Anda di halaman 1dari 15

TUGAS TERSTRUKTUR UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH PALIATIF CARE :

MAKALAH PALIATIF CARE PADA PASIEN KANKER HATI

DOSEN PEMBIMBING : Ns. ELLY MARCE TITIHALAWA, M.Kep

Disusun Oleh :

1. 1. Bernadeta sunia sindy N NIM : 20181940


2. 2. Boy Chandra NIM : 20181941
3. 3. Gabriel Jeremy O NIM : 20181946
4. 4. Monsius meilianus y. NIM : 20181959
5. 5. Novania NIM : 20181960
6. 4. Pius Yedi NIM : 20181965
7. 7. Stephani Aurelia NIM : 20181974
8. 8. Sisi NIM : 20181973
9. 9. Yuni Ardianti NIM : 20181981

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA INSAN PONTIANAK


2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker hati merupakan tumor hati yang mencakup baik primer maupun
metastase, tumor hati primer muncul dari hepatosit, jaringan penghubung,
pembuluh darah atau duktus empedu. Kanker hati dapat disebabkan oleh sirosis
hati, hepatitis B dan C, aftatoksin, hemokromatosis dan lingkungan. Kanker hati
dapat menimbulkan tanda dan gejala yaitu mual dan muntah, perut tidak
nyaman, nyeri perut, perut kembung, mudah lelah, kulit terasa gatal, penurunan
berat badan dan demam. Dampak dari penyakit kanker hati yaitu pecahnya
tumor, pendarahan GI akibat varise, kakeksia progresi. Black & Hawks,(2014)
Diperkirakan 42.030 kasus baru kanker hati (termasuk kanker saluran empedu
intrahepatik) akan menjadi diagnosis di Amerika Serikat selama 2019, sekitar
tiga perempat di antaranya adalah karsinoma hepatoseluler. Kanker hati adalah
sekitar 3 kali lebih pada dipria dari pada wanita.Tren kejadian Kanker hati
adalah yang paling cepat peningkatan kanker pada pria, dengan tingkat kejadian
lebih dari tiga kali lipat sejak 1980; dari 2006 hingga 2015, angka ini meningkat
sekitar 3% per tahun. Kematian: Diperkirakan 31.780 kematian akibat kanker
hati akan terjadi pada 2019. American Cancer Society. Cancer Facts & Figures
(2019).
Angka kematian untuk kanker hati lebih banyak dari dua kali lipat, dari 2,8 (per
100.000) pada 1980 menjadi 6,7 pada 2016, dengan peningkatan 2,4% per tahun
dari 2007 hingga 2016. Faktor risiko: Sekitar 70% kasus kanker hati di
Indonesia yang disebabkan oleh infeksi kronis dengan virus hepatitis B (HBV)
dan virus hepatitis C (HCV), alkohol berat konsumsi, dan merokok. Risiko juga
mungkin meningkat dengan mengonsumsi makanan yang terkontaminasi
aflatoksin (Racun dari jamur yang bisa tumbuh dengan tidak benar makanan
yang disimpan, seperti kacang-kacangan dan biji-bijian). American Cancer
Society. Cancer Facts & Figures (2019).
Kanker hati hepato seluler yang berasal dari sel hati merupakan kanker nomor
lima tersering di indonesia. Dalam kelompok penyakit hati, kanker ini
menduduki tempat terbanyak ketiga setelah sirosis hati dan hepatititis. Di
indonesia kanker ini mematikan lebih dari satu juta orang per tahun. Angka
kejadian dan kematian dari kanker ini masih tinggi di indonesia disebabkan
penderita datang pada stadium lanjut. Sebenarnya angka kematian ini dapat
ditekan bila diagnosa dini dapat ditegakkan. Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 39.No 2. (2006).
Berdasarkan data yang tercatat di Rumah Sakit Myria Palembang penderita
penyakit kanker hati dalam satu tahun terakhir hanya 1 orang pasien. Sedangkan
untuk ruangan Fransiskus sendiri dalam dua bulan terakhir penderita penyakit
kanker hati yaitu 1 orang di bulan April dan satu orang di bulan Mei. Peran
perawat bagi pasien yaitu: peran promotif yaitu melakukan pelayanan kesehatan
yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan, peran
sebagai preventif yaitu suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/penyakit, peran sebagai kuratif yaitu suatu kegiatan atau serangkaian
kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian
kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin dan peran
perawat sebagai rehabilitatif yaitu serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai
anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari latar belakang di atas dimana adanya pravelensi peningkatan
komplikasi yang menyatakan kanker hati merupakan penyakit yang
mengakibatkan keadaan kritis hingga kematian serta pentingnya peran perawat
dalam kondisi tersebut oleh karena itu penulis tertarik menyusun makalah
tentang perawatan paliatif pada pasien dengan kanker hati
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Konsep penyakit
1. Definisi
Kanker hati merupakan tumor hati yang mencakup baik primer maupun metastase,
tumor hati primer muncul dari hepatosit, jaringan penghubung, pembuluh darah atau
duktus empedu. Kanker hati dapat disebabkan oleh sirosis hati, hepatitis B dan C,
aftatoksin, hemokromatosis dan lingkungan. Kanker hati dapat menimbulkan tanda
dan gejala yaitu mual dan muntah, perut tidak nyaman, nyeri perut, perut kembung,
mudah lelah, kulit terasa gatal, penurunan berat badan dan demam. Dampak dari
penyakit kanker hati yaitu pecahnya tumor, pendarahan GI akibat varise, kakeksia
progresi. Black & Hawks,(2014)
Kanker hati adalah kanker yang berasal dari sel hepatosis danbisa merupakan
kanker primer dan sekunder. Tumor dihati sebesar 90% adalah karsinoma
hepatoseluler (Turobova T, 2014).
Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karena hepatis
kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati. (gofar,
abdul, 2009).
2. Etiologi
Menurut Govan dkk, (2010) Adapun penyebab dari kanker hati ini sebagai berikut :
a. Geografi Ada insiden yang tinggi di Afrika Selatan dan Asia Tenggara.
Karsinoma sel hati hepatik jauh lebih umum pada pria. tidak ada perbedaan
jenis kelamin dengan kolangiokarsinoma.
b. sirosis tipe makronodular hadir pada 60-80 persen kasus. di negara barat 5-10
persen pasien sirosis mengembangkan kanker hati, tetapi di Afrika Selatan
angkanya adalah 60 persen. sirosis jarang dikaitkan dengan kolangiokarsinoma.
c. aflatoksin ini adalah hasil dari kontaminasi makanan, misalnya kacang tanah
dan beras oleh aspergillus flavus. di Afrika konsumsi makanan yang
terkontaminasi sejajar dengan kejadian karsinoma hati.
d. antigen permukaan hepatitis B ada hubungan antara keberadaan antigen ini pada
pasien dengan sirosis dan terjadinya hepatoma. insidensinya sangat tinggi di
Afrika Selatan dan pasien timur jauh.
e. hubungan yang tepat antara sirosis, aflatoksin, antigen hepatitis dan karsinoma
hati tidak jelas. jika muncul bahwa sirosis tidak selalu menjadi penyebab
langsung karsinoma tetapi dapat bertindak sebagai ko-karsinogen.
f. cacing hati di kolangiokarsinoma timur jauh umumnya dikaitkan dengan cacing
hati pada ikan mentah (clonorchis) dan daging kambing (fasciole).

Ada banyak penyebab kanker hati dan beberapa di antaranya masih dalam tahap
penelitian, namun faktor yang memberikan risiko lebih tinggi adalah:
a. Virus hepatitis B:
55% dari kasus kanker hati di dunia disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B. Peluang
orang yang terjangkit virus hepatitis kronis menderita penyakit kanker hati adalah 100
kali lebih tinggi dari orang yang tidak terjangkit virus hepatitis B. Hepatitis B sangat
umum ditemukan di Hong Kong, dan diperkirakan bahwa sepuluh persen dari penduduk
Hong Kong merupakan pembawa virus hepatitis B atau telah terinfeksi penyakit ini. Di
antara pembawa virus kronis ini, seperempat di antaranya berpotensi menderita sirosis,
yang bisa menyebabkan kanker hati.
b. Sirosis:
Orang yang terinfeksi virus hepatitis B berpotensi terkena hepatitis kronis dalam jangka
waktu 10 tahun, yang bisa berkembang menjadi sirosis dalam jangka waktu 21 tahun
setelahnya. Dibutuhkan waktu sekitar 29 tahun lagi untuk sirosis berkembang menjadi
kanker hati. Proses perkembangan penyakit bisa berbeda-beda antar penderita, tergantung
pada tingkat keaktifan virus hepatitisnya. Studi membuktikan bahwa virus yang lebih
aktif akan mempercepat laju kerusakan sel-sel hati, dan akibatnya, pasien akan lebih
cepat mengalami sirosis atau hepatitis kronis. Kanker hati akan terjadi dalam jangka
waktu sekitar 50 hingga 60 tahun setelah pasien terinfeksi virus hepatitis B
c. Hepatitis C:
Pembawa hepatitis B dan hepatitis C kronis berpotensi 150 kali lebih tinggi terkena
kanker hati. Kanker hati yang terkait dengan HCV lebih umum terjadi di negara-negara
bagian barat (Eropa dan Amerika Serikat).
d. Konsumsi minuman beralkohol secara berlebihan:
Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan bisa menyebabkan pengerasan hati
dan kemudian berkembang menjadi kanker hati. Peluang orang yang terjangkit virus
hepatitis B dan yang mengonsumsi minuman beralkohol menderita penyakit kanker sel
hati adalah 2 kali lebih tinggi dari orang yang terjangkit virus hepatitis B saja.
e. Penyakit Hati Berlemak Non-Pecandu Alkohol (NAFLD) dan Hepatosteatosis Non-
Pecandu Alkohol (NASH):
Obesitas, kencing manis, dan gangguan metabolik lainnya bisa menyebabkan kerusakan
hati yang mengarah ke sirosis dan kanker hati.
f. Konsumsi makanan yang beracun:
Aflatoksin yang ditemukan dalam kacang, jagung, kacang-kacangan dan biji-bijian
terbukti bisa menjadi penyebab kanker hati pada hewan percobaan.
g. Paparan terhadap bahaya lingkungan hidup dan polutan tertentu dalam jangka waktu
yang lama (seperti menghirup PVC yang digunakan di pabrik-pabrik manufaktur plastik)
h. Kolangitis atau kista koledokus bawaan bisa menyebabkan kanker saluran empedu.

3. Patofisiologi
Invasi pembuluh darah intra hepatik terjadi lebih awal dan menyebabkan
pertumbuhan difus dalam hati. Pertumbuhan sekunder dapat muncul di paru-paru
tetapi pertumbuhan intra-hepatik yang masih sering mengakibatkan gagal hati dan
kematian sebelum penyebaran ekstra-hepatik muncul (Govan dkk, 1986).
Berdasarkan etiologi dapat dijelaskan bahwa virus hepatitis B dan hepatitis C,
kontak dengan racun kimia tertentu ( misalnya : ninil korida, arsen ), kebiasan
merokok, kebiasan minum – minuman keras ( pengguna alcohol ), aftatosik atau
karsinogen dalam preparat herbal dan nitrosamin dapat menyebabkan terjadi
peradangan sel hepar.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki
suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola
normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel
hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV dan HCV akan
mengakibatkan kerusakan sel hatidan duktuli empedu intrahepatik ( empedu yang
membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati ), sehingga
menimbukan nyeri beberapa sel yang tumbuh kembali dan membentuk nodul dapat
menyebabkan percabangan pembuluh hepatic dan aliran darah pada porta yang dapat
menimbulkan hipertensi portal.hipertensi portal terjadi akibat meningkatnya resitensi
portal dan aliran darah portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatic ke sistem
portal. Dapat menimbulkan pemekaran pembuluh vena esofagus, vena rectum
superior dan vena kolateral dinding perut. Keadaan ini dapat menimbulkan
pendarahan (hematesmesis melena). Pendarahan yang bersifat masif dapat
menyebabkan anemia, perubahan arsitektur vaskuler hati menyebabkan kongesti vena
mesentrika sehingga terjadi penimbuhan cairan abnormal dalam perut (acites)
menimbulkan masalah kelebihan volume cairan.
Pada waktu yang bersamaan peradangan sel hepar mengacu proses regenerasi sel-
sel hepar secara terus menerus (fibrogenesis) yang mengakibatkan gangguan
kemampuan fungsi hepar yaitu gangguan metabolik protein, yang menyebaban
produksi albumin menurun (hipoalbuminnenia), sehingga tidak dapat
mempertahankan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotic koloid yang rendah
mengakibatkan terjadinya acites dan abdomen. Kedua keadaan ini dapat
menyebabkan masalah kelebihan volume cairan. Metabolisme protein menghasilkan
produk sampingan berupa amnomia, bila kadarnya meningkat dalam darah dapat
menimbulkan kerusakan saraf pusat yang dapat menimbulkan rangsangan mual dan
enselfalopati hepatik.
Gangguan metabolisme protein juga mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen
prothrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah sehingga dapat
menimbulkan pendarahan. Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan
duktuli empedu intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam
hati. Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,
karena terjadi retensi (akibat kerusakan exkresi) dan regurgutasi pada duktil, empedu
belum mengalami konjungasi (bilirium direk). Jadi ikterus yang timbul disini
terutama disebabkan karena kesukaran dalam penganggukan, konjuggasi dan ekresi
bilirium, oleh karena nodul tersebut menyambut vena prota atau bia jaringan tumor
tertanam dalam rongga peritoneal. Peningkatan kadar bilirubin terkonjuggasi dapat
disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang menimbulkan gatal-
gatal ikterus (smeltzer,2003).
4. Manifestasi klinis
Organ hati bisa memperbaiki dirinya sendiri. Hati masih tetap bisa berfungsi seperti
biasa, walaupun hanya tersisa sedikit bagian yang normal dari organ hati. Oleh karena
itu, kanker hati pada stadium awal tidak menunjukkan gejala kesehatan yang
signifikan. Ketika tumor berkembang menjadi lebih besar, pasien bisa mengalami hal-
hal berikut ini:

a. Nyeri di sisi kanan perut bagian atas


b. Nyeri pada bahu sebelah kanan. Hati bengkak bisa merangsang saraf diagfragma, dan
saraf ini terhubung ke saraf yang terletak di bahu sebelah kanan.
c. Kehilangan nafsu makan dan berat badan, merasa mual dan mengantuk.
d. Benjolan pada perut bagian atas
e. Kulit dan mataberwarna kuning, kulit terasa gatal: saluran empedu terhalang oleh tumor
dan menyebabkan pigmen empedu menumpuk didalam darah dan menyebabkan sakit
kuning.
f. Urin berwarna seperti the dan tinja berwarna abu-abu terang
g. Asites
Banyak penemuan klinis terkait dengan sirosis yang mendasarinya. Beberapa tanda dan
gejala yang tidak biasa berhubungan langsung dengan neoplasma.
a. Hipoglikemia, sebagian karena kebutuhan energi tumor dan sebagian karena
kemampuannya untuk menyimpan glikogen.
b. Eritrositosis. Peningkatan ringan dalam sel darah merah adalah umum pada sirosis tetapi
mungkin berlebihan pada hepatoma karena produksi tumor erythropoietin. Perubahan lain
adalah hasil dari kerusakan jaringan hati.
c. Kesal dalam pembekuan darah akibat produksi fibrinogen yang tidak teratur.
d. Efek hormon seks karena kurangnya konjugasi steroid.

5. Test diagnostic

Kelompok individu yang beresiko tinggi dan orang-orang yang mengalami gejala tersebut di
atas harus segera berkonsultasi dengan dokter keluarga dan mengatur jadwal pemeriksaan
secepatnya. Semakin awal diagnosis penyakit ini, semakin tinggi peluangnya untuk sembuh.
Pemeriksaan kesehatan yang relevan terhadap kanker hati mencangkup hal-hal sebagai
berikut.
a. Tes darah untuk alfa-fetoprotein: Jika sel-sel kanker hati terus berkembang, nilai angka
alfa-fetoprotein akan menjadi sangat tinggi. Alfa-fetoprotein merupakan indeks kanker
dan membantu diagnosis kanker hati pada stadium awal.
b. USG abdomen: USG digunakan untuk memindai struktur hati untuk mengkonfirmasi
ukuran dan lokasi tumor. Tes ini hanya akan memakan waktu selama beberapa menit dan
pasien harus puasa minum atau makan selama empat jam sebelum tes dilakukan.
c. Pemindaian dengan komputer: Sinar X digunakan untuk memindai hati dari beberapa
sudut yang berbeda untuk mendapatkan citra hati secara terperinci, yang bisa
menampilkan lokasi dan ukuran tumor secara tepat. Pasien perlu meminum cairan
pewarna kontras khusus dan seluruh proses pemeriksaan ini akan memakan waktu lebih
dari 10 menit.
d. Angiogram: Untuk mengamati aliran darah, pasien disuntikkan cairan pewarna
kontras. Tes ini bisa memastikan lokasi tumor dan pembuluh darah yang memberi
nutrisi kepada tumor.
e. Pencitraan resonansi magnetik: Medan magnet menggantikan sinar X untuk
membuat konstruksi citra penampang tubuh, yang bisa digunakan untuk
mengamati lokasi tumor kanker hati.

f. Biopsi: Dokter akan menggunakan jarum berukuran kecil untuk mengambil jaringan
tumor hati melalui kulit di perut bagian kanan saat pasien berada dalam pengaruh anestesi
lokal. Cara ini dilakukan untuk memastikan jenis sel tumor dan menentukan apakah
tumor tersebut bersifat jinak atau ganas. Tes ini biasanya dilakukan bersama dengan USG
untuk memastikan bahwa jarum digunakan pada posisi yang tepat. Ada risiko pendarahan
kecil dalam tes ini.
g. Tes Biokimia Diagnostik : Tes fungsi hati yang biasa tidak banyak artinya. Alkaline
phospha-tase serum dapat dinaikkan meskipun bilirubin plasma tetap normal.

6. Penatalaksanan

Setelah pasien didiagnosis menderita kanker hati, dokter umumnya akan menyarankan
tindakan pengobatan berikut ini, tergantung pada stadium kanker yang dihadapi:
a. Pengangkatan dengan pembedahan
Alasan tindakan pengobatan: Untuk mengangkat tumor dan jaringan yang terdampak
di sekitarnya. Cocok untuk: Pengangkatan kanker dengan teknik pembedahan radikal
cocok untuk 20% pasien penderita kanker hati yang tumornya hanya memengaruhi salah
satu dari lobus hati dan fungsi hatinya masih normal. 62% dari populasi ini bisa bertahan
hidup hingga 3 tahun, sedangkan 50% dari populasi ini bisa bertahan hidup hingga 5
tahun.
b. Kemoembolisasi Trans-Arteri (TACE)
Alasan tindakan pengobatan: Tindakan pengobatan ini dilakukan untuk
memblokir pembuluh darah guna menghentikan asupan nutrisi kepada tumor. Tindakan
ini bisa menghentikan pertumbuhan tumor kanker dan mengurangi ukuran besarnya. Hal
ini bisa dicapai dengan menyuntikkan obat ke dalam pembuluh darah tertentu yang
menyediakan asupan nutrisi kepada tumor melalui aorta. Tindakan ini dilakukan untuk
memblokir arteri yang memberi nutrisi pada kanker hati tanpa memengaruhi jaringan hati
yang normal.
Cocok untuk: Tindakan pengobatan ini cocok bagi pasien yang tumornya telah
menyebar ke kedua sisi hati, namun belum menyebar ke organ lain, atau pasien yang
tumornya hanya terletak di satu sisi hati tetapi fungsi hati, lokasi tumor, ukuran tumor,
atau jumlah tumor tidak sesuai dengan persyaratan operasi bedah atau pengobatan ablatif
lokal.

c. Injeksi alkohol
Alasan tindakan pengobatan: Lokasi tumor bisa dipastikan dengan bantuan
pemindaian USG atau komputer. Setelahnya, alkohol dengan konsentrasi 95%
disuntikkan secara langsung ke tumor dengan jarum tipis melalui kulit. Alkohol dengan
tingkat konsentrasi tinggi ini akan mengeringkan sel dan membunuhnya.
Cocok untuk: Sangat cocok untuk pasien dengan ukuran tumor lebih kecil dari 3
cm atau yang jumlah tumornya kurang dari 3 buah. Karena injeksi hanya bisa
menghancurkan bagian tengah tumor, jaringan di sekitarnya akan tetap bertahan dan terus
berkembang. Pasien harus mendapatkan banyak suntikan untuk membunuh semua sel
kanker hati yang ada.
d. Ablasi frekuensi radio
Alasan tindakan pengobatan: Tindakan pengobatan ini dilakukan dengan
menggunakan teknik pengobatan termal lokal, menggunakan suhu 60∘C untuk
menghancurkan jaringan tumor. Tergantung pada lokasi dan ukuran tumornya, operasi
bedah bisa dilakukan melalui perkutan atau laparotomi. Ultrasonografi dilakukan secara
bersamaan untuk memandu elektroda dan memantau tingkat ablasi tumor. Cocok untuk:
Bagi mereka yang terinfeksi kanker hati primer dan kanker hati metastatik.
e. Transplantasi hati
Alasan tindakan pengobatan: Tindakan pengobatan ini dilakukan bagi mereka
yang tidak bisa menjalani tindakan operasi bedah untuk mengangkat hati. Khusus bagi
pasien yang fungsi hatinya telah memburuk, dan pasien yang telah menjalani tindakan
pengobatan Kemoembolisasi Transarterial dan injeksi alkohol, asalkan ukuran tumornya
tidak lebih besar dari 5 cm. Jika tumor telah berkembang hingga mencapai ukuran
tertentu, besar kemungkinannya bahwa sel-sel kanker tersebut telah menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Jika transplantasi hati dilakukan, sel kanker akan memperbanyak diri
dengan cepat di organ hati yang baru, yang akan mengakibatkan kambuhnya kanker hati.
f. Iradiasi Internal Selektif (SIRT)
Alasan tindakan pengobatan: SIRT merupakan teknik radio-embolisasi di mana
mikrosfer radioaktif disuntikkan melalui kateter intravaskular ke dalam arteri hepatika
yang memberikan nutrisi kepada tumor. Mikrosfer ini ditandai dengan Itrium-90 yang
mampu memancarkan radiasi jarak pendek. Oleh karena itu, SIRT memungkinkan
dilakukannya iradiasi preferensial tumor dengan dosis radiasi yang tinggi tanpa
menyebabkan kerusakan parah pada fungsi hati yang normal. Berbagai laporan penelitian
SIRT pada pasien dengan kanker hati stadium lanjut menunjukkan tingkat respons (RR)
20-89%, dan median waktu perkembangan dari 7-12 bulan.
Cocok untuk: kanker hati yang tidak memenuhi persyaratan operasi bedah atau
terapi ablatif lokal. Berbeda dengan TACE, beberapa pasien dengan trombosis vena
Portal yang menunjukkan kontraindikasi terhadap TACE, tampaknya bisa menerima dan
mentolerir SIRT dengan baik. Perbandingan retrospektif antara SIRT dan TACE
menunjukkan tingkat efikasi yang serupa, namun belum ada laporan penelitian terkontrol
acak yang membandingkan SIRT dan TACE secara langsung.
SIRT menunjukkan kontraindikasi pada pasien yang memiliki fungsi hati yang
buruk atau asites yang tidak terkendali. Pemeriksaan pra-pengobatan dengan angiogram
hati dan pemindaian Teknesium MAA diperlukan untuk mengevaluasi jumlah serapan
mikrosfer di paru-paru, hati, dan saluran pencernaan. Pemberian mikrosfer SIR yang
tidak disengaja ke saluran pencernaan atau pankreas akan menyebabkan nyeri abdomen
akut, pankreatitis akut, kolesistitis, atau tukak lambung. Penyusutan paru-paru secara
berlebihan bisa menyebabkan pneumonitis radiasi. Radiasi secara berlebihan ke parenkim
hati yang normal bisa mengakibatkan hepatitis radiasi.

g. Radioterapi tubuh ablatif stereotaktik (SABR)


Alasan tindakan pengobatan: Iradiasi sinar eksternal untuk HCC jarang
digunakan di masa lalu karena tingkat toleransi radiasi hati yang rendah. Risiko penyakit
hati yang diakibatkan oleh radiasi (RILD) meningkat seiring dengan fungsi dasar hati
yang buruk. Dengan semakin banyaknya pengalaman penggunaan metode pengobatan
ini, sekarang diketahui bahwa pengendalian penyakit bisa dilakukan jika dosis radiasi
yang tinggi bisa dikirimkan ke tumor sambil mempertahankan jumlah cadangan hati yang
masih berfungsi dengan normal. Kemajuan teknologi dalam bidang Radioterapi tubuh
ablatif stereotaktik (SABR) melalui penggunaan registrasi citra multi-modalitas,
perencanaan pengobatan radiasi, manajemen gerak pernapasan, dan terapi radiasi dipandu
citra telah meningkatkan akurasi pengobatan secara signifikan dan memungkinkan
penyampaian dosis ablatif radiasi secara aman ke HCC yang tidak bisa dioperasi secara
fokal.
Cocok untuk: pasien yang tidak setuju untuk menjalani operasi bedah atau terapi
ablatif lokal. Tindakan ini juga diindikasikan pada pasien yang telah mengalami
kekambuhan meskipun telah menjalani beberapa sesi TACE. Pasien dengan trombosis
vena portal yang tidak cocok dengan TACE juga bisa diobati dengan SABR. Tingkat
respons objektif mencapai 80-90% pada HCC dengan ukuran kurang dari 5 cm, dan
berada di rentang 50-70% pada kanker yang berukuran lebih besar. Peningkatan kendali
lokal dan kelangsungan hidup teramati pada pasien yang diobati dengan dosis yang lebih
tinggi.
h. Terapi sistemik & Terapi yang ditargetkan
Sebelum adanya pengembangan sorafenib, hampir tidak ada lini pertama terapi
sistemik untuk pengobatan HCC yang tidak bisa dioperasi. Berbagai macam penelitian
terkontrol acak menunjukkan bahwa penggunaan kemoterapi sistemik, senyawa
hormonal, oktreotida dan interferon pada pasien dengan HCC yang tidak bisa dioperasi
tidak meningkatkan kelangsungan hidup pasien bila dibandingkan dengan tidak
dilakukannya tindakan pengobatan apa pun.
Sorafenib saat ini menjadi satu-satunya terapi yang ditargetkan yang disetujui
oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat untuk digunakan pada
pasien dengan HCC yang tidak bisa dioperasi, berdasarkan pada tingkat ketahanan hidup
dibandingkan dengan perawatan dukungan terbaik yang ditunjukkan dalam dua penelitian
terkontrol acak. Sorafenib menghambat reseptor kinase tirosina berikut ini: VEGFR-2,
VEGFR-3, PDGFR-b, c-KIT, dan Flt-3. Karena Sorafenib berpotensi menurunkan aliran
darah dalam tumor, penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki sorafenib sebagai
pengobatan adjuvan untuk potensi pengobatan kuratif seperti tindakan bedah atau ablasi
lokal di HCC yang bisa dioperasi, atau kombinasi dari sorafenib dan TACE atau SBRT
pada pasien dengan HCC yang tidak bisa dioperasi.
Meskipun sorafenib menjadi pilihan pengobatan paliatif untuk pasien penderita
HCC stadium lanjut, sorafenib juga menghasilkan toksisitas yang secara signifikan bisa
memengaruhi kualitas hidup pasien. Tingginya tingkat efek samping dermatologi
(sindrom tangan kaki), hipertensi, kelelahan, dan rasa tidak nyaman pada pencernaan
telah dilaporkan oleh pasien yang menjalani metode pengobatan ini. Komplikasi lainnya
termasuk iskemia jantung, disfungsi tiroid, perforasi usus, pendarahan, dan hepatitis.
i. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan perpaduan teknik
yang menggunakan energi psikologis dan kekuatan spiritual serta doa untuk
mengatasi emos i negatif. SEFT langsung berurusan dengan “gangguan sistem
energi tubuh” untuk menghilangkan emosi negatif dengan menyelaraskan kembali
sistem energy tubuh. SEFT efektif mengatasi stres karena didalamnya terdapat
beberapa teknik terapi yang terangkum dan dipraktikkan secara sederhana, terapi
tersebut meliputi do’a, NLP (Neuro Linguistic Programming), hypnotherapy,
visualisasi, meditasi, relaksasi, imagery dan desensitisasi (Zainudin, 2008).
Penelitian yang mendukung keefektifan SEFT telah dilakukan oleh Rowe (2005;
dalam Zainudin, 2008), yaitu EFT (Emotional Freedom Technique). Rowe
mengevaluasi tingkat stres 102 peserta pelatihan EFT dengan alat ukur
psychological distress SCL-90-R (SA-45), dan hasilnya menunjukkanpenurunan
tingkat stres yang signifikan. Selain itu,penelitian Ulumi (2014) juga
menunjukkan bahwa EFT dapat menurunkan kecemasan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker hati merupakan tumor hati yang mencakup baik primer maupun
metastase, tumor hati primer muncul dari hepatosit, jaringan penghubung,
pembuluh darah atau duktus empedu. Kanker hati dapat disebabkan oleh
sirosis hati, hepatitis B dan C, aftatoksin, hemokromatosis dan lingkungan.
Kanker hati dapat menimbulkan tanda dan gejala yaitu mual dan muntah,
perut tidak nyaman, nyeri perut, perut kembung, mudah lelah, kulit terasa
gatal, penurunan berat badan dan demam. Dampak dari penyakit kanker hati
yaitu pecahnya tumor, pendarahan GI akibat varise, kakeksia progresi.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah tentunya tidak lepas dari kesalahan dalam
penulisannya, untuk itu kami sangat memerlukan saran dan kritik yang
bersifat membangun agar penulisan makalah dapat semakin baik
Daftar Pustaka

Anonim (2010). Proyek CPP-Indonesian Aged Care Project “Memahami Perawatan Paliatif. Dia

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed. New York :
Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011).

Menkes RI.(2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


812/Menkes/Sk/Vii/2007 Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta

Inayah, Iin, 2004, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pencernaan,  Edisi 1, Salemba Medika : Jakarta

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner dan
Suddarth, Edisi 8, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai