DI SUSUN OLEH :
MUH. FARDIANSYAH
NIM. 2022031020
CI LAHAN CI INSTITUS I
Mata merupakan organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak,
yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk
mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis
sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan,
memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak (Junqueira, 2019).
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya
karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti
cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya
cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot
polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika
berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya
terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis
memendek, ukuran pupil meningkat yang terjadi pada cahaya temaram untuk
meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood, 2016).
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan
kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di
retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang
diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi
lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa
mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan
lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf
simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem
saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood,
2018).
C. Etiologi
Menurut Iilyas,(2017) katarak dapat disebabkan sebagai berikut:
1. Ketuaan biasanya dijumpai pada katarak senilisis
2. Trauma terjadi oleh karena pukulan benda tajam/tumpul, terpapar oleh sinar X atau benda-
benda radioaktif.
3. Penyakit mata seperti uveitis
4. Penyakit sistemis seperti diabetes mellitus
5. Defek congenital
D. Patofisiologi
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda dapat
disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes mellitus, namu sebenarnya
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang
secara kronik dan matang ketika orang memasuki decade ketujuh.
Katarak dapat bersipaf kongenital dan harus diidentifikai awal, karena bila tidak
terdiagnosa dapat menyebabkan amblyopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi sinar ultraviolet B, Diabetes dan asupan
vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama. Dalam keadaan normal transfaransi
lensa terjadi karena adanya keseimbangan antara protein yang dapat larut dengan protein yang
tidak dapat larut dalam membrane sesemi permeable. Apabila terjadi peningkatan jumlah
protein yang tidak dapat diserap, mengakibatkan jumlah protein dalam lensa melebihi jumlah
protein pada bagian lain sehingga membentuk massa transparan atau bitnik kecil disekitar lensa,
membentuk suatu kapsul yang dikenal dengan katarak. Terjadinya penumpukan cairan/degenasi
dan desintegrasi.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
Secara umum gejala katarak sebagai berikut:
1. Merasa ada kabut yang menghalangi disekitar mata
2. Mata sangat peka terhadap sinar
3. Bila menggunakan sebelah mata benda yang dilihat menjadi double
4. Memerlukan cahaya terang agar dapat membaca
5. Lensa mata berubah menjadi buram dan tidak bening
6. Sering berganti kacamata tetapi sulit melihat dengan jelas
G. Komplikasi
1. Glaucoma
Glaukoma. Sebuah katarak senilis, yang terjadi pada usia lanjut, pertama kali akan terjadi
keburaman dalam lensa, kemudian pembengkakan lensa dan penyusutan akhir dengan
kehilangan transparasi seluruhnya. Selain itu, seiring waktu lapisan luar katarak akan
mencair dan membentuk cairan putih susu, yang dapat menyebabkan peradangan berat jika
pecah kapsul lensa dan terjadi kebocoran. bila tidak diobati, katarak dapat menyebabkan
glaukoma.
2. Uveitis
Protein lensa keluar dan dianggap benda asing, sehingga tubuh berusaha
menghancurkannya. Keadaan ini menimbulkan reaksi uveitis
3. Subluksasi dan Dislokasi lensa
Terjadi pada stadium hipermatur, di mana pada stadium ini zonulnya menjadi kaku
dan rapuh sehingga bisa lepas dari lensa. Lensa bisa subluksasi atau dislokasi
4. Prolaps iris
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode pascaoperasi dini.
Terlihat sebagai daerah berwarna gelap pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi.
Keadaan ini membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
5. Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka gel vitreous dapat
masuk ke dalam bilik anterior, yang merupakan risiko terjadinya glaukoma atau traksi
pada retina. Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrumen yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi). Pemasangan lensa intraokular sesegera
mungkin tidak bisa dilakukan pada kondisi ini.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan kerusakan kornea,
lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke
retina
2. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perda rahan.
7. Pemeriksaan lampu slit
8. A-scan ultrasound (echography).
9. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Terapi penyebab katarak
1) Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang
bersifat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasi, dan miotik kuat,
menghindari radiasi dapat memperlambat atau mencegah terjadinya proses
kataraktogenik.
2) Penilaian terhadap perkembangan visus pada katarak insipien dan imatur:
a) Retraksi sering berubah sangat cepat, sehingga harus sering di koreksi
b) Pengaturan pencahayaan, pasien dengan kekeruhan dibagian perifer lensa
dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan yang terang. Berbeda
dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya remang yang
ditempatkan disamping dan sedikit di belakang kepala pasien akan
memberikan hasil terbaik
c) Penggunaan kacamata gelap, pada pasien dengan kekeruhan lensa dibagian
sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman apabila
beraktivitas diluar ruangan.
d) Midriatil, dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral aksial
dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau
tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.
2. Pembedahan katarak
a. Pengankatan lensa
Ada tiga macam teknik pembedahan ynag biasa digunakan untuk mengangkat
lensa:
1) Operasi katarak Ekstrakapsular atau Ekstraksi katarak ekstra kapsular
(EKEK/ECCE)
EKEK adalah tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana
dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan
tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan
kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intraokuler
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intraokuler, kemungkinan
akan dilakukan bedah glaukomamata dengan predisposisi untuk terjadinya
prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema,
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
2) Operasi katarak intrakapsular atau Ekstraksi katarak intrakapsular(EKIK/ICC)
EKIK adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan
mudah putus. Pada katarak ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan pembedahan yang sangat lama populer. Pembedahan
ini dilakukan dengan mempergunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus
sehingga penyulit tidak banyak. Katarak ekstraksi intrakapsular ini tidak boleh
dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini adalah astigmatisme, glaucoma ,uveitis, endoftalmiti dan
perdarahan. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.
3) Phacoemulsification:
Merupakan modifikasi dari ECCE. Pembukaan kapsul dilakukan dengan
teknik Capsular Helix. Keuntungannya: insisi lebih kecil, komplikasi lebih
sedikit, dan lebih aman
b. Penggantian lensa
Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapatkan
lensa buatan sebagai pengganti lensa yang teleh diangkat. Lensa buatan ini merupakan
lempengan plastik yang disebut lensa intraokuler dan biasanya lensa intraokuler
dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata. Untuk mencegah infeksi, mengurangi
peradangan, dan mempercepat penyembuhan selama beberapa minggu setelah
pembedahan di berikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera,
penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari
logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh
J. Pencegahan
1. Memeriksa kondisi mata secara rutin
2. Melindugi mata dari paparan sinar UV
3. Menjaga kesehatan tubuh
4. Mengonsumsi makanan bergizi
5. Menjaga berat badan ideal
6. Menghentikan kebiaaan merokok
7. Membatasi mengonsumsi minuman beralkohol
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas fisik
Gejala : perubahan aktifvitas biasanya/hobby sehubungan dengan gangguan penglihatan
b. Makan/cairan
Gejala : mual / muntah (pada komplikasi kronik / glaukoma akut)
c. Neurosensori
Gejala : gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat / merasa di ruang gelap.
d. Tanda : tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba – tiba, berat menetap
atau tekanan pada sekitar mata.
f. Penyuluhan dan pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskular, riwayat stress,
alergi, gangguan vasomotor, ketidakseimbangan endokrin.
2. Diagnosa keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan
1) Pre operasi
a) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan
dengan gangguan penerimaan sensori atau status organ indera.
b) Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan – kehilangan vitreus, pandangan kabur, perdarahan
intraokuler.
c) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
2) Intra Operasi
a) Resiko cidera d.d prosedur pembedaan fakoemulsifikasi dan
pemasangan lensa 10L
3) Post operasi
a) Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasi.
b) Resiko injuri berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
b. Intervensi
2. Pre Operasi : Setelah dilakukan asuhan 1. Mengidentifikasi tehnik relaksasi efektif yang
Kecemasan keperawatan 1x8 jam pernah dilakuka
berhubungan diharapkan masalah ansietas 2. Mengidentifikasi kesediaan penggunaan tehnik
dengan krisis dapat teratasi dengan kriteria relaksasi nafas dalam
situasional hasil : Tegang menurun 3. Menjelaskan tujuan dan manfaat pemberian
pembedahan 1. Gelisah menurun relaksasi nafas dalam
fakoemulsifikasi 2. Cemas menurun 4. Menjelaskan prosedur relaksasi nafas dalam
dan pemasangan 3. Tekanan darah membaik 5. Mendemonstrasikan prosedur relaksasi nafas
lensa IOL 4. Nadi membaik dalam
5. Frekuensi napas membaik 6. Menganjurkan sering mengulangi tehnik
relaksasi nafas dalam
7. Monitoring tanda-tanda vital
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat