Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai
antigen.Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein
racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti
yang dibuat tubuh disebut antibodi.
Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan. Berhasil tidaknya tubuh
memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang
dibentuk. Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat.
Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang baru untuk pertama kali
dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman
ganas.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk
antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai
“pengalaman” untuk mengatasinya.Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan
berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan
cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat
menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun)
terhadap penyakit tersebut.
Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi
perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia)
yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman
luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan
berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan
perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat
suntikan/imunisasi ulangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian imunisasi


Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan
yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam
tubuh melalui suntikan (misalnya BCG, DPT, dan campak) dan melalui mulut
(misalnya vaksin polio).

2.2. Tujuan imunisasi


Tujuan pemberian imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap
penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat
mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

2.3. Imunisasi yang diwajib


Imunisasi Wajib inilah ada 5 jenis imunisasi yang wajib diperoleh bayi sebelum
usia setahun. Penyakit-penyakit yang hendak dicekalnya memiliki angka kesakitan
dan kematian yang tinggi, selain bisa menimbulkan kecacatan.
1. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (basillus calmette guerin) merupakan imunisasi yang digunakkan
untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. Vaksin BCG merupakan vaksin yang
mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. TB disebabkan
kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular
melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk,
bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain : berat badan anak sudah bertambah,
sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga
diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.
Usia Pemberian
Dibawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan
tes Montoux (tuberculin) dahulu untuk mengetahui apakah pada bayi telah terdapat
kuman Mycrobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil
tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke
rumah, segera setelah lahir bayi harus di imunisasi BCG.
Jumlah Pemberian
Cukup 1 kali saja, tidak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman
hidup sehingga antibody yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin
berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
Kontra indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau
menunjukan mantoux positif. Adanya penyakit kulit yang berat dan menahun seperti :
eksim, furunkulosis dan sebagainya
Efek Samping :
Imunisasi BCG tidak menimbulkan reaksi yang bersifat umum seperti demam.
Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang
berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan,
akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat tidak sakit dan
tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal tidak memerlukan pengobatan dan
akan menghilang dengan sendirinya.
Cara pemberian :
1. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan
dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml) dengan 4 ml pelarut.
2. Dosis 0,05 cc, untuk mengukur dan menyuntikkan dosis sebanyak itu secara
akurat, harus menggunakan spuit dan jarum kecil yang khusus.
3. Disuntikkan di lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) ke dalam lapisan kulit
dengan penyerapan pelan-pelan (intrakutan). Untuk memberikan suntikkan
intrakutan secara tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat  halus
(10 mm, ukuran 26).

2. Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya.
Apalagi Indonesia yang termasuk Negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika
menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak
lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan
yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan
hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan
kanker hati.
Usia Pemberian :
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak
ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia
antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi
yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan
dengan imunoglobin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Jumlah Pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua,
kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Kontra Indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan pada anak
yang menderita sakit berat.
Efek Samping :
Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan
nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun
reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
Cara Pemberian :
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi dipaha lewat
anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

3. Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat
menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular.
Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga
lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk kemulut orang sehat.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan
mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tidak
semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung
keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio
akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut dengan dosis 2
tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan
selanjutnya setiap 4-6 minggu. Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian
vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT.
Bagi bayi yang sedang meneteki maka ASI diberikan seperti biasa karena ASI tidak
berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan
imunisasi ulang DPT dengan interval 2 jam.
Imunisasi ulang masih diperlukan walaupun seorang anak pernah terjangit polio.
Alasannya adalah mungkin anak yang menderita polio itu hanya terjangkit oleh virus
polio tipe 1. Artinya bila penyakitnya telah menyembuh, ia hanya mempunyai
kekebalan terhadap virus polio tipe 1, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap
jenis virus polio tipe II dan III.
Usia Pemberian :
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18
bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin DPT.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi
(di atas 38 derajat Celsius), muntah atau diare, penyakit kanker atau keganasan,
HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta
anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio
sebaiknya ditangguhkan, demikian juga pada anak yang menderita penyakit
gangguan kekebalan (difisiensi imun). Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio
pada keadaan diare berat adalah kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada
anak dengan penyakit batuk, pilek, demam, atau diare ringan imunisasi polio dapat
diberikan seperti biasanya.
Efek Samping :
Hampir  tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang  mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Cara Pemberian :
 Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut
(Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) dengan interval setiap dosis minimal
4 minggu.
 Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru.

4. Imunisasi DPT
Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif
dalamwaktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan
tetanus.
5. Vaksinasi dan jenis vaksin
 Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan
(toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus dalam
bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPT).
 Vaksin terhadap pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertusis yang telah
dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin difteria dan tetanus
(DPT, vaksin tripe)
 Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus,
yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan.
Ada 3 macam kemasan vaksin tetanus, yaitu:
1.      Bentuk kemasan tunggal (TT)
2.      Kombinasi dengan vaksin difteria (DT)
3.      Kombinasi dengan Vaksin difteria dan pertusis (DPT)
Usia dan Jumlah Pemberian :
a. 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), Diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak
memberikan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan
penyakit apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.
b. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun atau pada usia 18
bulan setelah imunisasi dasar ke-3.
c. Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1) vaksin pertusis
tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul
dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.
d. Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang mendapat
DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara
IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan DT sebanyak 2
kali dengan interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM, apabila hal ini
meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan
2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti
dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.
Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh yang
mungkin menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat lagi dengan
pengulangan pemberian vaksin (booster).  Kalau sudah dilakukan 5 kali suntikan
DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12 tahun, seorang anak
biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis) di sekolahnya. Di atas
usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali terjadi dan dianggap bukan masalah.
Kontra Indikasi  :
Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di sebabkan suatu penyakit
seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis di rawat
karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT. Mereka hanya boleh menerima
vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.
Efek Samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, pembengkakan, dan
atau kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti
demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah
imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Cara pemberian :
 Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebihdahulu agar suspensi menjadi
homogen.
 Disuntikan secara Intramuskular pada paha tengah luar dengan dosis pemberian
0,5 ml sebanyak 3 dosis.
4. Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring
bertambahnya usia, antibody dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibody
tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular,
dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang
disebabkan virus mobili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup.
Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)
penderita yang tertiup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul
gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahan-merahan, berair dan merasa silau
saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih
yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-dua hari
kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40 derajat celcius.
Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan cirri khas
penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu kecil.
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5
ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak
lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. (vademecum
Bio Farma Jan 2002).
Usia dan Jumlah Pemberian :
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9-11 bulan, dan ulangan (booster) 1 kali di usia 6-7
tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibody dari
ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia
balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia
12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bias menyebabkan demam dan diare,
namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga
terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
Kontra Indikasi :
Anak yang mengidap penyakit immune deficiency atau yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Cara pemberian :
Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan
pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Suntikan diberikan
pada lengan kiri atas secara subkutan dengan dosis 0,5 cc.

2.4. Imunisasi yang dianjurkan


1. MMR
Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan imunisasi yang digunakan
dalam memberikan kekebalan tergadap penyakit campak (measles); gondong, parotis
epidemika (mumps); dan campak Jerman (rubella).  Dalam imunisasi MMR, antigen
yang dipakai adalah virus campak  starin Edmonson yang dilemahkan, virus rubella
strain RA 27/3, dan virus gondong. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8 oC atau
lebih dan terlindung dari sinar matahari. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam
setelah di larutkan dan diletakan pada tempat sejuk, terlindung dari cahaya menjaga
vaksin tetap stabil dan tidak kehilangan potensinya. Vaksin kehilangan potensi pada
suhu 22-25 oC.
Dosis pemberian adalah satu kali 0,5 ml secara intramuscular atau subkutan dalam.
Vaksin diberikan pada anak umur 15-18 bulan untuk menghasilkan serokonversi
terhadap ketiga virus tersebut. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau setelah
imunisasi yang lain. Apabila anak telah mendapatkan imunisasi MMR pada usia 12-
18 bulan, maka imunisasi campak-2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan.
Vaksin ulang diberikan pada usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun sebelum pubertas.
Khusus pada daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi campak yang
monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bualn dan booster  (ulangan) dapat
dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.
Vaksin harus diberikan, meskipun ada riwayat infeksi campak, gondongan, rubella
atau imunisasi campak. Imunisasi MMR dapat diberikan pada usia 9 bulan, serta
beberapa indikasi berikut ini: anak dengan penyakit kronis seperti kistik fibrosis,
kelainan jantung/ginjal bawaan, gagal tumbuh, sindrom down. Infeksi HIV, anak
diatas 1 tahun di tempat penitipan anak (TPA)/kelompok bermain dan anak
dilembaga cacat mental. Anak dengan riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah
kejang harus diberikan imunisasi ini.
Kontra indikasi imunisasi ini antara lain keganasan yang tidak diobati. Gangguan
imunitas, alergi berat, demam akut, sedang mendapat vaksin hidup lain seperti BCG,
kehamilan, dalam tiga bulan setelah tranfusi darah atau pemberian imunoglobin,
defisiensi imun termasuk HIV dan setelah suntikan imunoglobin.
Reaksi KIPI dari vaksin MMR, antara alin reaksi sistemik seperti malaise, ruam,
demam, kejang demam dalam 6-11 hari, ensefalitis, pembengkekan kelenjar parotitis,
meningoensefalitis dan trombositopeni.
2. HiB
Imunisasi HiB ( haemophilus influenza tipe b) merupakan imunisasi yang
diberikan untuk mencegah terjadinya penyakit influenza tipe b. vaksin ini adalah
bentuk polisakarida murni (PRP :purified capsular polysaccharide)
kuman H.influenzae tipe b. antigen dalam vaksin tersebut dapat dikonjugasi dengan
protein-protein lain, seperti tosoid tetanus (PRP-T), toksoid difteri (PRP-D atau
PRPCR50), atau dengan kuman menongokokus (PRP-OMPC).
Pada pemberian imunisasi awal dengan PRP-T dilakukan 3 suntikan dengan
interval 2 bulan (usia 2, 4, 6 bulan), sedangkan vaksin PRP-OMPC dilakukan 2
suntikan dengan interval 2 bulan (usia 2 dan 4 bulan). Dosis pemberian vaksin ini
adalah 0,5 ml, diberikan melalui injeksi intramuskuler. Vaksin PRP-T atau PRP-OMP
perlu diulang pada umur 18 bulan. Apabila anak datang usia 1-5 tahun, Hib hanya
diberikan satu kali saja.
3. Varicella (Cacar Air)
Imunisasi varicella merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit cacar air (varicella). Vaksin varicella merupakan virus varicella
zoozter strain OKA yang dilemahkan dalam bentuk bubuk kering. Bentuk ini kurang
stabil dibanding vaksin virus hidup lain. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-80C.
Efektivitas vaksin ini tidak diragukan lagi, tetapi harga untuk saat ini masih sangat
mahal.
Pemberian pada anak hanya diperlukan satu dosis vaksin. Bagi individu
imunokompromise, remaja dan dewasa memerlukan dua dosis, selang 1-2 bulan.
Vaksin dapat diberikan bersamaan dengan vaksin MMR. Pemberian vaksin varicella
dapat diberikan suntikan tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropis dengan dosis 0,5
ml secara subkutan dan apabila di atas 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan
dengan interval 4-8 minggu. Untuk anak yang kontak dengan penderita varisela,
vaksin dapat mencegah penularan bila diberikan dalam waktu 72 jam setelah kontak.
Reaksi KIPI pada vaksin ini, antara lain reaksi local berupa ruam papul-vesikel
ringan. Kontra indikasi vaksin ini, antara lain demam tinggi, hitung limfosit kurang
dari 1200 µI, defisiensi imun seluler, seperti pengobatan keganasan, pengobatan
kortikosteroid dosis tinggi (2mg/kgBB/hari atau lebih) serta alergi neomisin.
4.   hepatitis A
Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya penyakit hepatitis A. pemberian imunisasi ini dapat diberikan untuk usia
diatas 2 tahun. Imunisasi awal menggunakan vaksin Havrix (berisi virus hepatitis A
strain HM175 yang dinonaktifkan) dengan 2 suntikan dan interval 4
minggu, booster pada 6 bulan setelah nya. Jika menggunakan vaksin MSD dapat
dilakukan 3 kali suntikan pada usia 6 dan 12 bulan.
Pemberian bersamaan dengan vaksin lain (hepatitis b atau tifoid) tidak
mengganggu respon imun masing-masing vaksin dan tidak meningkatkan frekuensi
efek samping. Kombinasi hepatitis B/Hepatitis A dalam kemasan Prefilled syringe
0,5 ml intramuskuler. Vaksin kombinasi ini tidak diberikan pada bayi kurang dari 12
bulan, tetapi diberikan pada anak lebih dari 12 bulan untuk mengejar imunisasi
hepatitis B yang belum lengkap/belum pernah. Efek samping dari vaksin ini sangat
jarang. Reaksi local ringan merupakan efek tersering dan demam pada 4% resipien
5.      Pneumokokus
Vaksin pneumokokus bertujuan untuk mengurangi mortalitas akibat pneumokokus
invasif, adalah pneumonia, bakteriemia dan meningitis. Vaksin ini dianjurkan
diberikan diberikan pada orang lanjut usia diatas 65 tahun, seseorang dengan asplenia
termasuk anak dengan penyakit sickle cell usia lebih dari 2 tahun, pasien
imunokompromise, pasien imunokompeten dan kebocoran cairan serebrospinal.
Vaksin ini diberikan dalam dosis tunggal 0,5 ml secara intramuskuler atau
subkutan dalam di daerah deltoid atau paha anterolateral. Vaksin ulang hanya
diberikan bila seorang anak mempunyai resiko tertular pneumokokus setelah 3-5
tahun atau lebih. Reaksi KIPI imunisasi ini adalah eritem atau nyeri ringan pada
tempat suntikan kurang dari 48 jam, demam ringan mialgia pada dosis ke dua. Reaksi
anafilaksis jarang ditemukan.
Kontra indikasi absolute apabila timbul reaksi anafilaksis setelah pemberian
vaksin. Kontra indikasi relative vaksinasi pneumokokus, adalah umur kurang dari 2
tahun, dalam pengobatan imunosupresan/radiasi kelenjar limfe, kehamilan, telah
mendapatkan vaksin pneumokokus dalam 3 tahun.
6.      Influenza
Vaksin influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated influenza virus)
terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole-virus dan split-virus vaccine. Untuk anak-anak
dianjurkan jenis split virus vaccine karena tidak menyebabkan demam tinggi. Vaksin
ini dianjurkan diberikan secara teratur pada kelompok resiko tinggi, antara lain pasien
asma dan kistik fibrosis, anak dengan penyakit jantung, dan pengobatan
imunosupresan, terinfeksi HIV, sickle cell anemia, penyakit ginjal kronis, penyakit
metabolik kronis (diabetes), penyakit yang membutuhkan obat aspirin jangka
panjang.
Vaksin biasanya diberikan sebelum musim penyakit influenza datang. Pada
individu yang pernah terpajan diberikan 1 kali dengan dosis tunggal. Pada anak atau
dewasa dengan gangguan fungsi imun, diberikan 2 dosis dengan jangka interval 4
munggu. Vaksin diberikan dengan suntikan subkutan atau intramuscular. 1 dosis
secara teratur setiap tahun dapat diberikan pada anak usia 9 tahun keatas. Anak usia 6
bulan sampai 9 tahun bila mendapatkan vaksin pertama kali harus diberikan disis 2
kali berturut-turut dalam jarak 1 bulan.
Kontra indikasi vaksin influenza, antara lain hipersensitif anafilaksis terhadap
vaksin influenza sebelumnya, hipersensitif telur, demam akut sedang atau berat, ibu
hamil dan ibu menyusui. Reaksi KIPI dari vaksin ini, antara lain nyeri local, eritema
dan indurasi di tempat penyuntikan, demam, lemas, mialgia (flu-like symptoms)
setelah 6 sampai 12 jam pasca imunisasi selama 1-2 hari.
7.      Tifoid
Terdapat dua jenis vaksin demamtifoid, yaitu vaksin suntikan(polisakarida atau
capsular Vi Polisaccharide/ViPS) dan vaksin tipoid oral Ty21a. Vaksin suntikan
diberikan setiap pada umur lebih dari 2 tahun. Vaksin ulangan berikan setiap 3 tahun.
Vaksin oral dikemas dalam bentuk kapsul, disimpan pada suhu 2-8  oC. Vaksin
diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dalam 3 dosis dengan interval selang sehari
(hari 1,3,5). Vaksin ulangan diberikan setiap 3-5 tahun. Vaksin ke-4 ini umumnya
diberikan pada turis yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.
Vaksin diminum 1 jam sebelum makan dengan minuman yang tidak lebih dari
37 oC. Kapul harus ditelan utuh dan tidak boleh dipecahkan karena dapat rusak oleh
asam lambung. Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic,
sulfonamide atau antimalaria yang aktif terhadap salmonella. Vaksin memberi respon
kuat terhadap interferon mukosa, sehingga pemberian vaksin polio oral ditunda dua
minggu setelah pemberian kapsul tifoid ini.
Dianjurkan imunisasi tifoid sebelum berpergian ke daerah resiko tinggi demam
tifoid. Reaksi KIPI vaksin ini, antara lain reaksi  local (bengkak, nyeri, kemerahan di
tempat penyuntikan). Reaksi sistemik seperti demam, nyeri kepala, pusing, nyeri
sendi, nyeri otot, nausea dan nyeri perut jarang dijumpai. Kontra indikasi vaksin ini
anatara lain alergi bahan ajuvan vaksin dan demam. Vaksin harus disimpan pada suhu
2-8 oC, tidak boleh dibekukan dan akan kadaluwarsa dalam waktu 3 tahun.

VAKSIN RUTIN UNTUK ANAK: RUTE DAN DOSIS


Vaksin Jenis Rute Dosis
DTP/DT/Td/Tap Toksoid (D&T) Intramuskulus 0,5 mL
D= Difteria Bakteri inaktif (P)
T= Tetanus Komponen bakteri (aP)
P= pertusis
d= toksoid dalam
jumlah terbatas
aP= pertusis aselular
HbCV Polisakarida bakteri yang Intramuskulus 0,5 mL
Vaksin konjugat dikonjugasikan ke protein
Haemophilus
influenzae tipe b
Vaksin Poliovirus
Virus hidup pada ketiga serotipe Oral Dosis satuan
OPV= oral Virus inaktif pada ketiga serotipe Subkutis O,5 mL
IPV= inaktif
MMR Virus hidup Subkutis 0,5 mL
M= campak
(measles)
M= gondongan
(mumps)
R= rubela
HBV (hepatitis B) Antigen virus yang berasal dari Intramuskulus Brvariasi sesuai
plasmid preparatndan usia
anak

ANJURAN JADWAL IMUNISASI ANAK

vaksin Lahi 2bln 4bln 6bln 12bln 15bln 18bln 4-6thn 11-12thn 14-16thn
r
Hepatitis Ba
HB-1

HB-2 HB-3

Difteria, DTP DTP DT DTP


DTP atau DTAP Td
tetanus, P atau
pertusisb DTaP
H. Hib Hib Hib
Hib
influenzae
tipeb
Polio OPV OPV OPV OPV
Campak,
gondongan, MMR MMR

rubelad
DAFTAR PUSTAKA

Rudolf, Abraham M.2009.Buku Ajar Pediatri Rudolph 1.Jakarta:EGC.

Hidayat, A.Aziz Alimul.2008.Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk


pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai