Diajukan Kepada :
dr. Esti Mahanani, Sp.M
Disusun Oleh :
Arifin Nugroho
20174011053
A. PENGALAMAN
Seorang laki-laki berusia 52 tahun mengeluhkan kedua mata kabur saat melihat
jauh selain itu mata kiri juga berkabut, silau saat terkena cahaya, penglihatan tidak jelas
saat malam hari, dan penglihatan tampak double.
Pasien mengatakan pernah mengalami keluhan serupa ± 1 tahun yang lalu.
Beberapa bulan setelah keluhan tersebut muncul pasien mengatakan sering merasakan
nyeri pada mata hingga dahi, mata merah, penglihatan menjadi semakin kabur dan silau,
keluhan juga disertai nyeri kepala cekot cekot, mual saat beraktifitas yang semakin
memberat saat pasien tidur. Setelah itu pasien memutuskan untuk memeriksakan
keluhan di RS Mata Dr. YAP Yogyakarta dan dilakukan operasi glaucoma pada bulan
januari 2018. Setelah dilakukan operasi pasien mengatakan keluhan berangsur-angsur
berkurang namun pandangan masih kabur dan berkabut. Pasien memutuskan untuk
memeriksakan keluhannya di poli mata RSUD Tidar Kota Magelang. Setelah dilakukan
pemerisaan pasien dianjurkan untuk menjalani operasi katarak. Pasien menjalani
operasi katarak mata kanan pada bulan agustus 2018 di RSUD Tidar Kota Magelang.
Saat ini pasien mengatakan kalau mata kiri masih terasa tebal, mengganjal dan berkabut,
nyeri kepala terutama saat tidur yang berkurang dengan konsumsi anti nyeri, serta tidak
bias melihat jauh meski sudah memakai kaca mata. Pasien sudah menggunakan
kacamata tersebut sejak ± 1 tahun terakhir dan belum pernah mengganti setelah
menjalani operasi glaucoma dan katarak mata kanan.
C. PEMBAHASAN
Anatomi dan Fisiologi
1. Kornea
Merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil . Bentuk kornea cembung dengan sifat yang
transparan dimana kekuatan pembiasan sinar yang masuk 80 % atau 40 dioptri
,dengan indeks bias 1, 38 .
2. Iris
Iris merupakan bagian yang memberi warna pada mata, warna coklat
pada iris yang akan menghalangi sinar masuk kedalam mata,iris juga mengatur
jumlah sinar yang masuk kedalam pupil melalui besarnya pupil.
3. Pupil
Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam
bola mata. Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila berkontraksi akan
mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis) dan m.dilatator pupil yang bila
berkontriksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis)
4. Corpus Siliaris
Berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor aquaeus
5. Lensa
Lensa dapat membiaskan sinar 20 % atau 10 dioptri dan berperan pada
saat akomodasi. 65 % lensa mengandung air dan 35 % protein
6. Retina
Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan
benda sebagai rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal. Pada
Retina terdapat sel batang sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang
mengenal frekuensi sinar.
7. Nervus Optikus
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke
korteks visual untuk dikenali bayangannya
Tinjauan Pustaka
1. Definisi Katarak
Katarak adalah Kelainan pada lensa berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Kata katarak berasal dari
Yunani “katarraktes” (air terjun) karena pada awalnya katarak dipikirkan
sebagai cairan yang mengalir dari otak ke depan lensa.
2. Etiologi Katarak
a. Penyebab paling banyak adalah akibat proses lanjut usia/ degenerasi, yang
mengakibatkan lensa mata menjadi keras dan keruh (Katarak Senilis)
b. Dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok, sinar ultraviolet,
alkohol, kurang vitamin E,radang menahun dalam bola mata, polusi asap
motor/pabrik karena mengandung timbal
c. Cedera mata, misalnya pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi,
bahan kimia yang merusak lensa (Katarak Traumatik)
d. Peradangan/infeksi pada saat hamil, penyakit yang diturunkan (Katarak
Kongenital)
e. Penyakit infeksi tertentu dan penyakit metabolik misalnya diabetes mellitus
(Katarak komplikata)
f. Obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid, klorokuin , klorpromazin,
ergotamine, pilokarpin)
3. Patofisiologi Katarak
Dengan bertambah lanjut usia seseorang maka nucleus lensa mata akan
menjadi lebih padat dan berkurang kandungan airnya, lensa akan menjadi keras
pada bagian tengahnya (optic zone) sehingga kemampuan memfokuskan benda
berkurang.
Dengan bertambah usia lensa juga mulai berkurang kebeningannya.
(Katarak Senilis)
Penderita kencing manis (diabetes mellitus) yang gagal merawat
penyakitnya akan mengakibatkan Kandungan gula dalam darah menjadikan
lensa kurang kenyal dan bisa menimbulkan katarak (Katarak Komplikata)
4. Klasifikasi Katarak
a. Katarak Perkembangan/Pertumbuhan
Katarak Kongenital dan juvenil disebut juga katarak
perkembangan/pertumbuhan karena secara biologik serat lensa masih dalam
perkembangannya. Kekeruhan sebagian pada lensa yang sudah didapatkan
pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan
keruhnya seluruh lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat mana terjadi
gangguan pada kehidupan janin.
Katarak kongenital tersbut dapat dalam bentuk katarak lamelar atau
zonular, katrak polaris posterior (piramidalis posterior, kutub posterior),
polaris anterior (piramidalis anterior, kutub anterior), katrak inti (katarak
nuklearis), dan katrak sutural.
Katarak Lamelar atau Zonular
Di dalam perkembangan embriologik permulaan terdapat
perkembangan serat lensa maka akan terlihat bagian lensa sentral yang
lebih jernih. Kemudian terdapat serat lensa keruh dalam kapsul lensa.
Kekeruhan berbatas tegas dengan bagian perifer tetap bening. Katarak
lamelar ini mempunyai sifat herediter dan ditransmisi secara dominan,
katarak biasanya bilateral.
Katarak zonular terlihat segera sesudah bayi lahir. Kekeruhan
dapat menutupi seluruh celah pupil, bila tidak dilakukan dilatasi pupil
sering dapat mengganggu penglihatan.
Gangguan penglihatan pada katarak zonular tergantung pada
derajat kekeruhan lensa. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga fundus
tidak dapat terlihat pada pemeriksaan oftalmoskopi maka perlu
dilakukan aspirasi dan irigasi lensa.
Katarak Polaris Posterior
Katarak polaris posterior disebabkan menetapnya selubung
vaskular lensa. Kadang-kadang terdapat arteri hialoid yang menetap
sehingga mengakibatkan kekeruhan pada lensa bagian belakang.
Pengobatannya dengan melakukan pembedahan lensa.
Katarak Polaris Anterior
Gangguan terjadi pada saat kornea belum seluruhnya melepaskan
lensa dalam perkembangan embrional. Hal ini juga mengakibatkan
terlambatnya pembentukan bilik mata depan pada perkembangan
embrional. Pada kelainan yang terdapat di dalam bilik mata depan yang
menuju kornea sehingga memperlihatkan bentuk kekeruhan seperti
piramid. Katarak polaris anterior berjalan tidak progresif.
Pengobatan sangat tergantung keadaan kelainan. Bila sangat
mengganggu tajam penglihatan atau tidak terlihatnya fundus pada
pemeriksaan oftalmoskopi maka dilakukan pembedahan.
Katarak Nuklear
Katarak semacam ini jarang ditemukan dan tampak sebagai
bunga karang. Kekeruhan terletak di daerah nukleus lensa. Sering hanya
merupakan kekeruhan berbentuk titik-titik.
Gangguan terjadi pada waktu kehamilan 3 bulan pertama.
Biasanya bilateral dan berjalan tidak progresif, biasanya herediter dan
bersifat dominan. Tidak mengganggu tajam penglihatan.
Pengobatan, bila tidak mengganggu tajam penglihatan maka
tidak memerlukan tindakan.
Katarak Sutural
Katarak sutural merupakan kekeruhan lensa pada daerah sutura
fetal, bersifat statis, terjadi bilateral dan familial.
Karena letak kekeruhan ini tidak tepat mengenai media
penglihatan maka ia tidak akan mengganggu penglihatan. Biasanya tidak
dilakukan tindakan.
b. Katarak Juvenil
Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah
lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi
perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek
seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract. Biasanya katarak juvenil
merupakan bagian dari suatu gejala penyakit keturunan lain.
Pembedahan dilakukan bila kataraknya diperkirakan akan menimbulkan
ambliopia.
Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah pembedahan.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan seduah mengganggu
pekerjaan sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan sangat bergantung pada
usia penderita, bentuk katarak apakah mengenai seluruh lensa atau sebagian
lensa apakah disertai kelainan lain pada saat timbulnya katarak, makin lama
lensa menutupi media penglihatan menambah kemungkinan ambliopia.
c. Katarak Senil
Perubahan yang tampak ialah bertambah tebalnya nukleus dengan
berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara klinis, proses ketuaan lensa
sudah tampak sejak terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat
mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada usia dekade 4 dalam benuk
keluhan presbiopia.
Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu katarak nuklear, kortikal, dan
kupuliform.
Katarak Nuklear
Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi
sklerotik. Lama kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih
kekuningan menjadi cokelat dan kemudian menjadi kehitaman. Keadaan
ini disebut katarak brunesen atau nigra.
Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa
menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi
lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-akan mendapatkan kekuatan
baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.
Katarak Kupuliform
Katarak kupuliform dapat terlihat pada stadium dini katarak
kortikal atau nuklear. Kekeruhan dapat terlihat di lapis korteks posterior
dan dapat memberikan gambaran piring. Makin dekat letaknya terhadap
kapsul makin cepat bertambahnya katarak. Katarak ini sering sukar
dibedakan dengan katarak komplikata.
1) Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dasar di perifer dan daerah jernih
membentuk gerigi dengan dasar di perifer dan
daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya
teletak di korteks anterior atau posterior. Kekeruhan
ini pada umumnya hanya tampak bila pupil
dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi
yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji
bayangan iris akan positif.
2) Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih
tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa
sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang
mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan indeks refraksi
dimana mata akan menjadi miopik. Kecembungan ini akan
mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata depan
akan lebih sempit.
Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi penyulit
glaukoma. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif.
3) Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil
disintegrasi melalui kapsul. Di dalam stadium
ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak
terdorong ke depan dan bilik mata depan akan
mempunyai kedalaman normal kembali.
Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat
perkapuran menyeluruh karena deposit kalsium. Bila dilakukan uji
bayangan iris akan terlihat negatif.
4) Katarak Hipermatur
Marupakan proses degenerasi lanjut
lensa sehingga korteks mengkerut dan
berwarna kuning. Akibat pengeriputan
lensa dan mencairnya korteks, nukleus
lensa tenggelam ke arah bawah (katarak
morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata
menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudopositif.
Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat
menimbulkan penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom
fakolitik.
a. Katarak Inti/Nuclear
Menjadi lebih rabun jauh sehingga mudah melihat dekat ,dan untuk
melihat dekat melepas kaca mata nya
Penglihatan mulai bertambah kabur atau lebih menguning , lensa akan
lebih coklat
Menyetir malam silau dan sukar
b. Katarak Kortikal
Kekeruhan putih dimulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan
Penglihatan jauh dan dekat terganggu
Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra
c. Katarak Subscapular
Kekeruhan kecil mulai dibawah kapsul lensa, tepat jalan sinar masuk
Dapat terlihat pada kedua mata
Mengganggu saat membaca
Memberikan keluhan silau dan ”halo” atau warna sekitar sumber cahaya
Mengganggu penglihatan.
6. Penatalaksanaan Katarak
a) Katarak Kongenital
Katarak kongenital merupakan katarak yang terjadi sejak bayi dalam
kandungan dan segera dapat terlihat sesudah bayi lahir. Korteks dan nukleus
lensa mata bayi mempunyai konsistensi yang cair. Bila kekeruhan lensa
sudah demikian berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat pada
funduskopi maka untuk mencegah ambliopia dilakukan pembedahan
secepatnya. Katarak kongenital sudah dapat dilakukan pembedahan pada
usia 2 bulan pada satu mata. Paling lambat yang lainnya sudah dilakukan
pembedahan bila bayi berusia 2 tahun.
Sekarang dilakukan pembedahan lensa pada katarak kongenital dengan
melakukan di sisi lensa. Di sisi lensa ialah menyayat kapsul anterior lensa
dan mengharapkan masa lensa yang cair keluar bersama akuos humor atau
difagositosis oleh makrofag. Biasanya sesudah beberapa waktu terjadi
penyerapan sempurna masa lensa sehingga tidak terdapat lensa lagi, keadaan
ini disebut afakia.
7. Definisi Glaukoma
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan
pencekungan “cupping” diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang
disertai dengan peningkatan tekanan intraokuler yang merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma. Mekanisme peningkatan tekanan intraokuler pada
glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar humor aquos.
Analog prostaglandin
Analog prostaglandin merupakan obat lini pertama yang efektif
digunakan pada terapi glaukoma misalnya, latanopros. Latanopros
merupakan obat baru yang paling efektif katena dapat ditoleransi dengan
baik dan tidak menimbulkan efek samping sistemik.
Farmakokinetik latanopros mengalami hidrolisis enzim di kornea
dan diaktifkan menjadi asam latanopros. Penurunan tekanan intraokuler
dapat dilihat setelah 3-4 jam setelah pemberian dan efek maksimal yang
terjadi antara 8-12 jam.
Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya humor
aqueus melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut
terbuka, hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain.
Kontrandikasi pada pasien yang sensitif dengan latanopros.
a. Ametropia
Merupakan keadaan dimana mata dalam keadaan tanpa akomodasi
memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada
retina.
b. Miopia
Miopia atau nearsightedness terjadi bila bayangan benda yang terletak
jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi.
Gambar 2. Miopia.
1) Menurut kelainannya
a) Miopia aksial, yaitu bila diameter antero-posterior dari bola
mata lebih panjang dari normal.
b) Miopia kurvatura, yaitu apabila terdapat unsur-unsur
pembiasan lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata. Juga
disebut miopia refraktif.
2) Menurut perjalanan penyakit
a) Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
b) Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambahnya panjang bola mata
c) Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif, yang
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan
miopia permisiosa = miopia degeneraf.
3) Berdasarkan derajat beratnya
a) Miopia ringan, dimana miopia kecil daripada 3 dioptri
b) Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
c) Miopia berat atau tinggi, dimana miopia antara 6-9 dioptri
d) Miopia sangat berat, dimana miopia lebih daripada 9 dioptri.
c. Hipermetropia
Hipermetropia atau farsightedness adalah keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga
titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia ini sinar
sejajar difokuskan di belakang macula lutea.
Gambar 3. Hipermetropia.
Hipermetropia dibagi berdasarkan beberapa karakteristik:
1) Berdasarkan penyebab:
a) Hipermetropia aksial, merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek
b) Hipermetropia kurvatural, dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina
c) Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang
pada sistem optik mata.
2) Berdasarkan kemampuan akomodasi:
a) Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia
(atau dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi
seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur bila diberikan sikloplegia.
b) Hipermetropia manifes, dibagi menjadi:
- Hipermetropia manifes fakultatif : kelainan hipermetropik yang
dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa
sferis positif
- Hipermetropia manifes absolut : kelainan hipermetropik yang tidak
dapat dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya
- Hipermetropia total: Hipermetropia yang ukurannya didapatkan
sesudah diberikan sikloplegia
d. Astigmatisme
Astigmatisme adalah suatu keadaan dimana titik fokus dalam bentuk satu
titik. Yang dimaksudkan dengan astigmatisma atau silindris adalah
terdapatnya variasi kurvatura atau kelengkungan kornea atau lensa pada
meridian yang berbeda yang akan mengakibatkan sinar tidak terfokus pada
satu titik.
Astigmatisma dibagi berdasarkan beberapa karakteristik:
1) Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina :
a) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya
dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga
pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang yang lain.
- Astigmatisme with the Rule
Bila pada bidang vertikal mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari pada bidang horizontal
- Astigmatisme against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat
dari bidang vertikal
- Astigmatisme oblique
Adalah astigmatisma regular yang meridian-meridian utamanya
tidak terletak dalam 20 derajat horizontal dan vertikal
b) Astigmatisme Irreguler
Di mana daya atau orientasi meridian-meridian utamanya
berubah di sepanjang lubang pupil.
2) Berdasarkan letak titik vertikal dan horizontal pada retina
a) Simple Astigmatism:
- Simple Astigmatisma Myopia: garis fokus pertama adalah di depan
retina, sedangkan yang kedua adalah pada retina.
- Simple Astigmatisma Hiperopia : Garis fokus pertama adalah pada
retina, sedangkan yang kedua terletak di belakang retina
b) Compound Astigmatism:
- Compound Myopia Astigmatism: kedua jalur fokus ini terletak di
depan retina. Compound Hyperopia Astigmatism: kedua jalur fokus
ini terletak di belakang retina
c) Astigmatisma campuran : garis fokus berada di kedua sisi retina
e. Presbiopia
Merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut akibat kelemahan otot
akomodasi, bisa juga akibat lensa mata tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya.
17. Manifestasi Klinis Kelainan Refraksi
a. Miopia
Penglihatan jauh kabur, lebih jelas ketika melihat dekat
Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh
Sakit kepala jarang dikeluhkan
Rasa tidak enak saat melihat (astenopia akomodatif = eye strain)
terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan
penglihatan yang jelas pada jangka waktu yang lama
b. Hipermetropia
a. Obyektif
Pemeriksaan ini sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif
untuk pemeriksaan refraksi biasa.
1. Retinoskopi
Seberkas cahaya yang dikenal sebagai intercept, diproyeksikan ke
mata pasien untuk menghasilkan pantulan berbentuk sama atau disebut
refleks retinoskopik di pupil. Kesejajaran antara intercept dan refleks
retinoskopik menandakan hanya ada kelainan sferis, atau terdapat
kelainan silinder tambahan dengan intercept yang bersesuaian dengan
salah satu meridian utama.
2. Autorefraktometer
Auto refraktometer adalah salah satu instrumen untuk pemeriksaan
refraksi secara obyektif yang digunakan pada pemeriksaan secara
monokuler (satu mata). Autorefraktometer tidak memeriksa kedua mata
secara bersamaan, melainkan bergantian antara mata kanan dan mata kiri.
Hasil yang diperoleh berupa sferis, silinder, axis dan pupillary distance.
Gambar 7. Autorefraktometer.
b. Subyektif
Menggunakan metode “Trial and Error"
a) Miopia
- Pada gagang lensa uji pasien dipasangkan lensa sferis +0.50 D.
Apabila dengan lensa sferis positif pasien merasa penglihatannya
semakin kabur, gunakan lensa negatif terkecil pada gagang lensa
uji
- Tambahkan minus lensa sferis negatif hingga pasien dapat
membaca huruf pada baris 6/6
- Pada pasien dengan miopia, maka derajat miopia yang dicatat
adalah “lensa sferis negatif terkecil yang memberikan tajam
penglihatan terbaik”
b) Hipermetropia
- Pada gagang lensa uji pasien dipasangkan lensa sferis +0.50 D.
Tambahkan kekuatan lensa sferis positif hingga pasien dapat
membaca huruf pada baris 6/6
- Apabila huruf pada baris 6/6 sudah tercapai, maka kekuatan lensa
ditambahkan +0.25 D dan tanyakan apakah masih dapat melihat
huruf tersebut
- Apabila dengan penambahan +0.25 D masih dapat terlihat jelas
huruf pada baris 6/6 maka tambahkan lagi kekuatan lensa hingga
pandangan menjadi kabur
- Pada pasien dengan hipermetropia , maka derajat hipermetropia
yang dicatat adalah “lensa sferis positif terbesar yang memberikan
tajam penglihatan terbaik”
c) Astigmatisma
- Pemeriksaan ini disebut cara pengkaburan (fogging technique of
refraction)
- Apabila dengan lensa sferis perbaikan tajam penglihatan tidak
mencapai 6/6 dan pasien merasa tajam penglihatan membaik
dengan pemasangan pinhole, maka dapat dicurigai pasien
mengalami astigmatisma
- Periksa pasien dengan lensa sferis positif atau negatif sampai
tercapai ketajaman penglihatan terbaik
- Pada mata yang diperiksa pasang lensa sferis positif yang cukup
besar (misal +3.00 D) pada mata yang diperiksa untuk memberikan
refraksi miopik
- Pasien diminta untuk melihat juring astigmat dan diminta untuk
menentukan garis juring astigmat yang paling jelas
- Bila belum terlihat perbedaan tebal garis juring astigmat maka
lensa sferis +3.00 D diperlemah sedikit demi sedikit sehingga
pasien dapat menentukan garis mana yang terjelas dan mana yang
terkabur
- Lensa silindris negatif diperkuat sedikit demi sedikit dengan
sumbu hingga pada suatu saat tampak garis yang mula-mula
terkabur sama jelasnya dengan garis yang sebelumnya terlihat
terjelas
- Bila sudah tampak sama jelas garis pada juring astigmat, dilakukan
tes melihat kartu Snellen
- Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin
lensa sferis positif yang diberikan terlalu berat, sehingga perlu
secara perlahan-lahan dikurangi kekuatannya atau di tambah lensa
negatif
- Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa sferis
negatif ditambah perlahan - lahan sampai tajam penglihatan
menjadi 6/6
d) Presbiopia
- Pasien dikoreksi kemungkinan adanya kelainan refraksi ametropia
dengan metode trial and error” hingga visus 6/6
- Pasien diminta membaca kartu Jaeger pada jarak 30-40 cm ( jarak
baca )
- Berikan lensa sferis +1.00 D yang dinaikkan perlahan hingga
tulisan terkecil pada kartu Jaeger terbaca.
b. Glaukoma
Glaukoma ditandai dengan melemahnya fungsi penglihatan, kerusakan
anatomi degenerasi papil saraf optik dan dapat berakhir dengan kebutaan.
Penyakit ini ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler yang terjadi
karena bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan karena
berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata/celah
pupil. Glaukoma dapat disebabkan karena penyakit sekunder dan dapat pula
idiopatik.
c. Retinopati
Retinopati merupakan kelainan retina yang tidak disebabkan oleh radang.
Gejalanya berupa penurunan tajam penglihatan yang bisa disebabkan karena
anemia, diabetes mellitus, hipotensi, hipertensi dan leukimia.
b. Lensa kontak
Lensa kontak bahan kaca atau plastik yang cara pemakaiannya
diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini tetap ditempatnya
karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa
kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah
menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan
anterior kornea, penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias
yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan anterior kornea
tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga
permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting.
Tetapi perlu diperhatikan kebersihan dan ketelitian pemakaiannya.
Selain daripada masalah pemakaiannya dengan lensa kontak perlu
diperhatikan masalah lama pemakaian, infeksi dan alergi terhadap bahan
yang dipakai.
2. Cara operatif
a. Radial keratotomi
Melakukan sayatan pada kornea dengan panjang 8 mm untuk
mengkoreksi bentuk kornea disesuaikan dengan idealnya.
b. Keratomileusis
Sebagian dari ketebalan kornea diambil dengan mikro keratome.
kornea yang diambil dilakukan penipisan sehingga sesuai dengan bentuk
kornea idealnya.
c. Keratofaki
Membuang epitel kornea resipien, kemudian membuat sayatan
pada membrana bowman. memasang kornea donor yang telah diatur
kekuatan refraksinya.
d. Photorefraktif Keratektomi (PRK)
Epitel kornea dikerok (dibuang sebagian), kemudian stroma
kornea diablasi dengan argon fluoride (af) dan krypton fluoride (krf),
sehingga kekuatan refraksi kornea sesuai yang diinginkan.
e. Laser Issisted InSitu Keratomileusis (LASIK)
Membuat flap (lapisan) pada kornea dengan menggunakan
mikrokeratom. setelah flap dibuka, mesin laser langsung bekerja pada
kornea mata. sebagian flap masih menempel pada kornea. setelah
tindakan laser, flap akan dikembalikan pada posisi semula dan akan
melekat erat tanpa perlu penjahitan.
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 52 tahun
Pendidikan : SD
Agama : Islam
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Kedua mata kabur.
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki berusia 52 tahun mengeluhkan kedua mata kabur saat melihat
jauh selain itu mata kiri juga berkabut, silau saat terkena cahaya, penglihatan tidak
jelas saat malam hari, dan penglihatan tampak double.
Riwayat HT : disangkal
Riwayat HT : disangkal
Riwayat DM : disangkal
V. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan OD OS
1. Sekitar mata Kedudukan alis baik, Kedudukan alis baik,
(supersilia) scar (-) scar (-)
2. Kelopak mata
- Pasangan N N
- Gerakan N N
- Lebar rima 10 mm 10 mm
- Kulit N N
- Tepi kelopak N N
3. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N
lakrimalis
- Sekitar sacus N N
lakrimalis
- Uji flurosensi - -
- Uji regurgitasi - -
- Tes Anel - -
4. Bola Mata
- Pasangan N N
- Gerakan N N
- Ukuran N N
5. TIO
Palpasi N N
Tonometer 8,7 6,7
6. Konjungtiva
- Palpebra superior N N
- Forniks Tenang Tenang
- Palpebra inferior N N
- Bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
VII. Diagnosis
Diagnosis Banding
Katarak Traumatik
Katarak Diabetika
Glaukoma Primer Sudut Tertutup
Hipermetropia
Diagnosis Kerja
OD : Glaukoma Sekunder Akut Sudut Tertutup post Trabekulektomi + Iridektomi,
Katarak Senilis Imatur post Fakoemulsifikasi + IOL, Astigmatisma Miopia
Kompositus dengan Presbiopia.
OS : Glaukoma Sekunder Akut Sudut Tertutup post Trabekulektomi + Iridektomi,
Katarak Senilis Imatur, Myopi Simpleks dengan Presbiopia.
VIII. Terapi
Pengobatan definitif pada pasien dengan glaucoma dan katarak adalah dengan
melakukan tindakan operasi, sedangkan pada kelainan refraksi dapat diberikan kaca
mata maupun lensa kotak atau dapat juga dilakuukan tindakan operasi.
IX. Prognosis
ad Visum : bonam
ad Sanam : bonam
ad Vitam : bonam
ad Comesticam : bonam
PEMBAHASAN
Akibat blokade pupil ini akan terjadi pendorongan iris sehingga pangkal iris
akan menutup saluran trabekulum yang mengakibatkan bertambahnya bendungan
cairan mata dan tekanan intraokuler meninggi dan timbul glaukoma. Bilik mata depan
terlihat dangkal akibat bertambah cembungnya lensa disertai adanya iris bombe. Sowka
(2008) mengemukakan ini dapat terjadi secara umum pada pasien dengan sudut bilik
mata yang memang sudah dangkal, dan kataraktogenesis memperparah terjadinya
penutupan sudut. Meskipun demikian penutupan sudut selama proses kataraktogenesis
juga dapat terjadi pada pasien dengan miopia maupun pasien dengan sudut bilik mata
yang dalam.
Glaukoma fakolitik berkembang pada saat terjadi kebocoran protein lensa dari
katarak matur yang menyubat jalinan trabekular dan mencegah aliran humor aqueous.
Dengan usia tua dan progresi katarak, jumlah protein BM tinggi dalam lensa menigkat.
Pada katarak imatur, protein ini ditemukan dalam nukleus lensa. Dengan matangnya
katarak dan akumulasi protein, peningkatan jumlah protein BM tinggi ditemukan pada
cairan korteks lensa. Pada akhirnya, protein keluar dari lensa dan masuk ke dalam
humor aqueous. Adanya protein lensa dalam kamera anterior memacu inflamasi dan
respon makrofag. Akumulasi makrofag yang membengkak karena menelan
protein lensa sebagai penyebab utama obstruksi jalinan trabekular. Selain makrofag,
protein lensa juga dapat menyebabkan obstruksi.
Katarak senilis imatur merupakan salah satu stadium katarak senilis, dimana
pada stadium ini kekeruhan lensa belum terjadi disemua bagian lensa. Kekeruhan pada
stadium ini utamanya terjadi di bagian posterior dan belakang nukleus lensa. Pada
katarak imatur, volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan degeneratif lensa. Pada keadaan ini, lensa akan mencembung dan dapat
menimbulkan hambatan pupil sehingga terjadi glaukoma sekunder
Penyebab katarak senilis sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti dan diduga
multifaktorial. Beberapa penyebab katarak diantaranya adalah:
- Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik
- Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat sehingga mempunyai efek
buruk terhadap serabu-serabut lensa
- Faktor imunologik
- Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.
- Gangguan metabolisme umum
Menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular dibedakan dalam 5 jenis,
yaitu :
5. Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -
Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai
X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
KESIMPULAN
1. Putri C.F., 2007. Makalah Penugasan Blok Keterampilan Belajar dan Teknologi
Informasi. (Diakses 8 September 2015)
2. Ilyas S., 2005. Penuntutan Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3 . Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, hlm 128.
3. Ilyas S., 2008. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke 3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
4. Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2007, Ofalmologi Umum, Edisi ke -17, Widya
Medika, Jakarta.
5. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke Tiga. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
6. James, B., New , & Bron Anthon. 2005. Lecture Notes Oftalmologi Edisi Sembilan .
Jakarta: Erlangga
7. Khurana AK. Khurana . 2005. Anatomy and Physiology of Eye. India : CBS
9. Marieb, E.N. & Hoehn, K. 2007. Human Anatomy and Physiology Edisi ke Tujuh.
10. Nurwasis, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata.
11. Pambudy, I. & Irawaati, Yunia. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke Enam
12. Riordan-Eva, P., dan Whitcher, J.P. 2014. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum
dari http://search.ebscohost.com
14. Renstranas, PGPK. 2005. Materi Rencana Strategi Nasional Penangulangan
dari http://www.vision2020australia.org.au/
assetscontent/2168/Indonesia%20%20National20StrategicPlan.pdf
15. Tsan, R. 2010. World Sight Day dan Vision 2020 di Indonesia. Diambil tanggal 26
World.Sight.Daydan Vision.2020.di.Indonesia-12
16. Thulasiraj, dkk. 2001. Vision 2020: The Global Initiative for Right to Sight. Diambil
sep01.pdf