Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KEGIATAN

UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

Disusun Oleh :

dr. Nurhayati

Pembimbing :

dr. Meriyam Belina

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

UPTD PUSKESMAS RIMBO TENGAH MUARA BUNGO

2021
F1 : UPAYA PROMOSI KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
1. Judul : Pentingnya Peran Keluarga dalam Menangani Pasien dengan
Gangguan Jiwa
Tanggal Kegiatan : 3 Desember 2020
Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologis atau mental
seseorang kurang berfungsi dengan baik sehingga mengganggu dalam fungsi
sehari-hari. Gangguan ini juga sering disebut gangguan psikiatri atau gangguan
mental dan dalam masyarakat umum kadang disebut sebagai gangguan saraf.
Penderita gangguan jiwa saat ini di Indonesia mengalami peningkatan,
sehingga Indonesia mencanangkan bebas pasung 2017 karena masih tinggnya
masih kasus pemasungan gangguan jiwa di Indonesia, maka di butuhkan trobosan
dalam mencapainya. Beberapa pemerintah daerah telah membuat trobosan dalam
penanganan ODGJ, sehingga sangat penting dan membantu dalam membuat
system penanganan bebas pasung secara nasional. Pemodelan inovasi ini sangat
penting untuk menjadi referensi bagi pemerintah daerah yang belum
melaksanakan bebas pemasungan.
Permasalahan
Kurangnya Pemahaman Keluarga dalam Memahami Pasien dengan
Gangguan Jiwa
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Mengunjungi pasien jiwa ke rumahnya dan memberikan edukasi kepada
pasien dan keluarga mengenai pentingnya peran keluarga agar patuh minum obat
jiwa.
Tatalaksana
Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 3 Desember 2020 dengan
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya kepatuhan
minum obat jiwa serta pentingnya peran keluarga dalam memotivasi pasien
dengan gangguan jiwa untuk mencegah kekambuhan.
Monitoring dan Evaluasi
Akan dilakukan kunjungan berkala setiap bulan untuk memantau
perkembangan pasien jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Bungo II

2. Judul : Sosialisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi COVID-19 dalam


meningkatkan pengetahuan dan keaktifan tenaga kesehatan di Puskesmas
Bungo II
Tanggal Kegiatan : 25 Februari 2021
Latar Belakang
Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan epidemi, dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada tanggal
31 Desember 2019. Status pandemic global telah ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) pada 12 Maret 2020. Pada provinsi Jambi sendiri, jumlah
kasus terkonfirmasi positif hingga tanggal 12 Oktober 2020 mencapai 825 orang,
jumlah pasien meninggal 18 orang, dinyatakan sembuh 316 orang. Di kabupaten
Bungo jumlah kasus terkonfirmasi yaitu 54 orang, dinyatakan sembuh 14 orang,
pasien meninggal 2 orang
Permasalahan
Kurangnya keaktifan tenaga kesehatan tentang pencegahan dan
pengendalian covid-19
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Berdasarakan latar belakang dan permasalahan intervensi yang dipilih
dengan metode penyuluhan, pretest dan post test untuk menilai peningkatan
pengetahuan tenaga kesehatan, serta penyerahan leaflet dengan tujuan
memberikan Informasi tentang pencegahan dan pengendalian COVID-19 agar
dapat meningkatkan keaktifan tenaga kesehetan serta menyalurkan informasi
penting tentang COVID-19 kepada masyarakat setempat.
Pelaksanaan
Penyuluhan dilakukan di ruangan Aula Puskesmas Bungo II dengan
memberikan penyuluhan tentang pencegahan dan pengendalian COVID-19,
melakukan pretest dan post test untuk mnilai pengetahuan tenaga kesehatan serta
penyerahan leaflet kepada Puskesmas Bungo II sebagai media informasi kepada
masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Bungo II
Monitoring dan Informasi
Para Tenaga Kesehatan dapat meningkatkan keaktifan tentang pentingnya
Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, serta dapat menyalurkan informasi
penting tentang COVID-19 kepada masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas
Bungo II

3. Penyuluhan Isolasi Mandiri kepada Pasien terkonfirmasi Positif COVID-


19 serta Karantina Mandiri kepada yang kontak dengan terkonfirmasi
COVID-19
Tanggal Kegiatan : 25 Desember 2020
Latar Belakang
Virus SARS-CoV-2 merupakan Coronavirus, jenis baru yang
menyebabkan epidemi, dilaporkan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada tanggal
31 Desember 2019. Status pandemic global telah ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) pada 12 Maret 2020. Pada provinsi Jambi sendiri, jumlah
kasus terkonfirmasi positif hingga tanggal 12 Oktober 2020 mencapai 825 orang,
jumlah pasien meninggal 18 orang, dinyatakan sembuh 316 orang. Di kabupaten
Bungo jumlah kasus terkonfirmasi yaitu 54 orang, dinyatakan sembuh 14 orang,
pasien meninggal 2 orang
Terdapat kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), meskipun
risiko penularan sangat rendah akan tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk
terjadi penularan. Untuk mengurangi risiko penularan dilakukan upaya karantina
mandiri melalui upaya memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki
gejala COVID-19 tetapi memiliki riwayat kontak dengan pasien konfirmasi
COVID-19 atau memiliki riwayat bepergian ke wilayah yang sudah terjadi
transmisi lokal.
Permasalahan
Pentingnya masyarakat untuk mengetahui Isolasi mandiri serta karantina
mandiri bila kontak dengan pasien terkonfirmasi covid-19
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Memberikan informasi kepada pasien yang terkonfirmasi COVID-19 tentang
pentingnya cara Isolasi Mandiri yang benar serta Karantina Mandiri bila kontak
dengan kasus terkonfirmasi COVID-19 dengan cara mengunjungi rumah dengan
tetap menggunakan APD dan protokol kesehatan
Pelaksanaaan
Kegiatan dilakukan pada tanggal 15 Desember 2020 di Wilayah Kerja
Puskesmas Bungo II melalui pemberian informasi kepada pasien terkonfirmasi
COVID-19 tentang taat cara yang benar untuk menerapkan Isolasi Mandiri dan
Pentingnya karantina mandiri jika kontak dengan kasus terkonfirmasi COVID-19
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan masyarakat dapat memahami dan menerapkan protokol yang
benar mengenai isolasi mandiri dan karantina mandiri bila terdapat kontak dengan
pasien positif covid-19 untuk mengurangi angka positif covid-19.

4. Judul : Infeksi Pernapasan Akut pada Anak


Tanggal Kegiatan : 1 Maret 2021
Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak, dan orang lanjut usia,
terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah.
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan pertama
penyebab kematian bayi. Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada daftar
10 penyakit terbanyak di rumah sakit
Permasalahan
1.Tingginya penderita ISPA pada anak terutama balita yang datang berkunjung ke
Puskesmas
2.Kurangnya pemahaman orangtua mengenai ISPA, terutama mengenai bahaya
dan komplikasinya jika tidak ditatalaksana dnegan baik.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Berdasarakan latar belakang dan permasalahan intervensi yang dipilih
dengan metode penyuluhan. Informasi yang diberikan antara lain;,
Penyebab, gejala, penanganan awal yang dapat dilakukan ornag tua dan upaya
pencegahan anak dengan ISPA.
Pelaksanaan
Penyuluhan dilakukan oleh dokter di ruangan KIA dengan materi yang
diberikan anatar lain:
penyebab ISPA, gejala ISPA secara umum, pencegahan serta kapan waktu darurat
yang harus diperhatikan
Jika keluhan dirasakan semakin memburuk, demam tidak mau turun walaupun
diberikan obat penurun panas, atau muncul gejala yang lebih serius, seperti
menggigil, sesak napas, batuk darah, atau penurunan kesadaran, segeralah pergi
ke instalasi gawat darurat (IGD) Puskesmas/ rumah sakit terdekat.
Pada anak-anak, selain keluhan di atas, segeralah bawa anak ke dokter bila ISPA
disertai dengan gejala sebagai berikut:
-Sulit bernapas, bisa terlihat dari tulang iga yang nampak jelas saat bernapas
(retraksi).
-Muntah-muntah.
-Menjadi malas bermain.
-Menjadi lebih diam dibandingkan
-Muncul suara menciut saat menghembuskan napas.
Monitoring dan Evaluasi
Para ibu dapat memahami penyebab, gejala, pencegahan serta kapan waktu
yang tepat membawa anak yang terkena ISPA ke pelayanan kesehatan terdekat
agar tidak menjadi komplikasi yang serius
5. Judul : Upaya Pencegahan Penularan dan Peningkatan Kepatuhan Minum
Obat pada pasien TB di Puskesmas
Tanggal Kegiatan : 1 Maret 2021
Latar Belakang
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB
tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000
(WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Angka
MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari
estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan
pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap
tahunnya.
Permasalahan
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang gejala TB, pemeriksaan TB,
Cara penularan TB, pentingnya keatuhan minum obat pada pasien TB , serta
kurangnya pengetahuan masyarakat bahwa obat TB disediakan secara gratis di
Puskesmas.
Pemilihan dan Perencanaan Intervensi
Masyarakat dan pasien TB perlu diberdayakan melalui pemberian
informasi yang memadai tentang TB, pentingnya upaya pencegahan dan
pengendalian TB, serta hak dan kewajiban pasien TB sebagaimana tercantum
dalam TB patient charter
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan pengetahuan masyarakat mengenai TB meningkat, sehingga
ketika terdapat anggota keluarga yang memiliki gejala TB segera dapat dilaporkan
segera kepada petugas kesehatan terdekat
F2 : UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN
1. Judul : Upaya Peningkatan Penerapan PHBS di Wilayah Kerja Puskesmas
Rimbo Tengah
Tanggal Keiatan : 8 Maret 2021
Latar Belakang
Akhir-akhir ini, Indonesia diwarnai dengan berbagai
permasalahan kesehatan. Dimulai dari kasus COVID-19 yang semakin banyak,
hingga kasus gizi buruk yang mewabah di wilayah Provinsi Papua, serta kasus
penyakit menular difteri yang banyak menyerang di kalangan pelajar.
Masalah kesehatan yang sedang mewabah di masyarakat selama ini ternyata
berkaitan erat dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Minimnya
pelaksanaan PHBS dalam aktivitas sehari-hari akhirnya berdampak pada
timbulnya penyakit menular dan tidak menular. Meski penerapannya terkesan
sederhana, masih banyak masyarakat yang mengabaikan peran PHBS dalam
kehidupan sehari-hari.
Permasalahan
-Masih terdapatnya masalah kesehatan yang dapat di cegah dengan PHBS di
lingkungan kerja Puskesmas Rimbo Tengah
-Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai PHBS dan pentingnya penerapan
PHBS dalam kehidupan rumah tangga.
Perencanaan dan Intervensi
Memberdayakan keluarga untuk melaksanakan PHBS melalui penyuluhan
perorangan maupun penyuluhan kelompok, penyuluhan massa dan penggerakan
masyarakat. Mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mendukung terwujudnya
Rumah Tangga Sehat.
Pelaksanaan
Kegiatan penyuluhan dilakukan di Poli Umum dan Poli KIA kepada
masyarakat yang datang berobat ke Puskesmas dengan cara Memberikan
penyuluhan singkat tentang pentingnya penerapan PHBS yang merupakan semua
perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau
keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
Monitoring dan Evaluasi
Menilai rumah tangga yang telah melakukan PHBS. Rumah Tangga Ber-
PHBS adalah rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di Rumah Tangga, yaitu :
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.
2. Memberi bayi ASI Eksklusif.
3. Menimbang balita setiap bulan.
4. Menggunakan air bersih.
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
6. Menggunakan jamban sehat.
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu.
8. Makan buah dan sayur setiap hari.
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
10. Tidak merokok di dalam rumah.
Manfaat dari PHBS adalah Setiap anggota keluarga menjadi sehat dan tidak
mudah sakit. • Anak tumbuh sehat dan cerdas. • Anggota keluarga giat bekerja. •
Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,
pendidikan dan modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga.
2. Judul : Upaya Meningkatkan dan Menciptakan Rumah Sehat
Tanggal Kegiatan : 10 Maret 2021
Latar Belakang
Rumah sehat adalah rumah yang memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu
bangunan rumah harus mempunyai pencahayaan, ruang gerak yang cukup,
ventilasi dan jauh dari kebisingan, selain itu juga rumah yang baik harus
mempunyai sarana air bersih, jamban, saluran limbah dan tempat sampah,
sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit.
Menciptakan rumah sehat diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek
yang sangat berpengaruh, antara lain ; mempunyai sirkulasi udara yang baik,
mempunyai pencahayaan dan penerangan yang cukup, mempunyai air bersih yang
cukup dan terpenuhi, mempunyai saluran pembuangan air limbah yang diatur
dengan baik dan tidak menimbulkan pencemaran, mempunyai lantai yang tidak
licin, dinding yang tidak lembab dan tidak terpengaruh pencemaran seperti bau,
rembesan air kotor dan dan licin.
Permasalahan
Masih ditemukan nya beberapa rumah yang belum termasuk kriteria
rumah sehat yaitu masih ditemukannya ketersediaan lahan yang sempit dengan
jumlah penghuni yang tidak sesuai, masih ditemukannya rumah-rumah yang
belum mempunyai saluran pembuangan air limbah yang baik dan juga masih
belum adanya pengelolaan sampah yang tertata dengan baik.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pemilihan intervensi dilakukan dengan cara memberikan penuyuluhan
tentang pentingnya penerapan dan menciptakan rumah sehat agar dapat memenuhi
lingkungan sehat.
Pelaksanaan
Penyuluhan dilakukan pada tanggal 10 Maret 2021 di depan halaman
Mesjid Al-Muhajirin Sungai Buluh, Rimbo Tengah dengan memberikan
penyuluhan dan edukasi tentang Rumah Sehat.
Adapun Fasilitas yang harus dipenuhi agar suatu rumah sehat, antara lain:
a. Penyediaan air bersih yang cukup
Pembuangan air tinja sebaiknya tidak mengotori permukaan tanah di sekitar
jamban dan tidak mengotori air permukaan disekitarnya (jarak dari sumber air ±
10 meter).
b. Pembuangan air Pembuangan air adalah air yang berasal dari kamar mandi, air
cucian pakaian, dan dapur. Pembuangan air harus tersedia di setiap rumah tangga.
Syarat tempat pembuangan air limbah adalah tidak mecemari permukaan tanah
dan tidak mecemari air permukaan maupun air tanah.
c. Pembuangan sampah Pengumpulan dan pengangkutan sampah dengan cara
dibakar, ditanam dan dijadikan pupuk.
d. Fasilitas dapur Mempunyai cerobong asap dapur yang berguna untuk mencegah
ganguan pernafasan dan lingkungan rumah menjadi kotor.
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan lingkungan yang sehat antara
lain: a. Sampah-sampah di tempat tinggal dapat ditanggulangi dengan cara
dibuang dilokasi pembuangan sampah (yang jauh dari lingkungan tempat tinggal),
atau dengan pembuatan lubang sampah, dengan menimbun atau dikelola untuk
dibuat pupuk kandang.
b. Genangan air, air tidak boleh tergenang lebih dari seminggu, karena dapat
dijadikan tempat berkembang biaknya nyamuk, masalah ini dapat diatasi dengan
pembuatan parit-parit atau selokan agar air dapat mengalir.
c. Sumber air (sumur), konstruksinya baik dan memenuhi syarat, perlu
diperhatikan saat membuat sumur, jarak minimal dari sumber air kotor (septick
tank, sumur resapan
Monitoring dan Eavaluasi
1. Masyarakat lebih mengerti dan memahami apa saja yang termasuk syarat-syarat
rumah sehat sehingga dapat menciptakan rumah idaman yang jauh dari segala
macam penyakit dan dapat meningkatkan produktivitas dari pada penghuninya.
2. Masyarakat dapat mengaplikasikan terwujudnya rumah sehat

3. Judul : Meningkatkan Upaya Cuci Tangan Pakai Sabun


Tanggal Kegiatan : 15 Maret 2021
Latar Belakang
Hingga saat ini, masih banyak sekali anak-anak Indonesia yang meninggal
karena diare, juga juga anak-anak yang kurang gizi karena cacingan. Selain itu,
masih ada pula anak dan orang dewasa yang tertular dan meninggal karena
terinveksi virus flu burung. Padahal, dengan melakukan perilaku sederhana, cuci
tangan pakai sabun (CTPS) sebenarnya sudah dapat mengurangi risiko tertular
penyakit-penyakit tersebut. Data WHO menunjukkan, perilaku CTPS mampu
mengurangi angka kejadian Diare sebanyak 45 persen. Telah dibuktikan juga
bahwa CTPS dapat mencegah penyebaran penyakit kecacingan, serta mampu
menurunkan kasus infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan Flu Burung hingga
50 persen. Sanitasi penting, karena turut menyelamatkan jiwa.
Permasalahan
Meningkatnya prevalensi kunjungan anak dengan diare akut pada poli
KIA di Puskesamas Rimbo Tengah
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan melakukan penyuluhan mengenai cara
cucitangan yang baik dan benar serta pentingnya untuk kesehatan.
Pelaksanaan
Melakukan penyuluhan pada siswa sekolah pentingnya perilaku CTPS
sebagai upaya untuk menyelamatkan anak-anak Indonesia agar terhindar dari
berbagai penyakit menular. Karena itu, biasakan cuci tangan pakai sabun (CTPS)
pada waktu-waktu penting, yaitu sebelum makan, sebelum
memegang/mengolah/menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah
menceboki anak, serta setelah kontak dengan hewan dan tanah. Selain itu,
hendaknya membiasakan juga menggunting/membersihkan kuku secara teratur.
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan sekolah menyediakan tempat cuci tangan serta sabun dan
diharapkan turnnya angka kunjungan anak dengan diare akut ataupun cacingan ke
Puskesmas.

4. Judul : Menciptakan Lingkungan Sekolah yang Bebas Asap Rokok


Tanggal Kegiatan : 25 Maret 2021
Latar Belakang
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan,
baik untuk diri sendiri maupun orang di sekelilingnya. Dilihat dari sisi individu
yang bersangkutan, ada beberapa riset yang mendukung pernyataan tersebut.
Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok
seperti nikotin, CO (Karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan
syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah
meningkat dan detak jantung bertambah cepat , menstimulasi penyakit kanker
dan berbagai penyakit yang lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan
darah tinggi, jantung, paru-paru, dan bronchitis kronis.
Masalah Merokok melaporkan bahwa di anak-anak di Indonesia sudah ada yang
mulai merokok pada usia 9 tahun. usia pertama kali merokok pada umumnya
berkisar antara usia 11-13 tahun dan mereka pada umumnya merokok sebelum
usia 18 tahun. Data WHO juga semakin mempertegas bahwa seluruh jumlah
perokok yang ada di dunia sebanyak 30% adalah kaum remaja.
Permasalahan
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa perilaku merokok
dimulai pada saat masa anak-anak dan masa remaja. Hampir sebagian remaja
memahami akibatakibat yang berbahaya dari asap rokok tetapi mengapa mereka
tidak mencoba atau menghindari perilaku tersebut ? Ada banyak alasan yang
melatarbelakngi perilaku merokok pada remaja. Secara umum menurut Kurt
Lewin, bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu.
Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri, juga
disebabkan faktor lingkungan.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pembinaan anak sekolah mengenai bahaya merokok, kerugian dan
keuntungan jika tidak merokok sehingga akan munculnya lingkungan bebas asap
rokok yang akan meningkatkan kualitas belajar.
Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan di SMPN 7 Muara Bungo dimana dibentuknya tim
Gerak (gerakan remaja anti rokok). Tim ini nantinya yang akan mengawasi
perokok dikawasan sekolah, dan yang akan memberikan penyuluhan-penyuluhan
mengenai bahaya dan kerugian merokok. Selain itu di pasang spanduk atau pun
poster disekolah yang menyatakan bahwa sekolah adalah lingkungan yang bebas
dari asap rokok.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring kegiatan dilakukan oleh pihak puskesmas yang akan melatih
tim GERAK untuk tetap aktif berkontribusi dalam pelaksanaan sekolah bebas
asap rokok.
5. Judul : Upaya Pembentukan Bank Sampah di SMP N 8 Sungai Buluh ,
Rimbo Tengah
Peserta hadir : lain-lain
Tanggal kegiatan : 22 Maret 2021
Latar Belakang
Bank sampah berdiri karena adanya keprihatinan masyarakat akan
lingkungan hidup yang semakin lama semakin dipenuhi dengan sampah baik
organik maupun anorganik. Sampah yang semakin banyak tentu akan
menimbulkan banyak masalah, sehingga memerlukan pengolahan seperti
membuat sampah menjadi bahan yang berguna. Pengelolaan sampah dengan
sistem bank sampah ini diharapkan mampu membantu pemerintah dalam
menangani sampah dan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Tujuan utama pendirian bank sampah adalah untuk membantu menangani
pengolahan sampah di Indonesia. Tujuan bank sampah selanjutnya adalah untuk
menyadarkan masyarakat akan lingkungan yang sehat, rapi, dan bersih. Bank
sampah juga didirikan untuk mengubah sampah menjadi sesuatu yang lebih
berguna dalam masyarakat, misalnya untuk kerajinan dan pupuk yang memiliki
nilai ekonomis.
Permasalahan
Bank sampah memiliki beberapa manfaat bagi siswa dan lingkungan
hidup, seperti membuat lingkungan lebih bersih, menyadarkan siswa akan
pentingnya kebersihan, dan membuat sampah menjadi barang ekonomis. Manfaat
bank sampah untuk sekolah adalah dapat menambah penghasilan sekolah karena
saat mereka menukarkan sampah mereka akan mendapatkan imbalan berupa uang
yang dikumpulkan selain itu sampah juga dapat didaur ulang dengan membentuk
kerajinan yang juga akan mengasah kreatifitas siswa.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Membentuk bank sampah di Sekolah serta memberikan penyuluhan
mengenai bank sampah kepada guru dan siswa
Pelaksanaan
Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 22 Maret 2021 di SMP N 8 Sungai
Buluh dengan membentuk bank sampah
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan kegiatan bank sampah ini dapat berjalan dengan baik.
Puskesmas akan mengevaluasi tiap bulannya bagaimana pelaksanaan bank
sampah disekolah apakah berjalan dengan baik atau tidak. Selain itu puskesmas
juga akan bekerja sama dengan tim kesehatan lingkungan hidup untuk
mengevaluasi bank sampah ini.

F3 : UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) SERTA KELUARGA


BERENCANA (KB)
1. Judul : Upaya Pencegahan Diare Akut pada Balita
Tanggal Kegiatan : 1 Februari 2021
Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan
dilaporkan terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering
menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Diare masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia
karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi. Diperkirakan 20-50 kejadian
diare per 100 penduduk setiap tahunnya. Kematian terutama disebabkan karena
penderita mengalami dehidrasi berat. 70-80% penderita adalah mereka yang
berusia balita. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit
kedua di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah
radang paru atau pneumonia
Permasalahan
Tingginya angka kejadian diare balita merupakan masalah yang penting di
masyarakat sehingga perlunya intervensi mengenai masalah ini. Faktor-faktor
risiko yang menyebabkan diare perlu digali untuk memberikan wawasan dan
informasi yang bermanfaat bagi masyarakat akan pentingnya pencegahan kejadian
diare tersebut. Hal ini juga terkait dengan masih tingginga angka kunjungan balita
dengan diare ke Puskesmas Muara Bungo II.
Perancanaan dan pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan memberikan penyuluhan langsung kepada ibu
yang memiliki anak menderita diare ataupun ibu yang memiliki balita yang
berkunjung ke Puskesmas Muara Bungo II
Pelaksanaan
Intervensi dilakukan dengan pemberian edukasi kepada ibu-ibu yang
memiliki balita, materi yang diberikan antara lain:
Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu:
-melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen,
-kontak tangan langsung dengan penderita,
-barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
- secara tidak langsung melalui lalat
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis, serta cara penyapihan yang tidak.
Kejadian diare dapat dicegah dengan memperhatikan air minum yang aman dan
sanitasi yang higieni
Monitoring dan evaluasi
Diharapkan dari pemberian intervensi ini berkurangnya jumlah anak
dengan diare yang berkunjung ke Puskesmas Muara Bungo II.

2. Judul : Penyuluhan Imunisasi pada Balita


Tanggal Kegiatan : 1 April 2021
Latar Belakang
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen
yang serupa, tidak terjadi penyakit.
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini,
penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak
(measles), polio dan tuberkulosis.
Permasalahan
Masih ditemukannya balita yang tidak mendapat imunisasi dasar sesuia
usia. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya
imunisasi, dan masih terdapat pemahaman/keyakinan/budaya yang salah sehingga
ibu-ibu tersebut menolak ketika bayinya akan di imunisasi.
Perancanaan dan pemilihan Intervensi
Dilakukannya penyuluhan kepada ibu-ibu yang memiliki balita mengenai
pentingnya imunisasi pada bayi. Dilaksanakannya posyandu balita.
Pelaksanaan
Posyandu balita dilaksanakan secara regular 1 bulan sekali, selain itu
imunisasi juga dapat dilakukan langsung dipuskesmas. Pada bulan ini juga
dilaksanakannya BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) yang dilakasanakan di
seluruh sekolah dasar yang berada dicakupan wilayah Puskesmas Rimbo Tengah.
Yang terpenting dari kegiatan ini adalah penyuluhan kepada ibu-ibu yang
memiliki balita, dimana materi yang diberikan antara lain:
Tujuan imunisasi:
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
3. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas
(angka kematian) pada balita
Imunisasi dasar yang wajib diberikan:
BCG
DPT
Polio
Campak
Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi dinilai dari meningkatnya cakupan balita dengan
imunisasi dasar lengkap
3. Judul : ASI Ekslusif
Tanggal Kegiatan : 5 Desember 2020
Latar Belakang
ASI eksklusif menurut World Health Organization (WHO, 2011) adalah
memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain
kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan, kecuali obat dan vitamin. Namun
bukan berarti setelah pemberian ASI eksklusif pemberian ASI eksklusif
pemberian ASI dihentikan, akan tetapi tetap diberikan kepada bayi sampai bayi
berusia 2 tahun.
Target 80% cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat
jauh dari kenyataan. Pemberian ASI eksklusif merupakan investasi terbaik bagi
kesehatan dan kecerdasan anak. Manfaat pemberian ASI eksklusif sesuai dengan
salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mengurangi
tingkat kematian anak dan meningkatkan kesehatan Ibu. WHO menyatakan
sekitar 15% dari total kasus kematian anak di bawah usia lima tahun di negara
berkembang disebabkan oleh pemberian ASI secara tidak eksklusif. Berbagai
masalah gizi kurang maupun gizi lebih juga timbul akibat dari pemberian
makanan sebelum bayi berusia 6 bulan.
Permasalahan
Masih terdapatnya ibu yang tidak menyusui anak mereka dengan eklusif di
wilayah kerja Puskesmas Muara Bungo II. Hal ini dapat disebabkan karena
kurangnya pengetahuan dari ibu tersebut mengenai manfaat dari ASI eklusif
ataupun masih terdapatnya pemahaman salah yang beredar dimasyarakat bahwa
bayi harus dapat makanan lain selain ASI sebelum usia 6 bulan. Selain itu masih
terdapat bayi dengan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Muara Bungo II.
Perancanaan dan pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan memberikan penyuluhan mengenai
ASI eklusif kepada ibu-ibu yang memiliki balita yang berkunjung ke Puskesmas
Muara Bungo II.
Pelaksanaan
Pelaksanaan penyuluhan dilakukan di Puskesmas Muara Bungo II dengan
pemaparan materi berupa manfaat pemberian ASI yaitu:
-ASI sebagai nutrisi
Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan
cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal sampai usia 6 bulan.
-ASI meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi yang mendapat ASI eksklusif akan lebih sehat dan lebih jarang sakit, karena
ASI mengandung berbagai zat kekebalan.
-ASI meningkatkan kecerdasan
-ASI mengandung nutrien khusus yaitu taurin, laktosa dan asam lemak ikatan
panjang (DHA, AHA, omega-3, omega-6) yang diperlukan otak bayi agar tumbuh
optimal. Nutrien tersebut tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi.
Oleh karena itu, pertumbuhan otak bayi yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan
akan optimal.
-Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang.
Perasaan terlindung dan disayangi pada saat bayi disusui menjadi dasar
perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan
dasar spiritual yang baik.
Manfaat lain pemberian ASI bagi bayi yaitu sebagai berikut:
a. Melindungi anak dari serangan alergi. b. Meningkatkan daya penglihatan dan
kepandaian bicara. c. Membantu pembentukan rahang yang bagus. d. Mengurangi
risiko terkena penyakit diabetes, kanker pada anak, dan diduga mengurangi
kemungkinan menderita penyakit jantung. e. Menunjang perkembangan motorik
bayi.
Monitoring dan evaluasi
Diharapkan penyuluhan ini menjadi masukan bagi ibu bekerja yang
mempunyai bayi tentang tujuan dan manfaat dari ASI eksklusif, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu mengenai ASI, sehingga ibu
mempunyai kesadaran untuk memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif
dan dilanjutkan sampai bayi berumur 2 tahun
4. Judul : Pemilihan Alat kontrasepsi dalam Mendukung Program Keluarga
Berencana
Tanggal Kegiatan : 5 April 2021
Latar Belakang
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan
jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah mencanangkan
program atau cara untuk mencegah dan menunda kehamilan. Salah satu
anjurannya adalah dengan memasang alat kontrasepsi.
Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil sesuai
dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran
anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen. Kontrasepsi yaitu
pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan
menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim
Permasalahan
Masih terdapat keluarga diwilayah kerja Puskesmas Rimbo Tengah yang
kurang pengetahuannya mengenai alat kontrasepsi, baik dari jenis dan kegunaan,
sehingga keluarga tersebut bingung dalam memutuskan penggunaan alat
kontrasepsi.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi.
Metode kontrasepsi yang baik ialah kontrasepsi yang memiliki syarat-syarat
sebagai berikut: a. Aman atau tidak berbahaya b. Dapat diandalkan c. Sederhana
d. Murah e. Dapat diterima oleh orang banyak f. Pemakaian jangka lama
(continution rate tinggi). Faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi yaitu:
a. Faktor pasangan
1) Umur
2) Gaya hidup
3) Frekuensi senggama
4) Jumlah keluarga yang diinginkan
5) Pengalaman dengan kontraseptivum yang lalu
6) Sikap kewanitaan
7) Sikap kepriaan.
b. Faktor kesehatan
1) Status kesehatan
2) Riwayat haid
3) Riwayat keluarga
4) Pemeriksaan fisik
5) Pemeriksaan panggul
Pelaksanaan
Pelaksanaan Penyuluhan dilakukan pada tanggal 5 April 2021 di
Puskesmas Rimbo Tengah agar memahami beberapa metode kontrasepsi yang
dapat menjadi pilihan, yaitu :
-Metode Kontrasepsi Sederhana
-Metode Kontrasepsi Hormonal
-Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan masyarakat Usia Subur dapat mengetahui lebih jelas mengenai
pemilihan pemakaian alat kontrasepsi, manfaat, serta efek samping yang mungkin
saja muncul saat pengunaan alat kontrasepsi, dan juga mendukung program KB di
Indonesia

5. Judul : Penyuluhan Kehamilan Resiko Tinggi serta Pencegahan


Komplikasi
Tanggal Pelaksanaan : 8 April 2021
Latar Belakang
Masih rendahnya deteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat dan
masih kurangnya kesiapsiagaan keluarga dalam rujukan persalinan pada
kehamilan risiko tinggi merupakan beberapa alasan tingginya AKI. Kondisi ini
menggambarkan derajat kesehatan masyarakat khususnya status kesehatan ibu
masih perlu ditingkatkan terutama di wilayah-wilayah dengan kasus kematian ibu
tinggi. Sedangkan kematian bayi berhubungan erat dengan kesehatan ibu ketika
hamil, proses persalinan yang aman dan status gizi bayi tersebut.
Permasalahan
Kurangnya pemahaman mengenai kehamilan risiko tinggi dan bagaimana
melakukan perencanaan persalinan yang baik sehingga dapat mencegah terjadinya
komplikasi kehamilan dan komplikasi persalinan.
Perencanaan
Pemberian informasi kepada sasaran yang tepat dan dengan metode yang
baik dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat secara umum.
Penyuluhan pada masyarakat luas merupakan salah satu metode yang sering
digunakan. Penyuluhan kali ini dilakukan pada sasaran seluruh ibu hamil dan ibu
dengan balita
Pelaksanaan
Pemberian Informasi dilakukan pada tanggal 8 April 2021di Kantor RIO
Sungai Buluh dengan memberikan penyuluhan tentang Kehamilan Resiko Tinggi
serta Pencegahan Komplikasi
Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan penyuluhan berjalan dengan lancar dan tampak antusiasme dari
peserta penyuluhan. Penyuluhan dilakukan oleh dokter internship dan juga bidan
dari bagian KIA Puskesmas. Diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan
mengerti tentang kehamilan resiko tinggi dan dapat melakukan pencegahan
komplikasi yang dapat timbul.

F4 : UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT


1. Judul : Edukasi Gizi pada Penderita Arthritis Gout
Tanggal Kegiatan : 7 Desember 2020
Latar Belakang
Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi asam urat didalam cairan
ekstarseluler. Artritis gout merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang
paling sering ditemukan, yang ditandai dengan penumpukan kristal monosodium
urat di dalam ataupun di sekitar persendian. Monosodium urat ini berasal dari
metabolisme purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan kristal adalah
hiperurisemia dan saturasi jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar asam urat
di dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang saturasi jaringan
tubuh, penyakit artritis gout ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan
kristal monosodium urat
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan pasien Arthritis Gout tentang gizi dan diet yang tepat
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai Artritis Gout dan terapi nutrisi
yang baik untuk pasien di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Bungo II
Pelaksanaan
Memberi materi mengenai terapi nutrisi bagi pasien dengan artritis gout
yang dilakukan pada tanggal 7 Desember 2020 di Posyandu Lansia di wilayah
kerja Puskesmas Bungo II dengan memberikan edukasi gizi dan diet yang tepat
bagi penderita Arthritis Gout.
Monitoring dan Evaluasi
Pemeriksaan rutin kadar asam urat pasien dengan artritis gout atau pasien yang
memiliki riwayat artritis gout sebelumnya serta pemberian konseling mengenai
diet yang baik untuk penderita di Posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas
Bungo II.

2. Judul : Antropometri pada Balita


Tanggal Kegiatan : 14 Desember 2020
Latar Belakang
Status gizi balita merupakan salah satu indikator kesehatan dalam
pencegahan keberhasilan pencapaian MDGs nomor 4 terkait mengurangi angka
kematian anak. Gizi buruk merupakan akibat masalah gizi pada angka kematian
anak. Kejadian gizi buruk apabila tidak diatasi akan menyebabkan dampak yang
buruk bagi balita. Deteksi dini anak yang kurang gizi (gizi kurang/gizi buruk)
dapat dilakukan dengan pemeriksaan berat badan menurut umur (BB/U) dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB). Penilaian status gizi balita dapat ditentukan
melalui pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan istilah antropomteri.
Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran
indikator berat badan dan tinggi badan serta memperhatikan umur dan jenis
kelamin.
Permasalahan
Banyak orang tua yang jarang membawa balita untuk melakukan
pengukuran antropometri ke fasilitas pelayanan kesehatan atau saat posyandu di
lingkungan tempat tinggal. Dan kurangnya pengetahuan orang tua terkait dampak
yang terjadi bila pertumbuhan anak tidak sesuai dengan kurva WHO yang ada
pada buku KIA.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Alat yang diperlukan : timbangan bayi, dan infantometer
- Melakukan anamnesis singkat kepada ibu terkait kondisi bayi saat ini, riwayat
prenatal, natal, dan post natal, riwayat tumbuh kembang, dan riwayat imunisasi
- Melakukan penimbangan berat badan menggunakan timbangan bayi,
pengukuran panjang badan menggunakan infantometer
- Memplotkan hasil ke kurva WHO di buku KIA
- Menjelaskan kepada ibu hasil plot kurva dan pertumbuhan anak saat ini sesuai
usia, atau kurang maupun lebih dari usia
- Menjelaskan mengenai permasalahan gizi pada balita dan dampak yang bisa
terjadi
Pelaksanaan
Kegiatan dilakukanpada tanggal 14 Desember 2020 di ruangan KIA
Puskesmas Bungo II dengan bantuan 2 orang petugas puskesmas. Awalnya
dilakukan anamnesis singkat kepada ibu terkait kondisi bayi saat ini, riwayat
prenatal, natal, dan post natal, riwayat tumbuh kembang, dan riwayat imunisasi.
Selanjutnya dilakukan penimbangan berat badan menggunakan timbangan bayi,
pengukuran panjang badan menggunakan infantometer. Setelah itu, memplotkan
hasil ke kurva WHO di buku KIA. Kemudian dijelaskan kepada ibu hasil plot
kurva dan pertumbuhan anak saat ini sesuai usia, atau kurang maupun lebih dari
usia, dan juga penjelasan mengenai permasalahan gizi pada balita dan dampak
yang bisa terjadi.
Monitoring dan Evaluasi
Dari 3 balita yang dilakukan pengukuran antopometri, semuanya memiliki
status gizi baik. Menyarankan kepada orang tua untuk rutin setiap bulan
melakukan pengukuran antopometri sehingga dapat dilakukan deteksi dini terkait
masalah gizi anak.

3. Judul : Penyuluhan Pola Diet pada Penderita Hipertensi


Tanggal Kegiatan : 21 Desember 2020
Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
banyak di Indonesia. . Pada kebanyakan lanjut usia (Lansia) biasanya sering
menderita penyakit tekanan darah tinggi. Hipertensi di Indonesia terus terjadi
peningkatan. Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pria hingga usia 55 tahun,
namun demikian sedikit lebih tinggi pada wanita post menapouse.
Tingginya prevalensi kejadian hipertensi disebabkan oleh beberapa factor
baik faktor yang dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol.Faktor yang
dapat dikontrol antara nya stres, diet, rokok, dan medikasi. Faktor yang tidak
dapat dikontrol diantaranya usia, gender dan ras. Ada beberapa faktor yang tidak
dapat dimodifikasi yaitu factor genetika, usia, etnis dan factor lingkungan dan
faktor yang dapat dimodifikasi yaitu pola diet, berat badan, merokok dan stress.
Permasalahan
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap manfaat menjaga pola
makan yang sesuai pada penderita hipertensi
2. Kurangnya kesadaran keluarga memberikan dan mengingatkan anggota
keluarga yang memiliki hipertensi untuk menjaga pola makan
3. Masih adanya mitos makanan tertentu yang masih dipercaya masyarakat
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Penyuluhan dilakukan dengan metode perorangan langsung saat posyandu
lansia di sungai arang. Dilakukan penyuluhan, tanya jawab aktif dan konseling
perorangan. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan edukasi dan motivasi
dalam hal pentingnya memahami tentang pola diet penderitahipertensiberdasarkan
Dietary Approaches to Stop Hypertensioni(DASH).
Pelaksanaan
Promosi kesehatan dilakukan di posyandu lansia Sungai Arang.Peserta
yang hadir 15 orang lansia terdiri dari laki-laki dan perempuan. Dan dihadiri 2
tenaga medis dan 1 orang dokter. Sebelum dilakukan penyuluham, peserta
melakukan pengukuran BB dan persentase lemak tubuh, tekanan darah dan cek
lab sederhana (gula darah sewaktu, asam urat dan kolesterol). Kegiatan
penyuluhan langsung diberikan kepada para lansia dan konseling mengenai
permasalahan kesehatan yang sedang dihadapi.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan adanya kegiatan tanya jawab
aktif serta konseling dua arah. Kegiatan terlaksana dengan lancar dan peserta
memahami materi yang disampaikan.

4. Judul : Penyuluhan Gizi untuk Ibu Hamil dan Ibu Menyusui


Tanggal Kegiatan : 28 Desember 2020
Latar Belakang

Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur
status gizi masyarakat. Jika status gizi ibu hamil kurang maka akan terjadi ketidak
seimbangan zat gizi yang dapat menyebabkan masalah gizi pada ibu hamil seperti
Kurang Energi Kronis (KEK) dan anemia (Moehji,2003). Ibu hamil yang
memiliki status gizi normal kemungkinan besar akan melahirkan bayi sehat,
cukup bulan, dan berat badan normal sedangkan ibu hamil yang mempunyai status
gizi kurang dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu hamil antara lain
anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi. Gizi pada ibu menyusui sangat erat kaitannya dengan produksi
air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi. Bila pemberian
ASI berhasil baik, maka berat badan bayi akan meningkat, integritas kulit baik,
tonus otot serta kebiasaan makan yang memuaskan.

Permasalahan
Kurangnya pengetahuan ibu, terutama pada ibu primigravida terhadap gizi
khusus ibu hamil dan menyusui serta masih adanya mitos dari keluarga untuk
makanan tertentu pada saat hamil dan menyusui.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Penyuluhan dilakukan dengan metode perorangan, langsung saat
pertemuan posyandu balita dan ibu hamil. Selama pelaksanaan adatanya jawab
aktif dan konseling perorangan. Intervensi yang dilakukan adalah memberikan
edukasi dan motivasi dalam hal pentingnya memahami gizi pada ibuhamil dan
menyusui.
Pelaksanaan
Promosi kesehatan dilakukan di ruang posyandu sungai arang. Peserta
yang hadir 10 ibu hamil. Dan dihadiri 1 orang bidan, 1 orang perawat dan 1 orang
dokter. Kegiatan dilakukan pada tanggal 28 Desember 2020. Setelah penyuluhan
dilakukan, dibuka sesi tanya jawab aktif.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan adanya kegiatan tanya jawab
aktif serta konseling dua arah. Kegiatan terlaksana dengan lancar dan peserta
memahami materi yang disampaikan.

5. Judul : Pentingnya Vitamin A bagi Balita


Tanggal Kegiatan : 4 Januari 2021
Latar Belakang
Vitamin A adalah zat gizi yang paling esensial, hal itu dikarenakan
konsumsi makanan belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi
dari luar. Kekurangan vitamin A (KVA) akan meningkatkan kesakitan dan
kematian, mudah terserang penyakit infeksi seperti diare, radang paru-paru,
pneumonia, dan akhirnya kematian. Akibat lain yang paling serius dari
kekurangan vitamin A (KVA) adalah rabun senja yaitu betuk lain dari
xeropthalmia termasuk kerusakan kornea mata dan kebutaan.
Vitamin A bermanfaat untuk menurunkan angka kesakitan angka
kematian, karena vitamin A dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit infeksi seperti campak, diare, dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut). Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A
adalah kelompok bayi usia 6 – 11 bulan dan kelompok anak balita usia 12 – 59
bulan (1 – 5 tahun).
Permasalahan
Kurangnya pengetahuan ibu yang memiliki balita akan manfaat vitamin A, serta
banyak ibu yang lupa bahwa anaknya telah mendapatkan vitamin A atau belum.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Memberikan penyuluhan terkait manfaat pemberian vitamin A, Memberikan
penjelasan terkait setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh masyarakat, serta
memberikan penjelasan mengenai pentingnya pemberian vitamin A dan jadwal
pemberian vitamin A
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 4 Januari 2021 yang bertempat di
salah satu Pustu di wilayah kerja PKM Muara Bungo 2 (Jalan Durian, Bungo
Dani)
Kegiatan yang dilaksanakan adalah memberikan penyuluhan berupa pentingnya
pemberian vitamin A, manfaat pemberian vitamin A, serta dapat bertanya aktif
terkait vitamin A dan diberikan penjelasan tentang pertanyaan yang diajukan oleh
ibu yang memiliki balita.
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat dapat lebih memahami tentang pentingnya pemberian Vitamin A

F5 : PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR


DAN TIDAK MENULAR
1. Judul : Pentingnya Kontrol Teratur pada penderita DM
Tanggal Kegiatan : 10 April 2021
Latar Belakang
Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. World Health Organization/ WHO (2016), memperkirakan sebanyak
422 juta orang dewasa hidup dengan DM. International Diabetic Foundation
(IDF), menyatakan bahwa terdapat 382 juta orang di dunia yang hidup dengan
DM, dari 382 juta orang tersebut, diperkirakan 175 juta diantaranya belum
terdiagnosis, sehingga dimungkinkan berkembang progresif menjadi komplikasi
tanpa disadari dan tanpa pencegahan. Pada tahun 2035 jumlah tersebut
diperkirakan akan naik menjadi 592 juta orang.
Diabetes merupakan penyakit yang jumlah penderitanya mengalami
peningkatan di Indonesia. Menurut data WHO, Indonesia menempati peringkat
ke-4 dengan penderita DM terbanyak di dunia. Sedangkan hasil wawancara yang
dilakukan Riset Kesehatan Dasar / RISKESDAS (2013), menyatakan bahwa pada
tahun 2013 terjadi peningkatan penderita DM dua kali lipat dibandingkan pada
tahun 2007. Diperkirakan penderita DM akan meningkat pada tahun 2030 sebesar
21,3 juta orang.
Permasalahan
DM merupakan penyakit kronis yang dapat dikontrol dengan terapi
farmakologi dan Non Farmakologi agar dapat mencegah timbulnya komplikasi
DM. Tetapi banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa komplikasi DM
dapat dicegah dengan kontrol teratur baik secara farmakologis maupun non
farmakologis.
Perencanan dan Pemilihan Intervensi
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai Diabetes Mellitus
tipe 2, cara pencegahan komplikasi penyakit DM di Posyandu Lansia wilayah
kerja Puskesmas Rimbo Tengah.
Pelaksanaan
Penyuluhan dilakukan pada tanggal 10 April 2021 di Posyandu Lansia
Pasir Putih yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Rimbo Tengah. Penyuluhan
dilakukan dengan cara memberikan informasi mengenai DM, serta pentingnya
kontrol teratur pada pasien dengan DM untuk mencegah timbulnya komplikasi.
Monitoring dan Evaluasi
Pemeriksaan rutin gula darah pasien dengan DM atau pasien yang
memiliki gejala klasik DM serta pemberian edukasi mengenai diabetes mellitus di
Wilayah Kerja Puskesmas Rimbo Tengah di Posyandu Lansia yang bertempat di
Pasir Putih
2. Judul : Edukasi tentang Hipertensi serta Pentingnya Kontrol Teratur
pada Pasien Hipertensi
Tanggal Kegiatan : 12 April 2021
Latar Belakang :
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.
Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau
lebih
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8%
terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum
obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga
tidak mendapatkan pengobatan.. Alasan penderita hipertensi tidak minum obat
antara lain karena penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak
teratur ke fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan
terapi lain (12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%),
terdapat efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes
(2%).
Permasalahan
Tingginya angka kunjungan pasien dengan hipertensi baik ke puskesmas
ataupun ke Posyandu Lansia serta banyak pasien hipertensi yang tidak melakukan
kontrol rutin hipertensi dan kontrol rutin pada pasien hipertensi. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan, namun bisa
di kontrol dengan terapi farmakologi ataupun non farmakologi yang dapat
mencegah terjadinya komplikasi.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai Hipertensi dan cara
pencegahan komplikasi Hipertensi, serta pentingnya kontrol rutin pada pasien
hipertensi yang dilakukan di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Rimbo
Tengah (Posyandu Lansia Pasir Putih)
Pelaksanaan
Pemberian penyuluhan mengenai hipertensi pada posyandu lansia, gejala-
gejala yang muncul pada pasien Hipertensi, pencegahan komplikasi pada
hipertensi, serta pentingnya kontrol rutin untuk mencegah komplikasi hipertensi.
Monitoring dan Evaluasi
Pemeriksaan rutin tekanan darah pasien dengan hipertensi atau pasien yang
memiliki riwayat hipertensi, memberikan terapi yang sesuai pada pasien
hipertensi, serta pemberian edukasi mengenai hipertensi di Posyandu lansia
wilayah kerja Puskesmas Rimbo Tengah (Posyandu Lansia Pasir Putih)

3. Judul : Pentingnya Pencegahan Penularan pada Pasien Skabies


Tanggal Kegiatan : 19 April 2021
Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes
scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada
malam hari merupakan gejala utama yang mengganggu aktivitas dan
produktivitas. Penyakit scabies banyak berjangkit di: (1) lingkungan yang padat
penduduknya, (2) lingkungan kumuh, (3) lingkungan dengan tingkat kebersihan
kurankg. Skabies cenderung tinggi pada anak-anak usia sekolah, remaja bahkan
orang dewasa
Permasalahan
Masih banyaknya angka kunjungan pasien dengan scabies, terutama pada
anak-anak yang tidur di pesantren. Pengobatan pasien dengan scabies ini juga
tidak tuntas karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang scabies sehingga
banyak yang salah dalam melakukan pengobatan/ sering membeli obat sendiri.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai skabies dan cara
pencegahan penyakit scabies serta pentingnya memutus rantai penularan pada
penyakit skabies di Puskesmas Rimbo Tengah.
Pelaksanaan
Penyuluhan dilakukan pada tanggal 19 April 2021 di Puskesmas Rimbo
Tengah kepada masyarakat yang datang ke Poli dengan memberikan penyuluhan
tentang apa itu skabies, gejala skabies, tatalaksana skabies, serta pentingnya
mengobati semua pasien skabies agar dapat memutus rantai penularan skabies.
Serta menekankan bahwa penyakit ini menyerang manusia secara kelompok,
misalnya dalam keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga, begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Oleh karena itu pemberian
pengobatan tidak hanya kepada pasien tetapi juga keluarga yang berkontak erat
dengan pasien.
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan masyarakat yang telah diberikan penyuluhan dapat memahami
tentang gejala skabies, tatalaksana skabies serta pentingnya mengobati semua
pasien yang terkena skabies agar dapat memutus rantai penularan skabies yang
merupakan penyakit kelompok.

4. Judul : Edukasi HIV/AIDS di SMA 12 Muara Bungo


Tanggal Kegiatan : 22 April 2021
Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4 (Cluster of
Differentiation 4) sehingga mengakibatkan penurunan sistem pertahanan tubuh.
Kecepatan produksi HIV berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit
infeksi tersebut.
Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan
menjadi masalah global yang melanda dunia. Menurut data WHO (World Health
Organization) tahun 2012, penemuan kasus HIV (Human Immunodeficiency
Virus) di dunia pada tahun 2012 mencapai 2,3 juta kasus, dimana sebanyak 1,6
juta penderita meninggal karena AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) .
Permasalahan
Pentingnya pemahaman tentang perilaku seksual pada remaja karena masa
remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual anak-anak menjadi
perilaku seksual dewasa. Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada
remaja amat merugikan bagi remaja itu sendiri termasuk keluarganya, sebab pada
masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi,
sosial dan seksual. Hal tersebut jika menyimpang berkaitan erat dengan
HIV/AIDS. Sehinga anak remaja perlu mengetahui tentang pencegahan dan
dampak HIV/AIDS
Perencananaan dan Pemilihan Intervensi
Pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi sehingga perilaku
individu atau kelompok sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Salah satu dimensi
tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan dapat dilakukan di sekolah dengan
sasaran murid melalui metode promosi kesehatan. Intervensi ini bisa dilakukan
dalam meningkatkan pengetahuan yang komprehensif dan tepat agar tidak terjadi
penularan HIV/AIDS.
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan di SMA 12 Muara Bungo Kelurahan Cadika
dengan peserta adalah siswa/siswi sekolah dengan usia rata-rata 16-18 tahun.
Peserta yang datang sekitar 40 orang. Intervensi diawali dengan pemberian materi
mengenai HIV/AIDs mulai dari definisi, cara penularan, serta pencegahan yang
dapat dilakukan.
Monitoring dan evaluasi
Evaluasi dari kegiatan ini, setelah pemberian materi dilakukannya sesi
diskusi dengan tanya jawab mengenai materi yang telah diberikan. dari kegiatan
ini siswa/siswi tampak paham dan antusias dengan materi yang dipaparkan dinilai
dari banyaknya siswa/siswi yang mengajukan pertanyaan saat sesi diskusi, selain
itu siswa/siswi juga dapat menjawab pertanyaan yang diberikan seputar materi.
Diharapkan siswa/siswi dapat mengambil sikap yang baik dalam pencegahan
penularan HIV/AIDS.
5. Judul : Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)
Tanggal Kegiatan : 30 November 2020
Latar Belakang
BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) adalah Kegiatan secara nasional
meliputi pemberian Imunisasi pada anak sekolah tingkat dasar dilaksanakan satu
kali setahun pada setiap bulan AGUSTUS dan NOVEMBER untuk Imunisasi
CAMPAK dan imunisasi DT dan Td. Imunisasi merupakan upaya kesehatan
masyarakat paling efektif dan efisien dalam mencegah beberapa penyakit
berbahaya. Dalam imunisasi terdapat konsep Herd Immunity atau Kekebalan
Kelompok. Kekebalan Kelompok ini hanya dapat terbentuk apabila cakupan
imunisasi pada sasaran tinggi dan merata di seluruh wilayah. Sehingga, bila ada
satu atau sejumlah kasus Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) di masyarakat maka penyakit tersebut tidak akan menyebar
dengan cepat dan Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat dicegah.
Permasalahan
Dalam masa pandemi COVID-19 ini, imunisasi tetap harus diupayakan
lengkap sesuai jadwal untuk melindungi anak dari PD3I untuk mencegah
terjadinya KLB.
Perencanaan dan intervensi
Sasaran imunisasi :
Pemberian imunisasi MR : untuk kelas 1 SD
Pemberian imunisasi Td : untuk kelas 2 SD
Persiapan vaksin
Vaksin MR
Vaksin Td
Pelaksanaan
Pemberian imunisasi dilakukan dengan protokol kesehatan
Petugas kesehatan : memakai masker, kacamata google, dan handscoon
Siswa :
- harus menggunakan masker
- diukur suhu tubuh
- mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- menjaga jarak minimal 1 meter
- pemberian imunisasi dilakukan di ruangan terbuka secara bertahap dengan
jumlah siswa 10 orang setiap sesi
Monitoring dan Evaluasi
Saran: Membuat promosi kesehatan tentang BIAS dimasa pandemi covid-19
dalam bentuk poster disebar melalui media sosial sehingga orang tua siswa paham
dan mau untuk mengikuti BIAS.

F6 : UPAYA PENGOBATAN DASAR


1. Judul : Tension Type Headache (TTH)
Tanggal Kegiatan : 1 Mei 2021
Latar Belakang
Sekitar 99% laki-laki dan 93% Wanita pernah mengalami sakit kepala.
TTH dan nyeri kepala servikogenik merupakan dua tipe nyeri kepala yang paling
sering di jumpai. TTH adalah bentuk umum nyeri kepala primer yang di jumpai
pada dua pertiga populasi. 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya
sekali dalam hidup mereka.
Permasalahan
Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh
pasien saat datang ke dokter, baik ke dokter umum maupun neurolog. Sampai saat
ini nyeri kepala masih merupakan masalah. Masalah yang diakibatkan oleh nyeri
kepala mulai dari gangguan pada pola tidur, pola makan, depresi sampai
kecemasan.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan pada setiap pasien yang datang ke Poli Umum yang
datang berobat ke Puskesmas Rimbo Tengah yang terdiagnosis dengan TTH
Pelaksanaan
Kegiatan edukasi dilakukan dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2021 yang
diberikan secara langsung kepada pasien yang telah terdiagnosis TTH yang datang
berobat ke Poli Umum Puskesmas Rimbo Tengah, yaitu dengan memberikan
penjelasan tentang gejala TTH, tatalaksana TTH serta penntingnya menghidari
faktor pencetus yang dapat menyebabkan munculnya TTH.
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan pasien dengan TTH dapat lebih memahami tentang TTH,
tatalaksana TTH secara umum, serta pentingnya menghindari pencegahan faktor
resiko yang dapat menjadi pencetus munculnya TTH

2. Judul : Osteoartritis
Tanggal Kegiatan : 3 Mei 2021
Latar Belakang
Osteoartritis adalah bentuk kelainan artritis yang sering ditemukan di
kalangan masyarakat yang bersifat kronis yang disebabkan oleh etiologi yang
berbeda dan mengakibatkan kelainan biologis dan morfologis. Beberapa faktor
resiko osteoartritis adalah obesitas, kelemahan otot, aktifitas fisik yang berlebihan
atau kurang, riwayat trauma, penurunan fungsi propioseptif serta faktor keturunan.
Faktor resiko tersebut mempengaruhi progresifitas kerusakan rawan sendi dan
pembentukan tulang yang abnormal. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013 hasil dari wawancara pada usia ≥ 15 tahun rata-rata prevalensi
penyakit sendi/rematik sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
merupakan provinsi dengan prevalensi OA tertinggi yaitu sekitar 33,1% dan
provinsi dangan prevalensi terendah adalah Riau yaitu sekitar 9%. Sekitar 32,99%
lansia di Indonesia mengeluhkan penyakit degeneratif seperti asam urat,
rematik/radang sendi, darah tinggi, darah rendah, dan diabetes
Permasalahan
OA lutut merupakan salah satu penyebab morbiditas dan ketidakmampuan
pada seseorang terutama pada orang diusia tua. Gejala yang paling banyak terjadi
adalah nyeri dan kekakuan sendi. Gejala tersebut bisa menyebabkan
ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang mana bisa
mempengaruhi kapabilitas kerja dan kualitas hidup seseorang.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi diberikan setelah diagnosis OA dapat ditegakan. OA dapat
mengenai sendi-sendi besar maupun kecil. Distribusi OA dapat mengenai sendi
leher, bahu, tangan, kaki, pinggul, lutut.. Gejala OA antara lain adalah :
- Nyeri
- Kekakuan sendi
- Krepitasi
-Pembengkakan pada
-Deformitas sendi
Pelaksanaam
Menjelaskan kepada pasien tujuan penatalaksanaan pada OA untuk
mengurangi tanda dan gejala OA, meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan
kebebasan dalam pergerakan sendi, serta memperlambat progresi osteoartritis.
Spektrum terapi yang diberikan meliputi fisioterapi, pertolongan ortopedi,
farmakoterapi, pembedahan, rehabilitasi.
a. Terapi konservatif
Terapi konservatif yang bisa dilakukan meliputi edukasi kepada pasien,
pengaturan gaya hidup
b. Fisioterapi
Fisioterapi untuk pasien OA termasuk traksi, stretching, akupuntur, transverse
friction (tehnik pemijatan khusus untuk penderita OA), latihan stimulasi otot,
elektroterapi.
c. Pertolongan ortopedi
Pertolongan ortopedi kadang-kadang penting dilakukan seperti sepatu yang bagian
dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga digunakan untuk
mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi.
d. Farmakoterapi - Analgesik / anti-inflammatory agents
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien OA adalah factor resiko
yang dapat memperberat OA, terutama factor resiko yang dapat diubah, diantara
lain adalah:
- Obesitas
- Riwayat bedah lutut atau trauma
- Aktivitas berat yang berlangsung lama
3. Judul : Common Cold
Tanggal Kegiatan : 4 Mei 2021
Latar Belakang
Common Cold adalah infeksi primer di nasofaring dan hidung yang sering
mengeluarkan cairan, penyakit ini banyak dijumpai pada bayi dan anak.
Dibedakan istilah nasofaring akut untuk anak dan common cold untuk orang
dewasa oleh karena manifestasi klinis penyakit ini pada orang dewasa dan anak
berlainan. Pada anak infeksi lebih luas , mencakup daerah sinus paranasal, telinga
tengah disamping nasofaring, disertai demam yang tinggi. Pada orang dewasa
infeksi mencakup daerah terbatas dan biasanya tidak disertai demam yang tinggi.
Pada dasarnya penyakit batuk dan pilek pada Bayi maupun Balita dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Sebagian besar penyebabnya adalah virus. Selain
virus batuk dan pilek serta demam tidak saja dipengaruhi oleh virus tetapi dapat
juga disebabkan oleh bakteri
Permasalahan
Pada Bayi, Balita dan Anak, infeksi saluran nafas yaitu Common cold
sangat berbahaya karena dapat menggangu makan dan kadang-kadang
menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Sehingga perlunya perhatian khusus
dari orang tua dan masyarakat serta menentukan apakah diperlukan intervensi
medis
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Intervensi yang dapat di berikan pada pasien dengan common cold di pilih
berdasarkan beratnya gejala yang dirasakan oleh pasien. Gejala yang muncul
dapat beraneka ragam tergantung daya tahan tubuh pasien. Gejalanya diantara
lain:
1. Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi.
2. Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan.
3. Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit
ringan.
4. Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada
saat terjadinya gejala.
5. Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-hari
pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita.
6. Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan
jumlahnya tidak terlalu banyak.
7. Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari
Gejala yang umum adalah batuk, sakit tenggorokan, pilek, hidung tersumbat, dan
bersin, kadang-kadang disertai dengan mata merah, nyeri otot, kelelahan, sakit
kepala, kelemahan otot, menggigil tak terkendali dan kehilangan nafsu makan
Pelaksanaan
Menjelaskan kepada pasien hal berikut ini, yaitu :
Untuk mencegah penyakit commond cold ini, secara umum yang perlu
diperhatikan dan dilakukan setiap harinya, antara lain:
1. Menjaga kebersihan perorangan seperti sering mencuci tangan, menutup mulut
ketika batuk dan bersin, dan membuang ludah / dahak dari mulut dan ingus
hidung dengan cara yang bersih dan tidak sembarangan.
2. Bila memungkinkan, hindari jangan sampai berjejal di satu ruangan, misalnya
ruang keluarga, atau tempat tidur. Ruangan harus memiliki ventilasi yang cukup
lega.
3. Hindari merokok di dalam rumah, apalagi dimana ada banyak anak-anak.
4. Berpola hidup sehat, hindari minum alkohol, stres, istirahat cukup, dll.
5. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan.
6. Bila akan menyentuh/menggendong bayi, cucilah tangan dahulu.
7. Makan makanan yang bersih, higienis, sehat, gizi-nutrisi seimbang. Idealnya 4
sehat 5 sempurna.
8. Memperhatikan dan menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan ibu yang mempunyai anak dan balita dapat lebih memaksimal
pola hidup sehat dengan melakukan pencegahan untuk tetap menjaga kebersihan
serta membawa ke pelayanan kesehatan apabila anak mengalami gejala common
cold
4. Judul :Dyspepsia
Tanggal Kegiatan : 5 Mei 2021
Latar Belakang
Di Indonesia, angka prevalensi dispepsia fungsional secara keseluruhan
belum ada hingga saat ini Lebih dari 50% pasien dispepsia fungsional berada
dalam masa pengobatan sepanjang waktu, pengeluaran biaya untuk pengobatan
tidak sedikit dan kira-kira 30% pasien dilaporkan mengambil libur dalam bekerja
dan sekolah akibat darikekambuhan gejala penyakit, sehingga menurunkan
kualitas hidup. Stress psikologis merupakan salah satu faktor resiko yang sering
menjadi pencetus kekambuhan dispepsia, termasuk didalamnya kecemasan,
hipersensitivitas dan neurotisme
Permasalahan
Tingginya angka kunjungan pasien dengan dyspepsia fungsional ke UGD
dan Poli Umum dan Poli Lansia Puskesmas Rimbo Tenga. Kekambuhan penyakit
dispepsia fungsional merupakan masalah yang tidak fatal, tapi keluhan penderita
sangat mengganggu kegiatan sehari-hari.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pada pasien dapat diberikan terapi farmakologi ataupun non farmakaologi
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan
rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa
dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa mengurangi
nyeri. Gejala lain meliputi nafsu makan menurun, mual, sembelit, diare dan
flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa
minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan
berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan. Gejala klinis dispepsia fungsional harus dapat kita bedakan dengan
sakit perut berulang yang disebabkan oleh kelainan organik yang mempunyai
tanda peringatan (alarm symptoms)
Pelaksanaan
Memberikan pengobatan yang sesuai yaitu : PPI,terapi psikologi, antasida,
antispasmodik, bismuth, terapi diet, terapi herbal, reseptor AH2, misoprostol,
golongan prokinetik, selective serotonin-reuptake inhibitor, sukralfat, dan
antidepresan. Penanganan dispepsia fungsional juga dapat dilakukan dengan non
farmakologi dan farmakologi. Terapi non famakologi berupa pentingnya
menghindari faktor resiko yang dapat mencetuskan timbulnya gejala dispepsia
Monitoring dan Evaluasi
Diharapkan masyarakat dapat lebih mengerti dan memahami tentang
dispepsia fungsional, meminum obat teratur, serta menghidari faktor pencetus
agar dapat mencegah dan memperberat kekambuhan pada pasien dispepsia
fungsional.

5. Judul : Diare Akut pada Balita


Tanggal Kegiatan : 7 Mei 2021
Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit dengan insidensi tinggi di dunia dan
dilaporkan terdapat hampir 1,7 milyar kasus setiap tahunnya. Penyakit ini sering
menyebabkan kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita). Diare masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti Indonesia
karena memiliki insidensi dan mortalitas yang tinggi.Diperkirakan 20-50 kejadian
diare per 100 penduduk setiap tahunnya.Kematian terutama disebabkan karena
penderita mengalami dehidrasi berat.70-80% penderita adalah mereka yang
berusia balita. Menurut data Departemen Kesehatan, diare merupakan penyakit
kedua di Indonesia yang dapat menyebabkan kematian anak usia balita setelah
radang paru atau pneumonia
Permasalahan
Tingginya angka kejadian diare pada balita merupakan masalah yang
penting di masyarakat sehingga perlunya intervensi mengenai masalah ini. Faktor-
faktor risiko yang menyebabkan diare perlu digali untuk memberikan wawasan
dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat akan pentingnya pencegahan
kejadian diare tersebut. Hal ini juga terkait dengan masih tingginga angka
kunjungan balita dengan diare ke Puskesmas Rimbo Tengah.
Perancanaan dan pemilihan Intervensi
Intervensi dilakukan dengan memberikan penyuluhan langsung kepada ibu
yang memiliki anak menderita diare ataupun ibu yang memiliki balita yang
berkunjung ke Puskesmas Rimbo Tengah
Pelaksanaan
Intervensi dilakukan dengan pemberian edukasi kepada ibu-ibu yang
memiliki balita, materi yang diberikan antara lain:
Penularan diare dapat dengan cara fekal-oral, yaitu:
 melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen,
 kontak tangan langsung dengan penderita,
 barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
 secara tidak langsung melalui lalat
Adapun faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
diantaranya adalah tidak memberikan ASI secara penuh pada bayi usia 4-6 bulan,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis, serta cara penyapihan yang tidak.
Kejadian diare dapat dicegah dengan memperhatikan air minum yang aman dan
sanitasi yang higienies
Monitoring dan evaluasi
Diharapkan ibu yang memiliki balita memahami tentang diare,
pencegahannya, serta segera membawa ke Pelayanan ke sehatan sehingga
pemberian intervensi ini dapat mengurangi jumlah anak dengan diare yang
berkunjung ke Puskesmas Rimbo Tengah.

Anda mungkin juga menyukai