Disusun Oleh :
dr. Nurhayati
Pembimbing :
2021
F1 : UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
1. Judul : Pentingnya Peran Keluarga dalam Menangani Pasien dengan
Gangguan Jiwa
Tanggal Kegiatan : 3 Desember 2020
Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologis atau mental
seseorang kurang berfungsi dengan baik sehingga mengganggu dalam fungsi
sehari-hari. Gangguan ini juga sering disebut gangguan psikiatri atau gangguan
mental dan dalam masyarakat umum kadang disebut sebagai gangguan saraf.
Penderita gangguan jiwa saat ini di Indonesia mengalami peningkatan,
sehingga Indonesia mencanangkan bebas pasung 2017 karena masih tinggnya
masih kasus pemasungan gangguan jiwa di Indonesia, maka di butuhkan trobosan
dalam mencapainya. Beberapa pemerintah daerah telah membuat trobosan dalam
penanganan ODGJ, sehingga sangat penting dan membantu dalam membuat
system penanganan bebas pasung secara nasional. Pemodelan inovasi ini sangat
penting untuk menjadi referensi bagi pemerintah daerah yang belum
melaksanakan bebas pemasungan.
Permasalahan
Kurangnya Pemahaman Keluarga dalam Memahami Pasien dengan
Gangguan Jiwa
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Mengunjungi pasien jiwa ke rumahnya dan memberikan edukasi kepada
pasien dan keluarga mengenai pentingnya peran keluarga agar patuh minum obat
jiwa.
Tatalaksana
Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 3 Desember 2020 dengan
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kepatuhan
minum obat jiwa serta pentingnya peran keluarga dalam memotivasi pasien
dengan gangguan jiwa untuk mencegah kekambuhan.
Monitoring dan Evaluasi
Akan dilakukan kunjungan berkala setiap bulan untuk memantau
perkembangan pasien jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Bungo II
Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur
status gizi masyarakat. Jika status gizi ibu hamil kurang maka akan terjadi ketidak
seimbangan zat gizi yang dapat menyebabkan masalah gizi pada ibu hamil seperti
Kurang Energi Kronis (KEK) dan anemia (Moehji,2003). Ibu hamil yang
memiliki status gizi normal kemungkinan besar akan melahirkan bayi sehat,
cukup bulan, dan berat badan normal sedangkan ibu hamil yang mempunyai status
gizi kurang dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu hamil antara lain
anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi
air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian
ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik,
tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan.
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan ibu, terutama pada ibu primigravida terhadap gizi
khusus ibu hamil dan menyusui serta masih adanya mitos dari keluarga untuk
makanan tertentu pada saat hamil dan menyusui.
2. Judul : Osteoartritis
Tanggal Kegiatan : 3 Mei 2021
Latar Belakang
Osteoartritis adalah bentuk kelainan artritis yang sering ditemukan di
kalangan masyarakat yang bersifat kronis yang disebabkan oleh etiologi yang
berbeda dan mengakibatkan kelainan biologis dan morfologis. Beberapa faktor
resiko osteoartritis adalah obesitas, kelemahan otot, aktifitas fisik yang berlebihan
atau kurang, riwayat trauma, penurunan fungsi propioseptif serta faktor keturunan.
Faktor resiko tersebut mempengaruhi progresifitas kerusakan rawan sendi dan
pembentukan tulang yang abnormal. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi
penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan
provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9%. Sekitar 32,99%
lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam urat,
rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes
Permasalahan
OA lutut merupakan salah satu penyebab morbiditas dan ketidakmampuan
pada seseorang terutama pada orang diusia tua. Gejala yang paling banyak terjadi
adalah nyeri dan kekakuan sendi. Gejala tersebut bisa menyebabkan
ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang mana bisa
mempengaruhi kapabilitas kerja dan kualitas hidup seseorang.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi diberikan setelah diagnosis OA dapat ditegakan. OA dapat
mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat mengenai sendi
leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.. Gejala OA antara lain adalah :
- Nyeri
- Kekakuan sendi
- Krepitasi
-Pembengkakan pada
-Deformitas sendi
Pelaksanaam
Menjelaskan kepada pasien tujuan penatalaksanaan pada OA untuk
mengurangi tanda dan gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan
kebebasan dalam pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis.
Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi,
farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur, transverse
friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi otot,
elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu yang bagian
dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi.
d. Farmakoterapi - Analgesik / anti-inflammatory agents
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien OA adalah factor resiko
yang dapat memperberat OA, terutama factor resiko yang dapat diubah, diantara
lain adalah:
- Obesitas
- Riwayat bedah lutut atau trauma
- Aktivitas berat yang berlangsung lama
3. Judul : Common Cold
Tanggal Kegiatan : 4 Mei 2021
Latar Belakang
Common Cold adalah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering
mengeluarkan cairan, penyakit ini banyak dijumpai pada bayi dan anak.
Dibedakan istilah nasofaring akut untuk anak dan common cold untuk orang
dewasa oleh karena manifestasi klinis penyakit ini pada orang dewasa dan anak
berlainan. Pada anak infeksi lebih luas , mencakup daerah sinus paranasal, telinga
tengah disamping nasofaring, disertai demam yang tinggi. Pada orang dewasa
infeksi mencakup daerah terbatas dan biasanya tidak disertai demam yang tinggi.
Pada dasarnya penyakit batuk dan pilek pada Bayi maupun Balita dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Sebagian besar penyebabnya adalah virus. Selain
virus batuk dan pilek serta demam tidak saja dipengaruhi oleh virus tetapi dapat
juga disebabkan oleh bakteri
Permasalahan
Pada Bayi, Balita dan Anak, infeksi saluran nafas yaitu Common cold
sangat berbahaya karena dapat menggangu makan dan kadang-kadang
menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Sehingga perlunya perhatian khusus
dari orang tua dan masyarakat serta menentukan apakah diperlukan intervensi
medis
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi yang dapat di berikan pada pasien dengan common cold di pilih
berdasarkan beratnya gejala yang dirasakan oleh pasien. Gejala yang muncul
dapat beraneka ragam tergantung daya tahan tubuh pasien. Gejalanya diantara
lain:
1. Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi.
2. Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan.
3. Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit
ringan.
4. Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada
saat terjadinya gejala.
5. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-hari
pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita.
6. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan
jumlahnya tidak terlalu banyak.
7. Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari
Gejala yang umum adalah batuk, sakit tenggorokan, pilek, hidung tersumbat, dan
bersin, kadang-kadang disertai dengan mata merah, nyeri otot, kelelahan, sakit
kepala, kelemahan otot, menggigil tak terkendali dan kehilangan nafsu makan
Pelaksanaan
Menjelaskan kepada pasien hal berikut ini, yaitu :
Untuk mencegah penyakit commond cold ini, secara umum yang perlu
diperhatikan dan dilakukan setiap harinya, antara lain:
1. Menjaga kebersihan perorangan seperti sering mencuci tangan, menutup mulut
ketika batuk dan bersin, dan membuang ludah / dahak dari mulut dan ingus
hidung dengan cara yang bersih dan tidak sembarangan.
2. Bila memungkinkan, hindari jangan sampai berjejal di satu ruangan, misalnya
ruang keluarga, atau tempat tidur. Ruangan harus memiliki ventilasi yang cukup
lega.
3. Hindari merokok di dalam rumah, apalagi dimana ada banyak anak-anak.
4. Berpola hidup sehat, hindari minum alkohol, stres, istirahat cukup, dll.
5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
6. Bila akan menyentuh/menggendong bayi, cucilah tangan dahulu.
7. Makan makanan yang bersih, higienis, sehat, gizi-nutrisi seimbang. Idealnya 4
sehat 5 sempurna.
8. Memperhatikan dan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan ibu yang mempunyai anak dan balita dapat lebih memaksimal
pola hidup sehat dengan melakukan pencegahan untuk tetap menjaga kebersihan
serta membawa ke pelayanan kesehatan apabila anak mengalami gejala common
cold
4. Judul :Dyspepsia
Tanggal Kegiatan : 5 Mei 2021
Latar Belakang
Di Indonesia, angka prevalensi dispepsia fungsional secara keseluruhan
belum ada hingga saat ini Lebih dari 50% pasien dispepsia fungsional berada
dalam masa pengobatan sepanjang waktu, pengeluaran biaya untuk pengobatan
tidak sedikit dan kira-kira 30% pasien dilaporkan mengambil libur dalam bekerja
dan sekolah akibat darikekambuhan gejala penyakit, sehingga menurunkan
kualitas hidup. Stress psikologis merupakan salah satu faktor resiko yang sering
menjadi pencetus kekambuhan dispepsia, termasuk didalamnya kecemasan,
hipersensitivitas dan neurotisme
Permasalahan
Tingginya angka kunjungan pasien dengan dyspepsia fungsional ke UGD
dan Poli Umum dan Poli Lansia Puskesmas Rimbo Tenga. Kekambuhan penyakit
dispepsia fungsional merupakan masalah yang tidak fatal, tapi keluhan penderita
sangat mengganggu kegiatan sehari-hari.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pada pasien dapat diberikan terapi farmakologi ataupun non farmakaologi
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan
rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa
dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi
nyeri. Gejala lain meliputi nafsu makan menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa
minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan
berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan. Gejala klinis dispepsia fungsional harus dapat kita bedakan dengan
sakit perut berulang yang disebabkan oleh kelainan organik yang mempunyai
tanda peringatan (alarm symptoms)
Pelaksanaan
Memberikan pengobatan yang sesuai yaitu : PPI,terapi psikologi, antasida,
antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, reseptor AH2, misoprostol,
golongan prokinetik, selective serotonin-reuptake inhibitor, sukralfat, dan
antidepresan. Penanganan dispepsia fungsional juga dapat dilakukan dengan non
farmakologi dan farmakologi. Terapi non famakologi berupa pentingnya
menghindari faktor resiko yang dapat mencetuskan timbulnya gejala dispepsia
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan masyarakat dapat lebih mengerti dan memahami tentang
dispepsia fungsional, meminum obat teratur, serta menghidari faktor pencetus
agar dapat mencegah dan memperberat kekambuhan pada pasien dispepsia
fungsional.