Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

Katarak Kongenital

Oleh:

Ridha Nur Mastiti, S.Ked


NIM. 2130912320005

Pembimbing:

dr. Etty Eko Setyowati, Sp.M-KVR

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juli, 2023
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul......................................................................................................i

Daftar Isi................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan...........................................................................................1

BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................................3

BAB III Kesimpulan............................................................................................25

Daftar Pustaka.....................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kemajuan

kesehatan mata tingkat nasional di suatu negara, yaitu prevalensi kebutaan dan

gangguan penglihatan, jumlah tenaga kesehatan mata, dan jumlah operasi katarak,

berupa angka CSR (Cataract Surgical Rate) atau CSC (Cataract Surgical

Coverage).1 Penyebab gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah

gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (48,99%), katarak (25,81%) dan Age

related Macular Degeneration (AMD, 4,1%).2 Penyebab kebutaan terbanyak

adalah katarak (34,47%), gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (20,26%), dan

glaukoma (8,30%).3

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi

akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun akibat

keduanya.4 Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat

disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan proses

degeneratif.1-4 Kekeruhan lensa pada katarak dapat mengenai kedua mata dan

berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang

lama.5 Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil

akan berwarna putih atau abu-abu.5 Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan

seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif.6

Berdasarkan usia penderitanya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi

katarak kongenital yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, katarak

1
2

juvenile yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan katarak senilis yang mengenai

orang-orang berusia di atas 50 tahun.6 Katarak kongenital harus segera

mendapatkan intervensi. Tanpa intervensi yang segera, katarak kongenital dapat

memicu terjadinya “mata malas” atau ambliopia. Keadaan ambliopia ini

kemudian memicu masalah lain seperti nistagmus, strabismus, dan

ketidakmampuan untuk menyempurnakan gambaran terhadap objek. Hal ini akan

sangat mempengaruhi kemampuan belajar, kepribadian, dan penampilan, lebih

jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan anak.7


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Lensa

3
4

Lensa adalah struktur biconvex, avaskular, tidak bewarna, dan hampir

transparan sempurna. Tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm, lensa tergantung

pada zonula di belakang iris; zonula menghubungkannya dengan corpus cilliare.

Anterior lensa terdapat aquos humor, posterior vitreus. Kapsul lensa adalah

membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang

melewatkan air dan elekrolit untuk makanannya.1,2 Lensa terdiri dari kapsul lensa,

nucleus dan korteks lensa. Kapsul lensa merupakan membran basalis elastic yang

dihasilkan epithelium lensa. Anterior dibentuk sel epitel dan di posterior oleh

serabut kortikal. Sintesa kapsul posterior berlangsung sepanjang kehidupan

sehingga ketebalannya meningkat, sedangkan kapsul posterior relative konstan.7

Epitel lensa yaitu pada kapsul anterior berperan dalam mengatur

metabolik aktifitas sel termasuk DNA, RNA, protein dan biosintesa lemak dan

untuk menghasilkan ATP yang berguna untuk menghasilkan energi yang

diperlukan lensa. Nukleus dan korteks lensa terbuat dari lamellar kosentris yang
5

memanjang, serabut-serabut lamellar terus berproduksi sesuai usia.1,9

II. Katarak

Kata katarak berasal dari bahasa latin- Cataracta berarti air terjun, karena

orang yang menderita katarak mempunyai penglihatan yang kabur seolah-olah

penglihatannya dihalangi air terjun.3 Katarak adalah kekeruhan atau opasifikasi

dari lensa mata atau kapsula lensa yang dapat menyebabkan gangguan

penglihatan.4-6 Kekeruhan ini terjadi akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi

protein lensa. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat atau sesudah

serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses

degenerasi.7 Kekeruhan lensa dapat mengenai satu atau kedua mata dan tampak

kekeruhan lensa yang mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil akan

berwarna putih. Walaupun demikian, jika karatak mengenai satu mata tidak

berarti akan menularkan ke mata lain.8

Klasifikasi katarak menurut waktu terjadinya yaitu:1-8

1. Katarak didapat (acquired cataracts), yakni > 99% katarak.

a. Katarak senilis (lebih dari >90% katarak)

b. Katarak dengan penyakit sistemik

c. Katarak sekunder dan komplikata

1. Katarak dengan heterochromia

2. Katarak dengan iridosiklitis kronik

3. Katarak dengan vasculitis retinal

4. Katarak dengan renitis pigmentosa

d. Katarak ikutan (post-operasi katarak)


6

e. Katarak traumatik

1. Kontusio atau perforasi rosette

2. Radiasi infrared (katarak glassblower)

3. Injury electrical

4. Radiasi ionisasi

f. Katarak toksik

1. Korticosteroid yang menginduksi katarak (lebih sering)

2. Chlorfromazin, miotik agen, busulfan jarang digunakan.

b. Katarak congenital (kurang dari 1 %)

1. Katarak Herediter

a. Autosom-dominan b. Autosom perifer c. Sporadic d. X-linked

2. Katarak berkaitan dengan kerusakan embrionik awal (transplacental) a. Rubella

(40-60%) b. Mumps (10-22%) c. Hepatitis (16%) d. Toxoplasmosis (5%)

III. Katarak Kongenital

1. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract dan
Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akbiat keduanya.
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu tahun. 8 Sebuah katarak disebut
kongenital bila ada saat lahir, atau dikenal juga sebagai “infantile cataract” jika
berkembang pada usia 6 bulan setelah lahir.9

2. Epidemiologi
7

a. Frekuensi
Di Indonesia belum data mengenai insiden katarak kongenital, namun di
Amerika Serikat insiden katarak kongenital adalah 1,2-6 kasus per 10.000
kelahiran. Insiden katarak secara internasional belum diketahui. Meskipun WHO
dan organisasi kesehatan yang lain membuat resolusi yang luar biasa dalam
vaksinasi dan pencegahan penyakit, angka rata-rata katarak kongenital mungkin
lebih tinggi di bawah negara berkembang.5,10

b. Mortalitas/Morbiditas10
Mordibitas penglihatan mungkin berasal dari ambliopia deprivasi,
ambliopia refaksi, glaukoma (sebanyak 10% setelah operasi pengangkatan),
danretinal detachment. Penyakit metabolik dan sistemik ditemukan sebanyak 60%
pada katarak bilateral. Katarak kongenital umumnya menyertai pada retardasi
mental, tuli, penyakit ginjal, penyakit jantung dan gejala sistemik.

c. Umur10
Katarak kongenital biasanya didiagnosa pada bayi yang baru lahir.

3. Etiologi
Katarak terbentuk saat protein di dalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan. Ada
banyak alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain:5,11
1) Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau
sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.
2) Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
 Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s syndrome.
 Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonicdystrophy.
 Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
 Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
8

 Kelainan mandibulo-fasial seperti Nance-Horan cataract-dental


syndrome.
 Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, incontinentia pigmenti.
3) Infeksi seperti toxoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex,
sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat hamil.
4) Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5) Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti X-rays
6) Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan dan galaktosemia.
7) Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya.

4. Klasifikasi2
Klasifikasi katarak kongenital berdasarkan morfologi penting, karena
dapat menunjukkan etiologi kemungkinan, diwariskan dan efek pada penglihatan.
Adapun klasifikasi berdasarkan morfologi adalah sebagai berikut:
a. Katarak nuclear adalah katarak yang terbatas pada nukleus lensa embrio atau
janin. Katarak bisa padat atau halus dengan kekeruhan berbentuk
serbuk/seperti debu (Gambar 6A). Berhubungan dengan mikrophthalmos.
b. Katarak lamellar, mempengaruhi lamella tertentu dari lensa baik anterior dan
posterior (Gambar 6B) dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan ekstensi
radial (Gambar 6C). Katarak lamellar mungkin AD, terjadi pada bayi dengan
gangguan metabolik dan infeksi intrauterin.
c. Katarak koroner (supranuclear), katarak terletak di korteks dalam dan
mengelilingi inti seperti mahkota (Gambar 6D). Biasanya sporadis dan hanya
sesekali yang bersifat herediter.
d. Katarak blue dot (cataracta punctata caerulea - Gambar 6E) yang umum dan
tidak berbahaya, dan dapat bersamaan dengan katarak jenis lain.
e. Katarak sutura, di mana kekeruhan mengikuti sutura Y anterior atau posterior.
(Gambar 6F).
f. Katarak polaris anterior (Gambar 7A), bisa flat atau kerucut ke ruang anterior
(katarak piramidal - Gambar 7B). Katarak piramidal sering dikelilingi oleh
9

daerah katarak kortikal dan dapat mempengaruhi penglihatan. Berhubungan


dengan katarak polaris anterior termasuk membran pupil persisten (Gambar
7C), aniridia, anomali Peters dan lenticonus anterior.
g. Katarak polaris posterior (Gambar 7D) kadang-kadang berhubungan dengan
sisa-sisa hyaloid persisten (Mittendorf dot), lenticonus posterior dan vitreous
primer hiperplastik persisten.
h. Katarak central oil droplet (Gambar 7E), khas pada galaktosemia.
i. Katarak membranosa, jarang dan mungkin terkait dengan Hallermann-Streiff-
François sindrom. Terjadi ketika bahan lentikular sebagian atau seluruhnya
menyerap kembali meninggalkan sisa kapur putih-materi lensa yang terjepit di
antara kapsul anterior dan posterior (Gambar 7F).
10

Gambar 6. Morfologi katarak kongenital2


11

Gambar 7. Morfologi katarak kongenital2

5. Diagnosis
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa,
karena tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini
disebut strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa
fokus dengan baik.12 Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan
diagnosis dini katarak kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan
12

alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya
berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus.
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat
adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam
rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus
direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila
fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.3
Pada katarak kongenital, pemeriksaan laboratorium yang dilakukan seperti
hitung jenis darah, titer TORCH, tes reduksi urin, red cell galactokinase,
pemeriksaan urin asam amino, kalsium dan fosfor.  Pemeriksaan darah dan
rontgen perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan penyebab.10

6. Penatalaksanaan2
Pertimbangan waktu sangat penting dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Katarak total bilateral memerlukan operasi awal ketika usia anak 4-6
minggu untuk mencegah penurunan perkembangan stimulus ambliopia.
Jika kelainan asimetris yang sudah berat, mata dengan katarak harus
ditangani terlebih dahulu.
2. Katarak parsial bilateral mungkin tidak memerlukan pembedahan. Dalam
kasus yang meragukan, mungkin lebih bijaksana untuk menunda operasi,
kekeruhan lensa dan fungsi visual dimonitor dan dilakukan intervensi
nanti jika penglihatan memburuk.
3. Katarak total unilateral harus dioperasi segera (mungkin dalam hitungan
hari) diikuti oleh terapi anti-amblyopia agresif, meskipun yang hasilnya
sering minimal. Waktu intervensi harus seimbang dengan saran bahwa
intervensi dini (<4 minggu) dapat menyebabkan peningkatan risiko
glaukoma sekunder berikutnya. Jika katarak terdeteksi setelah usia 16
minggu maka prognosis penglihatan sangat minimal.
13

4. Katarak parsial unilateral biasanya dapat diamati atau diperlakukan secara


non-pembedahan dengan dilatasi pupil dan mungkin oklusi kontralateral
untuk mencegah ambliopia.
5. Pembedahan yang melibatkan capsulorhexis anterior, aspirasi materi lensa,
capsulorhexis dari kapsul posterior, terbatas pada anterior vitrektomi dan
implantasi IOL, jika sesuai. Hal ini penting untuk memperbaiki kesalahan
bias terkait.

a. Rehabilitasi optikal setelah operasi


Pemilihan optical device untuk koreksi aphakia tergantung pada beberapa
faktor. Kacamata merupakan metoda yang paling aman, mudah diatur sesuai
pertumbuhan tetapi tidak ideal pada kasus aphakia monokular.
1. Lensa kontak merupakan metode yang paling popular pada kasus aphakia
monokular tetapi mempunyai resiko tinggi untuk mengalami infeksi mata
dan ulkus kornea. Meskipun kesulitan teknis melakukan operasi katarak
pada bayi dan anak-anak sebagian besar telah diselesaikan, hasil visual
yang terhambat oleh amblyopia. Sehubungan dengan koreksi optik untuk
anak aphakic, dua pertimbangan utama adalah usia dan laterality dari
aphakia. Kacamata berguna untuk anak-anak dengan aphakia bilateral.
2. Lensa kontak memberikan solusi optik superior untuk aphakia baik
unilateral dan bilateral. Toleransi biasanya wajar sampai usia sekitar 2
tahun, meskipun setelah ini masalah periode dengan kepatuhan dapat
berkembang sebagai anak menjadi lebih aktif dan mandiri.
3. IOL implantasi semakin banyak dilakukan pada anak-anak muda dan
tampaknya efektif dan aman dalam kasus-kasus dipilih. Kesadaran laju
pergeseran rabun yang terjadi di mata berkembang, dikombinasikan
dengan biometri akurat, memungkinkan perhitungan kekuatan IOL
ditargetkan pada awal hypermetropia (diperbaiki dengan kacamata) yang
idealnya akan membusuk menuju emmetropia di kemudian hari. Namun,
refraksi akhir adalah variabel dan emetropia di masa dewasa tidak dapat
dijamin.
14

4. Oklusi untuk mengobati atau mencegah ambliopia sangat penting. Atropin


hukuman juga dapat dipertimbangkan.

b. Perawatan pasca operasi


 Terapi medis
Jika seluruh korteks dapat diangkat maka inflamasi setelah operasi
tanpa IOL, biasanya ringan sehingga dapat diberikan antibiotik topikal dan
steroid topikal sekitar 2 minggu. Pada kasus aphakia, pemberian midriasis
dilanjutkan beberapa minggu menggunakan atropin atau agen lainnya.
Steroid topikal diberikan lebih agresif pada pemasangan IOL dan steroid
oral diberikan bila heavy pigmented irides.
 Manajemen ambliopia
Terapi ambliopia penting dilakukan secepat mungkin setelah
operasi. Pada pasien aphakia, kacamata atau lensa kontak diberikan 1
minggu setelah operasi. Patching diindikasikan pada kasus katarak
unilateral atau katarak bilateral dimana ditutup mata yang lebih baik. Part
time occlusion pada neonatus untuk merangsang penglihatan binokular dan
menghambat strabismus. Regimen yang popular : jumlah jam mata ditutup
sesuai dengan usia anak dalam bulan. Misalnya mata ditutup 1 jam pada
usia 1 bulan setiap hari. Maksimal 8 jam pada usia 8 bulan.
 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi katarak berbeda
antara anak dan dewasa. Retina detachment, makular edema dan
abnormalitas kornea jarang pada anak-anak. Angka kejadian infeksi dan
perdarahan sama antara anak dan dewasa. Glaukoma pada anak-anak
aphakia dapat terjadi beberapa tahun kemudian.

7. Komplikasi
Tanpa intervensi yang segera, katarak kongenital dapat memicu terjadinya
“mata malas” atau ambliopia. Keadaan ambliopia ini kemudian memicu masalah
15

lain seperti nistagmus, strabismus, dan ketidakmampuan untuk menyempurnakan


gambaran terhadap objek. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan belajar,
kepribadian, dan penampilan, lebih jauh lagi mempengaruhi seluruh kehidupan
anak.4 Ambliopia yang terjadi dapat berupa ambliopia sensoris (ambliopia ex
anopsia) akibat makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan dan
ambliopia eksanopia akibat kerusakan permanen pada saraf penglihatan. 14 Operasi
katarak pada anak-anak memiliki komplikasi yang lebih tinggi dibandingkan pada
orang dewasa. Komplikasi pasca operasi adalah sebagai berikut:2
1. Kekeruhan capsular posterior hampir menyeluruh jika kapsul posterior masih
dipertahankan pada anak di bawah usia 6 tahun. Hal ini juga lebih penting
pada anak-anak karena efek ambliogeniknya. Insiden kekeruhan berkurang
saat capsulorhexis posterior dikombinasikan dengan vitrektomi.
2. Membran sekunder dapat terbentuk di seluruh pupil, terutama di
microphthalmic mata atau dengan uveitis kronis. Pada uveitis pasca operasi
fibrinosa di mata dinyatakan normal, kecuali jika diobati dengan agresif, juga
dapat mengakibatkan pembentukan membran.
3. Proliferasi epitel lensa bersifat universal tetapi biasanya penglihatan tidak
konsekuen, karena tidak melibatkan sumbu visual. Dan dapat berupa sisa-sisa
kapsul anterior dan posterior dan disebut sebagai cincin Soemmerring.
4. Glaukoma akhirnya berkembang pada sekitar 20% dari mata.
 Closed-angle glaucoma dapat terjadi pada periode pasca operasi segera di
mata microphthalmic sekunder karena terdapat penyumbatan pupil.
 Secondary open-angle galucoma dapat berkembang bertahun-tahun
setelah operasi awal, karena itu penting untuk memantau tekanan
intraokular jangka panjang.
5. Ablasio retina merupakan komplikasi yang jarang terjadi dan biasanya
terlambat.

8. Prognosis
Prognosis visus tergantung dari age of onset, jenis katarak
(unilateral/bilateral, total/parsial), ada tidaknya kelainan mata yang menyertai
16

katarak, tindakan operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca
operasi.2 Dengan menggunakan teknik-teknik bedah canggih saat ini, penyulit
intra-operasi dan pasca-operasi serupa dengan yang terjadi pada tindakan untuk
katarak dewasa. Dengan pengalaman, ahli bedah katarak anak-anak dapat
mengharapkan hasil teknik yang baik pada lebih dari 90 % kasus. Koreksi optik
sangat penting bagi bayi dan memerlukan usaha besar oleh ahli bedah dan orang
tua pasien. Koreksi tersebut dapat berupa kacamata untuk anak-anak harus diikuti
dengan koreksi lensa kontak. Epikeratofakia tampaknya memberi harapan untuk
mengkoreksi afakia pada pasien pediatrik yang tidak dapat mentoleransi lensa
kontak.5
Prognosis penglihatan untuk pasien katarak anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian
penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.5
Hasil pembedahan katarak kongenital biasanya kurang memuaskan, karena
banyak penyulit pembedahan atau adanya kelainan-kelainan kongenital lainnya di
mata yang menyertainya.6 Pada monokular katarak yang dibedah dini disertai
dengan pemberian lensa kontak segera akan menghindari gangguan
perkembangan penglihatan, maka sebaiknya katarak kongenital dilakukan
pembedahan sebelum bayi berusia 4 bulan. Pada bayi pemakaian lensa kontak
masih merupakan masalah. Pembedahan katarak kongenital sesudah berusia 4
bulan biasanya tidak efektif lagi.13 Beberapa ahli mengatakan waktu yang
optimum untuk pembedahan katarak adalah antara enam minggu hingga tiga
bulan sejak kelahiran bayi.4
17

BAB III

KESIMPULAN

Katarak kongenital didefinisikan sebagai katarak yang mulai terjadi


sebelum atau segera setelah kelahiran dan bayi yang berusia kurang dari satu
tahun. Katarak kongenital disebabkan oleh berbagai hal, seperti herediter,
herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom multisistem,
infeksi, obat-obatan prenatal, radiasi ion prenatal, kelainan metabolik dan
idiopatik. Katarak kongenital biasanya sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita diabetes melitus, rubela, toxoplasmosis. Berdasarkan morfologi
katarak diklasifikasikan atas, katarak nuclear, lamellar, supranuclear, blue dot,
sutura, polaris anterior, polaris posterior, central oil droplet dan membranosa.
Gejala-gejala pada katarak kongenital dapat berupa silau, leukokoria,
penglihatan berkurang dan strabismus. Intervensi katarak kongenital meliputi
bedah dan non bedah., tergantung pada jenis katarak. Komplikasi berupa
ambliopia, nistagmus, strabismus. Prognosis visus tergantung dari age of onset,
jenis katarak, ada tidaknya kelainan mata yang menyertai katarak, tindakan
operasi (waktu, teknik, komplikasi) dan rehabilitasi visus pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski JJ Bowling B. Congenital Cataract in Clinical Ophthalmology A


Systematic Approach Seventh Edition. UK : Elsevier. 2011.303.

2. Jugnoo S. R., Carol D. and for the British Congenital Cataract Interest
Group, Measuring and Interpreting the Incidence of Congenital Ocular
Anomalies: Lessons from a National Study of Congenital Cataract in the
UK Investigative Ophthalmology and Visual Science. 2021;42:1444-1448.

3. Vaughan DG, Asbury T, Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Idya


Medika Jakarta : 2020.175-184.

4. Wijana NSD. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Abadi Tegal. Jakarta :
2013. 190-196.

5. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-2. Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000.146.

6. Ekantini R, Ghani TT. Glaukoma. In: Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta:


FK Universitas Gadjah Mada; 2007.

7. Song P, Wang J, Bucan K, Theodoratou E, Rudan I, Chan KY. National


and subnational prevalence and burden of glaucoma in China: A systematic
analysis. J Glob Health. Desember 2017;7(2).

8. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 4 ed. Jakarta: FK Universitas


Indonesia; 2013.

9. Ubeydulla T, Das T, Hans L, Marashi M, Lapam P, Asil S. First Rapid


Assessment of Avoidance Blindness Survey in the Maldives: Prevalence
and Causes of Blindness and Cataract Surgery. Asia Pasific Academy of
Ophthalmology. India. 2017.

10. Khalilullah, Said A. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis.


Jakarta: Media Publisher, 2020.

11. Ackland P, Resnikoff, Bourne. World blindness and visual impairment:


despite many successes, the problem is growing. Community eye health.
2017:30;(100). pp. 71–73,.

12. Syarifah MA, Busitamam A, Tampubolon PP. Cataract classification based


on fundus image using an optimized convolution neural network with
lookahead optimizer. AIP Conf Proceed 2020:2296(1). p. 020034.

13. Weni PP, Utomo BFH, Alfalah. Detection of Cataract Based on Image

18
19

Features Using Convolutional Neural Networks. IJCCS. 2021:15(1). p. 75.

14. Junayed MS, Islam MB, Sadeghzadeh A, Rahman S. CataractNet: An


automated cataract detection system using deep learning for fundus images.
J IEEE Access. 2021:9(1);pp. 128799–128808.

15. Tataru CI, Costache A, Boruga O. Congenital cataract – clinical and


morphological aspects. Rom J Morphol Embryol. 2020, 61(1):105–112.

16. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. 2017–2018 Basic and Clinical Science
Course (BCSC). Section 11: Lens and cataract. American Academy of
Ophthalmology, San Francisco, CA, USA, 2017.

17 Long E, Lin Z, Chen J, Liu Z, Cao Q, Lin H, Chen W, Liu Y. Monitoring and
morphologic classification of pediatric cataract using slit-lamp-adapted
photography. Transl Vis Sci Technol, 2017, 6(6):2.

18. Haargaard B, Wohlfahrt J, Fledelius HC, Rosenberg T, Melbye M. A nationwide


Danish study of 1027 cases of congenital/infantile cataracts: etiological and
clinical classifications. Ophthalmology, 2014, 111(12):2292–2298.

19. Medsinge A, Nischal KK. Pediatric cataract: challenges and future directions. Clin
Ophthalmol, 2015, 9:77–90.

20. Chen PF, Tsai PY, Cheng YC, Lee CT, Chang CH. Congenital cataracts
diagnosed by prenatal ultrasound. Taiwan J Obstet Gynecol, 2015, 54(4):461–462.

21. Costache A, Dumitru M, Anghel I, Cergan R, Anghel AG, Sarafoleanu C.


Ultrasonographic anatomy of head and neck – a pictorial for the ENT specialist.
Med Ultrason, 2015, 17(1): 104–108.

22. Van Looveren J, Van Gerwen V, Schildermans K, Laukens K, Baggerman G,


Tassignon MJ. Proteomic analysis of posterior capsular plaques in congenital
unilateral cataract. Acta Ophthalmol, 2018, 96(8):e963–e969.

Anda mungkin juga menyukai