Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem kesehatan nasional imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang
sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar utama pelayanan
kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas. Penurunan insidens penyakit menular telah
terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara maju yang telah melakukan
imunisasi dengan teratur dengan cakupan luas.

Demikian juga di Indonesia; dinyatakan bebas penyakit cacar tahun 1972 dan
penurunan insidens beberapa penyakit menular secara mencolok terjadi sejak tahun 1985,
terutama untuk penyakit difteria, tetanus, pertusis, campak, dan polio. Bahkan kini penyakit
polio secara virologis tidak ditemukan lagi sejak tahun 1995, dan diharapkan beberapa tahun
yang akan datang Indonesia akan dinyatakan bebas polio.

Sejarah imunisasi telah dimulai lebih dari 200 tahun yang lalu, sejak Edward Yenner
tahun 1798 pertama kali menunjukkan bahwa dengan cara vaksinasi dapat mencegah penyakit
cacar. Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar diperlukan
pengetahuan dan ketrampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu kekebalan (imunologi) dan
cara atau prosedur pemberian vaksin.

Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan


perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya karena terjadi
tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi. Sangat penting
bagi para profesional untuk melakukan imunisasi terhadap anak maupun orang dewasa.
Dengan demikian akan memberikan kesadaran pada masyarakat terhadap nilai imunisasi
dalam menyelamatkan jiwa dan mencegah penyakit yang berat (Sri Rezeki S.
Hadinegoro, 2011).

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep imunisasi ?
2. Bagaimana konsep penyakit DPT?

c. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep imunisasi .
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep penyakit DPT.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Imunisasi
1. Konsep Umum
a. Definisi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memberikan kekebalan
pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Depkes,2000)
Istilah kekebalan biasanya dihubungkan dengan perlindungan terhadap
suatu penyakit tertentu. Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas pasif,
yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas, sedangkan
imunitas aktif tubuh membentuk imunitas sendiri. Pentingnya pemberian
imunisasi didasarkan pada latar belakang bahwa pada awal kehidupan, anak
belum mempunyai kekebalannya sendiri (humoral), hanya immunoglobulin G
yang didapatnya dari ibu. Setelah usia 2 sampai 3 tahun, anak akan membentuk
immunoglobulin G sendiri, sedangkan immunoglobulin A dan M sejak lahir
mulai diproduksi dan dengan bertambahnya usia anak akan meningkat pula
produksinya. Dengan demikian, pada tahun pertama anak perlu mendapat
kekebalan yang didapat melalui pemberian imunisasi (Yupi Supartini, 2004).
Imunisasi merupakan reaksi antara antigen dan antibody, yang dalam
ilmu imunologi merupakan kuman atau racun (toxin disebut sebagai
antigen).Secara khusus antigen merupakan bagian dari protein kuman atau
protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kalinya masuk ke dalam tubuh
manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap
racun kuman yang disebut antibody (Riyadi, sujono dan Sukarmin, 2009).
Pemberian imunisasi pada anak adalah penting untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah
dengan imunisasi, misalnya penyakit TBC, diphtheria, tetanus, pertussis, polio,
campak, dan hepatitis B (Soetjiningsih, 1995).

b. Jenis kekebalan / imunitas


Ada dua jenis imunitas, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif.

2
1) Kekebalan pasif
Kekebalan pasif terbagi atas dua, yaitu menurut terbentuknya dan
menurut lokasi tubuh. Menurut terbentuknya, kekebalan pasif
diklasifikasikan lagi menjadi kekebalan pasif bawaan (passive congenital)
dan pasif didapat (passive acquired). Kekebalan pasif adalah pemberian
antiobdi yang berasal dari hewan atau manusia kepada manusia lain dengan
tujuan memberi perlindungan terhadapa penyakit infeksi yang bersifat
sementara karena kadar antibody berkurang setelah beberapa minggu atau
beberapa bulan. Kekebalan pasif terdapat pada neonates sampai dengan 6
bulan, yang didapat dari ibu berupa antibody melalui vaskularisasi pada
plasenta, misalnya difteri, tetanus, campak. Antibody tersebut dapat
melindungi bayi dari penyakit tertentu sampai 12 bulan. Kekebalan pasif
didapat dari luar, misalnya gama globulin murni dari darah yang menderita
penyakit tertentu (misalnya campak, tetanus, gigitan ular berbisa, dan
rabies)
Umumnya imunisasi ini berupa serum dan pemberian serum ini
menimbulkan efek samping berupa reaksi atopic, anafilktik, dan alergi.Oleh
karena itu, perlu dilakukan skin test sebelumnya.
Menurut lokasinya, ada 2 jenis imunitas, yaitu humoral dan
seluler.Imunitas humoral (humoral immunity) terdapat dalam
immunoglobulin (lg), yaitu lg G, A, dan M. Imunitas seluler terdiri atas
fagositosis oleh sel-sel sistem retikuloendotelial.Pada dasarnya, imunitas
seluler berhubungan dengan kemampuan sel tubuh untuk menolak benda
asing dan dapat ditunjukkan dengan adanya alergi kulit terhadap benda
asing.Untuk itu, penting mengenali adanya reaksi yang lalu terhadap alergi
terentu sehingga perawat dapat bertindak tepat.

2) Kekebalan aktif
Kekebalan aktif dapat terjadi apabila terjadi stimulus sistem imunitas
yang menghasilkan antibody dan kekebalan seluler dan bertahan lebih lama
dibanding kekebalan pasif.Ada 2 jenis kekebalan aktif, yaitu kekebalan aktif
yang didapat dan kekebelan aktif yang dibuat. Kekebalan yang didapat
secara alami (naturally acquired), misalnya anak yang terkena difteri atau

3
poliomyelitis dengan proses anak terkena infeksi kemudian terjadi silent
abortive, sembuh, selanjutnya kebal terhadap penyakit tersebut. Jadi, bila
seseorang menderita suatu penyakit, apabila sembuh, ia akan kebal terhadap
penyakit tersebut. Paparan penyakit terhadap sistem kekebalan (sel limfosit)
tersebut akan beredar dalam darah dan apabila suatu ketika terpapar lagi
pada antigen yng sama, sel limfosit akan memproduksi antibody untuk
mengembalikan kekuatan imunitas terhadap penyakit tersebut.
Kekebalan yang sengaja dibuat yang dikenal dengan imunisasi dasar
dan ulangan (booster), berupa pemberian vaksin (misalanya cacar dan polio)
yang kumannya masih hidup, tetapi sudah dilamahkan, virus, koler, tipus,
dan pertusisi, toksoid (toksin).Vaksin tersebut akan berinteraksi dengan
sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan respon imun. Hasil yang
diproduksi akan sama dengan kekebalan seseorang yang mendapat penyakit
tersebut secara alamiah. Bedanya, orang yang diberikan vaksin penyakit
tertentu akan sakit dan menimbulkan komplikasi (Yupi Supartini, 2004).

c. Manfaat Imunisasi
1) Manfaat untuk anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit yang
kemungkinan cacat atau kematian.
2) Manfaat untuk keluarga
Menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit.
3) Manfaat untuk negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal sehat untuk melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki
citra bangsa Indonesia diantara segenap bangsa di dunia.

d. Macam - macam Imunisasi


Berikut ini akan dijelaskan mengenai pemberian vaksin dalam kaitannya
dengan imunisasi.

4
1) Vaksin Polio

Bibit penyakit yang menyebabkan polio


adalah virus. Vaksin yang digunakan oleh banyak negara adalah vaksin
hidup ( yang telah dilemahkan), vaksin ini berbentuk cair, kemasannya
sebanyak 1 cc atau 2 cc dalam flakon yang dilengkapi dengan pipet untuk
meneteskan vaksin. Pemberian secara oral sebanyak dua tetes langsung dari
botol ke mulut bayi dengan tanpa menyentuh mulut bayi. Vaksin polio oral
ini sangat mudah dan cepat rusak jika terkena panas apabila dibandingkan
dengan vaksin yang laiinya (Sujono Riyadi dan sukarmin, 2009).
Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar Polio yaitu pada
umur 0 - 11 bulan sebanyak 4 kali dengan selang waktu pemberian 4
minggu. (Yupi Supartini,2004).

2) Vaksin Campak

Bibit penyakit yang menyebabkan campak


(meales) adalah virus. Vaksin yang digunakan adalah vaksin hidup yang
sudah dilemahkan. Kemasan dalam flakon adalah berbentuk gumpalan-
gumpalan yang beku dan kering untuk kemudian dilarutkan dalam 5 cc
cairan. Potensi vaksin yang sudah dilarutkan akan cepat menurun, vaksin ini
mudah rusak oleh panas (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009).
Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar Campak yaitu
pada umur 9 - 11 bulan sebanyak 1 kali dengan selang waktu pemberian 4
minggu. (Yupi Supartini,2004).

5
3) Vaksin DPT

Vaksin DPT terdiri dari toxoid difteri,


bakteri pertusis, dan tetanus toxoid, dapat disimpan dalam suhu 2ºC - 8ºC.
Kemasan yang digunakan adalah 5 cc untuk DPT, 5 cc untuk TT, dan 25 cc
untuk DT (Sujono Riyadi dan Sukarmin, 2009).
Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar DPT yaitu pada
umur 2 - 11 bulan sebanyak 3 kali (DPT I, II, dan III) dengan selang waktu
pemberian 4 minggu.DPT ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi DPT III,
kemudian saat masuk sekolah (5 – 6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar
(12 tahun) (Yupi Supartini,2004).

4) Vaksin Hepatitis B

Imunisasi Hepatitis B diberikan sebanyak 3


kali (dosis) pemberian. Dosis pertama diberikan pada bayi baru lahir
(newborns) menggunakan vaksin monovalen (vaksin antigen tunggal)
sebelum pulang dari rumah sakit. Dosis kedua diberikan saat bayi berusia 1
– 2 bulan. Dan dosis ketiga diberikan pada usia 6 – 18 bulan (pemberian
dosis terakhir/dosis final tidak boleh kurang dari usia 24 minggu). Setelah
pemberian dosis pertama pada bayi baru lahir, dosis hepatitis B dapat
dilengkapi dengan vaksin antigen tunggal hingga 3 dosis pemberian.
Apabila menggunakan vaksin Comvax atau Pediarix, dapat diberikan
hingga 4 dosis pemberian.

6
5) Vaksin BCG

Vaksin BCG melindungi anak


terhadap tuberculosis (TBC), dibuat dari bibit penyakit hidup yang
telah dilemahkan. Vaksin ini berasal dari bakteri, bentuknya beku,
kering seperti campak, kalau sudah dilarutkan harus segera digunakan
maksimal 3 jam, mudaah rusak jika terkena sinar matahari langsung,
sehingga kemasannya terbuat dari botol yang berwarna gelap (Sujono
Riyadi dan Sukarmin, 2009).

Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar BCG yaitu


pada umur 0 - 11 bulan sebanyak 1 kali dengan selang waktu
pemberian 4 minggu. (Yupi Supartini,2004).

2. Konsep Khusus Imunisasi DPT


a. Definisi
Imunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit Diferi, Pertusis, Tetanus dengan cara memasukkan kuman difteri,
pertusis, tetanus yang telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh sehingga
tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh
untuk melawan kuman atau bibit ketiga penyakit tersebut.
Vaksin DPT terdiri dari toxoid difteri, bakteri pertusis, dan tetanus
toxoid, dapat disimpan dalam suhu 2ºC - 8ºC. Kemasan yang digunakan adalah
5 cc untuk DPT, 5 cc untuk TT, dan 25 cc untuk DT (Sujono Riyadi dan
Sukarmin, 2009).

b. Waktu Pemberian
Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar DPT yaitu pada umur
2 - 11 bulan sebanyak 3 kali (DPT I, II, dan III) dengan selang waktu pemberian
4 minggu.DPT ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi DPT III, kemudian saat

7
masuk sekolah (5 – 6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun) (Yupi
Supartini,2004).
c. Kontra Indikasi Imunisasi DPT
Akademi Pediatri Amerika menganjurkan bahwa unsur-antipertusis dalam
vaksin DPT tidak diberikan pada anak yang masuk dalam kategori dibawah ini,
dan DT yang hanya mengandung unsur anti-difteri dan tetanus boleh diberikan :
1) Anak-anak yang mempunyai riwayat kejang-kejang, kecuali atau sampai
dipastikan tidak ada penyakit atau kelainan pernapasan.
2) Anak-anak yang telah dinyatakan atau diduga mempunyai penyakit pada
persarafan, misalnya epilepsy.
3) Anak-anak yang pernah mengalami reaksi yang parah terhadap suntikan DPT
sebelumnya, seperti kejang-kejang atau suhu tubuh mencapai 40ºC atau lebih
dengan thermometer rektal.
4) Anak-anak yang mendapat obat atau sedang mengalami perawatan lain yang
menurunkan ketahanan daya tahan tubuhnya (kortison, prednisone, obat-obat
anti kanker tertentu, atau perawatan dengan sinar-X)

d. Reaksi Yang Terjadi Pada Imunisasi DPT


Reaksi-reaksi berikut ini ditulis berdasarkan urutan keseringannya terjadi,
dengan tiga reaksi pertama yang paling sering terjadi dan timbul pada separuh
jumlah anak yang diimunisasi. Semua reaksi ini biasanya hanya terjadi selama
satu atau dua hari, yaitu :
1) Nyeri pada bekas suntikan
2) Demam
3) Rewel
4) Pembengkakan pada daerah suntikan
5) Merah pada daerah suntikan
6) Mengantuk
7) Hilangnya nafsu makan
8) Muntah
Acetaminofen yang khusus untuk bayi dapat diberikan untuk nyeri dan
demamnya, diberikan segera setelah imunisasi sebagai tindakan pencegahan,
dan biasanya dapat banyak mengurangi reaksi. Kompres hangat pada area

8
suntikan juga akan mengurangi rasa tidak enak. Demam dan nyeri setempat
lebih sering terjadi pada suntikan DPT yang kedua dan seterusnya, tetapi rewel
dan muntah akan berkurang (Einsenberg, dkk, 1997).

e. Efek Samping
Pemberian imunisasi DPT memberikan efek samping ringan dan berat,
efek samping ringan seperti terjadi pembengkakan dan nyeri paa tempat
penyuntikan dan demam. Efek samping berat bayi menangis hebat kaena
kesakitan selama kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang,
ensepalopati dan shock.

f. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi DPT


1) Difteri
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Corynebacterim dyptheriae tipe
gravis, milis, dan intermedius yang menular melalui percikan ludah yang
tercemar. Anak yang terkena difteri akan menunjukkan gejala ringan sampai
berat. Gejala ringan dapat berupa membran pada rongga hidung dan gejala
berat apabila terjadi obstruksi jalan napas karena mengenai laring, saluran
napas bagian atas, tosil, dan kelenjar sekitar leher membengkak (bull
neck).Kematian dapat terjadi apabila gagal jantung dan obstruksi jalan
napas yang tidak bisa dihindarkan.
Difteri dapat menjadi endemic pada lingkungan masyarakat dengan
sosial ekonomi rendah karena banyaknya difteri kulit yang dialami anak-
anak dan menular dengan cepat.Imunisasi yang diberikan untuk mencegah
penyakit ini adalah DPT pada anak di bawah satu tahun (imunisasi dasar)
dan DT pada anak kelas I dan VI SD (booster) (Yupi Supartini, 2004).

2) Pertusis
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Bordetella
pertussis dengan penularan melalui droplet.
Masyarakat awam mengenalnya dengan isitilah
batuk rejan atau batuk 100 hari. Bahaya dari pertusis adalah pneumonia
yang dapat menimbulkan kematian.Gejala awal berupa batuk pilek,

9
kemudian setelah hari ke 10 batuk bertambah berat dan sering kali disertai
muntah (Yupi Supartini, 2004).

3) Tetanus
Penyakit ini disebabkan oleh
Mycobacterium tetani yang berbentuk spora
masuk ke dalam luka terbuka, berkembang
biak secara anaerobic dan membentuk toksin.
Tetanus yang khas terjadi pada usia anak
adalah tetanus neonatorum. Tetanus
neonatorum dapat menimbulkan kematian karena terjadi kejang, sianosis,
dan henti napas.Reservornya adalah kotoran hewan atau tanah yang
terkontaminasi kotoran hewan dan manusia.Gejala awal ditunjukkan dengan
mulut mencucu dan bayi tidak mau menyusu.Kekebalan pada penyakit ini
hanya diperoleh dengan imunisasi atau vaksinasi lengkap karena riwayat
penyakit tetanus tidak menyebabkan kekebalan pada anak. Imunisasi yang
diberikan tidak hanya DPT pada anak, tetapi juga TT pada calon pengantin
(TT caten), TT pada ibu hamil yang diberikan saat antenatal care (ANC),
dan DT pada anak sekolah dasar kelas I dan VI (Yupi Supartini, 2004).

g. Cara Pemberian Imunisasi DPT

Imunisasi DPT diberikan dengan cara injeksi intra muskuler (IM)


pada paha sebanyak 0,5 ml. Pemberian dilakukan 3 kali dengan interval 4
minggu.
1) Alat dan Bahan imunisasi DPT
a. Spuit disposibel 2,5 cc dan jarumnya,
b. Vaksin DPT dan pelarutnya dalam termos es,

10
c. Kapas alcohol,
d. Sarung tangan.
2) Prosedur kerja imunisasi DPT
a) Cuci tangan.
b) Gunakan sarung tangan.
c) Jelaskan kepada orang tua prosedur yang akan dilakukan.
d) Ambil vaksin DPT dengan spuit sesuai dengan program /anjuran, yaitu
0,5 ml.
e) Atur posisi bayi (bayi dipangku ibunya, tangan kiri ibu merangkul bayi,
meyangga kepala bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. Tangan
kanan bayi melingkar ke belakang tubuh ibu dan tangan kanan ibu
memegang kaki bayi dengan kuat).
f) Lakukan desinfeksi 1/3 area tengah paha bagian luar yang akan diinjeksi
dengan kapas alcohol.
g) Regangkan daerah yang akan diinjeksi
h) Lakukan injeksi dengan memasukkan jarum ke intramuskular di daerah
femur
i) Lepaskan sarung tangan
j) Cuci tangan
k) Catat reaksi yang terjadi.

B. Konsep Penyakit DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus)


1. Definisi
a. Penyakit Difteri
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Corynebacterim dyptheriae tipe
gravis, milis, dan intermedius yang menular melalui percikan ludah yang
tercemar. Anak yang terkena difteri akan menunjukkan gejala ringan sampai
berat. Gejala ringan dapat berupa membran pada rongga hidung dan gejala
berat apabila terjadi obstruksi jalan napas karena mengenai laring, saluran
napas bagian atas, tosil, dan kelenjar sekitar leher membengkak (bull
neck).Kematian dapat terjadi apabila gagal jantung dan obstruksi jalan napas
yang tidak bisa dihindarkan. (Yupi Supartini, 2004).

11
b. Penyakit Pertusis
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh Bordetella pertussis dengan
penularan melalui droplet. Masyarakat awam mengenalnya dengan isitilah
batuk rejan atau batuk 100 hari. Bahaya dari pertusis adalah pneumonia yang
dapat menimbulkan kematian.Gejala awal berupa batuk pilek, kemudian
setelah hari ke 10 batuk bertambah berat dan sering kali disertai muntah (Yupi
Supartini, 2004).
c. Penyakit Tetanus
Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tetani yang berbentuk spora
masuk ke dalam luka terbuka, berkembang biak secara anaerobic dan
membentuk toksin. Tetanus yang khas terjadi pada usia anak adalah tetanus
neonatorum (Yupi Supartini, 2004).

2. Gejala
a. Gejala Difteri
Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada
anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
Pembengkakan kelenjar getah bening di leher sering terjadi.
b. Gejala Pertusis
Biasanya pertusis mulai seperti pilek dengan ingus, kecapaian dan
adakalanya demam ringan. Kemudian timbulnya batuk, biasanya bertubi-buti,
diikuti dengan rejan. Adakalanya orang muntah setelah batuk. Pertusis parah
sekali bagi anak kecil, yang membiru atau berhenti bernapas sewaktu batuk
dan mungkin harus dibawa ke rumah sakit. Anak yang lebih besar dan orang
dewasa mengalami penyakit yang lebih ringan dengan batuk yang
berkelanjutan selama berminggu-minggu, tanpa memperhatikan perawatan.
c. Gejala Tetanus
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa
minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh
antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang
makin bertambah terutama pada rahang dan leher.

12
3. Komplikasi
a. Komplikasi Difteri
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut
menjadi gagal jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf
penyebab gerakan tak terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat
kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.
b. Komplikasi Pertuisis
1) Pneumonia pada paru. Pertusis merupakan penyakit salutan napas, maka
10% penderitanya mampu mengalami pneumonia.
2) Batuk akan meningkatkan tekanan intratekal pada tubuh. Tekanan ini akan
meningkatkan tekanan dalam rongga perut sehingga beberapa organ dapat
keluar dari kantong pembungkusnya.
3) Kurang gizi.
4) Kejang. Terjadi karena pertusis mampu mengganggu jalan napas sehingga
otak kekurangan oksigen dan berakhir kejang.

c. Komplikasi Tetanus
1) Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di
dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi
sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.
2) Asfiksia.
3) Atelektaksis karena obstruksi secret.
4) Fraktura kompresi.

4. Pencegahan
a. Pencegahan Difteri
Di negara berkembang difteri acap menjadi penyebab kematian pada anak-
anak. Untungnya dekade terakhir telah dikembangkan vaksin difteri (DPT)
yang menjadi imunisasi wajib pada anak. Sayangnya kekebalan hanya
diiperoleh selama 10 tahun setelah imunisasi, sehingga orang dewasa
sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali.
1) Penderita difteri sebaiknya dirawat di rumah sakit, di unit perawatan
intensif. Ia akan diberi suntikan antitoksin dan mendapatkan pemantauan
ketat terhadap sistem pernafasan dan jantung. Untuk melenyapkan bakteri
diberikan antibiotik.

13
2) Pemulihan difteri yang berat akan berlangsung perlahan. Biasanya anak
tidak boleh terlalu banyak bergerak, karena kelelahan bisa melukai jantung
yang meradang.
b. Pencegahan Pertusis
1) Memberikan Imunisasi
2) Lakukan Imunisasi pada bayi anda
3) Jauhi bayi Anda dari orang yang batuk
4) Jalani imunisasi jika Anda orang dewasa yang mempunyai kontak dekat
dengan anak kecil
5) Jauhi kontak langsung dengan penderita.
c. Pencegahan
1) Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4
dan 5 bulan. Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3
tahun.
2) Bila mendapat luka :
a) Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci
dengan H2O2
b) Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.
c) Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi
dasar.
d) Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari).
https://buyungchem.wordpress.com/difteri-pertusis-dan-tetanus/

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Salah satu jenis
imunisasi adalah imunisasi DPTImunisasi DPT suatu kombinasi vaksin penangkal
difteri, pertusis,dan tetanus. Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi
terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
Imunisasi dasar vaksin DPT diberikan setelah berusia 2 bulan sebanyak 3 kali
(DPT I, II dan III) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT
diberikan dengan cara injeksi intra muskuler (IM) pada paha sebanyak 0,5 ml.
Pemberian dilakukan 3 kali dengan interval 4 minggu. Efek samping imunisasi DPT
yaitu panas, rasa sakit di daerah suntikan, dan peradangan.

B. Saran
Agar orang tua khususnya para ibu ikut berperan serta dalam memberikan
imunisasi kepada anaknya dengan cara membawa anaknya mengikuti setiap imunisasi
yang diadakan diposyadu dan menjelaskan penting nya imunisasi dilakukan dengan
tujuan memberikan kekebalan dan mencegah suatu penyakit tertentu mulai dari
imunisasi Hepatitis, BCG, DPT, Polio dan Campak.

15

Anda mungkin juga menyukai