang

mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser
energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.
A. Terapi Lokal
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini.
Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi radiofrekuensi
hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara
selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran
bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan
hasil kuratif.
2. Injeksi alkohol (etanol) absolut intratumor perkutan (PEI)
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke
dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma
kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri
hepatik.3 Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang
dapat terjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi
PEI meliputi adanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang
semua dapat meningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca-tindakan.
Angka survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang
ditangani dengan PEI dilaporkan sebesar 70%.
B. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang
sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi
reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah
embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan
hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap
fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar
yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi,
hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi,
pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll.
C. Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik
kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.
Kemoterapi Sistemik
Banyak studi yang meneliti terapi sistemik untuk HCC, khususnya pada pasien yang
inoperabel, dan banyak pula yang hasilnya tidak terlalu menggembirakan. Terapi
kemoterapi sistemik yang diberikan dapat digolongkan ke dalam beberapa kelompok,
antara lain:
Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed)
Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit,
dan secara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen,
tamoxifen, dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
Namun hasil studi random fase III yang dilakukan oleh Barbare ternyata tidak
menunjukkan peningkatan survival.

Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide)


Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin,
dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin. Karena itu analog somatostatin
dipakai untuk menangani pasien dengan HCC yang lanjut. Sebuah penelitian
random awal oleh Kouroumalis dkk. menunjukkan perbaikan survival pada pasien
yang diberi terapi ocreotide secara subkutan, namun studi lainnya oleh Becker dkk.
menunjukkan tidak ada peningkatan survival pada pemberian ocreotide aksi lama
(lanreotide).
Terapi dengan thalidomide (sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan
epirubicin atau interferon)
Thalidomide yang awalnya dikembangkan pada tahun 1960-an sebagai sedatif,
baru-baru ini dievaluasi ulang perannya untuk obat antikanker. Penggunaannya pada
pasien HCC lanjut terutama berdasarkan efek anti-angiogeniknya. Studi fase II telah
dibuat untuk mengukur kemangkusan thalidomide sebagai terapi tunggal atau dalam
kombinasi dengan epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang
terbatas pada pengobatan HCC.
Terapi interferon
Interferon yang biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk
pengobatan HCC. Mekanisme terapinya ada beberapa, meliputi efek langsung
antivirus, efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak
langsung.Beberapa studi awal menunjukkan pemberian interferon dosis tinggi
meningkatkan angka survival, namun ada toksisitas karena obat pada penerimanya.
Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian interferon dosis rendah tidak
menunjukkan efek perbaikan yang bermakna.

Molecularly targeted therapy


Erlotinib yang merupakan inhibitor tirosin-kinase yang bekerja pada reseptor EGF
(epidermal growth factor), menunjukkan kemangkusan sebagai pengobatan HCC
lanjut. Sunitinib adalah inhibitor tirosin-kinase multitarget dengan kemampuan
antiangiogenesis pula. Sebuah studi fase II memperlihatkan pemberian sunitinib
pada pasien HCC yang inoperabel memberikan hasil survival keseluruhan sebesar
9,8 bulan.(46) Sorafenib adalah inhibitor multi-kinase oral yang menghambat
proliferasi sel tumor dengan membidik jalur sinyal intrasel pada tingkat Raf-1 dan
B-raf serin-treonin-kinase dan juga menghasilkan efek anti-angiogenik dengan
membidik reseptor EGF (endothelial growth factor) 1, 2, dan 3 serta reseptor
platelet derived growth factor dari tirosin-kinase beta. Obat ini cukup mahal, namun
manfaat klinisnya masih sangat terbatas.

D. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi,
medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien
dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode
terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll.
Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal
dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi internal
terhadap hepatoma.3
Klasifikasi Radioterapi:

Terapi Radiasi Eksterna


Terapi Radiasi Interna menggunakan selective internal radiotherapy (SIRT) dengan
radioisotop
SIRT dengan 90Ytrium microsphere

8. Komplikasi
Gagal hati
adalah kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan sel hati untuk beregenerasi,
menyebabkan kerusakan hati dan hilangnya fungsi hati. Hal ini biasanya terjadi secara
bertahap selama bertahun-tahun. Gagal hati dini sulit dideteksi akibat gejalanya yang
umum, seperti mual, kehilangan nafsu makan dan rasa lelah. Ketika penyakit berlanjut,
gejala lebih serius timbul, seperti ikterus (penguningan pada kulit), pembengkakan perut,
mudah berdarah dan timbul disorientasi mental.

Melena
adalah pengeluaran faeses atau tinja yang berwarna hitam yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas.

Haematemesis
adalah muntah darah.

Koma hepatikum
adalah koma radang hati akibat fungsi hati terganggu serta perdarahan dan infeksi
saluran pencernaan.

Komplikasi Hepatoma paling sering adalah


perdarahan varises esofagus
adalah proses yang panjang dimulai dari peningkatan tekanan vena portal,
pembentukan kolateral yang kemudian menjadi varises, dilatasi progresif dari
varises, dan berakhir dengan rupture dan pendarahan
Terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang(pada sirosis hepatis ataupun gagal
jantung kongestif) Aliran tersebut akan mencari jalan lainke pembuluh darah di
esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil dan lebih mudah pecah. Tidak
imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan pembuluh darah
mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).
koma hipoglikemi

adalah koma atau penurunan kesadaran karena glukosa darah < 30 mg/dl.

Ruptur tumor

Infeksi sekunder

Metastase ke organ lain.


(Sjamsuhidajat, 2000 : hlm 796).
Sedangkan menurut Suratun (2010 : hlm 301) komplikasi dari kanker hati adalah:
a. Perdarahan berhubungan dengan perubahan pada faktor pembekuan .
b. Fistulabiliaris.
c. Infeksi pada luka operasi.
d. Masalah pulmonal.
e. Anoreksia dan diare merupakan efek yang merugikan dari pemakaian agens
kemoterapi yang spesifik 5-FU dan FUDR.
f. Ikterik dan asites jika penyakit sudah pada tahap lanjut.
9. Pencegahan
Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang belum
terpapar faktor risiko. Pencegahan yang dilakukan antara lain :1,27
a. Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi makanan dengan gizi
seimbang.
b. Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung bahan pengawet/ pewarna.
c. Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat antioksidan, peningkat
daya tahan tubuh.

Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang sudah
terpapar faktor risiko agar tidak sakit. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain dengan :
20,27,30
a. Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah lahir sehingga pada generasi
berikutnya virus hepatitis B dapat dibasmi.

b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus hepatitis (faktor-faktor risiko


kanker hati) sehingga kejadian kanker hati dapat dicegah melalui perilaku hidup sehat.

c. Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena alkohol akan
semakin meningkatkan risiko terkena kanker hati.

d. Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena berisiko mengandung
jamur Aspergillus flavus yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kanker hati.

e. Membatasi konsumsi sumber radikal bebas agar dapat menekan perkembangan sel kanker
dan meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai pelawan kanker sekaligus mangandung zat
gizi pemacu kekebalan tubuh.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sudah sakit agar
lekas sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat.

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu berupa perawatan terhadap penderita kanker
hati melalui pengaturan pola makan, pemberian suplemen pendukung penyembuhan kanker,
dan cara hidup sehat agar dapat mencegah kekambuhan setelah operasi.

10. Prognosis

Sistem BCLC menghubungkan antara stadium dan rekomendasi strategi terapi serta
prognosis. Angka ketahanan hidup 3 tahun untuk stadium A (60-75%), stadium B (50%),
stadium C (10%) dan stadium D (0%).5
Survival terbaik tanpa pengobatan adalah sekitar 65% pada 3 tahun untuk pasien kelas ChildPugh A dengan tumor tunggal, sedangkan setelah terapi radikal, survival mencapai 70% pada
5 tahun. Pada perjalanan alami karsinoma hepatoseluler stadium lanjut lebih diketahui. Pada
survival rate 1 tahun dan 2 tahun pada pasien yang tidak diobati secara random dalam 25
percobaan terkontrol secara acak (RCTs) adalah sekitar 10-72% dan 8-50%. Pasien dalam
penelitian ini, merupakan bagian terbaik dari pasien karsinoma hepatosleuler yang tidak
dioperasi. Ini menjelaskan adanya perbedaan dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan
dalam seri retrospektif atau dibandingkan dengan perkiraan survival dikumpulkan dari
pendaftar kanker berbasis populasi. Pasien pada tahap terminal memiliki survival kurang dari
6 bulan.41
Terapi dan Prognosis bergantung pada klasifikasi BCLC. Pada stadium dini, bergantung
pada faal hati, dapat dilakukan tearpi kuratif dengan reseksi, transplantasi hati atau ablasi
perkutaneus. Ketahanan hidup 5 tahun mencapai 50-70%. Pada stadium intermediate, dapat
dilakukan kemo-embolisasi. Ketahanan hidup 3 tahun mencapai 50%. Pada stadium lannjut,
tidak ada terapi yang efektif. Median ketahanan hidup kurang dari 1 tahun. Pada stadium
akhir, teapi bersifat paliatif.

LI 3 Hukum tranplantasi organ dalam islam


Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan
donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya
kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal.
Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si
pendonor, seperti mendonorkan jantung,hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak
diperbolehkan (haram), berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran surat :
(Al-Baqorah ayat 195)
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan
(An-Nisa ayat 29)
dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri
(Al-Maidah ayat 2)
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, harus
mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun
beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si pendonor ingin menyumbangkan organnya
setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu
donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si pendonor organ belum memberikan persetujuan terlebih
dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan
bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga pendonor terdekat yang dalam posisi dapat
membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang
ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia
lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara
prosedur medis bahwa si pendonor organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas
yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh mayit kepada orang hidup yang sangat
bergantung keselamatan jiwanya dengan organ tubuh tersebut
c. Keadaan Darurat
*Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali
Disimpulkan bahwa darah, kulit hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan
dibutuhkan.(Fatwa Kibar Ulama Ummah, hal. 939)
Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :Firman Allah swt :
Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )

Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia,
makadalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah
orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah swt, karena memelihara kehidupan
seorang pasien, atau menjadi sebab hidupnya pasien dengan izin Allah swt.
*Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan kematian
seseorang,seperti: limpa, jantung, ginjal, otak. Maka mendonorkan organ-organ tubuh
tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam kategori bunuh
diri. Dan ini bertentangandengan firman Allah swt :
"dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al
Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt :
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri , sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )
**Donor anggota tubuh yang tunggal
Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda ( berpasangan ).
Adapun yang tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah pelir dan lainnya.
Ataupun yang aslinya ganda (berpasangan) karena salah satu sudah rusak atau tidak
berfungsi sehingga menja ditunggal, seperti : mata yang tinggal satu. Mendonorkan
organ-organ seperti ini hukumnya haram,walaupun hal itu kadang tidak menyebabkan
kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin dicapai oleh pasien tidak kalah besarnya
dengan kemaslahatan yang ingin dicapai pendonor. Bedanya jika organ tubuh tadi
tidak didonorkan, maka maslahatnya akan lebih banyak, dibanding kalau dia
mendonorkan kepada orang lain.
**Donor anggota tubuh yang ada pasangannya
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia
ada yang berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga. Jika donor salah
satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan besar
donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh. Sebaliknya jika
donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya tersebut membahayakan atau
paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi sengsara, maka donor anggota
tubuh tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika tidak membawa banyak manfaat bagi
pasien penerima donor.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rasyad. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini dan Pengobatan
Kanker Hati Primer. USU Press. Sumatra.

Abdul Rasyid. Satu Kasus Karsinoma Hepato Selular Diameter Lebih dari 10 cm Diagnostik
dan Terapi. Majalah Radiologi Indonesia Thn III No. 1 1994.
Bangfad, 2008. Hepatoma. Diakses dari http://info- medis.blogspot.com/2008/11/hepatomakarsinoma-hepatoseluler.html
Bolondi L., Gaiani S., Celli N., Golfieri R., et al. Characterization of small nodules in
cirrhosis by assessment of vascularity: The problem of hypovascular hepatocellular
carcinoma. Hepatology 2005; 42: 27 34.
Jacobson
R.D.,
2009.
Hepatocelluler
Carcinoma.
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview

Diakses

dari

Rasad S., 2005. Radiologi Diagnostik. FKUI; Jakarta.


Rasyid A. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma). The Journal of
Medical School University of Sumatera Utara. Vol 39. No 2 Juni 2006.
Richard L. Baron, M.D. and Mark S. Peterson M.D. Screening the Cirrhotic Liver for
Hepatocellular Carcinoma with CT and MR Imaging: Opportunities and Pitfalls. RSNA 2001
Volume 21: 117 132.
Rifai A., 1996. Karsinoma Hati. dalam Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi
ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
S. D. Ryder. Guidelines for the diagnosis and treatment of hepatocellular carcinoma (HCC) in
adults. Gut 2003; 52 56.
Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08_150_HepatomaHepatorenal.pdf/08_150_He
patomaHepatorenal.html
http://eprints.undip.ac.id/44757/3/bab_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai