Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEBIDANAN PADA

BAYI “K” USIA 5 BULAN DENGAN IMUNISASI POLIO 3


DI PUSKESMAS JANTI
22 SEPTEMBER 2015

Disusun oleh:
Friska Danastri Imawati
1302100026

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEBIDANAN MALANG
PRODI D-III KEBIDANAN MALANG
SEPTEMBER 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Imunisasi


2.2.1 Definisi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu
penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemhkan
atau dimatikan ke dalam tuuh dan diharapkan tubuh dapt mengahasilkan zat anti yang
pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang
menyerang tubuh (Sudarmanto, 1997).
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten, anak diimunisasi, berarti
diberi kekebalan terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit
yang lain ( Surkidjo Notoatmodjo, 2003 )
Di Indonesia imunisasi mempunyai pengertian sebagai tindakan untuk
memberikan perlindungan (kekebalan) di dalam tubuh bayi dan anak, agar terlindung
dan terhindar dari penyakit-penyakit menular dan berbahaya bagi bayi dan anak
(RSUD Dr. Saiful Anwar, 2002)
Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu ( Azis Alimul, 2004 )
2.2.2 Tujuan Imunisasi
 Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan
pada penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan
penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar.
 Untuk menimbulkan dan meningkatkan kekebalan seseorang terhadap penyakit
infeksi.
 Untuk memberikan daya tahan tubuh yang sebesar-besarnya pada resipien agar
tidak menjadi sakit atau hanya mengalami gejala klinik seandainya resipien sakit
alami tanpa membahayakan resipien.
 Untuk memberikan kekebalan kepada bayi, anak, maupun ibu hamil dengan
maksud untuk menurunkan angka morbiditas dan mortilitas akibat penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi.
2.2.3 Sasaran Imunisasi
Program imunisasi di Indonsia merupakan program unggulan untuk mencegah
angka kematian bayi anak bawah tiga tahun, bawah lima tahun, program ini akan
mencakup beberapa jenis imunisasi, sementara sasaran dari program itu sendiri antara
lain mencakup:
a. Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan)
b. Ibu hamil (awal kehamilan 8 bulan)
c. Wanita usia subur (calon mempelai wanita)
d. Anak sekolah dasar (kelas I-VI)
(Ai Yeyeh Rukiyah, 2012)
2.2.4 Jenis Imunisasi
Ada dua jenis imunisasi pada bayi danbalita, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi
pasif:
a. Imunisasi Aktif
Tubuh akan membuat sendiri zat anti setelah adanya rangsangan antigen dari
luar tubuh, rangsangan virus yang telah dilemahkan seperti pada imunisasi polio
atau imunisasi campak.
Antigen adalah kuman bakteri virus prasit maupun racun yang memasuki
tubuh. Tubuh yang terpapar antigen akan membentuk zat anti terhadap antigen
tersebut. Keberhasilan pemusnahan antigen tersebut tergantung pada jumlah
antigen yang berhasil dibentuk atau dimiliki aleh tubuh. Jumlah zat anti yang
cukup tinggi biasanya diperoleh setelah tubuh mengalami reksi kedua, ketiga, dan
seterusnya akibat rangsangan antigen tersebut. Pembentukan zat anti akibat
paparan kembai antigen yag sama pada tubuh akan berlangsung lebih cepat. Titer
antibodi yang terbentuk akibat rangsangan antigen pada tubuh untuk perta kalinya
tidak tinggi dan kadarnya cepat menurun. Oleh karena itu, pemberian imunisasi
ulanga (booster) perlu dilakukan untuk mempertahankan jumlah zat anti yang
tetap tingi didalam tubuh.
b. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasis yaitu tubuh anak tidak membuat antibodi sendiri, tetapi
kekebalan tersebut diperoleh dari luar dengan cara menyuntikkan bahan/serum
yang telah mengandung zat anti, atau anak tersebut mendapat zat anti dari ibunya
semasa dalam kandungan, setelah memperoleh zat penolak, prosesnya cepat,
tetapi tidak bertahan lama (Markum, 2002). Kekebalan pasif dapat terjadi dengan
2 cara:
1. Kekebalan pasif alamiah, yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari
ibunya dan tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan setelah
bayi lahir). Misalnya difteri, tetanus, dan morbili.
2. Kekebalan pasif buatan, yaitu kekebalan yang diperoleh setelah mendapat
suntikan zat penolak. Misalnya, vaksinasi ATS.
Perbedaan penting antara imunisasi aktif dan pasif, ialah untuk memperoleh
kekebalan yang cukup dan jumlah zat anti dalam tubuh harus meningkat. Pada
imunisasi aktif diperlukan waktu yang lebih lama untuk membuat zat anti
dibandingkan dengan imunisasi pasif. Kekebalan yang didapat pada imunisasi
aktif bertahan lama (beberapa tahun), sedangkan pada imunisasi pasif hanya
berlangsung beberapa bulan (Rochmah, 2012)
2.2.5 Jenis –jenis Vaksin dalam Program Imunisasi
1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
 Merupakan jenis vaksin yang dilemahkan.
 Untuk pemberian kekebalah aktif terhadap tuberculosa
 Kemasan dalam ampul, beku kering.
 Imunisasi BCG dilakukan pada umur 0-11 bulan dosis yang diberikan adalah
0,05 cc. Cara penyuntikkannya melalui intrakutan, tepatnya di insersio M.
deltoicleus kanan, jumlah suntikan 1 kali.
 Efek Samping
Bakteri BCG di dalam tubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu
akan terjadi pembengkakan kecil, merah di tempat penyuntikan dengan garis
tengah 1 cm. Setelah 2-3 minggu kemudian, pembengkakan mnjadi abses
kecil yang kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm.
2. Vaksin DPT
 Vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta
bakteri pertusis yang telah diinaktivasi.
 Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusis dan
tetanus.
 Kemasan dalam vial, berbentuk cairan.
 Dosis pada imunisasi DPT I, DPT II, DPT III, adalah sama yaitu 0,5 ml. Cara
penyuntikannya secara intramuskuler / subkutan dengan jumlah suntikan 3
kali. Selang waktu pemberian minimal 4 minggu (sama seperti pemberian
polio). Tunggu paling cepat 4 minggu antara 2 suntikan kalau tidak kekebalan
yang dihasilkan kurang baik. Tidak perlu mengulang DPT I, bila ada
kelambatan pemberian DPT 2.
 Efek Samping
- Panas
Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat
vaksinasi DPT, tetapi panas ini akan sembuh 1-2 hari. Bila panas yang
timbul lebih dari 1 hari sesudah pemberian DPT, bukan disebabkan oleh
vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut.
- Rasa Sakit di Daerah Suntikan
Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak di tempat
suntikan. Bila hal tersebut terjadi setelah suntikan, berarti ini perlu
diberitahukan kepada ibu sesudah vaksinasi serta meyakinkan ibu bahwa
keadaan itu tidak berbahaya dan tidak perlu pengobatan.
- Peradangan
Bila pembengkakan sakit terjadi seminggu / lebih sesudah vaksinasi, maka
hal ini mungkin diebabkan peradangan. Hal ini sebagai akibat dari jarum
tersentuh tangan, sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan di atas
tempat yang tidak steril, sterilisasi kurang.
- Kejang-kejang
Reaksi yang jarang terjadi sebaiknya diketahui petugas. Reaksi disebabkan
oleh komponen P dari vaksin DPT. Karena cukup berat maka anak yang
pernah mendapat reaksi ini (misal kejang) tidak boleh diberi vaksin DPT
lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja.
3. Vaksin Polio
 Vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2
dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan.
 Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.
 Kemasan dalam vial, berbentuk cairan.
 Imunisasi polio dilakukan pada umur 0-11 bulan dosis yang diberikan 2 tetes
setiap kali pemberian. Cara pemberian dengan meneteskan ke dalam mulut
 Efek Samping
Umumnya tidak ada. Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak
bekerja dengan baik karena ada gangguan penyerapan vaksin oleh usus akibat
diare berat. Vaksin akan tetap diberikan, kemudian dicoba mengulangi lagi 4
minggu setelah pemberian polio 4.
4. Vaksin Campak
 Merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan.
 Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
 Kemasan dalam vial, berbentuk beku kering.
 Vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan, dalam satu dosis 0,5 ml yang
diinjeksikan di area subkutan dalam.
5. Vaksin Hepatitis B
 Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan.
 Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus
hepatitis B.
 Kemasan dalam vial dan prefill injection device, berbentuk cairan.
 Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin stelah lahir. Cara penyuntikan
melalui intramuskuler pada paha bagian luar.

2.2.6 Antigen yang Digunakan Sebagai Vaksin


Jenis Antigen Contoh Vaksin
Organism hidup Alamiah Vaksinia (untuk cacar)
Dilemahkan Vaksin polio oral (sabin),
campak, parotis rubella,
demam kuning 17D,
varisela-zooster (human
herpes virus 3), BCG (untuk
tubercolusis)
Organisme utuh Virus Polio (salk), rabies,
influenza, hepatitis A, tyfus
(bukan demam tyfoid)
Bakteri Pertusis, demam typhoid,
kolera, pes
Fragmen subseluler Kapsul Polisakarida Pneumokokus,
meningokokus,
haemophilus, influenza
Antigen permukaan Hepatitis B
Toksoid Tetanus, difteria
Berbasis rekombinan DNA Ekspresi klon gen Hepatitis B (dari ragi)
Tabel 1.1 : preparat antigenetik yang digunakan sebagai vaksin (Wahab, 2002)
2.2.7 Hal-hal yang Harus Diperhatikan
a. Lemari Pendingin untuk Menyimpan Vaksin yang Aman
- Lemari pendingin harus ditutup rapat
- Tidak boleh dipakai untuk menyimpan makanan dan minuman
- Boleh dibuka seminimal mungkin
- Jangan memenuhi lemari dengan vaksin secara berlebihan
b. Penanganan Vaksin
- Vaksin yang kadaluarsa harus segera dikeluarkan dari lemari es untuk
mencegah kecelakaan
- Vaksin harus selalu di dalam lemari sampai saat dibutuhkan
- Vaksin yang sudah dibuka diletakkan disebuah wadah khusus
- Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik segera dibuang dalam waktu 24
jam apabila sudah terpakai

2.2 Konsep Imunisasi Polio


2.2.1 Definisi
 Imunisasi polio adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh
terhadap virus polio.
( Burhan Hidayat. 2001 )
 Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio myelitis dengan
gejala kelumpuhan. Polio adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf
sehingga menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua
lengan atau tungkai polio bisa menyebabkan kematian. Penularan penyakit polio
ini melalui tinja orang yng terinfeksi, percikan ludah penderita, ataupun makanan
dan minuman yang dicemari.
2.2.2 Kegunaan dan Interval Pemberian
Pemberian vaksin ini menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
polimelitis imunisasi dasar vaksin polio diberikan 4 kali ( polio I, II, III,IV ) dengan
interval tidak kurag dari 4 minggu. Imunisasi polio ulang diberikan satu tahun sejak
imunisasi polio IV, kemudian saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan
sekolah dasar (12 tahun).
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan
primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk eningkatkan kekuatan
antibodi sampai pada tingkat tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak
perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika di hendak berpergian ke
daerah dimana polio masih baya ditemukan.
Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan
perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang
pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah diberikan IPV,
streptomisin, polimiksin B, atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Akan tetapi
sebaiknya diberikan OPV.
Kepada penderita gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya penderita
AIDS, infeksi HIV, leukimia, kankerr, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV.
IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi
kanker,kortikosteroid, atau obat imunosupresan lainya (Lisnawati, 2011).
2.2.3 Jenis dan Dosis
Ada dua jenis vaksin polio, yaitu:
a. IPV (Inactived Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio dimatikan
dan diberikan melalui suntikan.
b. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberiakn dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV)
efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen efektif melawan 1 jenis
polio. (Lisnawati, 2011)
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin sabin yang diteteskan 2 tetes (0,1 ml)
langsung ke mulut anak. Vaksin ini dapat diteteskan langsung ke dalam mulut anak
(hindari ujung pipet menyentuh mulut). Vaksin polio oral harus diberikan secara oral
dan tidak boleh diberikan secara parenteral. Vaksin perlu dikocok baik-baik sebelum
diberikan.
2.2.4 Mekanisme Aksi
OPV menstimulasi pembentukan antibodi dalam darah maupunjaringan mukosa
saluran pencernaan, dengan demikian mencegah penyebaran infeksi ke sistem saraf
pusat dan multiplikasi virus dalam saluran cerna.
IPV memberikan imunitas yang sangat kecil dalam saluran pencernaan, oleh
karena itu jika pasien yang mendapat imunisasi IPV terinfeksi oleh wid poliovirus,
maka virus masih dapat berkembang biak di usus sehingga meningkatkan resiko
transmisi selanjutnya. IPV tidak beresiko terhadap terjadinya vaccine assosiated
paralytic poliomyelitis. (Lisnawati, 2011)
2.2.5 Cara Penyimpanan dan Kadaluarsa
Secara fisik berupa cairan kemerahan jernih yang cepat sekali rusak bila
terkena panas atau cahaya matahari. Vaksin disimpan dalam lemari es dengan suhu 2-
8 0C (masa kadaluarsa 2 tahun) atau dalam freezer suhu -20 sampai -25 OC (masa
kadaluarsa 2 tahun). Bila vial sudah dibuka, pada suhu 2-8 0C potensi bertahan hanya
1 minggu. Penyimpanannya harus menghindari perubahan suhu dari keadaan beku ke
cair secara berulang-ulang. Selain itu, jangan dipakai apabila vaksin polio menjadi
keruh (Lisnawati, 2011).
2.2.6 Reaksi Imunisasi
Vaksin polio oral adalah salah satu vaksin yang aman. Biasanya reaksi bayi
setelah diberikan imunisasi polio adalah BAB ringan. Efek samping berupa paralisi
yang disebabka oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17:1000000)
2.2.7 Kontra Indikasi dan Efek Samping
a. Kontra Indikasi
 Penderita leukemia dan disgammaglobulin
 Anak dengan infeksi akut yang disertai demam
 Anak dengan defisiensi imunologi
 Anak dengan pengobatan imunosupresif
 Bayi pengidap HIV
 Diare berat
Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik
karena ada gangguan penyerapan vaksin oleh usus akibat diare berar. Vaksin
akan tetap diberikan, kemudian dicoba mengulangi lagi 4 minggu setelah
pemberian imnunisasi polio 4.
b. Efek Samping
 Kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio
 Kejang-kejang
 BAB ringan
2.2.8 Interaksi
 Dengan obat lain
Obat-obat imunosupresan menurunkan respon vaksin dan disarankan
untuk menunda imunisasi. OPV dilaporkan menekan tuberkulin skin sensitivity
untuk sementara waktu, oleh karena itu jika diperlukan, dilakukan tuberculin test
sebelum atau secara bersamaan 4-6 minggu setelah pemberian vaksin. OPV dapat
diberikan bersamaan dengan vaksin campak, mumps, rubella, dan DTP.
 Pengaruhnya bagi kehamilan dan ibu menyusui
Terhadap kehamilan, meskipun belum ada penelitian yang cukup tentang
efek OPV terhadap perkembangan fetus atau beum tersedia bukti-bukti mengenai
efek samping OPV pada wanita hamil atau perkembangan fetus, vaksinasi selam
kehamilan sebaiknya dihindari kecuali jika beresiko tinggi terpapar infeksi atau
diperlukan proteksi yang segera terhadap poliomyelitis (misalnya melakukan
perjalanan ke daerah endemik).
Terhadap ibu menyusui, organisme yang terdapa pada OPV melakukan
multiplikasi di dalam tubuh dan bebrapa mungkin didistribusikan ke dalam ASI
setelah pemberian imunisasi pada ibu menyusui. Meskipun demikian, tidak ada
bukti terhadap pengaruhnya pada bayi (Lisnawati, 2011).
2.2.9 Hal-hal yang harus Diperhatikan
- Vaksin polio harus diberikan secara oral, dan tidak boleh diberikan secara
parenteral.
- Pada anak yang sedang menderita diare, vaksin ini tidak boleh diberikan. Vaksin
ini boleh diberikan setelah diarenya berhenti. Oleh karena OPV dieksresikan
melalui feses sampai 6 bulan, higiene personal harus ditingkatkan
- Pada saat meneteskan cairan vaksin kedalam mulut bayi, usahakan agar pipet
yang terdapat pada ujung vial vaksin tidak menyentuh mulut bayi
- Vaksin poliomyelitis mungkin mengandung sejumlah kecil antibakteri seperti
Neomycin, Polimyxin B, dan Steptomycin. Oelh karena itu sebaiknya hati-hati
digunakan pada pasien yang hipersensitif terhadap bakteri tersebut.
(Lisnawati, 2011).
2.2.10 Jadwal Pemberian Imunisasi Polio

No Umur Janis Imunisasi


1 1 bulan Polio 1
2 2 bulan Polio 2
3 3 bulan Polio 3
4 4 bulan Polio 4
2.3 Konsep Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Imunisasi Folio
2.3.1 Pengkajian Data
Tanggal : Jam :
Tempat :
Oleh :
A. Data Subyektif
a. Identitas
Nama Bayi :
Tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Umur :
Alamat :
Nama lbu : Nama Bapak :
Umur : Umur :
Pendidikan : Pekerjaan :
Agama : Alamat :
b. Kelulan Utama
Klien mengatakan ingin mengimunisasikan bayinya dengan imunisasi polio.
c. Riwayat Kesehatan Lalu
Apakah bayi pernah menderita penyakit yang sangat berat dan pernahkah
bayi masuk Rumah Sakit.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat ini bayi dalam keadaan sehat dan tidak dalam keadaan sakit seperti diare,
batik pilek atau panas.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pernahkah keluarga klen menderita penyakit kronis, menular, menahun dan
adakah keturunan kembar.
f. Riwayat Prenatal, Natal dan Post Natal
1. Riwayat Prenatal,
Anak ke berapa, adakah keluhan selama hamil, frekuensi ANC, suntik TT
selama hamil, kebiasaan mengkonsumsi jamu-jamuan, Pola makan ibu,
pantangan yang dilakukan selama hamil.
2. Riwayat Natal
UK, waktu jam persalinan, jenis persalinan, ditolong siapa, berat BBL,
PB, bayi langsung menangis.
3. Riwayat Post Natal
Pada ibu mengobservasi perdarahan post partum, pada bayi
mongobservasi tanda-tanda vital, infeksi tali pusat.
g. Riwayat Imunisasi
No Umur Janis Imunisasi
1 0 – 7 hari Hepatitis B
2 1 bulan BCG, Polio 1
3 2 bulan DPT/HB 1, Polio 2
4 3 bulan DPT/HB 2, Polio 3
5 4 bulan DPT/HB 3, Polio 4
6 9 bulan Campak

h. Pola Kebiasaan Sehari-hari


1. Nutrisi
ASI dari lahir, PASI, pemberian ASI berapa jam sehari, PMT
2. Eliminasi
BAB dan BAK frekuensinya, konsistensinya, warna dan baunya.
3. Istirahat.
Waktu tidur setiap pagi, siang, malam. Normalnya 16-20 jam.
4. Aktivitas
Saat ini bayi sudah dapat beraktivitas apa.
5. Kebersihan
Mandi berapa kali sehari, ganti popok dan ganti baju berapa kali.
i. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Data pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umur.
Usia 4-6 bulan bayi sudah dapat:
Motorik kasar : berbalik dari telentag ke telungkup atau sebaliknya,
meraih atau menggapai benda, kepala tegak ketika
didudukan.
Motorik halus : menoleh ke suara, memegang mainan yang berada
dalam jangkauan tangganya.
Komunikasi : bereaksi terhadap suara pengasuhnya, menengok kea
rah sumber suara, misalnya sendok yang
didentingkan ke gelas/piring atau kerincingan.
Sosial & kemandirian : - Menatap wajah ibu / pengasuhnya.
- Tersenyum spontan.
(Rochmah, 2012)
j. Riwayat psikososisal
Sosial : tanggapan atau respon keluarga terhadap kelahiran
Budaya : apakah ibu dan keluarga menganut adat istiadat Jawa, apabila
sakit, ibu selalu dibawa kemana.
Spiritual : menurut agama dan kepercayaan ibu.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : baik sampai dengan buruk
Kesadaran : composmentis sampai dengan koma
Denyut Nadi : 120-140 x/menit (teratur)
Pernapasan : 30-60 x/menit (teratur)
Suhu : 36,5-37,5° C (axilla)
BB : 5,3 – 8,8 kg
PB : 52,8 – 63,7 cm
Lingkar Kepala : 40-45 cm
Lingkar lengan Atas : 13 -14,75 cm
2. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Kepala : Bulat, rambut, rontok / tidak, bersih, adakah benjolan atau
luka
Muka : adakah pucat, adakah oedema.
Mata : Simetris, adakah pucat pada conjunctiva, adakah icterus
pada sklera.
Hidung : simetris, adakah secret, adakah pernafasan cuping hidung.
Mulut : bibir kering / tidak, adakah stomatitis, kotor / tidak.
Telinga : simetris, adakah serumen.
Leher : adakah pembesaran kelenjar thyroid, adakah pembesaran
vena jugularis, adakah pembesaran kelenjar getah bening.
Dada : simetris, adakah retraksi dinding dada..
Abdomen : adakah pembesaran organ-organ perut, adakah jarinan
parut.
Ekstremitas : simetris, adakah kelainan, kondisi jari lengkap / tidak,
adakah oedema
 Palpasi
Leher : adakah pembesaran kelenjar thyroid, adakah pembesaran
vena jugularis, adakah pembesaran kelenjar getah bening.
Abdomen : adakah pembesaran organ-organ perut, adakah nyeri tekan
Ekstremitas : turgor, oedema.
 Auskultasi
Dada : adakah wheezing, adakah ronchi
Abdomen : adakah bising usus.
 Perkusi
Abdomen : adakah kembung.
2.3.2 Identifikasi Diagnosa Dan Masalah
Diagnosa : By “...“ Usia .. bulan dengan Imunisasi Polio
Ds :Ibu mengatakan bahwa anaknya dibawa untuk imunisasi polio
Do : KU : Baik
Denyut Nadi : 120-140 x/menit (teratur)
Pernapasan : 30-60 x/menit (teratur)
Suhu : 36,5-37,5° C (axilla)
BB : 5,3 – 8,8 kg gram
2.3.3 Antisipasi Diagnosa Dan Masalah Potensial
-
2.3.4 Identifikasi Kebutuhan Segera
-

2.3.5 Intervensi
Dx : By “...“ Usia .. bulan dengan Imunisasi Polio
Tujuan : Memberikan kekebalan terhadap penyakit polio.
Kriteria hasil :
- Bayi mendapat imunisasi tepat sesuai dengan dosis yaitu 2 tetes.
- Tidak terjadi efek samping.
- Bayi mendapatkan kekebalan dari penyakit polio.
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada ibu dan bayi.
R/ Dengan melakukan pendekatan serta penjelasan ibu dan keluarga akan lebih
kooperatif dalam setiap tindakan yang akan dilakukan
2. Jelaskan tujuan dan pentingnya imunisasi polio.
R/ Dengan pemberian imunisasi polio / bayi mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit polio.
3. Lakukan penimbangan berat badan bayi.
R/ Dengan melakukan penimbangan berat badan pada bayi dapat mengetahui
kesesuaian antara usia dan berat badan
4. Lakukan pemeriksaan TTV.
R/ Sebagai barometer kesehatan.
5. Lakukan pemberian vaksin polio dengan benar.
R/ Dengan pemberian vaksin polio dengan benar tubuh bayi akan membentuk
kekebalan aktif.
6. Jelaskan efek samping dari pemberian imunisasi vaksin polio.
R/ Dengan mengetahui efek samping dari imunisasi polio. Ibu tidak akan
khawatir.
7. Lakukan pencatatan dalam kartu imunisasi milik bayi.
R/ Sebagai data atau sumber data kesehatan bayi.
8. Beri KIE tentang tanggal kembali untuk imunisasi.
R/ Dengan memberikan informasi tentang tanggal kembali imunisasi ibu
menjadi tahu kapan ia harus datang untuk diimunisasi lagi.
2.3.6 Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi.
2.3.7 Evaluasi
Merupakan penilaian dari seluruh tindakan yang dilakukan menggunakan metode
SOAP.

 Imunisasi polio adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan tubuh


terhadap virus polio.
Polio adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf sehingga menyebabkan nyeri otot dan
kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai polio bisa menyebabkan
kematian.

Dalam teori disebutkan bahwa imunisasi Polio III dilakukan pada usia 3 bulan dan Pada
pengkajian ibu sudah tahu bahwa bayinya akan diimunisasi polio namun ibu tidak tahu bayinya
akan di imunisasi polio yang keberapa. Namun pada kasus, imunisasi Polio III dilakukan pada
usia 5 bulan. Adanya keterlambatan dalam pemberian imunisasi Polio III ini disebabakan karena
pada saat bayi berumur 1 bulan, bayi terlambat untuk imunisasi dikarenakan ibu kurang tahu
mengenai pentingnya imunisasi dasar serta jadwal kunjungan untuk imunisasi bayinya, selain itu
terjadi kerterlambatan untuk imunisasi polio 3 pada waktu usia bayi 4 bulan dikarenakan bayi
mengalami sakit batuk, pilek dan panas sehingga ibu memutuskan membawa bayinya ke tempat
pelayanan kesehatan untu imunisasi polio 3 pada bulan september 2015 yaitu pada saat usia bayi
5 bulan. Oleh karena itu, ibu (keluarga) perlu diberi informasi tentang pentingnya imunisasi serta
tujuan dilakukannya imunisasi, dengan harapan ibu bisa rutin ke faskes untuk mengimunisasikan
bayinya.
Selain itu, data yang diperoleh mengenai bayi baik subjektif maupun objektif sudah sesuai
dengan pertumbuhan dan perkembangan yang normal untuk usia 5 bulan.
Setelah dilakukan pengkajian, penulis tidak menemukan diagnosa dan masalah potensial pada
kasus bayi….., sehingga tidak memerlukan kebutuhan segera. Setelah itu disusun intervensi yang
tepat untuk ………..pada intervensi, ibu diberikan penjelasan tentang imunisasi polio serta
tujuannya-KIE kembali.

Latar belakang
Merujuk pada kebijakan umum pembangunan kesehatan nasional, bahwa upaya
penurunan angka kematian dan balita merupakan bagian penting dalam program nasional bagi
anakin donesia (PNBAI) yang antara lain dijabarkan dalam visi anakindonesia 2015untuk
menujuanak indonesia yang sehat. Dengan demikian upaya menghasilkan generasi sehat
memerlukan motivasi dan koordinasisemua pihak terutama orangtua, sehingga diharapkan angka
kesakitan dan angka kematian dapt ditekan secara maksimal. Salah satu programkesehatan untuk
menghasilkan generasi sehat dan berkualitas dilakukan melalui kegiatanimunisasi.
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) mencakup vaksinasi 7 penyakit utama, yaitu
vaksin BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B harus menjadi perhatian dan kewajiban
orang tua untuk memberikan kesempatan kepada untuk mendapatkan imunisasi yang
lengkap, sehingga sasaran pemerintah agar setiap anak mendapat imunisasi dasar terhadap 7
penyakit utama dapat dicegah.
Imunisasi polio diberikan untuk memberantas penyakit polio yang didapat dengan
gejala adanya kelumpuhan mendadak. Karenanya, pemerintah Indonesia mengadakan
program PIN (Pekan lmunisasi Nasional) yang diselenggarakan setiap 5 tahun sekali. Tiap
tahunnya 2-3 kali penyelenggaraan. Hal ini menandakan adanya keseriusan pemerintah
Indonesia untuk memberantas penyakit polio dan menjadikan bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang sehat sesuai Program Pemerintah Indonesia sehat di tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai