Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

SPLENOMEGALI

I. KONSEP SPLENOMEGALI
A. Pengertian Splenomegali
Splenomegali adalah kondisi pembesaran pada organ limpa. Limpa
terletak di bawah dada, di balik susunan tulang rusuk sebelah kiri. Pada
kondisi splenomegali, limpa yang sewajarnya berukuran sebesar kepalan
tangan, dapat menjadi berukuran antara 11 cm hingga lebih dari 20 cm
dengan berat yang mencapai atau lebih dari 1 kg.
Kondisi ini dapat turut memengaruhi fungsi limpa jika tidak segera
diobati. Beberapa fungsi dasar limpa yang dapat ikut terganggu, yaitu
kemampuan menyaring sel darah sehat dari sel darah yang rusak, dan
sebagai penyimpanan sel darah merah dan platelet. Sel darah merah dan
platelet berperan dalam proses pembekuan darah. Jumlah sel darah merah
yang berlebihan dalam limpa dapat menyumbat limpa, merusak, atau
menghancurkan beberapa bagian di dalam limpa (Mansjoer, Triyanti &
Kuspuji, 2011).

B. Etiologi Splenomegali
Betz Cecily (2010) menyatakan beberapa penyakit atau infeksi yang
berperan dalam berkembangnya kondisi splenomegali, antara lain:
1. Infeksi virus, misalnya infeksi mononukleosis. Pada negara-negara
berkembang, infeksi mononukleosis adalah penyebab splenomegali
yang paling sering.
2. Infeksi parasit, seperti malaria.
3. Infeksi bakteri, misalnya penyakit sifilis atau endokarditis.
Pada kasus infeksi bacterial yang bersigat akut, ukuran limpa sedikit
membesar. Pembesaran terjadi akibat peradangan yang menyebabkan
peningkatan infiltrasi sel-sel fagosit dan sel-sel neutrofil. Jaringan atau
sel-sel yang mati akan di cerna oleh enzim, sehingga konsistensi
menjadi lembek, apabila di sayat mengeluarkan cairan berwarna

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
merah, bidang sayatan menunjuukkan warna merah merata.
Permukaan limpa masih lembut dan terlihat kriput. Peradangan dapat
meluas sampai pada kapsula limpa yang disebut sebagai perisplenitis
dengan atau tanpa di sertai abses.
4. Infeksi akut : infeksi mononucleosis, infeksi hepatitis, sub akut
bacterial endokarditis, psittakosis.
5. Infiltrasi sel-sel kanker ke limfa pada kanker darah (seperti leukemia)
dan limfoma (seperti penyakit Hodgkin).
6. Sirosis dan kondisi lain yang berkaitan dengan organ hati.
7. Berbagai jenis hemolitik anemia, yaitu kondisi yang menyebabkan
hancurnya sel darah merah.
8. Gangguan metabolisme, misalnya penyakit Gaucher dan Niemann-
Pick.
9. Tekanan atau pembekuan yang terjadi pada pembuluh darah limpa,
atau hati.
10. Neoplasma atau tumor
Dapat bersifat primer dan skunder. Pada kondisi primer, sel-sel
onkpgenik limfa secara primer tumbuh menjadi sel tumor. Kondisi
sekunder pada umumnya terjadi karena pengaruh pada saat
penyebaran (metastatic) sel limfoma dan leukemia.
11. Kelainan sel darah
Pembesaran limfa akibat kelainan darah dapat disebabkan oleh
produksi sel-sel darah abnormal (anemia hemolitik yaitu idiopatik
trombositopenia), pada leukemia, dan limfoma serta gagal sumsum
tulang kronis karena fibrosis atau infiltrasi sekunder sel tumor.
12. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi dapat menyebabkan kongesti pembuluh darah
pada limpa. Keadaan kongesti ini dapat disebabkan oleh dua kondisi
utama yaitu gagal jantung kongestif (congestive heart failure / CHF
dan serosis hati atau hepatic chirrosis. Kondisi gagal jantung (dilatasi
menyebabkan kongesti umum atau sistemik pembuluh darah balik,
terutama vena porta dan vena splenik. Keadaan ini menyebabkan

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
tekanan hidrostastik vena meningkat dan mengakibatkan terjadinya
pembesaran limfa. Pada kondisi serosis hati aliran darah pada vena
porta mengalami obstruksi, karena terjadi fibrosis hati. Keadaan
seperti ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik vena porta
dan vena splenik sehingga mengakibatkan pembesaran limpa.
Pembesaran limpayang di akibatkan serosis hati ini dapat disertai
penebalan local pada kapsula.
13. Selain akibat penyakit dan infeksi, beberapa faktor risiko tambahan
juga dihadapi oleh kelompok tertentu yang menjadikan mereka rentan
terkena splenomegali. Faktor-faktor risiko ini, antara lain:
a. Orang-orang yang tinggal di kawasan atau bepergian ke area yang
memiliki riwayat penyebaran epidemi malaria.
b. Penderita penyakit Gaucher, Niemann-Pick, atau gangguan
metabolisme turunan lainnya yang dapat berdampak kepada
kondisi organ limpa dan hati.
c. Anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan sistem
kekebalan tubuh, neoplasia, hemolisis, atau terkena infeksi
mononukleosis

C. Manifestasi Klinis Splenomegali


Boediwarsono (2010) mengemukakan splenomegali dapat tidak
disertai dengan kemunculan gejala pada diri penderita. Namun, pada
sebagian penderita, dapat teraba sebuah benjolan pada area kiri atas perut
dan mungkin menimbulkan rasa sakit. Benjolan ini berisiko melebar ke
arah perut, dada, hingga bahu kiri pasien. Gejala lain yang mungkin
dirasakan, antara lain:
1. Merasa kenyang tanpa sebab atau setelah mengonsumsi makanan dalam
porsi kecil. Hal ini disebabkan oleh pembesaran limpa yang menekan
area perut.
2. Kelelahan.
3. Anemia.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
4. Lebih sering mengalami infeksi akibat terganggunya fungsi organ
limpa.
5. Lebih mudah mengalami pendarahan.
6. Rasa sakit bertambah buruk ketika bernapas.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
D. Patway Splenomegali

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
Program Studi Profesi Ners 2018/2019
STIKes Kepanjen
E. Epidemiologi Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran atau pembengkakan yang terjadi
pada organ limpa. Limpa adalah organ yang berhubungan dengan
penyaringan darah dan berhubungan dengan reaksi sistem imun.
Splenomegali adalah penyakit yang tidak jelas penyebabnya dan
berkembang di daerah tropis. Splenomegali menempati urutan ke dua belas
penyebab utama kematian di tiap negara, terhitung sebanyak 27.000 lebih
kasus kematian setiap tahunnya. Penyakit ini paling sering di temukan di
Negara Afrika dan Asia. Dalam setahun angka kejadian mencapai 90-100
kasus per 100.000 populasi, sedangkan di Amerika Serikat sebanyak 1000
populasi orang dewasa sebanyak 3,6% menderita splenomegali. Angka
kejadian di Indonesia, menunjukkan pria lebih banyak menderita
splenomegali dari wanita (2-4, 5:1) terbanyak didapat pada dekade kelima.
Di rumah sakit Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2010 di
ruangan rawat inap penyakit dalam tercatat 162 penderita, 94 orang pria
dan 8 orang wanita. Di medan dalam kurun waktu 4 tahun dari 19.914
pasien yang dirawat di bagian Penyakit Dalam, didapatkan 1.128 pasien
penyakit hati (5%) (Tarigan, 2010).

F. Komplikasi Splenomegali
menyatakan komplikasi dari pembesaran limpa (spleen) adakah
infeksi dan ruptur pada limpa. Terjadinya infeksi pada splen dapat
mengurangi jumlah sel-sel darah merah yang normal, trombosit dan sel
darah putih dalam aliran darah. Komplikasi splenomegali juga dapat
mempengaruhi jumlah leukosit yang menyebabkan terjadinya infeksi yang
berulang. Selain itu komplikasi yang terjadi pada klien dengan splen
adalah anemia, risiko perdarahan, dan yang paling parah adalah terjadinya
pembesaran yang menyebabkan splen menjadi pecah. Hal tersebut apabila
tidak ditangani secepat mungkin dapat mengancam jiwa karena berisiko
terjadi perdarahan pada abdomen (Gibson, 2010).

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
G. Pemeriksaan Penunjang Splenomegali
Menurut Widyanto (2011) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk penegakkan diagosis splenomegali antara lain :
1. Biasanya pemeriksaan limpa yang membesar dilakukan pada saat
pemeriksaan fisik. Untuk memastikan penyebab splenomagali, pasien
mungkin akan melakukan tes darah, ultrasound, dan pencitraan organ
tubuh untuk mendapatkan dan memastikan diagnosis splenomegali.
2. Tes darah dilakukan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis sel darah
di tubuh, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Tes
pencitraan tubuh CT scan atau tes ultrasound mungkin turut dilakukan
untuk mengetahui ukuran limpa dan melihat keadaan organ lain yang
tertekan akibat ukuran limpa yang membesar. Sementara itu, tes MRI
scan dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa baik aliran darah
dalam limpa.
3. Tes penunjang lain juga mungkin dilakukan untuk mencari tahu
penyebab splenomegali, seperti tes fungsi organ hati dan uji tulang
sumsum untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang kondisi
yang mendasari splenomegali. Uji tulang sumsum dapat dilakukan
dengan prosedur bedah biopsi atau menyedot (aspirasi) cairan sumsum.
Kedua prosedur juga bisa dilakukan secara bersamaan.
4. Pada kasus tertentu, pengangkatan limpa dilakukan untuk diperiksa di
bawah mikroskop. Tindakan ini bertujuan mencari tahu kemungkinan
adanya limfoma atau penyebab splenomegali lainnya yang tidak
terdeteksi oleh pemeriksaan-pemeriksaan lain yang telah disebutkan
sebelumnya

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
H. Penatalaksanaan Splenomegali
Menurut (Handayani Wiwik, 2012) penatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan splenomegali antara lain :
1. Mengingat splenomegali dapat dipicu oleh beberapa penyakit yang
diderita pasien, maka fokus utama dari pengobatan splenomegali akan
dimulai dengan upaya penyembuhan penyakit-penyakit yang mendasari
tersebut terlebih dahulu. Misalnya, untuk splenomegali yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, akan dilakukan pemberian antibiotik
sebagai tindakan pengobatan.
2. Sebuah tindakan pembedahan juga mungkin diambil ketika
splenomegali telah menyebabkan komplikasi serius, tidak diketahui
penyebabnya, ataupun saat penyebabnya diketahui namun tidak dapat
disembuhkan. Alternatif lain dari prosedur pembedahan ini adalah
terapi radiasi untuk mengecilkan limpa.
3. Penderita splenomegali sebaiknya membatasi kegiatan fisik yang dapat
menyebabkan pecah atau bocornya limpa, seperti sepak bola, hoki, dan
kegiatan fisik lain. Gunakan sabuk pengaman saat berkendara untuk
menjaga keselamatan dan mencegah cedera pada organ limpa. Pastikan
Anda telah mendapatkan atau memperbarui vaksinasi tahunan, seperti
vaksinasi flu, tetanus, difteri, dan batuk rejan (pertusis). Vaksinasi
diperlukan karena penderita splenomegali rentan terkena infeksi. Pasien
dapat menanyakan kepada dokter mengenai vaksinasi tambahan lain
yang diperlukan.
4. Pasien yang organ limpanya telah diangkat tetap dapat hidup aktif dan
beraktivitas dengan normal, namun akan memiliki risiko lebih tinggi
untuk terkena infeksi dan dapat membahayakan nyawanya. Beberapa
langkah berikut dapat membantu mengurangi risiko infeksi pada pasien
yang telah mengalami pengangkatan organ limpa, yaitu:
5. Mengonsumsi penisilin atau antibiotik lainnya setelah operasi atau
ketika ada kemungkinan terjadi infeksi. Selain itu, segera hubungi
dokter jika merasa mengalami demam karena kondisi ini juga bisa
dianggap sebagai indikasi infeksi.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
6. Mendapatkan vaksinasi sebelum dan sesudah pengangkatan limfa.
Beberapa jenis vaksin yang tersedia, antara lain pneumococcal (yang
diberikan tiap lima tahun semenjak operasi dilakukan), meningococcal,
dan haemophilus influenzae. Vaksin-vaksin ini akan melindungi pasien
dari pneumonia, meningitis, dan infeksi pada tulang, sendi, serta darah.
7. Menghindari kunjungan ke daerah-daerah yang memiliki riwayat
penyebaran suatu penyakit, seperti malaria.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Splenomegali


A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi
kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara
umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut
berkembang.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang
mendukung terjadinya splenomegali seperti infeksi bakteri , infeksi
dari bagian tubuh lain yang terbawa oleh aliran darah.
d. Kaji keluhan pasien sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada kasus splenomegali adalah
lelah, penurunan kemampuan aktivitas, tidak nafsu makan, mual dan
muntah, nyeri perut di bagian kanan atas, nyeri pada bahu sebelah
kanan, demam.

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
e. Riwayat penyakit keluarga
Dilakukan pengkajian pada anggota keluarga apakah pernah
menderita penyakit yang sama atau tidak.
2. Pengkajian Data ADL (Activity Daily Living)
a. Aktivitas dan istirahat
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa
otot/tonus.
b. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit
jantung, reumatik, kanker, Distrimia, bunyi jantung ekstra (S3, S4).
c. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
penurunan atau tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat,
melena, urin gelap, pekat.
d. Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima,
Mual, muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan
penggunaan jaringan, Edema umum pada jaringan, Kulit
kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas berbau/fetor
hepatikus, perdarahan gusi.
e. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian,
penurunan mental, perubahan mental, bingung halusinasi, koma
bicara lambat/tak jelas.
f. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer,
Perilaku berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
g. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,
Ekspansi paru terbatas (asites), Hipoksia

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
h. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik,
ekimosis, petekia. Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
(Nelson, 2014)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang
membesar serta nyeri tekan dan asites)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan
berat badan
3. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada lien
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
5. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya
cairan dalam rongga toraks
(Nelson, 2014)

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
C. Intervensi Keperawatan
NOC NIC
No. Diagnosa Keperawatan
(Tujuan & Kriteria Hasil) (Intervensi)
1. Nyeri kronis NOC: NIC
a. Pain Level, Pain Management
berhubungan dengan
b. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
agen injuri biologi (hati c. Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan asuhan kualitas dan faktor presipitasi
yang membesar serta
keperawatanselama 2x24 jam 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri tekan dan asites) diharapkan nteri berkurang dengan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
indicator: mengetahui pengalaman nyeri pasien
a. Mampu mengontrol nyeri 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu 5. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menggunakan menemukan dukungan
tehnik nonfarmakologi untuk 6. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
mengurangi nyeri, mencari sepertisuhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
bantuan) 7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri 8. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
berkurang dengan menggunakan nonfarmakologi dan inter personal)
manajemen nyeri. 9. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
c. Mampu mengenali nyeri intervensi
(skala,intensitas, frekuensi dan 10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
tandanyeri) 11. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
d. Menyatakan rasa nyaman 12. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
setelahnyeri berkurang 13. Tingkatkan istirahat
e. Tanda vital dalam rentang 14. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
normal. tindakannyeri tidak berhasil

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyerisebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosisoptimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyerisecara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
2 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
1. Energy conservation Tindakan Mandiri :
berhubungan dengan
2. Activity tolerance a. Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas normal,
kelelahan dan 3. Self care : ADL’s catat laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan
menyelesaikan tugas.
penurunan berat badan
Kriteria Hasil : b. Kaji kehilangan/ gangguan keseimbangan gaya jalan,
1. Berpartisipasi dalam aktivitas kelemahan otot.
fisik tanpa disertai peningkatan c. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
tekanan darah, nadi, RR mampu dilakukan
2. Mampu melakukan aktivitas d. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
sehari – hari secara mandiri kekurangan dalam beraktivitas
3. Status respirasi : ventilasi e. Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring
adekuat bila diindikasikan,
f. Berikan bantuan dalam aktivitas/ ambulasi bila perlu,
memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak
mungkin.

3 Hipertermia NOC : NIC :


Thermoregulation Fever Treatment :
berhubungan dengan
Kriteria Hasil : 1. Pantau suhu pasien (Derajat dan pola) perhatikan
proses inflamasi pada 1. Suhu tubuh dalam rentang adanya menggigil atau diaforesis.
normal yaitu 2. Pantau suhu lingkungan, tambahkan linen tempat tidur
lien
S : 36, 5 – 37,00C sesuai indikasi.
2. Nadi dan RR dalam rentang 3. Berikan kompres hangat, hindari penggunaan alkohol
normal yaitu di aksila, kening, tengkuk, dan lipatan paha.
RR : 16 – 20X/mnt 4. Observasi hidrasi (mis.turgor kulit, kelembapan
3. Tidak ada perubahan warna membran mukos)
kulit dan tidak ada pusing 5. Anjukan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter perhari.
6. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali secara dini hipertermia.
4 Ketidakseimbangan NOC : NIC :
a. Nutritional Status Nutrision Management
nutrisi, kurang dari
b. Nutritional Status : food and 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
c. Nutritional Status : nutrient kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
berhubungan dengan
intake 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
anoreksia dan d. Weight control 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
gangguan
Kriteria Hasil : 5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
gastrointestinal. 1. Adanya peningkatan berat badan 6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
sesuai dengan tujuan 7. Kaji kemempuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
2. Berat badan ideal sesuai dengan yang dibutuhkan
tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi Nutrition Monitoring
kebutuhan nutrisi 1. BB pasien dalam batas normal
4. Tidak ada tanda-tanda 2. Monitor adanya penurunan berat badan
malnutrisi 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan
5. Menunjukkkan peningkatan 4. Monitor lingkungan selama makan
fungsi pengecapan dari menelan 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
6. Tidak terjadi penurunan berat makan
badan yang berarti 6. Monitor mual muntah
7. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
8. Monitor kalori dan intake nutrisi
5. Pola napas yang tidak NOC : NIC :
4. Respiratory status : ventilation Airway Management
efektif berhubungan
5. Respiratory status : airway 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
dengan asites dan patency 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Vital sign status 3. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
restriksi
4. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
pengembangan toraks Kriteria Hasil : keseimbangan.
1. Mendomentrasikan batuk efektif 5. Monitor respirasi dan status O2
akibat aistes, distensi
dan suara nafas yang bersih, Oxygen therapy
abdomen serta adanya tidak ada sianosis dan dyspneu 6. Pertahankan jalan nafas yang paten
(mampu mengeluarkan sputum, 7. Monitor tanda tanda vital

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
cairan dalam rongga mampu bernafas dengan mudah, 8. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
tidak ada pursed lips)
toraks
2. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (frekuensi pernafasan
dalam rentang nornal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3. Tanda tanda vital dalam rentang
normal

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, Triyanti Kuspuji, dkk. (2011). Kapita selekta kedokteran. Jakarta :
EGC
Betz Cecily Lynn. (2010). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno. (


2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya

Gibson John. (2010). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta :
EGC

Handayani Wiwik. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Widyanto. (2011). Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

Nanda NIC-NOC.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta : ECG
Nanda NIC-NOC.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG
Nelson. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi keenam. Jakarta : EGC
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 2010. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Program Studi Profesi Ners 2018/2019


STIKes Kepanjen

Anda mungkin juga menyukai