PENDAHULUAN
2. Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya.
Apalagi Indonesia yang termasuk Negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika
menyerang anak, penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak
lahir telah terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan
yang dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan
hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa mengakibatkan
kanker hati.
Usia Pemberian :
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak
ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia
antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi
yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan
dengan imunoglobin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Jumlah Pemberian
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua,
kemudian 5 bulan antara suntikan kedua dan ketiga.
Kontra Indikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Dan tidak dapat diberikan pada anak
yang menderita sakit berat.
Efek Samping :
Umumnya tidak terjadi. Jikapun ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan
nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun
reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
Cara Pemberian :
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi dipaha lewat
anterolateral (antero = otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar).
Penyuntikan di bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
3. Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat
menyebabkan kelumpuhan ini, disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular.
Penularannya bisa lewat makanan/minuman yang tercemar virus polio. Bisa juga
lewat percikan ludah/air liur penderita polio yang masuk kemulut orang sehat.
Masa inkubasi virus antara 6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan
mengalami kelumpuhan mendadak pada salah satu anggota gerak. Namun tidak
semua orang yang terkena virus polio akan mengalami kelumpuhan, tergantung
keganasan virus polio yang menyerang dan daya tahan tubuh si anak. Imunisasi polio
akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio.
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut dengan dosis 2
tetes. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan
selanjutnya setiap 4-6 minggu. Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian
vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT.
Bagi bayi yang sedang meneteki maka ASI diberikan seperti biasa karena ASI tidak
berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan
imunisasi ulang DPT dengan interval 2 jam.
Imunisasi ulang masih diperlukan walaupun seorang anak pernah terjangit polio.
Alasannya adalah mungkin anak yang menderita polio itu hanya terjangkit oleh virus
polio tipe 1. Artinya bila penyakitnya telah menyembuh, ia hanya mempunyai
kekebalan terhadap virus polio tipe 1, tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap
jenis virus polio tipe II dan III.
Usia Pemberian :
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18
bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin DPT.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi
(di atas 38 derajat Celsius), muntah atau diare, penyakit kanker atau keganasan,
HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, serta
anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio
sebaiknya ditangguhkan, demikian juga pada anak yang menderita penyakit
gangguan kekebalan (difisiensi imun). Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio
pada keadaan diare berat adalah kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada
anak dengan penyakit batuk, pilek, demam, atau diare ringan imunisasi polio dapat
diberikan seperti biasanya.
Efek Samping :
Hampir tidak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare
ringan, dan sakit otot. Kasusnya pun sangat jarang.
Cara Pemberian :
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut
(Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) dengan interval setiap dosis minimal
4 minggu.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes
(dropper) yang baru.
4. Imunisasi DPT
Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif
dalamwaktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan
tetanus.
5. Vaksinasi dan jenis vaksin
Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan
(toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus dalam
bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis (DPT).
Vaksin terhadap pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertusis yang telah
dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin difteria dan tetanus
(DPT, vaksin tripe)
Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus,
yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan.
Ada 3 macam kemasan vaksin tetanus, yaitu:
1. Bentuk kemasan tunggal (TT)
2. Kombinasi dengan vaksin difteria (DT)
3. Kombinasi dengan Vaksin difteria dan pertusis (DPT)
Usia dan Jumlah Pemberian :
a. 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), Diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak
memberikan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan
penyakit apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.
b. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun atau pada usia 18
bulan setelah imunisasi dasar ke-3.
c. Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1) vaksin pertusis
tidak dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul
dapat lebih hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.
d. Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang mendapat
DPT pada waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara
IM, dan yang tidak mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan DT sebanyak 2
kali dengan interval 4 minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM, apabila hal ini
meragukan tentang vaksinasi yang didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan
2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai riwayat kejang sebaiknya DPT diganti
dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.
Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh yang
mungkin menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat lagi dengan
pengulangan pemberian vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan 5 kali suntikan
DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12 tahun, seorang anak
biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis) di sekolahnya. Di atas
usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali terjadi dan dianggap bukan masalah.
Kontra Indikasi :
Tidak dapat diberikan kepada meraka yang kejangnya di sebabkan suatu penyakit
seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis di rawat
karena infeksi otak, dan yang alergi terhadap DPT. Mereka hanya boleh menerima
vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.
Efek Samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, pembengkakan, dan
atau kemerahan pada bekas penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti
demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah
imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Cara pemberian :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebihdahulu agar suspensi menjadi
homogen.
Disuntikan secara Intramuskular pada paha tengah luar dengan dosis pemberian
0,5 ml sebanyak 3 dosis.
4. Campak
Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring
bertambahnya usia, antibody dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibody
tambahan lewat pemberian vaksin campak. Apalagi penyakit campak mudah menular,
dan mereka yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang
disebabkan virus mobili ini. Untungnya, campak hanya diderita sekali seumur hidup.
Jadi, sekali terkena campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.
Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)
penderita yang tertiup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah muncul
gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahan-merahan, berair dan merasa silau
saat melihat cahaya. Kemudian, di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih
yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami diare. Satu-dua hari
kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-40 derajat celcius.
Seiring dengan itu, barulah keluar bercak-bercak merah yang merupakan cirri khas
penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu kecil.
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5
ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak
lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. (vademecum
Bio Farma Jan 2002).
Usia dan Jumlah Pemberian :
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9-11 bulan, dan ulangan (booster) 1 kali di usia 6-7
tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena antibody dari
ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia
balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia
12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
Efek Samping :
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bias menyebabkan demam dan diare,
namun kasusnya sangat kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga
terdapat efek kemerahan mirip campak selama 3 hari.
Kontra Indikasi :
Anak yang mengidap penyakit immune deficiency atau yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Cara pemberian :
Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan
pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut. Suntikan diberikan
pada lengan kiri atas secara subkutan dengan dosis 0,5 cc.
vaksin Lahi 2bln 4bln 6bln 12bln 15bln 18bln 4-6thn 11-12thn 14-16thn
r
Hepatitis Ba
HB-1
HB-2 HB-3
rubelad
DAFTAR PUSTAKA