Anda di halaman 1dari 5

EVALUASI AKADEMIK

Nama : Ayu Galuh Susi Rachmawati, A. Md. Keb


NIP : 199003232020122003
NDH : 27
Angkatan : XXVI – Kelompok 3

Judul Kasus Polemik Dana Desa yang Melahirkan Desa Fiktif

Detail Kasus Polemik Dana Desa yang Melahirkan Desa Fiktif

Polemik Dana Desa yang Melahirkan Desa Fiktif KOMPAS.com - Setiap tahun, pemerintah
mengalokasikan triliunan rupiah dana desa di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN). Jumlah tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah desa yang
menerima bantuan. Tahun 2020 misalnya, dana desa yang akan dialokasikan pemerintah
sebesar Rp 72 triliun. Jumlah itu naik Rp 2 triliun bila dibandingkan alokasi pada tahun 2019.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan, peningkatan dana desa dilakukan sebagai upaya untuk
pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi desa. Sehingga,
diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat desa.
"Di samping itu, dana desa diharapkan dapat mendorong inovasi dan entrepreneur baru,
sehingga produk-produk lokal yang dimiliki oleh setiap desa dapat dipasarkan secara nasional,
bahkan global melalui marketplace," ucap Jokowi saat menyampaikan pidato nota keuangan di
Kompleks Parlemen, 16 Agustus lalu. Ironisnya, harapan peningkatan kesejahteraan itu pupus.
Maraknya kabar keberadaan desa fiktif di sejumlah wilayah Tanah Air menjadi indikasi bahwa
dana desa yang selama ini dikucurkan pemerintah pusat hanya sekedar menjadi bancakan
untuk dibagi-bagi oleh oknum tidak bertanggung jawab di daerah. Desa fiktif Temuan desa fiktif
tersebut salah satunya berada di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kepolisian daerah
setempat memperoleh informasi adanya 56 desa yang terindikasi fiktif. Tim khusus pun telah
diterjunkan untuk melakukan pengecekan fisik di 23 desa yang tidak terdata di Kementerian
Dalam Negeri maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Kepala Subdit Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh mengatakan, dari 23
desa yang telah dicek, dua desa di antaranya diketahui tidak memiliki penduduk sama sekali.
Namun, Dolfi masih merahasiakan identitas desa tersebut lantaran masih dalam proses
penyelidikan. "Penyidik sudah periksa saksi dari Kemendagri, kemudian ahli pidana dan ahli
adiministrasi negara. Telah dilakukan pemeriksaan fisik kegiatan dana desa bersama ahli
lembaga pengembangan jasa konstruksi," ujar Dolfi, di ruang kerjanya, Kamis (7/11/2019). Di
lain pihak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap turun tangan untuk membantu Polda
Sulawesi Tenggara menangani kasus yang terindikasi ada dugaan tindak pidana korupsi ini.
"Salah satu bentuk dukungan KPK adalah memfasilitasi keterangan para ahli pidana dan
kemudian dilanjutkan gelar perkara bersama 16 September 2019," kata Juru Bicara KPK Febri
Diansyah dalam keterangan tertulis, Rabu (6/11/2019). Dalam kasus ini, KPK mengindikasi
adanya 34 desa yang bermasalah. Tiga desa fiktif, sedangkan 31 lainnya ada tapi surat
keputusan pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur. Sementara, ketika desa tersebut
dibentuk sedang berlaku kebijakan moratorium dari Kemendagri. Sehingga untuk bisa
mendapatkan dana desa harus dibuat tanggal pembentukan backdate. Perkara ini kemudian
telah naik ke tahap penyidikan dan membutuhkan keterangan ahli pidana. "Akan dilakukan
pengambilan keterangan ahli hukum pidana untuk menyatakan proses pembentukan desa yang
berdasarkan peraturan daerah yang dibuat dengan tanggal mundur (backdate), merupakan
bagian dari tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak," ucap Febri.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, desa fiktif mulai bermunculan setelah
pemerintah secara rutin mengucurkan dana desa setiap tahun. Momentum inilah yang
kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk untuk membentuk desa
baru. "Kami mendengar beberapa masukan karena adanya transfer ajeg dari APBN maka
sekarang muncul desa-desa baru yang bahkan tidak ada penduduknya. Hanya untuk bisa
mendapatkan (dana desa)," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja evaluasi kinerja 2019 dan rencana
kerja 2020 bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (4/11/2019). Hingga September 2019,
penyaluran dana desa baru mencapai Rp 44 triliun atau 62,9 persen dari total alokasi Rp 70
triliun pada tahun ini. Serapan ini turun bila dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai
63,2 perse atau sekitar Rp 37,9 triliun. Verifikasi lemah Pihak Istana Kepresidenan bukannya
tutup mata dan telinga melihat realita ini. Jokowi bahkan menegaskan, akan mengejar oknum
pelaku yang sengaja memanfaatkan kucuran dana desa untuk kepentingan pribadi. "Kami kejar
agar yang namanya desadesa tadi diperkirakan, diduga, itu fiktif, ketemu, ketangkep," kata
Jokowi usai membuka acara Konstruksi Indonesia 2019 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu
(6/11/2019). Menurut Jokowi, ada oknum yang dengan sengaja menciptakan desa fiktif. Oknum
tersebut memanfaatkan celah pengelolaan yang tidak mudah dilakukan pemerintah, mengingat
luasnya wilayah sebaran yang ada yaitu dari Sabang hingga Merauke. Hingga kini, tercatat ada
sekitar 78.400 desa yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. "Manajemen pengelolaan desa
sebanyak itu tidak mudah. Tetapi, kalau informasi benar ada desa siluman itu, misalnya dipakai
plangnya saja, tapi desanya enggak, bisa saja terjadi," ucapnya. Di lain pihak, Direktur Eksekutif
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai,
munculnya kasus desa fiktif menjadi indikasi bahwa proses verifikasi di lapangan masih lemah.
Sedianya, setiap desa memiliki kode wilayah yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Desa
yang ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, harus mengajukan usulan melalui
pemerintah kabupaten/kota sebelum ke Kementerian Keuangan. Adapun besaran alokasi
bantuan untuk setiap wilayah tidak sama. Tergantung dari letak geografis, jumlah penduduk,
hingga tingkat kemiskinan. "Saat masuk ke Kemenkeu, ketika memasukkan desa itu dalam
variabel perhitungan kan tidak asal angkut begitu saja. Dia harus koordinasi dengan
Kemendagri yang punya kode wilayah, bahkan juga Kementerian Desa," kata Robert saat
dihubungi, Rabu (6/11/2019). "(Dengan kasus ini), berarti dari kabupaten/kota langsung ke
Kemenkeu dipakai tanpa ada koordinasi kiri-kanan dengan dua kementerian lain," imbuh dia.
Sementara itu, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi Arie
Setiadi mengatakan, alokasi dana desa yang cukup besar memerlukan pengawalan maksimal
dari seluruh elemen masyarakat. Ia menambahkan, tidak boleh hanya sekedar menjadi
penonton ketika dana desa ini mulai dimanfaatkan. Justru, masyarakat lah yang harus berperan
aktif bila ada dugaan penyelewengan dana tersebut. "Kalau ada masalah, kita akan langsung
cari dan temukan solusi untuk mengatasinya. Rakyat jangan jadi penonton pembangunan.
Pengawasan dana desa terbaik adalah lewat peran aktif masyarakat," ucapnya. (Sumber:
Kompas.com. Edisi 7 November 2019. Penulis: Dani Prabowo)

Jawaban :

Soal : Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat dan persan
setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.

Jawaban

Rumusan kasus : Anggaran dana desa yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) oleh Pemerintah Pusat tidak tersalurkan dengan baik, karena adanya
keberadaan desa fiktif di sejumlah wilayah Tanah Air menjadi indikasi bahwa dana desa yang
selama ini dikucurkan pemerintah pusat hanya sekedar menjadi bancakan untuk dibagi-bagi
oleh oknum tidak bertanggung jawab di daerah. Desa fiktif ini tidak terdata di Kementerian
Dalam Negeri maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Aktor yang terlibat dan
perannya : 1. Presiden Joko Widodo : Sebagai Presiden RI yang akan menindak tegas dan
memberikan sanksi jika terbukti memang terdapat desa fiktif. Presiden Joko Widodo
berpendapat bahwa ada oknum yang memanfaatkan celah pengelolaan yang tidak mudah
dilakukan Pemerintah mengingat luasnya wilayah Indonesia ; 2. Kepala Subdit Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sulawesi Tenggara : Menangani kasus penyidikan
tentang adanya desa fiktif ; 3. KPK : Membantu Polda Sulawesi Tenggara, menangani kasus yang
terindikasi adanya dugaan tindak pidana korupsi dengan memfasilitasi keterangan para ahli
pidana dan kemudian dilanjutkan gelar perkara ; 4. Kemendagri : Membuat kebijakan
moratorium ; 5. Ahli Administrasi Negara : Melakukan pemeriksaan fisik dan dana desa ; 6.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani : Memberikan pendapat adanya desa fiktif yang mulai
bermunculan untuk mendapatkan dana desa ; 7. Direktur Eksekutif Komite Pemantauan
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) : Memberikan pendapat bahwa Desa yang ingin
mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, harus mengajukan usulan melalui pemerintah
kabupaten/kota sebelum ke Kementerian Keuangan ; 8. Wakil Menteri Desa , Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Budi Arie Setiadi): Mengajak masyarakat untuk berperan
aktif dalam pengawasan dana desa dan jika ada masalah langsung dicari solusinya ; 9. Kepala
Desa / Perangkat Desa : Sebagai eksekutor pengelola dana desa.

Soal : Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap nilai-nilai
dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan NKRI oleh setiap aktor
yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B. Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai
dasar PNS dan pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan
konteks deskripsi kasus

Jawaban

(A). Bentuk pelanggaran terhadap nilai dasar PNS: Nilai – nilai dasar yang harus diterapkan
meliputi nilai ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti
Korupsi). Dimana setiap ASN yang hendaknya bertanggungjawab dengan pekerjaannya,
menerapkan sikap cinta tanah air, memberikan pelayanan terbaik serta menjauhkan dari KKN.
Berikut penjelasan pelanggaran terhadap nilai dasar PNS: 1) AKUNTABILITAS : Sebagai ASN
dalam menyikapi kasus tersebut, merupakan bentuk tindakan yang tidak akuntable alias tidak
memenuhi tanggungawab dalam masyarakat luas, maupun tidak bertanggungjawab terhadap
otoritas yang lebih tinggi, tidak transparan,tidak adanya integritas, serta tidak amanah 2)
NASIONALISME : Dalam kasus ini, menunjukkan bahwa tidak diterapkannya nilai dasar
Pancasila, dan sebagai ASN sebaiknya harus berorientasi pada kepentingan publik, bukan
kepentingan pribadi maupun golongan, sehingga tidak ada pihak yang diuntungkan maupun
dirugikan, dan menjadi ASN yang senantiasa setia, taat sepenuhnya kepada pancasila,UUD
1945, negara, dan pemerintah. 3) ETIKA PUBLIK : Dalam kasus tersebut, telah melanggarnilai
dasar etika publik, karna tidak bertanggungjawab terhadap publik atas terhadap apa yang
terjadi, dan informasi tidak relevan, sebagai ASN kita harus menghormati hak dan kewajiban
masyarakat, mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerja kepada publik, serta jujur. 4)
KOMITMEN MUTU : Sebagai ASN harus mampu menjaga mutu layanan publik , menjaga kode
etik dan kode perilaku, komitmen integritas moral, dan tanggungjawab. 5) ANTI KORUPSI :
Kasus tersebut, merupakan salah satu bentuk korupsi karena merupakan tindak pemalsuan,
penyelewengan dana untuk kepentingan oknum tertentu yang mengakibatkan kerugian negara,
sehingga sebagai ASN kita harus menerapkan sikap anti korupsi , jujur, meningkatkan
kesadaran hukum demi penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas. (B). Dampak tidak
diterapkannya Nilai Dasar PNS : 1) Tidak tercapainya persatuan dan kesatuan bangsa 2)
Pemborosan sumber dana APBN 3) Memberikan citra buruk dalam pemerintahan 4) Tidak
tercapainya tujuan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan
potensi ekonomi desa 5) Nilai - nilai kejujuran berkurang 6) Ekonomi negara menjadi tidak stabil
7) Ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja Aparatur Sipil Negara Pengetahuan tentang
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasar kasus : 1) Pelayanan Publik : Berdasarkan
kasus tersebut, berdampak pada menurunnya image pelayanan publik di Indonesia, yang
seharusnya pada hakikatnya dalam pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masyarakat , partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. 2) Manajemen ASN : Melihat dari kasus
tersebut, sebagai ASN harus melaksanakan peran ASN sebagai perencana, pelaksana, dan
pengawas penyelenggaraan umum pemerintah dan pembangunan nasional, serta bersih dari
praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. 3) WOG : Berdasarkan kasus, maka sebagai ASN harus
mampu melakukan koordinasi, kerjasama, dan sinergi dengan lintas sektor supaya terintegrasi
dengan baik, dan tidak terjadi problem seperti dalam kasus.

Soal : Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan konteks


deskripsi kasus

Jawaban : Gagasan - gagasan alternatif pemecahan masalah tersebut adalah (1) Meningkatkan
koordinasiantara Kemendagri, Pemerintah Pusat, Kementrian Keungan dan Kementrian Desa
(2) Membuat tim khusus untuk mendata semua desa yang ada di wilayah NKRI (3) Melakukan
penyelidikan supaya dapat terungkap fakta-fakta dan bukti yang diperlukan guna penanganan
kasus Desa Fiktif. (4) Melakukan verifikasi tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi sampai
dengan tingkat Pusar (5) Melakukan pendataan ulang kode wilayah desa agar mempermudah
dalam penyaluran dana desa (6) Meminta peran aktif masyarakat dalam pengawaasan dana
desa dengan cara melakukan sosialisasi di media cetak dan elektronik. (7) sebagai ASN yang
baik, kita harus membentengi diri kita dengan sikap Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik,
Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi supaya tidak terjerumus terhadap hal-hal yang bertentangan
dengan persatuan dan kesatuan NKRI.

Anda mungkin juga menyukai