PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan kekebalan tubuh
bagi seseorang terhadap infeksi suatu penyakit.1 Imunisasi terbukti mampu
mengendalikan dan menghilangkan penyakit menular yang mengancam
nyawa dan diperkirakan kurang lebih 2 sampai 3 juta kematian mengalami
penurunan setiap tahunnya. Ini merupakan salah satu investasi kesehatan
yang paling hemat dengan strategi yang telah terbukti dan mudah diakses oleh
siapapun.(2)
Pembangunan nasional jangka panjang menitikberatkan pada kualitas
hidup sumber daya manusia yang prima. Untuk itu kita bertumpu pada
generasi muda yang memerlukan asuhan dan perlindungan terhadap penyakit
yang dapat menghambat tumbuh kembangnya menuju dewasa yang
berkualitas tinggi guna meneruskan pembangunan nasional jangka panjang
tersebut.(3)
Masa balita merupakan periode emas pertumbuhan fisik, intelektual,
mental dan emosional anak, dimana pemenuhan kebutuhan akan asah, asih
dan asuh melalui pemenuhan aspek fisik hingga biologis (gizi, kebersihan,
imunisasi, vitamin A dan pelayanan kesehatan yang bermutu), kasih sayang
dan stimulasi yang memadai pada usia balita akan meningkatkan
kelangsungan hidup anak dan mengoptimalkan kualitas anak sebagai generasi
penerus Indonesia. Namun sebaliknya masa balita juga periode kritis di mana
segala bentuk penyakit, kekurangan gizi, serta kekurangan kasih sayang
maupun kekurangan stimulasi pada usia ini akan membawa dampak negatif
yang menetap sampai masa dewasa bahkan sampai usia lanjut. Balita yang
mengalami hambatan atau gangguan pertumbuhan dan perkembangan akan
berdampak pada periode kehidupan selanjutnya.(2)
Program pengembangan imunisasi merupakan salah satu kegiatan
yang mendapat prioritas dalam sistem kesehatan nasional. Program ini
bertujuan untuk melindungi bayi dan balita dari PD3I (Penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi) seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus, dan campak.
Diperkirakan PD3I merupakan penyebab dari sekitar 48 kematian bayi dan 56
kematian balita per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun.(2)
Angka kematian bayi (AKB atau IMR) dalam dua dasawarsa terakhir
ini menunjukkan penurunan yang bermakna, yaitu apabila pada tahun 1971
sampai 1980 memerlukan sepuluh tahun untuk menurunkan AKB dari 142
menjadi 112 per 1000 kelahiran hidup dan hanya dalam kurun waktu lima
tahun, yaitu tahun 1985 sampai 1990 Indonesia berhasil menurunkan AKB
dari 71 menjadi 54 dan bahkan dari data 2001 telah menunjukkan angka 48
per 1000 per kelahiran hidup. Penurunan tersebut diikuti dengan angka
kematian balita atau AKABA yang telah mencapai 56 per 1000 kelahiran
hidup.(3)
Prestasi yang gemilang tersebut tidak lain disebabkan karena
penggunaan teknologi tepat guna selama itu, yang memanfaatkan dengan baik
Kartu Menuju Sehat untuk memantau secara akurat tumbuh kembang anak,
peningkatan penggunaan ASI, pemberian segera cairan oralit pada setiap
kasus diare pada anak dan pemberian imunisasi pada balita sesuai Program
Pengembangan Imunisasi (PPI) yaitu dengan BCG, Polio, Hepatitis B, DTP
dan Campak, bahkan pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai Universal
Child Immunization (UCI) dengan cakupan imunisasi sebesar 90% pada
anak balita. Ditambah lagi dengan gerakan PIN (Pekan Imunisasi Nasional)
terhadap penyakit Polio pada tahun 1995-1996-1997 secara berturut-turut dan
serentak diseluruh tanah air.(3)
Berdasarkan studi yang dilakukan, ternyata sampai saat ini setiap
tahunnya masih terdapat jutaan anak yang tertular penyakit penyakit
menular tersebut dengan akibat sekitar 120.000 kematian, atau 1 anak setiap
5 menit. kelompok penyakit infeksi merupakan penyebab 2 kematian pada
sebagian kasus (42,9%), yaitu meliputi 3 kematian per 1000 penduduk.
Penyakit penyakit yang dominan pada kelompok ini adalah penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, polio, tuberculosis,
campak dan tetanus. Angka kematian akibat tetanus adalah 19,3%,
sedangkan difteri, polio, dan campak sebesar 9,4%.(4) Meningkatnya angka
kematian ini dapat dicegah secara dini dengan pemberian imunisasi dasar
lengkap yang terdiri dari 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 3 dosis polio, 3 dosis
Hepatitis B dan 1 dosis Campak sebelum berumur 1 tahun. Suatu desa telah
mencapai target Universal Child Imunization (UCI) apabila > 80% atau lebih
bayi di desa tersebut mendapat imunisasi dasar lengkap.(5)
A.
B.
C.
D.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3
2.3.1
Imunisasi
Definisi
Imunisasi adalah cara memberikan perlindungan spesifik terhadap
patogen yang paling umum dan merusak. Mekanisme imunitas tergantung
pada lokasi patogen dan juga mekanisme patogenesis.(4,5)
Kata imun berasal dari bahasa latin immunitas yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang diberikan kepada para senator romawi selama masa
jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warga negara biasa dan terhadap
dakwaan. Dalam sejarah, istilah ini kemudian berkembang sehingga
pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit dan lebih
spesifik lagi terhadap penyakit menular. (4)
Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri atas sel-sel
serta produk zat-zat yang dihasilkanya yang bekerja sama secara kolektif
dan terkoordinasi untuk melawan bendah asing, seperti kuman-kuman
penyakit atau racunnya yang masuk dalam tubuh. (4)
Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan
anak terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah satu kuman atau
racun kuman yang dimasukan kedalam tubuh bayi atau anak yang disebut
antigen. Dalam tubuh, antigen akan bereaksi dengan antibodi sehingga akan
terjadi kekebalan. Juga ada vaksin yang dapat langsung menjadi racun
terhadap kuman yang disebut antitoksin. (4)
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan (imunitas), bila
terpajang antigen atau kuman penyakit.
(4)
imunisasi adalah:
a. Bila ada antigen (kuman, bakteri, virus, parasit, racun) memasuki
tubuh maka tubuh akan berusaha menolaknya, tubuh membuat zat
anti berupa anti bady atau anti toxin.
b. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen berlangsung secara
lambat dan lemah, sehingga tak cukup banyak antibody yang
terbentuk.
c. Pada reaksi atau respon yang kedua, ketiga dan seterusnya tubuh
sudah mulai lebih mengenal jenis antigen tersebut.
kecemasan
dan
psikologi
Prosedur Imunisasi
Prosedur imunisasi dimulai dari menyiapkan dan membawa vaksin,
mempersiapkan anak dan orangtua, tekhnik penyuntikkan yang aman,
pencatatan, pembuangan limbah, sampai pada tekhnik penyimpanan dan
penggunaan sisa vaksin dengan benar. Penjelasan kepada orang tua serta
pengasuhnya sebelum dan setelah imunisasi perlu dipelajari pula.
Pengetahuan tentang kualitas vaksin yang masih boleh diberikan pada bayi/
anak perlu mendapat perhatian. Ukuran jarum, lokasi suntikan, cara
9
mengurangi ketakutan dan rasa nyeri pada anak juga perlu diketahui.
Imunisasi perlu dicatat dengan lengkap, termasuk keluhan kejadian ikutan
pasca imunisasi. (3,4,6)
2.3.6 Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi
pada bayi-bayi dan anak-anak umur dibawah 12 bulan. Region deltoid
adalah alternative untuk vaksinasi pada anak-anak yang lebih besar (mereka
yang dapat berjalan) dan orang dewasa. (3,4,6)
Sejak akhir 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah
anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi bayibayidan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari resiko
kerusakan saraf iskhiadika (nervus ischiadicus). (3,4,6)
Resiko kerusakan saraf ischiadika akibat suntikan di daerah gluteus
lebih banyak dijumpai pada bayi karena variasi posisi saraf tersebut, masa
otot lebih tebal, sehingga pada vaksinasi dengan suntikan intramuscular di
daerah gluteal dengan tidak disengaja menghasilkan suntikan subkutan
dengan reaksi local yang lebih berat. Vaksinasi hepatitis B dan rabies bila
disuntikkan di daerah gluteal kurang imunogenik; hal ini berlaku untuk
semua umur. Sedangkan untuk vaksin BCG, harus disuntik pada kulit diatas
insersi otot deltoid (lengan atas), sebab suntikan-suntikan diatas puncak
pundak memberi resiko terjadinya keloid. (3,4,6)
2.3.7
10
2.3.8 Pemberian dua atau lebih vaksin pada hari yang sama
Pemberian vaksin-vaksin yang berbeda pada umur yang sesuai, boleh
diberikan pada hari yang sama. Vaksin inactivated dan vaksin virus hidup,
khususnya vaksin yang dianjurkan dalam jadwal imunisasi, pada umumnya
dapat diberikan pada lokasi yang berbeda saat hari kunjungan yang sama.
Misalnya pada kesempatan yang sama dapat diberikan vaksin-vaksin DPT,
Hib, hepatitis B, dan polio. (3,4,6)
Lebih dari satu macam vaksin virus hidup dapat diberikan pada hari
yang sama, tetapi apabila hanya satu macam yang diberikan, vaksin virus
hidup yang kedua tidak boleh diberikan kurang dari 2 minggu dari vaksin
yang pertama, sebab respons terhadap vaksin yang kedua mungkin telah
banyak berkurang. Vaksin-vaksin yang berbeda tidak boleh dicampur dalam
satu semprit. Vaksin-vaksin yang berbeda yangdiberikan pada seseorang
pada hari yang sama harus disuntikkan pada lokasi yang berbeda dengan
menggunakan semprit yang berbeda. (3,4,6)
2.3.9 Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi
Kontra indikasi dalam pemberian imunisasi ada 3, yakni(3,4,6)
(1) Anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat merupakan
kontra indikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat
kejang demam dan panas lebih dari 38 oC merupakan kontraindikasi
pemberian DPT atau HB1 dan campak.
(2) Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tandatanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya
diberikan.
(3) Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi
kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi
mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat.
Penanganan bagi bayi yang mengalami kondisi sakit, sebaiknya tetap
diberikan imunisasi: (3,6)
11
(1) Pada bayi yang mengalami alergi atau asma imunisasi masih bias
diberikan. Kecuali jika alergi terhadap komponen khusus dari
vaksin yang diberikan.
(2) Sakit ringan seperti infeksi saluran pernapasan atau diare dengan
suhu dibawah 38,5oC
(3) Riwayat keluarga tentang peristiwa yang membahayakan setelah
imunisasi.
(4) Pengobatan antibiotik, masih bisa dibarengi dengan imunisasi
(5) Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV dengan tidak
menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, jika menunjukkan
tanda-tanda dan gejala AIDS kecuali imunisasi BCG, imunisasi
yang lain tetap diberikan.
(6) Anak diberi ASI.
(7) Bayi yang menderita penyakit kronis seperti penyakit jantung
kronis, paru-paru, ginjal atau liver
(8) Pada penderita Downs Syndrome atau pada anak dengan kondisi
saraf yang stabil.
(9) Bayi premature atau BBLR
(10)
Sebelum atau pasca operasi
(11)
Kurang gizi
(12)
Riwayat sakit kuning saat kelahiran
2.3.10
12
(3,4)
BCG
Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari
Mycobacterium Bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun
sehingga didapatkan basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai
imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas terhadap
tuberculin.
Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun
untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Departemen Kesehatan
menganjutkan pemberian imunisasi BCG pada umur antara 0-12
bulan.
Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk
anak (>1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah
lengan kanan atas pada insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO,
tidak ditempat lain (bokong, paha).
Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun
dapat mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur
13
terjadi,
seringkali
berhubungan
dengan
14
Kehamilan.
Rekomendasi(3,4)
-
2.3.10.2
HEPATITIS B(3,4,7)
WHO merekomendasikan pemberian vaksin hepatitis B (hep B)
harus segera diberikan setelah lahir dalam waktu 24 jam pertama
tanpa mengetahui status HbsAg dari ibu, mengingat vaksinasi
hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu
kepada bayinya. Hasil penelitian Liza Fitria, dkk dalam jurnal
Pediatrica Indonesiana yang diterbitkan pada bulan Novermber 2010
dengan judul Influence of Hepatitis B Immunization to prevent
vertical transmission of Hep-B virus in infants born from Hep-B
positive Mother menjelaskan bahwa efektivitas dari imunisasi
hepatitis B untuk mencegah penularan penyakit hepatitis B pada bayi
adalah 80-95%.
Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan
bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan
dewasa, diberikan di region deltoid
Imunisasi aktif(3,4,6-9)
-
15
imunisasi
hepatitis
B,
maka
secepatnya
16
Imunisasi pasif(3,4,6-9)
Hepatitis B immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat
akan memeberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek
(3-6 bulan).
HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan. Sebaiknya
HBIg diberikan bersama vaksin VHB sehingga proteksinya
berlangsung lama. Pada needle stick injury maka diberikan HBIg
0,06 ml/kg maksimum 5 ml dalam 48 jam pertama setelah kontak.
Pada penularan dengan cara kontak seksual HBIg diberikan 0,06
ml/kg maksimum 5 ml dalam waktu <14 hari sesudah kontak
terakhir.
Efek samping(3,4)
Umumnya berupa reaksi local yang ringan dan bersigat
sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan
untuk 1-2 hari.
Kontra indikasi(3,4)
Tidak ada kontra indikasi yang absolute.
2.3.10.3
disebutkan
bahwa
pada
dasarnya
ibu
hamil
harus
17
18
Kontra indikasi(3,4)
Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontra
indikasi mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole
cell maupun aselular, yaitu :
-
POLIO(3,4,9)
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh
yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus
19
monovalen
(MOPV)
efektif
melawan
jenis
21
(anafilaktik)
setelah
pemberian
IPV,
streptomisin,
maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini. Tidak
ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah
baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau
ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik. Vaksin
campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin
biasanya
diberikan
dalam
bentuk
kombinasi
dengan
25
26
ringan
kontraindikasi.
lainnya
jangan
Kontraindikasi
terjadi
dikategorikan
bagi
sebagai
individu
yang
27
kontraindikasi
terhadap
individu-individu
yang
Ke empat faktor tersebut diatas saling berpengaruh positif satu dengan yang
lain dan tentu saja sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang. Status
kesehatan akan tercapai optimal apabila ke empat faktor tersebut positif
mempengaruhi secara optimal pula. Apabila salah satu faktor tidak optimal maka
28
status kesehatan akan bergeser kearah dibawah optimal. Berikut ini akan
dijelaskan satu per satu ke empat faktor tersebut sebagai berikut : (11)
1. Faktor Keturunan
Faktor ini lebih mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan dengan
asal usul keluarga, ras dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit tertentu
disebabkan oleh faktor keturunan antara lain : hemophilia, hypertensi, kelainan
bawaan, albino dll.
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang
diberikan. Hal ini berhubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana institusi
kesehatan antara lain : Rumah Sakit, Puskesmas, Labkes, Balai Pengobatan, serta
tersedianya fasilitas pada institusi tersebut : tenaga kesehatan, obat-obatan, alatalat kesehatan yang kesemuanya tersedia dalam kondisi baik dan cukup dan siap
pakai.
3. Faktor Perilaku
Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat,
perilaku petugas kesehatan dan perilaku para pejabat pengelola negeri ini (Pusat
dan Daerah) serta perilaku pelaksana bisnis. Perilaku individu atau masyarakat
yang positif pada kehidupan sehari-hari misalnya : membuang sampah / kotoran
secara baik, minum air masak, saluran limbah terpelihara, mandi setiap hari secara
higienis dll. Perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik
antara lain : ramah, cepat tanggap, disiplin tinggi, terapi yang tepat sesuai
diagnosa, tidak malpraktek pemberian obat yang rasional, dan bekerja dengan
penuh pengabdian. Perilaku pemerintah Pusat dan Daerah dalam menyikapi suatu
permasalahan kesehatan masyarakat secara tanggap dan penuh kearifan misalnya :
cepat tanggap terhadap adanya penduduk yang gizinya buruk, adanya wabah
penyakit, serta menyediakan sarana dan prasarana kesehatan dan fasilitas umum
( jalan, parit, TPA, penyediaan air bersih, jalur hijau, pemukiman sehat) yang
didukung dengan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
kesehatan dan lingkungan hidup dan menerapkan sanksi hukum yang tegas bagi
pelanggarnya.
4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan,
terlihat dari diagram di atas dengan panah yang lebih besar dibanding faktor
lainnya. Faktor Lingkungan terdiri dari 3 bagian besar :
29
a. Lingkungan Fisik
Terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan antara lain :
bangunan, jalan, jembatan, kendaraan, gunung, air, tanah. Benda mati yang
dapat dilihat dan dirasakan tapi tidak dapat diraba : api, asap, kabut dll..
Benda mati yang tidak dapat diraba, tidak dapat dilihat namun dapat
dirasakan : udara, angin, gas, bau-bauan, bunyi-bunyian / suara dll.
b. Lingkungan Biologis
Terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat
maupun tidak : manusia, hewan, kehidupan akuatik, amoeba, virus, plankton.
Makhluk hidup tidak bergerak : tumbuhan, karang laut, bakteri dll.
c. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan biologis di atas.
Lingkungan sosial tidak berbentuk secara nyata namun ada dalam kehidupan
di bumi ini. Lingkungan sosial terdiri dari sosio-ekonomi, sosio-budaya, adat
istiadat,
agama/kepercayaan,
organisasi
kemasyarakatan
dll.
Melalui
30
2.2.3 Lingkungan
Lingkungan adalah segala objek baik berupa benda hidup atau tidak hidup
yang ada disekitar dimana orang berada. Dalam hal ini lingkungan sangat
berperan dalam kepatuhan untuk melengkapi imunisasi dimana apabila
lingkungan mendukung secara otomatis ibu akan patuh untuk melengkapi
imunisasi pada anaknya.(12)
2.2.4 Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkah
laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu
mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarga, sehingga
seseorang dengan tingkat social ekonomi tinggi akan berbeda dengan tingkat
sosial ekonomi rendah. Keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan
mengusahakan terpenuhinya imunisasi yang lengkap bagi bayi.(12)
2.2.5 Pengalaman
Stress adalah salah satu bentuk trauma, merupakan penyebab kerentanan
seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu. Pengalaman merupakan salah
satu faktor dalam diri manusia yang sangat menentukan terhadap penerimaan
rangsang pada proses persepsi berlangsung. Orang yang mempunyai pengalaman
akan selalu lebih pandai dalam menyikapi segala hal dari pada mereka yang sama
sekali tidak mempunyai pengalaman.(12)
2.2.6 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan merupakan suatu prasarana dalam hal pelayanan
kesehatan. Apabila fasilitas baik akan mempengaruhi tingkat kesehatan yang ada,
ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara baik maka
akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi.(12)
2.2.7 Pendidikan
Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan tingkah
laku individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah proses belajar
mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah terbentuknya seperangkat
tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun
informal, manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang
diperoleh seseorang akan mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga
31
32
33
keluarga
dengan
status
ekonomi
rendah,
hal
ini
akan
34
35
36
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFENISI
OPERASIONAL
3. 1 Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Berdasarkan studi literatur, didapatkan faktor-faktor yang berhubungan
dengan kelangkapan imunisasi diantaranya adalah aspek keturunan, perilaku
individu, pelayanan kesehatan dan lingkungan. Berdasarkan empat elemen tadi
dapat diuraikan menjadi beberapa faktor yaitu karakteristik demografi, pengaruh
keadaan sosial, pengalaman sehat yang terdahulu, dan sumber daya dari
lingkungan.
Kemudian faktor-faktor tersebut berinteraksi dengan elemen interaksi
klienprofesi seperti dukungan afektif, informasi kesehatan, dan kepuasan
pelayanan. Hasil yang diharapkan dalam interaksi tersebut adalah kepatuhan
terhadap kelengkapan imunisasi dasar lengkap.
Sedangkan hasil-hasil studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan imunisasi menyatakan bahwa yang mempengaruhi kepatuhan tersebut
adalah karakteristik demografi (umur ibu, penghasilan, pendidikan ibu). Selain
itu, terdapat faktor terlambat memulai imunisasi, kurangnya informasi bagi orang
tua maupun dokter tentang imunisasi, praktik dokter, keadaan klinik layanan
imunisasi (hal ini terkait dengan interaksi klien-profesi kesehatan).
Pengetahuan ibu mengenai PD3I dan imunisasi merupakan variable yang
tidak diteliti karena bisa terdapat kerancuan pada saat penelitian nanti. Fenomena
Chicken and egg dapat terjadi karena pengetahuan yang dimiliki oleh ibu
mungkin bertambah setelah melengkapi semua imunisasi dasar lengkap, hingga
saat penentuan nilai pengetahuan bias bernilai palsu. Motivasi internal ibu untuk
melakukan imunisasi dasar lengkap juga tidak dijadikan variable karena bisa
terjadi fenomena Chicken and egg.
3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori diatas, maka dapat disusun kerangka konsep
sebagai berikut:
37
Variabel Independen
Variabel Dependen
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuosioner dengan memilih ya atau
tidak.
Skala
: Kategorik
Hasil ukur
38
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuosioner
Skala Ukur
: kategorik
Hasil ukur
:
1. 30 tahun
2. > 30 tahun
2. Pendapatan
Definisi: Pendapatan responden atau keluarga secara rutin dalam
satu bulan baik diperoleh dari pekerjaan, pensiunan, pemberian
keluarga dan tinggal dengan anggota keluarga berdasarkan rata-rata
pendapatan penduduk di Kota gorontalo yakni 1,2 juta/ bulan.(5)
Alat ukur
Cara ukur
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner dengan memilih
salah satu kategorik sesuai dengan penghasilan
keluarga perbulan
Skala Ukur
: kategorik
Hasil ukur
:
1. > 1,2 juta rupiah/bulan (ekonomi menengah keatas)
2. 1,2 juta rupiah/bulan (ekonomi menengah kebawah)
3. Jenjang Pendidikan
Definisi: Tingkat pendidikan formal terakhir yang berhasil
ditempuh ibu kandung anak tersebut dengan target wajib belajar 9
tahun.
Alat ukur
Cara ukur
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner sesuai pendidikan
terakhir
Skala Ukur
: kategorik
Hasil ukur
:
1. > SMA
2. SMA
4. Status Bekerja
39
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner tidak
Skala Ukur
: kategorik
Hasil ukur
:
1. Bekerja
2. Tidak bekerja
Faktor Lingkungan
1. Dukungan Sosial
Definisi : Efek interaksi dengan komunitas yakni efek dukungan
terhadap responden untuk melengkapi imunisasi dasar lengkap.
Alat ukur
Cara ukur
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner
Skala Ukur
Hasil ukur
: kategorik
:
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner
Skala Ukur
Hasil ukur
: kategorik
:
: dengan kuisioner
40
Cara ukur
kerutinan
Skala Ukur
Hasil ukur
: kategorik
:
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner sesuai dengan tingkat
kerutinan
Skala Ukur
Hasil ukur
: kategorik
:
1. Memiliki pengalaman
2. Tidak memiliki pengalaman
3. Informasi dari petugas kesehatan
Definisi: Informasi kesehatan yang dimiliki Ibu tentang PD3I dan
imunisasi dari petugas kesehatan. Dalam hal ini, petugas kesehatan
memberikan informasi tentang (1) pentingnya imunisasi, (2) jadwal
imunisasi, (3) akibat jika bayi tidak diberi imunisasi, (4) efek
samping setelah bayi mendapatkan suntikan vaksin, (5) kapan
harus dibawa kembali ke klinik setelah mendapat suntikan
imunisasi, (6) tempat Ibu dapat memperoleh imunisasi, dan (7)
kapan imunisasi tidak boleh diberikan.
Alat ukur
Cara ukur
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner
41
Skala Ukur
Hasil ukur
: kategorik
:
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner
Skala Ukur
Hasil ukur
: kategorik
:
: dengan kuisioner
: responden mengisi kuisioner
Skala Ukur
Hasil ukur
: kategorik
:
42
43
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan
desain potong lintang (cross sectional). Oleh karena itu data untuk tiap
variabel diambil hanya satu kali dan dalam waktu yang sama. Pada penelitian
cross sectional peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko)
dengan variabel terikat (efek) dengan melakukan pengukuran sesaat. Jadi
pada penelitian ini tidak ada tindak lanjut selanjutnya.
Langkah-langkah pada studi cross sectional ini meliputi : 1) Merumuskan
pertanyaan penelitian serta hipotesis yang sesuai; 2) Mengidentifikasi
variabel bebas dan terikat; 3) Menetapkan subjek penelitian; 4) Melaksanakan
pengukuran; dan 5) Melakukan analisis.
Berdasarkan langkah-langkah diatas maka setelah merumuskan hipotesis
ditetapkan variabel bebas dan terikat. Sementara itu penetapan subjek
penelitian
dilakukan
dengan
menghitung
jumlah
sampel
penelitian
44
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anakanak usia 12-23 bulan yang ada di Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo,
Provinsi Gorontalo.
Kriteria inklusi:
a) Ibu dari anak berusia 12-23 bulan yang tinggal di Kecamatan Kota
Tengah, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo
b) Mampu berkomunikasi (mampu menulis dan membaca dalam bahasa
indonesia)
c) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent
lebih
Kriteria Ekslusi:
Responden yang tidak menjawab seluruh pertanyaan pada kuesioner
dengan lengkap
4.3.3 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh populasi yang memenuhi kriteria penelitian.
4.3.4 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel dilakukan dengan perhitungan Lameshow
dkk.17
n = Z2.p.q
d2
n = (1,96)2. 0,8. 0,2
(0,1)2
n = 0,614656
0,01
n= 62 orang
Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal yang diperlukan derajat kepercayaan
p = Proporsi pasien yang melengkapi imunisasi dasar lengkap 0,8 (5)
q = 1-p (proporsi responden yang tidak melengkapi imunisasi dasar
lengkap)
d = Limit dari error atau presisi absolut
Z= 1,96
Batas kemaknaan adalah p < 0,05 dengan interval kepercayaan 95%.
Dengan perhitungan berdasarkan rumus di atas, didapatkan nilai n = 62 orang
45
yang diwawancara.
Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan dalam
penelitian ini terdiri dari lembar pengisian data (kuisioner) dan lembar
observasi.Microsoft Word, Microsoft Excel, SPSS 22,0 sebagai tempat
untuk mengolah hasil penelitian.18
4.5
Manajemen Penelitian
4.5.1 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
pemerintah Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
Teknik yang peneliti pakai dalam pengumpulan data menggunakan angket
(kuesioner).
4.5.2 Pengolahan Data
46
subtotalbarisxsubtotalkolom
grandtotal
1
N (|ad bc| N )
2
X 2=
( a+ b ) ( c+ d )( a+ c ) (b+ d)
Keterangan :
N = jumlah sampel
a = kejadian pasien melengkapi imunisasi dasar lengkap yang memiliki
hubungan dengan faktor-faktor demografi/ lingkungan/ pelayanan
kesehatan
b
48
lainnya. Untuk table 2x2 digunakan uji Fishers Exact Test dan untuk table
1x2 dapat digunakan uji binomial.
Tabel 4.5.3 Tabel Prevalence Ratio
Lengkap
Tidak
lengkap
a+b
c+d
a+c
a+d
kesehatan
Tidak memiliki hubungan
dengan faktor-faktor
demografi/ lingkungan/
pelayanan kesehatan
49
(13)
(13)
pengambilan data, akan tetapi, dapat dilakukan ulang jika ada hal yang
membutuhkan penjelasan bagi responden.
50
c) Prinsip Keadilan
Keadilan bagi responden penelitian ini dapat berupa perlakuan yang
sama dan hak untuk dijaga kerahasiannya. Perlakuan yang diharapkan
sebagai bentuk keadilan bagi responden adalah :
a) Pemilihan responden yang adil dan dipilih berdasarkan tujuan
penelitian, bukan karena alasan-alasan tertentu.
b) Tidak ada perilaku yang memberatkan jika responden mengundurkan
diri dari penelitian ini setelah menyetujuinya.
c) Responden mudah mengakses atau menghubungi peneliti jika ingin
melakukan klarifikasi
d) Responden dapat menerima penjelasan ulang dalam proses
pengambilan data
e) Selalu menghargai, sopan dan jujur pada responden (13)
Kerahasiaan yang terjaga meliputi kerahasiaan identitas responden
dan informasi yang diberikan responden. Peneliti mencoba melakukan
hal-hal di bawah ini untuk menjaga kerahasiaan responden dan informasi
yang didapat, yaitu:
a)
b)
c)
d)
51
responden
penelitian
dengan
memberikan
lembar
52
BAB VI
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan menyajikan data hasil penelitian faktor-faktor yang
mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar lengkap di Kecamatan Kota Tengah,
Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo dari tanggal 18 sampai 27 Juni 2015.
Penelitian ini dengan menyebarkan kuesioner kepada 69 responden, selanjutnya
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi jumlah responden menjadi 62 orang. Hasil
dari pengumpulan data ini disajikan dalam bentuk tabel yang terdiri dari hasil
univariat dan bivariat, analisis univariat akan dilakukan untuk mendeskripsikan
masing-masing variabel dengan menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran
presentase sedangkan bivariat akan dilakukan untuk melihat adanya hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terkait.
5.1 Analisis Univariat
5.1.1 Tingkat Kelengkapan Imunisasi Dasar Lengkap
Tabel 5.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kelengkapan
Imunisasi Dasar Lengkap di Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo,
Provinsi Gorontalo (n= 62)
Tingkat Kelengkapan
Jumlah (n)
Persentase (%)
Lengkap
48
77,4 %
Tidak Lengkap
14
22,6 %
dengan
Tingkat
Kepatuhan
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data mengenai distribusi faktor
faktor kelompok umur, pendapatan, jenjang pendidikan, status bekerja,
dukungan sosial, kemudahan transportasi, perawatan prenatal, pengalaman
imunisasi anak sebelumnya, informasi kesehatan, dukungan dari profesi
53
Variabel
Persentase (%)
36
26
28
34
35
27
36
26
34
28
41
58,1
41,9
45,2
54,8
56,5
43,5
58,1
41,9
54,8
45,2
66,1
Susah
Cukup
Kurang
21
37
25
33,9
59,7
40,3
imunisasi anak
Ada
30
48,4
sebelumnya
Tidak ada
Cukup
Kurang
Baik
32
39
23
35
51,6
62,9
37,1
56,5
Kurang
Puas
Kurang puas
27
38
24
43,5
61,3
38,7
Kelompok umur
Pendapatan
Jenjang pendidikan
Status bekerja
Dukungan Sosial
Jumlah (n)
<30 tahun
30 tahun
>1,2 juta/ bulan
1,2 juta/ bulan
> SMA
SMA
Bekerja
Tidak bekerja
Ada
Tidak ada
Mudah
Sub Grup
Kemudahan
transportasi
Pereawatan prenatal
pengalaman
8
9
10
11
Informasi kesehatan
Dukungan profesi
kesehatan
Kepuasan pelayanan
54
kesehatan 62,9%, dukungan baik dari profesi kesehatan 56,5%, puas akan
pelayanan kesehatan 61,3%
5.2 Analisis Bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar lengkap di Kecamatan
Kota Tengah, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo dari tanggal 18 sampai 27
Juni 2015, analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi Square,
diperoleh hasil sebagai berikut:
5.2.1 Hubungan antara Variabel faktor Karakteristik Demografi dengan
Kelengkapan Imunisasi Dasar Lengkap
Tabel 5.3
Analisis Faktor karakteristik demografi terhadap imunisasi dasar lengkap di
Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo (n= 62)
Variabel
Sub Grup
1. Kelompok
<30 tahun
30 tahun
>1,2 juta/ bulan
1,2 juta/ bulan
> SMA
umur
2 Pendapatan
3. Jenjang
pendidikan
4. Status bekerja
SMA
Bekerja
Tidak bekerja
Tidak
P.
Value
31
Lengkap
5
17
23
25
29
19
31
17
9
5
9
6
8
5
9
Lengkap
POR
CI 95%
0,054
3,282
0,947-11,376
0,420
1,656
0,483-5,672
0,224
2,035
0,609-6,799
0,054
3,282
0,947-11,376
Tabel 5.4
Analisis Faktor Lingkungan terhadap imunisasi dasar lengkap di Kecamatan
Kota Tengah, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo (n= 62)
Variabel
1. Dukungan
Sub Grup
Sosial
2. Kemudahan
Ada
Tidak ada
Mudah
transportasi
Susah
Lengkap
29
19
32
16
Tidak
P.
Lengkap
5
9
9
5
Value
POR
CI 95%
0,102
2,747
0,798-9,464
0,868
1,111
0,319-3,867
56
Sub Grup
Cukup
Kurang
Ada
sebelumnya
3. Informasi
Tidak ada
Cukup
kesehatan
4. Dukungan
Kurang
profesi
Baik
kesehatan
5. Kepuasan
Kurang
Puas
pelayanan
Kurang puas
Tidak
P.
Value
32
16
Lengkap
5
9
27
21
11
28
20
11
3
28
20
31
17
7
7
Lengkap
POR
CI 95%
0,038
3,600
1,034-12,529
0,022
4,714
1,165-19,083
0,168
0,382
0,094-1,548
0,580
1.400
0,424-4,623
0,324
1,824
0,548-6,073
57
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Faktor Karakteristik Demografi
6.1.1 Hubungan Kelompok Umur dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar
Lengkap
Usia wanita produktif sangat berpengaruh dalam kematangan berpikir
wanita tersebut, khususnya terhadap tanggung jawab dia sebagai seorang ibu
yakni merawat anak-anaknya hingga dewasa. Kondisi tubuh yang bugar
berpengaruh dalam keberlangsungan kegiatan-kegiatan yang wajib dilakukan
oleh seorang ibu. Melengkapi imunisasi dasar lengkap merupakan kegiatan
penting bagi seorang ibu untuk anakya, dibutuhkan rasa tanggung jawab
yang besar dan kemampuan fisik dari ibu tersebut.(14,15)
Dari 62 orang ibu sebagai responden, didapatkan rerata umur ibu adalah
27 tahun dengan umur terendah 20 tahun dan tertinggi adalah 35 tahun. Pada
penelitian ini usia ibu mayoritas berada pada golongan ibu yang produktif
sehingga diasumsikan mempunyai pemikiran untuk dapat melakukan sesuatu
atau apapun yang bermanfaat bagi bayinya. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya oleh Dimicco dan Dashiff
untuk memulai imunisasi sesuai jadwal bahwa sebagian besar responden yang
diambil adalah usia produktif.(16)
6.1.2 Hubungan Pendapatan dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar
Lengkap
Pendapatan yang mencukupi atau bahkan berlebih dapat mempermudah
setiap kegiatan dalam sebuah keluarga. Minimnya pemasukan ekonomi akan
mempengaruhi kepatuhan seseorang akan kesehatannya. Imunisasi adalah
kegiatan pelayanan kesehatan yang membutuhkan dana agar dapat
melengkapi setiap itemnya, msalnya untuk membayar regimen, petugas
kesehatan, dan transportasi.(15)
58
59
60
menikah. Sifat patriarkis disini masih terlihat sangat kuat karena hampir
seluruhnya menyatakan bahwa yang paling bisa memberinya dukungan
adalah suami. Pada penelitian Dimicco dan Dashiff pada tahun 2004,
didapatkan dukungan paling bermakna dirasakan dari ibu dan yang kedua dari
ayah si bayi. Jadi sangat berbeda dengan sistem dukungan di Indonesia
khususnya kota Gorontalo dimana sebagian besar ibu menyatakan dukungan
yang paling bermakna adalah dari suami.(16)
Sementara itu kepuasan terhadap dukungan juga dinyatakan dengan
kepuasan yang tinggi terhadap dukungan yang diterima. Peneliti melihat
adanya sifat para ibu yang ingin tangguh menanggung semuanya sendiri atau
hanya bersama suami. Tetapi di sini menjadi titik tolak kelemahan di mana
kemampuan ibu untuk menjaga mental yang sehat menjadi tidak terasah,
mereka cenderung memendam permasalahannya sendiri. Sedangkan menurut
Dimicco dan Dashiff pada tahun 2004, didapatkan mayoritas ibu yang
menjadi responden di Jefferson Country memiliki sistem pendukung lebih
dari 6 orang (48,6%) sehingga rata-rata kepuasan terhadap dukungan yang
diterimanya mencapai 5,81 (mendekati sangat puas).(16)
6.2.2
Hubungan
Kemudahan
Transportasi
dengan
Kelengkapan
61
62
perawatan prenatal berjalan rutin maka hal itu menjadi indikator sikap ibu
terhadap kesehatan yang baik.(16)
Hasil yang sama diperlihatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Rusman Efendy pada tahun 2010 yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas
Pagar Dalam di Kota Banjarbaru dengan jumlah sampel 96 orang, pada uji
statistik didapatkan hubungan bermakna antara riwayat perawatan prenatal
ibu dengan kepatuhan imunisasi dasar lengkap dengan nilai signifikansi p=
0,003. Tanggung jawab ibu untuk anaknya telah dibuktikan dengan
berpartisipasinya ibu dengan pelayanan kesehatan prenatal, selain informasi
tentang kesehatan kandungan, ibu tersebut juga bisa mendapatkan informasi
lainnya untuk anaknya seperti imunisasi sehingga ibu dapat termotivasi untuk
memenuhi pelayanan imunisasi dasar lengkap.(22)
6.3.2 Hubungan Pengalaman Imunisasi Anak Sebelumnya dengan
Kelengkapan Imunisasi Dasar Lengkap
Pengalaman akan suatu kegiatan sebelumnya bisa menjadi tolak ukur
untuk keberhasilan kegiatan tersebut selanjutnya. Program imunisasi
dilakukan ke semua anak, keberhasilan imunisasi pada anak pertama akan
sangat berpengaruh untuk keberhasilan imunisasi pada anak selanjutnya
begitu pula sebaliknya. Informasi dan tatacara prosedur untuk medapatkan
imunisasi lebih dimengerti oleh ibu yang sudah pernah melakukan imunisasi
pada anaknya. (2,4)
Pada uji statistik metode chi-square didapatkan hubungan yang bermakna
antara pengalaman imunisasi pada anak sebelumnya dengan kelengkapan
imunisasi dasar lengkap dengan nilai p = 0,022. Hasil ini sesuai dengan hasil
yang dilakukan oleh Devita Citra Dewi pada tahun 2010 yang di lakukan di
wilayah kerja Rumah Sakit Sartika Asih Bandung dengan jumlah 60
responden yakni terdapat hubungan antara pengalaman imunisasi oleh ibu
dengan kepatuhan imunisasi dasar lengkap dengan uji statistic chi-square nilai
p= 0,035. (23)
63
Sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Ninik Ajizah yang
dilakukan pada bulan Mei 2011, yang dilakukan di Desa Kauman, Peteroman,
Kabupaten Jombang dengan jumlah 74 responden yakni terdapat hubungan
antara Pengalama Ibu melengkapi imunisasi anak sebelumnya dengan
kepatuhan imunisasi dasar lengkap pada uji statistic chi-square didapatkan
nilai p= 0,043. Menurut Ninik Ajizah pada penelitiannya menjelaskan bahwa
pengalaman dalam melakukan pelayanan kesehatan akan mempermudah
kesuksesan pelayanan kesehatan lainnya.(24)
6.3.3 Hubungan Informasi Kesehatan dengan Kelengkapan Imunisasi
Dasar Lengkap
Informasi tentang imunisasi yang diberikan oleh petugas kesehatan dapat
meningkatkan pengetahuan ibu tentang imunisasi. Kepedulian ibu untuk
kesehatan
anaknya
dapat
meningkat
seiring
dengan
meningkatnya
64
65
oleh penelitian yang dilakukan oleh Indrawati pada tahun 2001 yang
dilakukan di Desa Sukoharjo, dengan jumlah sampel 130 orang dengan uji
signifikansi nilai P= 0,231 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara
kepuasan pelayanan dengan kepatuhan imunisasi ibu di Desa Sukoharjo.(27)
6.4 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Aspek penilaian kepatuhan berdasarkan aspek individu dan interaksi
individu-profesi kesehatan saja belum cukup untuk melihat nilai kepatuhan
karena kepatuhanpun dipengaruhi oleh faktor eksternal dimana dalam
penelitian ini tidak diperhatikan.
2. Cara pengambilan dan kualitas data : Pengambilan data pasien dilakukan
dengan metode self-report (laporan diri) menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpul data. Dengan metode ini, kemungkinan terjadi kesalahan
akibat keterbatasan responden untuk mengingat kembali peristiwa dan
mengungkapkan secara lengkap hal-hal yang telah dilakukan dan didapatkan
selama menjalankan pengobatan serta adanya respon tidak merasa bebas,
malu-malu, atau ragu pada saat menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh
peneliti, sehingga dapat mengakibatkan jawaban yang diberikan lebih
cenderung subjektif (recall bias). Bias ini agak sulit dihindari karena
menyangkut kemampuan setiap responden. Dalam beberapa pertanyaan yang
diajukan untuk mengukur beberapa variabel penelitian, disadari bahwa
kemungkinan
66
BAB VII
KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan
1.
Responden yang melengkapi imnunisasi dasarlengkap lebih banyak
2.
67
penurunan
cakupan
imunisasi.
Inovasi
untuk
mengoptimalkan
penggunaan buku KIA dapat menjadi solusi bagi terciptanya pencatatan status
imunisasi dan status kesehatan pada umumnya sehingga dapat termonitor
dengan baik status kesehatan anak secara global
5. Bagi penelitian selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti merasa masih
banyak kekurangan untuk mengetahui lebih jauh tentang faktor-faktor yang
berhubungan antara kelengkapan imunisasi dasar lengkap. Penelitian
selanjutnya juga perlu dilakukan dengan melihat faktor seluruh faktor baik
eksternal maupun internal yang mempengaruhi kepatuhan imunisasi.
68
Daftar Pustaka
1. United States Department of Health and Human Services. What
Immunization Is. http://www.hhs.gov/nvpo/concepts/intro3.htm.
2. World
Health
Organization.
Health
topics:
Immunization.
http://www.who.int/topics/immunization/en/.
3. Ranuh, I.G.N., dkk. 2011. Pedoman Imunisasi Di Indonesia, Edisi 4.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta
4. Proverawati, A., Citra Setyo Dwi Andhini. 2010. Medical Book:
Imunisasi dan Vaksinasi. Nuha Medika: Yogyakarta
5. dr. H. triyanto S. Bialangi M.Kes.. Provil Kesehata Provinsi Gorontalo
Tahun 2012. Gorontalo. 2012
6. Ghaffar, Abdul DR, Dr. Tariq Haqqi. Immunology Chapter 14:
Immunization. http://pathmicro.med.sc.edu/ghaffar/immunization.htm.
7. Passive
Immunization-History
of
vaccines.
http://www.historyofvaccines.org/content/articles/passive-immunization.
Diakses tanggal 20 Februari 2014
8. Fitria, Liza., Hartono Gunardi, Arwin AP Akib. 2010. Pediatrica
Indonesiana Vol. 50 No. 6: Influence of Hepatitis B immunization to
prevent vertical transmission of Hep-B virus in infants born from Hep-B
positive mother.
9. Cherry, James D., MD. 2012. The New England Journal of Medicine:
Perspective- Epidemic Pertussis in 2012-The Resurgence of a VaccinePreventable Disease. http://www.nejm.org.
10. Mulholland, E. Kim, M.D., Ulla Kou Griffiths, M.Sc., Robin Bielik,
Ph.D. 2012. The New England Journal of Medicine: PerspectiveMeasles in the 21st Century. http://www.nejm.org.
11. Suyono,M.Sc. dan Dr. Budiman, S.Pd., SKM., S.Kep., M.Kes.. Ilmu
Kesehatan Masyarakat dalam onteks Kesehatan Lingkungan. Kesehatan
Lingkungan. Jakarta. 2012.
12. Budioro. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.
Semarang
13. Polit, D.F. & Hungler, B.P. (1999) Nursing research: Principles and
methods. (6th Ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
14. Falagas, M.E., & Zarkadoulia, E., (2008). Factors associated with
suboptimal compliance to vaccinations in children in developed countries:
69
of
initiating
immunizations.
dissertation.
KEPATUHAN
IBU
PADA
PEMBERIAN
70
KESEHATAN
IMMUNISASI
SELAMA
PADA
ANAK
HAMIL
DI
DENGAN
SUKOHARJO:
71