Anda di halaman 1dari 10

EVALUASI AKADEMIK

Nama : Alyu Mardiana,S.Pd


NDH : 11
Golongan : III
Angkatan : XLV
Kelompok : 3
Kabupaten : Madiun
Jabatan : Guru Penjasorkes - Ahli pertama

Polemik Dana Desa yang Melahirkan Desa Fiktif


KOMPAS.com - Setiap tahun, pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah dana
desa di dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Jumlah tersebut
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah desa yang menerima bantuan.
Tahun 2020 misalnya, dana desa yang akan dialokasikan pemerintah sebesar Rp
72 triliun. Jumlah itu naik Rp 2 triliun bila dibandingkan alokasi pada tahun 2019.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan, peningkatan dana desa dilakukan sebagai
upaya untuk pemberdayaan masyarakat desa dan pengembangan potensi ekonomi
desa. Sehingga, diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan dan
taraf hidup masyarakat desa. "Di samping itu, dana desa diharapkan dapat
mendorong inovasi dan entrepreneur baru, sehingga produk-produk lokal yang
dimiliki oleh setiap desa dapat dipasarkan secara nasional, bahkan global melalui
marketplace," ucap Jokowi saat menyampaikan pidato nota keuangan di
Kompleks Parlemen, 16 Agustus lalu. Ironisnya, harapan peningkatan
kesejahteraan itu pupus. Maraknya kabar keberadaan desa fiktif di sejumlah
wilayah Tanah Air menjadi indikasi bahwa dana desa yang selama ini dikucurkan
pemerintah pusat hanya sekedar menjadi bancakan untuk dibagi-bagi oleh oknum
tidak bertanggung jawab di daerah.
Desa fiktif

Temuan desa fiktif tersebut salah satunya berada di Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara. Kepolisian daerah setempat memperoleh informasi adanya 56 desa
yang terindikasi fiktif. Tim khusus pun telah diterjunkan untuk melakukan
pengecekan fisik di 23 desa yang tidak terdata di Kementerian Dalam Negeri
maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Kepala Subdit Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh
mengatakan, dari 23 desa yang telah dicek, dua desa di antaranya diketahui tidak
memiliki penduduk sama sekali. Namun, Dolfi masih merahasiakan identitas desa
tersebut lantaran masih dalam proses penyelidikan. "Penyidik sudah periksa saksi
dari Kemendagri, kemudian ahli pidana dan ahli adiministrasi negara. Telah
dilakukan pemeriksaan fisik kegiatan dana desa bersama ahli lembaga
pengembangan jasa konstruksi," ujar Dolfi, di ruang kerjanya, Kamis (7/11/2019).
Di lain pihak, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap turun tangan untuk
membantu Polda Sulawesi Tenggara menangani kasus yang terindikasi ada
dugaan tindak pidana korupsi ini. "Salah satu bentuk dukungan KPK adalah
memfasilitasi keterangan para ahli pidana dan kemudian dilanjutkan gelar perkara
bersama 16 September 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam
keterangan tertulis, Rabu (6/11/2019). Dalam kasus ini, KPK mengindikasi
adanya 34 desa yang bermasalah. Tiga desa fiktif, sedangkan 31 lainnya ada tapi
surat keputusan pembentukannya dibuat dengan tanggal mundur. Sementara,
ketika desa tersebut dibentuk sedang berlaku kebijakan moratorium dari
Kemendagri. Sehingga untuk bisa mendapatkan dana desa harus dibuat tanggal
pembentukan backdate. Perkara ini kemudian telah naik ke tahap penyidikan dan
membutuhkan keterangan ahli pidana. "Akan dilakukan pengambilan keterangan
ahli hukum pidana untuk menyatakan proses pembentukan desa yang berdasarkan
peraturan daerah yang dibuat dengan tanggal mundur (backdate), merupakan
bagian dari tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak," ucap
Febri. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, desa fiktif mulai
bermunculan setelah pemerintah secara rutin mengucurkan dana desa setiap tahun.
Momentum inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung
jawab untuk untuk membentuk desa baru. "Kami mendengar beberapa masukan
karena adanya transfer ajeg dari APBN maka sekarang muncul desa-desa baru
yang bahkan tidak ada penduduknya. Hanya untuk bisa mendapatkan (dana
desa)," ujar Sri Mulyani saat rapat kerja evaluasi kinerja 2019 dan rencana kerja
2020 bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (4/11/2019). Hingga September
2019, penyaluran dana desa baru mencapai Rp 44 triliun atau 62,9 persen dari
total alokasi Rp 70 triliun pada tahun ini. Serapan ini turun bila dibandingkan
periode sebelumnya yang mencapai 63,2 perse atau sekitar Rp 37,9 triliun.

Verifikasi lemah

Pihak Istana Kepresidenan bukannya tutup mata dan telinga melihat realita ini.
Jokowi bahkan menegaskan, akan mengejar oknum pelaku yang sengaja
memanfaatkan kucuran dana desa untuk kepentingan pribadi. "Kami kejar agar
yang namanya desadesa tadi diperkirakan, diduga, itu fiktif, ketemu, ketangkep,"
kata Jokowi usai membuka acara Konstruksi Indonesia 2019 di JIExpo
Kemayoran, Jakarta, Rabu (6/11/2019). Menurut Jokowi, ada oknum yang dengan
sengaja menciptakan desa fiktif. Oknum tersebut memanfaatkan celah
pengelolaan yang tidak mudah dilakukan pemerintah, mengingat luasnya wilayah
sebaran yang ada yaitu dari Sabang hingga Merauke. Hingga kini, tercatat ada
sekitar 78.400 desa yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. "Manajemen
pengelolaan desa sebanyak itu tidak mudah. Tetapi, kalau informasi benar ada
desa siluman itu, misalnya dipakai plangnya saja, tapi desanya enggak, bisa saja
terjadi," ucapnya. Di lain pihak, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan
Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai, munculnya
kasus desa fiktif menjadi indikasi bahwa proses verifikasi di lapangan masih
lemah. Sedianya, setiap desa memiliki kode wilayah yang terdaftar di
Kementerian Dalam Negeri. Desa yang ingin mendapatkan bantuan dari
pemerintah pusat, harus mengajukan usulan melalui pemerintah kabupaten/kota
sebelum ke Kementerian Keuangan. Adapun besaran alokasi bantuan untuk setiap
wilayah tidak sama. Tergantung dari letak geografis, jumlah penduduk, hingga
tingkat kemiskinan. "Saat masuk ke Kemenkeu, ketika memasukkan desa itu
dalam variabel perhitungan kan tidak asal angkut begitu saja. Dia harus koordinasi
dengan Kemendagri yang punya kode wilayah, bahkan juga Kementerian Desa,"
kata Robert saat dihubungi, Rabu (6/11/2019). "(Dengan kasus ini), berarti dari
kabupaten/kota langsung ke Kemenkeu dipakai tanpa ada koordinasi kiri-kanan
dengan dua kementerian lain," imbuh dia. Sementara itu, Wakil Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi Arie Setiadi mengatakan,
alokasi dana desa yang cukup besar memerlukan pengawalan maksimal dari
seluruh elemen masyarakat. Ia menambahkan, tidak boleh hanya sekedar menjadi
penonton ketika dana desa ini mulai dimanfaatkan. Justru, masyarakat lah yang
harus berperan aktif bila ada dugaan penyelewengan dana tersebut. "Kalau ada
masalah, kita akan langsung cari dan temukan solusi untuk mengatasinya. Rakyat
jangan jadi penonton pembangunan. Pengawasan dana desa terbaik adalah lewat
peran aktif masyarakat," ucapnya. (Sumber: Kompas.com. Edisi 7 November
2019. Penulis: Dani Prabowo)

SOAL dan JAWABAN!

1. Mendeskripsikan rumusan kasus dan/ atau masalah pokok, aktor yang terlibat
dan persan setiap aktornya berdasarkan konteks deskripsi kasus.

RUMUSAN KASUS:
Pemerintah mengalokasikan triliunan rupiah dana desa di dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang akan digunakan dalam satu tahun ke
depan. Jumlah tersebut terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah desa
yang menerima bantuan. Maraknya kabar keberadaan desa fiktif di sejumlah
wilayah Tanah Air menjadi indikasi bahwa dana desa yang selama ini dikucurkan
pemerintah pusat hanya sekedar menjadi bancakan untuk dibagi-bagi oleh oknum
tidak bertanggung jawab di daerah. Hal ini sangat tidak sesuai dengan wawasan
kebangsaan. Tim khusus kepolisian pun telah diterjunkan untuk melakukan
pengecekan fisik di 23 desa yang tidak terdata di Kementerian Dalam Negeri
maupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, hasilnya 2 desa diantaranya
tidak memiliki penduduk sama sekali. Di lain pihak, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mengindikasi adanya 34 desa yang bermasalah. Tiga desa fiktif,
sedangkan 31 lainnya ada tapi surat keputusan pembentukannya dibuat dengan
tanggal mundur.

Karena tidak adanya rasa bela negara dari oknum tidak bertanggungjawab
yang membuat laporan tentang desa fiktif atau desa palsu (desa yang tidak
memiliki penduduk) dengan tujuan agar mendapatkan bantuan dana desa untuk
kepentikan pribadi, maka terjadilah hal tersebut. Oknum-oknum memanfaatkan
celah pengelolaan yang tidak mudah dilakukan pemerintah, mengingat luasnya
wilayah sebaran yang ada yaitu dari Sabang hingga Merauke.

Ini sangat bertentangan dengan nilai wawasan kebangsaan, yaitu cara


pandang yang dilandasi oleh kesadaran diri dalam bertindak di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Para oknum yang tidak memiliki rasa peduli terhadap
bangsa dan negara. oknum tersebut membohongi diri sendiri, keluarga serta
negaranya, hal ini akan merusak citra bangsa di mata dunia.

Isu kontemporer semacam ini harus ditindak secara tegas oleh pihak
berwajib, permasalahan ini juga tidak sesuai dengan Manajemen ASN dimana
seorang ASN seharusnya melaksanakan tugas dengan jujur dan penuh tanggung
jawab, serta bekerja secara profesional dan berkualitas.

Oknum – oknum ini juga menentang sikap pelayanan publik dimana


seharusnya dia melayani masyarakat dengan sebaik mungkin tetapi justru
menyalahgunakan anggaran dana desa dengan laporan yang tidak sesuai.

AKTOR YANG TERLIBAT SERTA PERAN AKTOR BERDASARKAN


KONTEKS DESKRIPSI KASUS:
1) Presiden sebagai penanggung jawab utama pengalokasian dana desa pada
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
2) Perangkat Desa atau oknum tidak bertanggung jawab yang berperan
sebagai penggagas atau penyusun laporan fiktif tersebut.
3) Tim Verifikasi dana desa dimana mereka tidak melakukan perannya
dengan baik. tidak melakukan verifikasi secara akurat.
4) Kemendagri kurang teliti dalam menerapkan moratorium penyaluran dana
desa
5) Kemenkeu tidak melakukan verifikasi menyeluruh namun hanya
menerima pengajuan langsung dari pemerintah kabupaten tanpa koordinasi
dengan pihak terkait.
6) Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(KPPOD) Robert Endi Jaweng berperan sebagai pengamat/penilai bahwa
munculnya kasus desa fiktif menjadi indikasi bahwa proses verifikasi di
lapangan masih sangat lemah.
7) Kepala Subdit Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Polda Sultra,
Kompol Dolfi Kumaseh, sebagai penyidik dalam kasus desa fiktif
8) Juru Bicara KPK Febri Diansyah berperan membantu Polda Sulawesi
Tenggara menangani kasus yang terindikasi ada dugaan tindak pidana
korupsi
9) Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Budi Arie Setiadi berperan memberikan pendapat agar lokasi dana desa
yang cukup besar memerlukan pengawalan maksimal dari seluruh elemen
masyarakat.
2. Melakukan analisis terhadap : A. Bentuk penerapan dan pelanggaran terhadap
nilai-nilai dasar PNS, dan Pengetahuan tentang kedudukan dan peran PNS dan
NKRI oleh setiap aktor yang terlibat berdasarkan konteks deskripsi kasus. B.
Dampak tidak diterapkannya nilai-nilai dasar PNS dan pengetahuan tentang
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI berdasarkan konteks deskripsi kasus

A. PENERAPAN NILAI-NILAI DASAR ASN


a. Akuntabilitas.

Munculnya desa fiktif disebabkan tidak ada transparansi laporan serta


pertanggungjawaban terhadap dana desa yang telah dicairkan sehingga
para oknum dapat dengan leluasa menggunakan dana desa untuk
kepentingan pribadi.
b. Nasionalisme

Tindakan atau perilaku oknum tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai


Pancasila seperti keadilan sosial karena hal tersebut hanya
menguntungkan diri sendiri dan tidak mencerminkan sikap peduli
terhadap bangsa dan negara.

c. Etika Publik

Adanya pelanggaran karena prosedur pelaksanaan tidak jelas, laporan


tidak transparan, kurang sopan karena menyalahi prosedur serta tidak
memiliki etika dan etiket yang baik sebagai seorang warga negara.

d. Komitmen Mutu

Hal tersebut jelas melenceng dari komitmen mutu ASN, karena


menjalankan sesuatu tanpa prosedur yang berorientasi pada mutu,
mereka tidak mencerminkan karakter yang baik. mereka perlu
menanamkan dan menumbuhkan sikap komitmen mutu agar tidak
terjadi isu-isu sejenis di masa yang akan datang.

e. Anti Korupsi

Sangat bahwa hal tersebut melanggar karena oknum bersikap tidak jujur
dalam perkataan serta perbuatannya yakni membuat laporan palsu guna
kepentingan pribadi saja.

Selain itu Ketidakcermatan beberapa instansi ini disebabkan oleh


kurang tertatanya manajemen ASN, hal ini juga disebabkan tidak
menyatunya data antar instansi pemerintahan akibat sistem whole of
government di negera kita ini masih belum maksimal.

B. DAMPAK:

Kejadian ini menimbulkan dampak kerugian bagi banyak pihak. Pelaku


pasti akan mendapatkan sanksi berdasarkan hukum perundang-undangan. selain
itu juga merugikan masyarakat luas serta menimbulkan ketidakpercayaan terhadap
sistem pemerintahan, Kerugian juga terjadi pada negara yakni, kerugian uang
negara dengan tidak tersalurkannya dana desa karena sikap korupsi oknum yang
tidak bertanggungjawab, kerugian uang negara dalam hal biaya pengusutan kasus,
dan kegaduhan yang berdampak pada opini masyarakat. Dampak-dampak tersebut
seharusnya tidak terjadi jika nilai dasar akuntabilitas, etika publik, komitmen
mutu diterapkan dengan baik. Selain itu WoG juga penting sekali untuk
meminimalkan terjadinya komunikasi yang tidak baik antar lembaga dan
perangkat desa, antar pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat.

3. Mendeskripsikan gagasan-gagasan alternatif pemecahan masalah berdasarkan


konteks deskripsi kasus

JAWAB:
Berdasarkan konteks diskripsi kasus diatas yaitu terjadinya desa fiktif,
dikarenakan adanya unsur praktik tindak korupsi yang dilakukan oleh pejabat atau
oknum tidak bertanggungjawab di lingkungan pemerintahan daerah. Oleh karena
itu, diperlukan gagasan alternatif pemecahan masalah :
a. Memperketat sistem pengalokasian dana desa dengan setiap desa memiliki
kode wilayah yang terdaftar di Kementerian Dalam Negeri. Desa yang
ingin mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, harus membuat dan
mengajukan usulan secara jelas dan transparan melalui pemerintah
kabupaten/kota sebelum ke Kementerian Keuangan (akuntabilitas)
b. Penanaman nilai-nilai dasar ASN (ANEKA) secara berkala kepada pejabat
terkait dengan mengadakan pelatihan khusus agar nilai-nilai dasar ASN
selalu terupgrade dan dapat benar-benar tertanap dalam diri ASN.
c. Pengawasan yang ketat dan proses verifikasi berlapis dengan selalu
melakukan koordinasi antar lembaga, dan komunikasi pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat guna meminimalisir adanya kesalahan data yang
berdampak pada kesalahan pengalokasian dana negara.
d. Melakukan evaluasi dampak serta manfaat dari program tersebut. Melalui
sistem yang terbangun dengan baik akan terbentuk whole of government
yang efektif dan berdampak positif bagi kemajuan dan kesejahtareaan
bangsa.
e. Meningkatkan peran masyarakat dan LSM dalam pemantauan setiap
program pemerintah untuk terus memperbaiki setiap layanan yang
diberikan pemerintah (pelayanan publik)
f. Melakukan penindakan yang tegas atas setiap pelanggaran hukum (anti
korupsi)

4. Mendeskripsikan konsekuensi penerapan dari setiap alternatif gagasan


pemecahan masalah berdasarkan konteks deskripsi kasus.

JAWAB:

a. Kode wilayah

Terkait pengkodean wilayah tentunya nanti akan berimbas pada semakin


banyaknya tugas dari di Kementrian Dalam Negeri untuk melakukan
verifikasi data dan memberikan/membuat kode-kode wilayah (komitmen
mutu) dimana sesuai dengan tugas dan kewajibannya harus dilaksanakan
dengan baik. Namun hal ini juga dapat mempermudah proses verifikasi
data yang dilakukan pemerintah karena dengan pemberian kode wilayah
akan lebih mudah melakukan pengecekan. Bahkan data penduduk juga
dapat pantau setiap saat, sehingga kemungkinan untuk munculnya desa
fiktif dapat dihindati.

b. Penanaman nilai-nilai dasar ASN (ANEKA) secara berkala akan berimbas


pada pola perilaku ASN yang semakin baik

c. Pengawasan yang ketat dan proses verifikasi berlapis dengan selalu


melakukan koordinasi antar lembaga, dan komunikasi pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat berimbas pada semakin telitinya suatu lembaga
(akuntabilitas) dan meningkatkan hubungan yang terintegrasi antar
lembaga (whole of government).
d. Perlunya sosialisasi dan kerjasama yang berkesinambungan antar instansi
dengan menerapkan pendekatan WoG dalam pemerintahan agar tidak
terjadi lagi kesalahan atau kasus desa fiktif.

e. Perlunya pengusutan tuntas dan mendalam baik dari segi hukum maupun
ekonomi terkait polemik dana desa fiktif dan peran serta dari masyarakat
mengenai alokasi dana desa yang cukup besar memerlukan pengawalan
maksimal dari seluruh elemen masyarakat (bela negara).

f. Jika memang benar terjadi korupsi, maka perlu ditindak sesuai peraturan
dan hukum yang berlaku. (anti korupsi)

Anda mungkin juga menyukai