Anda di halaman 1dari 8

Nama : Dera Suci Aprilia Sari,

S.Pd NIP :199404102020122012

NDH :20

LATSAR ANGKATAN XLV (45) Kelompok 3

Polemik Dana Desa yang Melahirkan Desa Fiktif

KOMPAS.com - Setiap tahun, pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah dana


desa di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Jumlah tersebut terus
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah desa yang menerima bantuan. Tahun
2020 misalnya, dana desa yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp 72 triliun.
Jumlah itu naik Rp 2 triliun bila dibandingkan alokasi pada tahun 2019.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan, peningkatan dana desa dilakukan sebagai
upaya untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi
desa. Sehingga, diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan
taraf hidup masyarakat desa. "Di samping itu, dana desa diharapkan dapat
mendorong inovasi dan entrepreneur baru, sehingga produk-produk lokal yang
dimiliki oleh setiap desa dapat dipasarkan secara nasional, bahkan global melalui
marketplace," ucap Jokowi saat menyampaikan pidato nota keuangan di Kompleks
Parlemen, 16 Agustus lalu.
Ironisnya, harapan peningkatan kesejahteraan itu pupus. Maraknya kabar
keberadaan desa fiktif di sejumlah wilayah Tanah Air menjadi indikasi bahwa dana
desa yang selama ini dikucurkan pemerintah pusat hanya sekedar menjadi
bancakan untuk dibagi-bagi oleh oknum tidak bertanggung jawab di daerah.
Desa fiktif
Temuan desa fiktif tersebut salah satunya berada di Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara. Kepolisian daerah setempat memperoleh informasi adanya 56 desa yang
terindikasi fiktif. Tim khusus pun telah diterjunkan untuk melakukan pengecekan fisik
di 23 desa yang tidak terdata di Kementerian Dalam Negeri maupun Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara.
Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra, Kompol
Dolfi Kumaseh mengatakan, dari 23 desa yang telah dicek, dua desa di antaranya
diketahui tidak memiliki penduduk sama sekali. Namun, Dolfi masih merahasiakan
identitas desa tersebut lantaran masih dalam proses penyelidikan. "Penyidik sudah
periksa saksi dari Kemendagri, kemudian ahli pidana dan ahli adiministrasi negara.
Telah dilakukan pemeriksaan fisik kegiatan dana desa bersama ahli lembaga
pengembangan jasa konstruksi," ujar Dolfi, di ruang kerjanya, Kamis (7/11/2019).
Di lain pihak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap turun tangan untuk
membantu Polda Sulawesi Tenggara menangani kasus yang terindikasi ada dugaan
tindak pidana korupsi ini. "Salah satu bentuk dukungan KPK adalah memfasilitasi
keterangan para ahli pidana dan kemudian dilanjutkan gelar perkara bersama 16
September 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulis,
Rabu (6/11/2019).
Dalam kasus ini, KPK mengindikasi adanya 34 desa yang bermasalah. Tiga desa
fiktif, sedangkan 31 lainnya ada tapi surat keputusan pembentukannya dibuat
dengan
tanggal mundur. Sementara, ketika desa tersebut dibentuk sedang berlaku kebijakan
moratorium dari Kemendagri. Sehingga untuk bisa mendapatkan dana desa harus
dibuat tanggal pembentukan backdate.
Perkara ini kemudian telah naik ke tahap penyidikan dan membutuhkan keterangan
ahli pidana. "Akan dilakukan pengambilan keterangan ahli hukum pidana untuk
menyatakan proses pembentukan desa yang berdasarkan peraturan daerah yang
dibuat dengan tanggal mundur (backdate), merupakan bagian dari tindak pidana dan
dapat dipertanggungjawabkan atau tidak," ucap Febri.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, desa fiktif mulai bermunculan
setelah pemerintah secara rutin mengucurkan dana desa setiap tahun. Momentum
inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk
untuk membentuk desa baru. "Kami mendengar beberapa masukan karena adanya
transfer ajeg dari APBN maka sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak
ada penduduknya. Hanya untuk bisa mendapatkan (dana desa)," ujar Sri Mulyani
saat rapat kerja evaluasi kinerja 2019 dan rencana kerja 2020 bersama dengan
Komisi XI DPR RI, Senin (4/11/2019).
Hingga September 2019, penyaluran dana desa baru mencapai Rp 44 triliun atau
62,9 persen dari total alokasi Rp 70 triliun pada tahun ini. Serapan ini turun bila
dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 63,2 perse atau sekitar Rp 37,9
triliun.
Verifikasi lemah
Pihak Istana Kepresidenan bukannya tutup mata dan telinga melihat realita ini.
Jokowi bahkan menegaskan, akan mengejar oknum pelaku yang sengaja
memanfaatkan kucuran dana desa untuk kepentingan pribadi. "Kami kejar agar yang
namanya desa- desa tadi diperkirakan, diduga, itu fiktif, ketemu, ketangkep," kata
Jokowi usai membuka acara Konstruksi Indonesia 2019 di JIExpo Kemayoran,
Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Menurut Jokowi, ada oknum yang dengan sengaja menciptakan desa fiktif. Oknum
tersebut memanfaatkan celah pengelolaan yang tidak mudah dilakukan pemerintah,
mengingat luasnya wilayah sebaran yang ada yaitu dari Sabang hingga Merauke.
Hingga kini, tercatat ada sekitar 78.400 desa yang tersebar di seluruh wilayah Tanah
Air. "Manajemen pengelolaan desa sebanyak itu tidak mudah. Tetapi, kalau
informasi benar ada desa siluman itu, misalnya dipakai plangnya saja, tapi desanya
enggak, bisa saja terjadi," ucapnya.
Di lain pihak, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, munculnya kasus desa fiktif menjadi indikasi
bahwa proses verifikasi di lapangan masih lemah. Sedianya, setiap desa memiliki
kode wilayah yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Desa yang ingin
mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, harus mengajukan usulan melalui
pemerintah kabupaten/kota sebelum ke Kementerian Keuangan. Adapun besaran
alokasi bantuan untuk setiap wilayah tidak sama. Tergantung dari letak geografis,
jumlah penduduk, hingga tingkat kemiskinan.
"Saat masuk ke Kemenkeu, ketika memasukkan desa itu dalam variabel perhitungan
kan tidak asal angkut begitu saja. Dia harus koordinasi dengan Kemendagri yang
punya kode wilayah, bahkan juga Kementerian Desa," kata Robert saat dihubungi,
Rabu (6/11/2019). "(Dengan kasus ini), berarti dari kabupaten/kota langsung ke
Kemenkeu dipakai tanpa ada koordinasi kiri-kanan dengan dua kementerian lain,"
imbuh dia.
Sementara itu, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Budi Arie Setiadi mengatakan, alokasi dana desa yang cukup besar
memerlukan pengawalan maksimal dari seluruh elemen masyarakat. Ia
menambahkan, tidak boleh hanya sekedar menjadi penonton ketika dana desa ini
mulai dimanfaatkan. Justru, masyarakat lah yang harus berperan aktif bila ada
dugaan penyelewengan dana tersebut. "Kalau ada masalah, kita akan langsung cari
dan temukan solusi untuk mengatasinya. Rakyat jangan jadi penonton pembangunan.
Pengawasan dana desa terbaik adalah lewat peran aktif masyarakat," ucapnya.
(Sumber: Kompas.com. Edisi 7 November 2019. Penulis: Dani Prabowo)

1. Soal : Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor


yang terlibat dan persan setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi
kasus.

Jawaban :
Ditemukan sejumlah desa fiktif di wilayah Indonesia, desa fiktif tersebut salah
satunya berada di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Kepolisian daerah setempat
memperoleh informasi sebanyak 56 desa yang terindikasi fiktif. Tim Khusus pun telah
diterjunkan untuk melakukan pengecekan di 23 desa terbukti 2 desa diantaranya tidak
memiliki penduduk.

Desa Fiktif di Derah Konawe ini berhubungan langsung dengan adanya Dana
Desa yang berasal dari kementrian keuangan untuk pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan sumber daya manusia di desa-desa. Hal ini menjurus pada pemanfaatan
dana desa tersebut harus tepat sasaran (benar-benar dirasakan oleh masyarakat
desa), transparansi dalam penggunaanya, serta tepat guna. Tetapi pada realisasinya
banyak bermunculan desa fiktif yang terungkap yang dimana desa fiktif tersebut
dimanfaatkan oleh oknum pemerintah daerah untuk memrpergunakan dana desa yang
diberikan oleh pemerintah .Terdata di kementrian Dalam Negri maupun Pemerintah
Provinsi Sulawesi Tenggara kasus Desa Fiktif ini melibatkan beberapa oknum pejabat
pemerintah daerah.

Oknum yang terlibat yaitu Oknum Pemerintah Desa, Oknum Pemerintah


Kecamatan, Oknum Pemerintah Daerah.

1. Pemerintah Desa memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan keuangaan


desa secara tepat. Dalam kasus ini pemerintah desa tidak melaporkan mengenai
keberadaan desa, kepemerintahan desa serta masyarakat desa.
2. Pemerintah Kecamatan dan Daerah memiliki wewenang atas pengawasan pada
desa dalam mengelola keuangan desa. Hal ini dilaksanakan harus sesuai dengan
kebijakan pemerintah, serta berkomitmen untuk bersama-sama secara integrasi
untuk menjadi pelayanan masyarakat yang bermutu.
Pemerintah Kecamatan dan Daerah dala kasus ini belum sepenuhnya melakukan
pengawasan terkait dengan keberadaan desa serta pengusulan dana desa.
3. Masyarakat memiliki wewenang dalam pengawasan dana desa yang dikelola oleh
desa.

2. Soal : Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan


pelanggaran terhadap nilai-nilai dasar PNS, dan Pengetahuan
tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor
yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak
tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks
deskripsi kasus

Beberapa pelanggaran yang ditemukan dari kasus tersebut yaitu :


1. Nilai Akuntabilitas : Belum semua pemerintah desa menyelenggarakan
kepemerintahan desaya sesuai dengan kebijakan, tidak adanya laporan
mengenai pemerintahan desa, kondisi desa, dan masyarakat desa membuat
adanya oknum-oknum pemerintahan leluasa menggunakan desa dan dana desa
untuk kepentinganya.
2. Nilai Anti Korupsi : Korupsi tindakan penyalahgunaan dana desa yang berasal
dari pemerintah pusat untuk pemberdayaan desa, dalam kasus ini ditemukan
bahwa setelah adanya dana desa yang diberikan oleh pemerintah, sekamin
banyak desa fiktif dan desa baru bermunculan yang digunakan oleh oknum
untuk penyalahgunaan dana desa tersebut
3. Nilai Komitmen Mutu : Pemerintah desa belum melaksanakan tugasnya
berkomitmen memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bemutu , efektif,
dan efisien. Dimana adanya dana yang tidak sampai pada tujuan desa untuk
pemberdayaan desa.
4. Penyalahgunaan Wewenang : Ketika seseorang dalam menggunakan
jabatanya untuk melakukan tindak korupsi dan nepotisme untuk kepentingan
pribadi. dalam kasus ini tidak adanya transparansi atas adanya desa dengan
keterkaitan dengan dana desa.
5. Etika Publik : Tidak ada kejujuran dan transparansi pemerintah desa maupun
daerah terkaitan dengan dana desa terhadap pemerintah pusat maupun
masyarakat.
B. DAMPAK YANG DITIMBULKAN
1.Kerugian keuangan Negara
2.Kemiskinan desa yang semakin meningkat, karena dana yang harus digunakan
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.Justru dinikmati oleh oknum-oknum
pemerintah daerah.
3. Timbul Rasa ketidak percayaan masyarakat terhadap Pegawai Negeri Sipil
maupun Pejabat Pemerintah
4. Mudahnya oknum-oknum yang tidak bertanggung juawab untuk
menyalahgunakan dana desa

3. Soal : Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan


masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus
1. Memperkuat prosedur proses verifikasi dilakukan secara sederhana untuk
pengusulan dana desa dan transparan
2. Peningkatan pemahaman akan perencanaan, pengorganisasian dan pelaopran
dana desa yang baik dan benar dapat dilakukan dengan pendampingan dan
pelatihan secara berkala dan berkelanjutan
3. Mengoptimalkan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan kjomunikasi
yaitu pengembangan aplikasi dana desa baik dari sisi perencanaan, pelaporan dan
pengawasan
4. Melakukan koordinasi secara terintegrasi dalam penyaluran dana desa yang
melibatkan kementrian dalam negeri, kementrian desa dan pembangunan daerah
serta melakukan pengawasan secara intensif terhadap dana desa, dan
pengelolaanya.
5.Mengoptimalkan badan yang bertugas untuk mengawasi penggunaan dana desa
dan keberadaan desa
6.Perlunya pemberian hukuman yang bersifat jera terhadap pegawai negeri sipil
atau penjabat publik yang melakukan pelanggaran
7.Memperbaiki proses pengusulan dana desa yang ingin mendapatkan bantuan dari
pemerintah pusat, harus mengajukan usulan melalui pemerintah kabupaten/kota
sebelum ke kementrian keuangan

4. Soal : Mendeskripsikan konsekuensi penerapan dari setiap


alternatif gagasan pemecahan masalah berdasarkan konteks
deskripsi kasus.

Konsekuensi yang timbul dari penerapan pemecahan masalah diatas diantaranya :


1. Mengurangi tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pengelolaan dana
desa.
2. Meningkatkan kinerja sumber daya manusia badan pengawas desa (BPD) agar
menjamin pengawasan dapat berjalan dengan optimal
3. Menimbulkan efek jera terhadap Pegawai Negeri Sipil yang lain agar tidak
melakukan tindakan yang serupa.
4. Menciptakan system yang terintegrasi (Whole Of Goverment) sehingga
pelayanan lebih mudah, cepat, efisien dan valid.

Anda mungkin juga menyukai