Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan Program Imunisasi (PPI) merupakan program
pemerintah dalam bidang imunisasi guna mencapai komitmen
internasional Universal Child Immunization (UCI) pada akhir 1990.
Tujuan program imunisasi dalam komitmen internasional (ultimate
goal) adalah eradikasi polio (ERAPO), eliminasi tetanus neonatorum
(ETN), serta reduksi campak, yang akan dicapai pada tahun 2000.
Sedangkan target UCI 80-80-80 merupakan tujuan antara
(intermediate goal) berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, polio,
campak dan hepatitis B, harus mencapai 80% baik di tingkat nasional,
propinsi, kabupaten bahkan di setiap desa (Ismael, 2001).
Pada saat ini imunisasi sendiri sudah berkembang cukup pesat, ini
terbukti dengan menurunnya angka kesakitan dan angka kematian
bayi. Angka kesakitan bayi menurun 10% dari angka sebelumnya,
sedangkan angka kematian bayi menurun 5% dari angka sebelumnya
menjadi 1,7 juta kematian setiap tahunnya di Indonesia (Depkes
RI/2009).
Apabila Imunisasi dasar belum pernah diberikan pada usia yang
seharusnya tetapi belum mencapai usia 8 tahun, perlu diberikan 4
dosis DPT (1-3 berselang 1-2 bulan dan yang ke-4 diberikan enam
bulan kemudian). Apabila umur anak sudah menginjak lebih dari 8
tahun, dapat diberikan Td (ADT=adult), Vaksin difteri untuk dewasa),
sebagai pengganti DT yang diberikan 3 dosis intrval 1-2 bulan dengan
booster TD maupun TT sepuluh tahun kemudian (Ranuh, 2001).
Pemerintah juga berencana melakukan tiga tahap kampanye imunisasi
campak dan polio selama tahun 2009-2011. Kampanye polio dan
campak tahap pertama dilaksanakan tanggal 6-24 Oktober di provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Maluku Utara. "Untuk
tahap pertama di tiga provinsi, nanti semua akan dapat. Penetapan
prioritas ini dilakukan berdasar cakupan imunisasi dan hasil surveilans.
Tahun 2010, kampanye serupa tahap kedua akan dilakukan di Maluku,

Papua Barat, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu,


Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur dan Banten.
Kampanye tahap ketiga akan dilakukan di semua provinsi yang ada di
pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Selama masa kampanye, masyarakat yang memiliki anak berusia
di bawah lima tahun diminta membawa anak-anak mereka ke pos-pos
pelayanan imunisasi yang ada di puskesmas, posyandu dan sarana
kesehatan lain untuk mendapatkan vaksinasi polio oral dan suntikan
vaksin campak. Kegiatan itu diharapkan dapat mencegah munculnya
kasus baru penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi hingga saat
ini kejadian penyakit tersebut masih ditemui dan bahkan menimbulkan
kejadian luar biasa di beberapa daerah.
Pada hakekatnya masalah imunisasi tidak luput dari perhitungan
untung rugi. Dengan imunisasi anak pasti dapat mencapai keuntungan
bukan kerugian. Keuntungan pada imunisasi tidak terlihat dalam
bentuk materi.Mungkin pula secara langsung dirasakan. Anak yang
tidak mendapat imunisasi mempunyai resiko tinggi terjangkit penyakit
infeksi dan menular. Penyakit ini mungkin menyebabkan ia cacat
seumur hidup, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak
bahkan dapat berakhir dengan kematian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan imunisasi atau vaksinasi ?
2. Apa tujuan dari imunisasi atau vaksinasi ?
3. Bagaimana Standar Operasional Prosedur (SOP) imunisasi atau
vaksinasi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian imunisasi atau vaksinasi.
2. Untuk mengetahui tujuan dari imunisasi atau vaksinasi.
3. Untuk mengetahui Standar Operasional Prosedur (SOP) imunisasi
atau vaksinasi.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Imunisasi
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai
untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam
tubuh melalui suntikan (misalnya BCG, DPT, dan campak) dan melalui
mulut (misalnya vaksin polio).
B. Tujuan Imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi
kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
C. Imunisasi yang Diwajibkan
Imunisasi Wajib inilah ada 5 jenis imunisasi yang wajib diperoleh
bayi sebelum usia setahun. Penyakit-penyakit yang hendak dicekalnya
memiliki angka kesakitan dan kematian yang tinggi, selain bisa
menimbulkan kecacatan.
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi
yang digunakkan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. Vaksin
BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah
dilemahkan. TB disebabkan kumanMycrobacterium
tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu
butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk,

bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain : berat badan anak


sudah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang,
demam dan berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa
inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.
Usia pemberian dibawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah
usia 2 bulan, disarankan tes Montoux (tuberculin) dahulu untuk
mengetahui apakah pada bayi telah terdapat
kumanMycrobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi
dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang
tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah
lahir bayi harus di imunisasi BCG.
Jumlah pemberian cukup 1 kali saja, tidak perlu
diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga
antibody yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin
berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan. Kontra
indikasi dalam pemberian imunisasi ini yaitu tidak dapat diberikan
pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan mantoux positif.
Adanya penyakit kulit yang berat dan menahun seperti : eksim,
furunkulosis dan sebagainya. Efek Samping imunisasi BCG tidak
menimbulkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. Setelah
1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan
yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi
luka.Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan
dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa
padat tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal
tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan
sendirinya.
Cara pemberian imunisasi BCG ini adalah :
a. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih
dahulu. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS
5 ml) dengan 4 ml pelarut.
b. Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan menyuntikkan dosis
sebanyak itu secara akurat, harus menggunakan spuit dan
jarum kecil yang khusus.

c. Disuntikkan di lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) ke


dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan
(intrakutan). Untuk memberikan suntikkan intrakutan secara
tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10
mm, ukuran 26)
Alat dan bahan:
a.
b.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Spuit tuberculin dengan jarum ukuran 25-27 panjang 10 mm.


Vaksin BCG dan gergaji ampul.
Ampul berisi NaCl 0,9 %
Kapas lembab (dibasahi air matang)
Sarung tangan bersih
Prosedur pemberian imunisasi BCG:
Cuci tangan
Gunakan sarung tangan bersih
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Buka vaksin BCG
Larutkan vaksin dengan NaCl 0,9 % sebanyak kurang lebih 4 cc
Isi spuit dengan vaksin sebanyak 0,05 ml yang sudah dilarutkan
Atur posisi dan bersihkan lengan ( daerah yang akan diinjeksi,

yaitu 1/3 bagian lengan atas) dengan kapas DTT


h. Tegangkan daerah yang akan diinjeksi
i. Tusukkan jarum dengan sudut 10-15 derajat kemudian
masukkan vaksin.
j. tarik spuit setelah vaksin habis dan jangan dimasase
k. Usap area bekas injeksi dengan kapas bersih jika ada darah
yang keluar
l. Lepas sarung tangan dan cuci tangan.
m. catat respon yang terjadi, vaksin berhasil jika timbul benjolan di
kulit dengan kulit kelihatan pucat dan pori-pori tampak jelas.
2.

Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam
program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang termasuk Negara
endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak, penyakit
yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah
terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainankelainan yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin
terjadi sirosis atau pengerutan hati (kerusakan sel hati yang berat).
Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan kanker hati.

Usia pemberian imunisasi ini sekurang-kurangnya 12 jam


setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan
pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan
usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap
VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah
lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan imunoglobin
antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam. Jumlah
pemberiannya sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara
suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara suntikan
kedua dan ketiga. Kontra indikasinya yaitu hipersensitif terhadap
komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan pada anak yang
menderita sakit berat. Sedangkan efek sampingnya adalah
umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang),
berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam
ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang
dalam waktu dua hari.
Cara pemberian imunisasi ini yaitu pada anak di lengan
dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi dipaha lewat
anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot
bagian luar). Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa
mengurangi efektivitas vaksin.
Adapun alat dan bahan :
a. Spuit diposibel 2,5 cc dan jarumnya
b. Vaksin hepatitis dan pelarutnya dalam termos es.
c. Kapas alcohol dalam tempatnya.
d. Sarung tangan bersih.
Prosedur pemberian imunisasi ini :
a.
b.
c.
d.

Cuci tangan
Gunakan sarung tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Ambil vaksin hepatitis dengan spuit sesuai program/anjuran,

yakni 0,5.
e. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul
bayi, menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan
kiri bayi, tangan kanan bayi melingkar kebadan ibu dan tangan
kanan ibu memegang kaki bayi dengan kuat).

f. Lakukan desinfeksi didaerah 1/3 tengah paha bagian luar yang


akan diinjeksi dengan kapas alcohol.
g. Tegangkan daerah yang akan diinjeksi.
h. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular
didaerah fermur
i. Cuci tangan
j. Catat reaksi yang terjadi.

3. Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio.
Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan
virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga lewat
percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk kemulut orang
sehat.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari,
umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu
anggota gerak. Namun tidak semua orang yang terkena virus polio
akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio
yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio
akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut
dengan dosis 2 tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru
lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya setiap 4-6
minggu. Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian vaksin
polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B,
dan DPT. Bagi bayi yang sedang meneteki maka ASI diberikan
seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin polio.
Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang
DPT dengan interval 2 jam.
Imunisasi ulang masih diperlukan walaupun seorang anak
pernah terjangit polio. Alasannya adalah mungkin anak yang
menderita polio itu hanya terjangkit oleh virus polio tipe 1. Artinya
bila penyakitnya telah menyembuh, ia hanya mempunyai

kekebalan terhadap virus polio tipe 1, tetapi tidak mempunyai


kekebalan terhadap jenis virus polio tipe II dan III.
Usia pemberian pada saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2,
4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat
lahir, pemberian vaksin DPT. Kontra indikasinya tidak dapat
diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam
tinggi (di atas 38 derajat Celsius), muntah atau diare, penyakit
kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan
steroid dan pengobatan radiasi umum, serta anak dengan
mekanisme kekebalan terganggu. Pada anak dengan diare berat
atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya
ditangguhkan, demikian juga pada anak yang menderita penyakit
gangguan kekebalan (difisiensi imun). Alasan untuk tidak
memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat adalah
kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan
penyakit batuk, pilek, demam, atau diare ringan imunisasi polio
dapat diberikan seperti biasanya. Efek sampingnya
hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami
pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Cara pemberiannya yaitu :
a. Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau
lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang
digunakan adalah OPV.
b. 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) dengan interval
setiap dosis minimal 4 minggu
c. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru.
Alat dan bahan :
a. Vaksin polio dalam termos es/flakon berisi vaksin polio
b. Pipet plastic
Prosedur:
a.
b.
c.
d.

Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
Ambil vaksin polio dalam termos es
Atur posisi bayi, mintalah orang tua untuk memegang bayi
dengan kepala disangga dan dimiringkan kebelakang

e. Teteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah. Jangan


biarkan alat tetes menyentuh bayi, buka mulut bayi secara hatihati, baik dengan ibu jari pada dagu (untuk bayi kecil) atau
dengan menekan pipi bayi dengan jari-jari.
f. Cuci tangan
g. Catat reaksi yang terjadi
4. Imunisasi DPT
Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan
kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit
difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Pemberian ini dilakukan
pada semua pasien yang akan melakukan imunisasi DPT di
Posyandu pada anak berumur 2-11 bulan.
Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah
dilemahkan (toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama
dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan
vaksin tetanus dan pertusis (DPT).
Vaksin terhadap pertusis terbuat dari kuman Bordetella
Pertusis yang telah dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama
dengan vaksin difteria dan tetanus (DPT, vaksin tripe)
Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah
toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan
dan kemudian dimurnikan. Ada 3 macam kemasan vaksin tetanus,
yaitu:
a. Bentuk kemasan tunggal (TT)
b. Kombinasi dengan vaksin difteria (DT)
c. Kombinasi dengan Vaksin difteria dan pertusis (DPT)
Untuk usia dan jumlah pemberiannya sebagai berikut:
a. 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), Diberikan 3 kali karena
suntikan pertama tidak memberikan apa-apa dan baru akan
memberikan perlindungan terhadap serangan penyakit
apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.
b. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 2 tahun
atau pada usia 18 bulan setelah imunisasi dasar ke-3.
c. Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1)
vaksin pertusis tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari

5 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih hebat selain itu
perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.
d. Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak
yang mendapat DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja
dengan dosis 0,5 cc dengan cara IM, dan yang tidak
mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan DT sebanyak 2
kali dengan interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM,
apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang didapat
pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila
bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan
DT dengan cara yang sama dengan DPT.
e. Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki
daya tahan tubuh yang mungkin menurun setelah sekian
lama. Karena itu mestii diperkuat lagi dengan pengulangan
pemberian vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan 5 kali
suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun
di usia 12 tahun, seorang anak biasanya mendapat lagi
suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis) di sekolahnya. Di atas
usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali terjadi dan
dianggap bukan masalah.
Kontra Indikasi pemberiannya yaitu tidak dapat
diberikan kepada meraka yang kejangnya di sebabkan suatu
penyakit seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betulbetul berat atau habis di rawat karena infeksi otak, dan yang alergi
terhadap DPT. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P
karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.
Efek Sampingnya terdapat gejala-gejala yang bersifat
sementara seperti : lemas, demam, pembengkakan, dan atau
kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala
berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang
biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi
bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Cara pemberian :
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar
suspensi menjadi homogen.

b. Disuntikan secara Intramuskular pada paha tengah luar dengan

a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.

dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.


Alat dan Bahan :
Spuit disposable 2,5 cc dan jarumnya.
Vaksin DPT dan pelarutnya.
Kapas alcohol dalam tempatnya
Sarung tangan
Prosedur :
Cuci tangan.
Gunakan sarung tangan
Jelaskan prosedur yangn akan dilaksanakan
Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai program/anjuran, yakni

0,5 ml
e. Atur posisi bayi ( bayi dipangkuan ibunya, tangan kiri ibu
merangkul bayi, menyangga kepala, bahu dan memegang sisi
luar tangn bayi. Tangan kanan bayi melingkar ke badan ibu dan
tangan kanan ibu memegang kaki bayi dengan kuat.
f. Lakukan desinfeksi di 1/3 tengah paha bagian luar yang akan
diinjeksi dengan kapas alcohol
g. Tegangkan daerah yang akan diinjeksi
h. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuscular di
daerah femur
i. Lepas sarung tangan
j. Cuci tangan
k. Catat reksi yang terjadi
5. Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari
ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibody dari ibunya
semakin menurun sehingga butuh antibody tambahan lewat
pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah
menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang
sekali terserang penyakit yang disebabkan virus mobili ini.
Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali
terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air
ludah (droplet) penderita yang tertiup melalui hidung atau mulut.
Pada masa inkubasi yang berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya
sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul gejala flu (batuk, pilek,

demam), mata kemerahan-merahan, berair dan merasa silau saat


melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintikbintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga
mengalami diare. Satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi
yang turun naik, berkisar 38-40 derajat celcius. Seiring dengan itu,
barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan cirri khas
penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu kecil.
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari
1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg
residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. (vademecum
Bio Farma Jan 2002).
Usia dan Jumlah Pemberian yaitu sebanyak 2 kali; 1 kali di usia
9-11 bulan, dan ulangan (booster) 1 kali di usia 6-7 tahun.
Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena
antibody dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak
umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum
mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan harus
diimunisasi MMR(Measles Mumps Rubella).
Efek sampingnya umumnya tidak ada. Pada beberapa anak,
bias menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat
kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga
terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
Kontra Indikasi pada Anak yang mengidap penyakit immune
deficiency atau yang diduga menderita gangguan respon imun
karena leukemia, limfoma.
Cara pemberian :
a. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus
dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5
ml cairan pelarut.
b. Suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan dengan
dosis 0,5 cc.
Alat dan Bahan :
a. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya.
b. Vaksin campak dan pelarutnya dalam termos es.
c. Kapas alcohol dalam tempat.

d. Sarung tangan.
Prosedur :
a.
b.
c.
d.

Cuci tangan.
Gunakan sarung tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Ambil vaksin campak dengan spuit sesuai dengan

program/anjuran
e. Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, lengan kanan bayi dilepat
diketiak ibunya. Ibu menopang kepala bayi, tangan kiri ibu
memegang tangan kiri bayi)
f. Lakukan desinfeksi 1/3 bagian lengan kanan atas
g. Tegangkan daerah yang akan diinjeksi.
h. Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum dengan sudut 45
derajat.
i. Setelah vaksin habis, tarik spuit sambil menekan lokasi
penyuntikan dengan kapas.
j. Lepaskan sarung tangan.
k. Cuci tangan
l. Catat reaksi yang terjadi
D. Imunisasi yang dianjurkan
1. MMR
Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan
imunisasi yang digunakan dalam memberikan kekebalan tergadap
penyakit campak (measles); gondong, parotis epidemika (mumps);
dan campak Jerman (rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang
dipakai adalah virus campak starin Edmonson yang dilemahkan,
virus rubella strain RA 27/3, dan virus gondong. Vaksin harus
disimpan pada suhu 2-8oC atau lebih dan terlindung dari sinar
matahari. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah di
larutkan dan diletakan pada tempat sejuk, terlindung dari cahaya
menjaga vaksin tetap stabil dan tidak kehilangan potensinya.
Vaksin kehilangan potensi pada suhu 22-25 derajat Celcius.
Dosis pemberian adalah satu kali 0,5 ml secara intramuscular
atau subkutan dalam. Vaksin diberikan pada anak umur 15-18
bulan untuk menghasilkan serokonversi terhadap ketiga virus
tersebut. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau setelah
imunisasi yang lain. Apabila anak telah mendapatkan imunisasi

MMR pada usia 12-18 bulan, maka imunisasi campak-2 pada umur
5-6 tahun tidak perlu diberikan. Vaksin ulang diberikan pada usia
10-12 tahun atau 12-18 tahun sebelum pubertas.
Khusus pada daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi
campak yang monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11
bualn danbooster (ulangan) dapat dilakukan MMR pada usia 15-18
bulan.
Vaksin harus diberikan, meskipun ada riwayat infeksi campak,
gondongan, rubella atau imunisasi campak. Imunisasi MMR dapat
diberikan pada usia 9 bulan, serta beberapa indikasi berikut ini:
anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis, kelainan
jantung/ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom down. Infeksi HIV,
anak diatas 1 tahun di tempat penitipan anak (TPA)/kelompok
bermain dan anak dilembaga cacat mental. Anak dengan riwayat
kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus diberikan
imunisasi ini.
Kontra indikasi imunisasi ini antara lain keganasan yang tidak
diobati. Gangguan imunitas, alergi berat, demam akut, sedang
mendapat vaksin hidup lain seperti BCG, kehamilan, dalam tiga
bulan setelah tranfusi darah atau pemberian imunoglobin,
defisiensi imun termasuk HIV dan setelah suntikan imunoglobin.
Reaksi KIPI dari vaksin MMR, antara alin reaksi sistemik seperti
malaise, ruam, demam, kejang demam dalam 6-11 hari, ensefalitis,
pembengkekan kelenjar parotitis, meningoensefalitis dan
trombositopeni
2. HiB
Imunisasi HiB (haemophilus influenza tipe b) merupakan
imunisasi yang diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit
influenza tipe b. vaksin ini adalah bentuk polisakarida murni (PRP
:purified capsularpolysaccharideH.influenzae tipe b. antigen dalam
vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan protein-protein lain,
seperti tosoid tetanus (PRP-T), toksoid difteri (PRP-D atau PRPCR50),
atau dengan kuman menongokokus (PRP-OMPC).

Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP-T dilakukan 3


suntikan dengan interval 2 bulan (usia 2, 4, 6 bulan), sedangkan
vaksin PRP-OMPC dilakukan 2 suntikan dengan interval 2 bulan (usia
2 dan 4 bulan). Dosis pemberian vaksin ini adalah 0,5 ml, diberikan
melalui injeksi intramuskuler. Vaksin PRP-T atau PRP-OMP perlu
diulang pada umur 18 bulan. Apabila anak datang usia 1-5 tahun,
Hib hanya diberikan satu kali saja.

3.

Varicella (Cacar Air)


Imunisasi varicella merupakan imunisasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinya penyakit cacar air (varicella). Vaksin
varicella merupakan virus varicella zoozter strain OKA yang
dilemahkan dalam bentuk bubuk kering. Bentuk ini kurang stabil
dibanding vaksin virus hidup lain. Vaksin harus disimpan pada suhu
2-80C. Efektivitas vaksin ini tidak diragukan lagi, tetapi harga untuk
saat ini masih sangat mahal.
Pemberian pada anak hanya diperlukan satu dosis vaksin.
Bagi individu imunokompromise, remaja dan dewasa memerlukan
dua dosis, selang 1-2 bulan. Vaksin dapat diberikan bersamaan
dengan vaksin MMR. Pemberian vaksin varicella dapat diberikan
suntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropis dengan dosis
0,5 ml secara subkutan dan apabila di atas 13 tahun dapat diberikan
2 kali suntikan dengan interval 4-8 minggu. Untuk anak yang kontak
dengan penderita varisela, vaksin dapat mencegah penularan bila
diberikan dalam waktu 72 jam setelah kontak.
Reaksi KIPI pada vaksin ini, antara lain reaksi local berupa
ruam papul-vesikel ringan. Kontra indikasi vaksin ini, antara lain
demam tinggi, hitung limfosit kurang dari 1200 I, defisiensi imun
seluler, seperti pengobatan keganasan, pengobatan kortikosteroid
dosis tinggi (2mg/kgBB/hari atau lebih) serta alergi neomisin.

4.

Hepatitis A

Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi dapat digunakan


untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis A. pemberian
imunisasi ini dapat diberikan untuk usia diatas 2 tahun. Imunisasi
awal menggunakan vaksin Havrix (berisi virus hepatitis A strain
HM175 yang dinonaktifkan) dengan 2 suntikan dan interval 4
minggu, booster pada 6 bulan setelah nya. Jika menggunakan
vaksin MSD dapat dilakukan 3 kali suntikan pada usia 6 dan 12
bulan.
Pemberian bersamaan dengan vaksin lain (hepatitis b atau
tifoid) tidak mengganggu respon imun masing-masing vaksin dan
tidak meningkatkan frekuensi efek samping. Kombinasi hepatitis
B/Hepatitis A dalam kemasan Prefilled syringe 0,5 ml intramuskuler.
Vaksin kombinasi ini tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan,
tetapi diberikan pada anak lebih dari 12 bulan untuk mengejar
imunisasi hepatitis B yang belum lengkap/belum pernah. Efek
samping dari vaksin ini sangat jarang. Reaksi local ringan
5.

merupakan efek tersering dan demam pada 4% resipien.


Pneumokokus
Vaksin pneumokokus bertujuan untuk mengurangi mortalitas
akibat pneumokokus invasif, adalah pneumonia, bakteriemia dan
meningitis. Vaksin ini dianjurkan diberikan diberikan pada orang
lanjut usia diatas 65 tahun, seseorang dengan asplenia termasuk
anak dengan penyakit sickle cell usia lebih dari 2 tahun, pasien
imunokompromise, pasien imunokompeten dan kebocoran cairan
serebrospinal.
Vaksin ini diberikan dalam dosis tunggal 0,5 ml secara
intramuskuler atau subkutan dalam di daerah deltoid atau paha
anterolateral. Vaksin ulang hanya diberikan bila seorang anak
mempunyai resiko tertular pneumokokus setelah 3-5 tahun atau
lebih. Reaksi KIPI imunisasi ini adalah eritem atau nyeri ringan pada
tempat suntikan kurang dari 48 jam, demam ringan mialgia pada
dosis ke dua. Reaksi anafilaksis jarang ditemukan.
Kontra indikasi absolute apabila timbul reaksi anafilaksis
setelah pemberian vaksin. Kontra indikasi relative vaksinasi
pneumokokus, adalah umur kurang dari 2 tahun, dalam pengobatan

imunosupresan/radiasi kelenjar limfe, kehamilan, telah


mendapatkan vaksin pneumokokus dalam 3 tahun.
6.

Influenza
Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated
influenza virus) terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole-virus dan
split-virus vaccine. Untuk anak-anak dianjurkan jenis split virus
vaccine karena tidak menyebabkan demam tinggi. Vaksin ini
dianjurkan diberikan secara teratur pada kelompok resiko tinggi,
antara lain pasien asma dan kistik fibrosis, anak dengan penyakit
jantung, dan pengobatan imunosupresan, terinfeksi HIV, sickle cell
anemia, penyakit ginjal kronis, penyakit metabolik kronis (diabetes),
penyakit yang membutuhkan obat aspirin jangka panjang.
Vaksin biasanya diberikan sebelum musim penyakit influenza
datang. Pada individu yang pernah terpajan diberikan 1 kali dengan
dosis tunggal. Pada anak atau dewasa dengan gangguan fungsi
imun, diberikan 2 dosis dengan jangka interval 4 munggu. Vaksin
diberikan dengan suntikan subkutan atau intramuscular. 1 dosis
secara teratur setiap tahun dapat diberikan pada anak usia 9 tahun
keatas. Anak usia 6 bulan sampai 9 tahun bila mendapatkan vaksin
pertama kali harus diberikan disis 2 kali berturut-turut dalam jarak 1
bulan.
Kontra indikasi vaksin influenza, antara lain hipersensitif
anafilaksis terhadap vaksin influenza sebelumnya, hipersensitif
telur, demam akut sedang atau berat, ibu hamil dan ibu menyusui.
Reaksi KIPI dari vaksin ini, antara lain nyeri local, eritema dan
indurasi di tempat penyuntikan, demam, lemas, mialgia (flu-like
symptoms) setelah 6 sampai 12 jam pasca imunisasi selama 1-2
hari.

7.

Tifoid
Terdapat dua jenis vaksin demamtifoid, yaitu vaksin
suntikan(polisakarida atau capsular Vi Polisaccharide/ViPS) dan
vaksin tipoid oral Ty21a. Vaksin suntikan diberikan setiap pada umur

lebih dari 2 tahun. Vaksin ulangan berikan setiap 3 tahun. Vaksin


oral dikemas dalam bentuk kapsul, disimpan pada suhu 2-8 derajat
C. Vaksin diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dalam 3 dosis
dengan interval selang sehari (hari 1,3,5). Vaksin ulangan diberikan
setiap 3-5 tahun. Vaksin ke-4 ini umumnya diberikan pada turis yang
akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.
Vaksin diminum 1 jam sebelum makan dengan minuman yang
tidak lebih dari 37 oC. Kapul harus ditelan utuh dan tidak boleh
dipecahkan karena dapat rusak oleh asam lambung. Vaksin tidak
boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic, sulfonamide atau
antimalaria yang aktif terhadap salmonella. Vaksin memberi respon
kuat terhadap interferon mukosa, sehingga pemberian vaksin polio
oral ditunda dua minggu setelah pemberian kapsul tifoid ini.
Dianjurkan imunisasi tifoid sebelum berpergian ke daerah
resiko tinggi demam tifoid. Reaksi KIPI vaksin ini, antara lain
reaksi local (bengkak, nyeri, kemerahan di tempat penyuntikan).
Reaksi sistemik seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi,
nyeri otot, nausea dan nyeri perut jarang dijumpai. Kontra indikasi
vaksin ini anatara lain alergi bahan ajuvan vaksin dan demam.
Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 oC, tidak boleh dibekukan dan
akan kadaluwarsa dalam waktu 3 tahun.

BAB III
PENUTUP
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh

membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.


Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang dipakai
untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam
tubuh melalui suntikan (misalnya BCG, DPT, dan campak) dan melalui
mulut (misalnya vaksin polio).
Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi
kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi ada dua
golongan yaitu imunisasi yang diwajibkan dan yang dianjurkan.

Anda mungkin juga menyukai