Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

OSTEOMIELITIS

Disusun Oleh :
Fathin Nabila Kistie 1713020004
Andika Fajar

Pembimbing :
dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI
PERIODE 22 JANUARI – 31 MARET 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Fathin Nabila Kistie

Andika Fajar

Universitas : Muhammadiyah Purwokerto

Fakultas : Kedokteran

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : Ilmu Bedah

Periode Kepaniteraan Klinik : 22 Januari 2018-31 Maret 2018

Judul Referat : Osteomielitis

TELAH DIPERIKSA dan DISETUJUI TANGGAL :

Bagian Ilmu Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Slawi

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Coassistant

Pembimbing

dr.Wahyu Rosharjanto, Sp.OT


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala
limpahan rahmat, kasih sayang dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
ini yang berjudul ”Osteomielitis”. Referat ini disusun untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik departemen ilmu bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soeselo Slawi.
Dengan selesainya referat ini penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-
tingginya kepada semua pihak terutama kepada dr. Wahyu Rosharjanto, Sp. OT, selaku
pembimbing yang telah memberi masukan dan saran-saran dalam menyelesaikan referat ini.
Karena keterbatasan yang ada, penulis menyadari bahwa referat ini masih belum sempurna,
oleh karena itu segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan
untuk menyempurnakan referat ini di kemudian hari. Terlepas dari segala kekurangan yang
ada penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Slawi, 17 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Osteomielitis merupakan infeksi tulang ataupun sum-sum tulang, biasanya disebabkan


oleh bakteri piogenik. Osteomielitis umumnya disebabkan oleh bakteri, diantaranya dari
species staphylococcus dan stertococcus. Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat
menginfeksi langsung melalui fraktur terbuka. Adapun tulang yang paling beresiko untuk
terkena osteomielitis yaitu tibia bagian distal, femur bagian distal, humerus, radius dan ulna
bagian proksimal dan distal, vertebra, maksila, dan mandibula, karena merupakan tulang
yang banyak vaskularisasinya.1
Insidensi osteomielitis pada anak di Amerika pada tahun 1970 telah mengalami
pengurangan dari 87 per 10.000 kejadian menjadi 47 per 10.000 kejadian.1 Osteomielitis
masih merupakan permasalahan penyakit di Indonesia karena tingkat higienis yang masih
rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik, penegakan diagnosis yang
terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomyelitis kronis, fasilitas diagnostik yang
belum memadai di puskesmas, pengobatan osteomielitis memerlukan waktu yang cukup lama
dan biaya tinggi, serta banyaknya penderita dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan
biasanya datang dengan komplikasi osteomielitis.2,3
Infeksi muskuloskeletal seperti osteomielitis merupakan penyakit yang umum terjadi,
dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi
penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Oleh sebab itu penulis akan
membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis, tatalaksana,
komplikasi dan prognosis dari osteomielitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Fisiologi Tulang


Tulang adalah suatu jaringan yang berubah secara aktif dan terus menerus
mengalami perubahan bentuk sementara menyesuaikan kembali kandungan mineral
dan matriksnya menurut stres mekanis yang dialaminya. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-komponen nonselular
utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan
proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit),
yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini
memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu
osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
daya rentang tinggi pada tulang. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa
proteoglikan seperti asam hialuronat. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau
lamelar.
Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti
sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya
keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar.
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar, dilapisi oleh selapis
periosteum. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung akhir batang.
Daerah ini terutama tersusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang
mengandung sel hematopoetik. Sumsum merah terdapat dibagian epifisis dan diafisis
tulang. Pada dewasa aktivitas hematopoetik menjadi terbatas hanya pada sternum dan
krista iliaka. Metafisis juga menompang sendi dan menyediakan daerah yang cukup
luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah
daerah pertumbuhan longitudinal pada anakanak, dan bagian ini akan menghilang
pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang
yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Lapisan sel
paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis disebut daerah sel istirahat. Lapisan
berikutnya adalah zona proliferasi, pada zona ini terjadi pembelahan aktif sel dan
disinilah mulainya pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel yang aktif ini didorong
kearah batang tulang kedalam daerah hipertrofi, tempat sel-sel ini membengkak,
menjadi lemah dan secara metabolik menjadi tidak aktif.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui
suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan
osteoid, osteoblas dan mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang
perawan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang.
Sebagian dari fosfat alkali akan memasuki aliran darah dengan demikian kadar
fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang.osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Osteoklas mengikis tulang, sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik
yang memecahkan matris dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang
sehingga kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar
hormon paratiroid (pth) mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang
menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan bergerak memasuki serum.
Peningkatan PTH secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan
aktivitas osteoklas sehingga terjadi demineralisasi. Vitamin D mempengaruhi deposisi
dan absorbsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi
tulang seperti dapat menyebabkan absorbsi tulang (kadar PTH). Vitamin D dalam
jumlah yang sedikit membentuk kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan
absorbsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.
Tulang mempunyai matriks yang mana matriks tersebut adalah struktur yang
keras pada tulang, matriks tersebut memiliki banyak pembuluh darah, dikarenakan
struktur yang keras ini susah untuk ditembus oleh nutrien dan metabolit. Matriks
tulang terdiri dari serat protein yang kuat, terutama kolagen. Matriks ini di hasilkan
oleh osteoblas.
Osteoblas adalah sel yang terdapat didalam tulang yang juga berfungsi
membuat sel-sel tulang baru dan menyerap mineral dari darah. Matriks mempunyai
komponen organik dan inorganik. Komponen organik memungkinkan tulang untuk
menahan tegangan, sedangkan komponen inorganik atau komponen mineral menahan
tegangan. Sel lain yang terdapat pada tulang adalah sel osteoklas, sel ini mempunyai
fungsi yang berlawanan dari osteoblas, yaitu fungsinya menghancurkan tulang dengan
cara melarutkan kembali mineral di dalam darah. Sel yang juga terdapat pada tulang
adalah osteosit, sel ini menjaga keseimbangan mineral di dalam darah, mereka yang
mengarahkan penyerapan mineral dari darah dan mengarahkan pengembalian mineral
ke dalam darah, agar tulang dan tubuh sama-sama mendapatkan mineral yang cukup.
Analoginya osteosit yang memerintahkan, kemudian osteoblas dan osteoklas
bekerja. Komponen organik utama matriks tulang adalah serat kolagen tipe I, yang
mengandung protein, salah satunya adalah glikoprotein osteokalsin dan osteopontin,
yang berikatan erat dengan kalsium selama terjadinya mineralisasi tulang. Protein
matriks lainnya adalah sialoprotein, yang mengikat osteoblas pada matriks
ekstraselular. Komponen inorganik matriks terdiri dari kalsium dan fosfat dalam
bentuk kristal hidroksiapatit. Ikatan serat kolagen dengan kristal hidroksiapatit akan
menyebabkan tulang menjadi keras, tahan lama, dan kuat. Komponen mineral ini akan
dipertahankan didalam darah dengan bantuan hormon paratiroid (dari kelenjar
disebelah tiroid) dan kalsitonin (dari kelenjar tiroid).5
Sumsum tulang adalah jaringan ikat lunak yang terdapat di dalam tulang
spongiosa, fungsinya untuk menghasilkan sel-sel darah. Juga terdapat periosteum
pada tulang, periosteum ini adalah bagian kuat, yang terdiri dari membran fibrosa
yang menutupi dan melindungi permukaan luar tulang.
Gambar II.1.1 Struktur Tulang

Tulang panjang terdiri dari korteks dan emdula, pada umumnya bersifat keras.
Pada tulang terdapat lapisan luar yang bernama periosteum dan endosteum, gambaran
periosteum penting dalam menilai pertumbuhan aposisi dan perbaikan fraktur.
Periosteum merupakan jaringan ikat fibrosa yang membungkus lapisan luar tulang,
kecuali pada sendi yang tersusun oleh tulang rawan, yang terdiri dari pembuluh darah,
serat saraf, osteoklas serta osteoblas. Endosteum adalah membran yang membungkus
bagian dalam dari korteks tulang, menyentuh bagian sumsum tulang, bagian tulang
trabekular, kanal pembuluh darah dan berisikan osteoblas, pembuluh darah, dan
osteoklas, memiliki aktivitas remodelling yang lebih tinggi dibandingkan periosteum.6

Gambar II.1.2 Tulang Bagian Dalam


2. DEFINISI
Osteomielitis (berasal dari kata osteo dan mielitis) adalah infeksi pada tulang
dan medulla tulang, yang disebabkan oleh organisme piogenik dan berbagai organ
infeksi lainya. Osteomielitis dapat tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui
tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan periosteum.2 (Dorland,
2002).
Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang
dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme piogenik (Randall, 2011).
3. EPIDEMIOLOGI
Insidensi osteomielitis pada anak di Amerika pada tahun 1970 telah
mengalami pengurangan dari 87 per 10.000 kejadian menjadi 47 per 10.000 kejadian.1
Osteomielitis masih merupakan permasalahan penyakit di Indonesia karena tingkat
higienis yang masih rendah dan pengertian mengenai pengobatan yang belum baik,
penegakan diagnosis yang terlambat sehingga biasanya berakhir dengan osteomyelitis
kronis, fasilitas diagnostik yang belum memadai di puskesmas, pengobatan
osteomielitis memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya tinggi, serta banyaknya
penderita dengan fraktur terbuka yang datang terlambat dan biasanya datang dengan
komplikasi osteomielitis.2,3
Prevalensi neonatus adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan
kejadian pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi
osteomielitis setelah trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan
DM). Insidensi osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk.
Osteomielitis hematogen akut banyak ditemukan pada anak-anak, anak laki-laki lebih
sering terkena dibanding perempuan (3:1). Tulang yang sering terkena adalah tulang
panjang dan tersering adalah femur, tibia, humerus, radius, ulna, fibula. Pada orang
dewasa infeksi hematogen biasanya paling banyak pada tulang vertebra dibandingkan
tulang panjang.
Orang dewasa terkena karena menurunnya pertahanan tubuh karena
kelemahan, penyakit ataupun obat-obatan. Diabetes juga berhubungan dengan
osteomielitis, imunosupresi sementara baik yang didapat ataupun di induksi
meningkatkan faktor predisposisi, trauma menentukan tempat infeksi, kemungkinan
disebabkan oleh hematom kecil atau terkumpulnya cairan di tulang. Morbiditas dapat
signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan lunak yang terkait
atau sendi, berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan,
amputasi ekstremitas yang terlibat, infeksi umum atau sepsis. Sebanyak10-15%
pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis atau
kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang
panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan
DVT juga dapat menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi.5
4. ETIOLOGI
Biasanya mikroorganisme dapat menginfeksi tulang melalui tiga cara yaitu
melalui pembuluh darah, langsung melalui area lokal infeksi (seperti selulitis) atau
melalui trauma, termasuk iatrogenik seperti dislokasi sendi atau fiksasi internal. Tibia
bagian distal, femur bagian distal, humerus, radius dan ulna bagian proksimal dan
distal, vertebra, maksila, dan mandibula merupakan tulang yang paling beresiko untuk
terkena osteomielitis karena merupakan tulang yang banyak vaskularisasinya.
Bagaimanapun, abses pada tulang dapat dipicu oleh trauma di daerah infeksi. Infeksi
dapat disebabkan oleh Staphylococcus aureus, yang merupakan flora normal yang
dapat ditemukan di kulit dan mukosa membran.
Usia Organisme
Neonatus (lebih kecil dari 4 bulan) S. aureus, Enterobacter species, and
group A and B Streptococcus species
Anak-anak (4 bulan – 4 tahun) S. aureus, group A Streptococcus
species, Haemophilus influenzae, and
Enterobacter species
Anak-anak, remaja ( 4 tahun- dewasa) S. aureus (80%), group A Streptococcus
species, H. influenzae, and Enterobacter
species
Orang dewasa S. aureus and occasionally Enterobacter
Streptococcus species

Selain bakteri, jamur dan virus juga dapat menginfeksi langsung melalui
fraktur terbuka, operasi tulang atau terkena benda yang terkontaminasi. Osteomielitis
kadang dapat merupakan komplikasi sekunder dari tuberkulosis paru. Pada keadaan
ini, bakteri biasa menyebar ke tulang melalui sistem sirkulasi, pertama yang terinfeksi
adalah sinovium (karena kadar oksigen yang tinggi) sebelum menginfeksi tulang.
Pada osteomielitis tuberkulosis, tulang panjang dan tulang belakang merupakan satu-
satunya tulang yang terinfeksi.
Osteomielitis dapat juga disebabkan potongan besi yang mengenai tulang pada
saat pembedahan untuk memperbaiki fraktur. Spora bakteri dan jamur dapat juga
mengenai sendi tulang yang terlibat. Osteomielitis juga dapat terjadi akibat
penyebaran infeksi jaringan lunak. Infeksi tersebut meyebar ke tulang dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu. Tipe penyebaran ini biasa terjadi pada orang yang lebih
tua. Infeksi dapat dimulai dari kerusakan akibat trauma, terapi radiasi, kanker, atau
pada kulit yang luka yang disebabkan sedikitnya sedikit sirkulasi darah pada tulang
atau pada penyakit diabetes. Infeksi sinus, gusi atau gigi dapat meyebar ke tulang-
tulang kepala.
Penyebab osteomielitis biasanya adalah Staphylococcus aureus, bakteri gram
positif seperti Streptococcus pyogenes atau S. Pneumoniae. Pada anak dibawah 4
tahun bakteri gram negatif Haemophilus influenzae (insiden bervariasi dari 5-50%).
Bakteri gram negatif lainnya: Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus
mirabilis dan Bacteroides fragilis anaerobik biasanya menyebabkan infeksi tulang
akut. Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus
(8990%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii
dan Eschericia coli (1-2%). Pada anak infeksi melalui aliran darah berasal dari abrasi
kecil pada kulit, bisul, infeksi pada gigi atau pada saat lahir dari infeksi tali pusat.
Pada dewasa sumber infeksi berasal dari kateter ureter, jarum dan semprit arteri yang
tidak pada tempatnya atau kotor. Organisme lain ditemukan pada pecandu heroin dan
kelainan oportunistik pada pasien dengan mekanisme immune defence compromised .
Pasien dengan sickle-cell disease mudah terinfeksi Salmonella.
Faktor Predisposisi
a. Diabetes mellitus
b. Penyakit sickle cell disease
c. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
d. IV drug abuse
e. Alcoholism
f. Penggunaan steroid jangka panjang
g. Immunosupresi
h. Penyakit sendi kronis
i. Penggunaan alat-alat bantu ortopedik.
5. PATOFISIOLOGI
Penyebaran osteomielitis terjadi melalui dua cara, yaitu: 2
a. Penyebaran umum
1) Melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septikemia
2) Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada
daerah-daerah lain
b. Penyebaran lokal
1) Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periost
2) Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit
3) Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septik
4) Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi ke
dalam tulang terganggu.
Perkembangan awal dan cepat dari osteomielitis hematogen yang tidak diobati
ditandai adanya fokus awal kecil dari inflamasi bakteri disertai hiperemia awal dan
edema pada tulang cancellous dan sumsum daerah metafisis tulang panjang. Tidak
seperti jaringan lunak yang mampu berkembang untuk mengakomodasi
pembengkakan, tulang merupakan suatu ruang yang tertutup dan kaku. Oleh karena
itu, edema awal dari proses inflamasi menyebabkan peningkatan tajam tekanan
intraosseous. Sehingga menimbulkan gejala berupa nyeri lokal yang berat dan
konstan. Terbentuknya pus juga semakin meningkatkan tekanan lokal dan
menyebabkan trombosis pembuluh darah dan nekrosis tulang.6
Infeksi yang tidak diobati akan menyebar cepat dengan berbagai cara,
menghancurkan tulang melalui osteolisis. Melalui pembuluh darah yang rusak di lesi
lokal, sejumlah besar bakteri kembali menyerang aliran darah dan bakteremia yang
tidak terdeteksi tersebut menjadi septikemia yang bermanifestasi menjadi malaise,
anoreksia, dan demam. Penyebaran lokal infeksi melalui ekstensi langsung dibantu
oleh peningkatan tekanan lokal, menembus korteks yang tipis di daerah metafisis dan
melibatkan periosteum yang sangat sensitif sehingga terjadi tenderness lokal.
Periosteum yang melekat pada tulang selama masa kanak-kanak menjadi longgar lalu
terpisah dari meninggi dari tulangnya. Hasilnya berupa abses subperiosteal yang tetap
terlokalisasi atau menyebar ke seluruh shaft tulang. Periosteum yang meninggi akan
mengganggu aliran darah yang mendasari korteks sehingga memperluas nekrosis
tulang.6
Gambar II.5.1 Patofisiologi Osteomielitis

Setelah beberapa hari pertama, infeksi menembus periosteum dan


menyebabkan selulitis dan akhirnya berupa abses jaringan lunak. Pada daerah
metafisis di dalam sendi sinovial, seperti ujung atas femur dan radius, penetrasi
periosteum membawa infeksi secara langsung ke dalam sendi dan menyebabkan
arthritis septik. Di sisi lain ketika daerah metafisis luar tetapi dekat dengan sendi maka
sering terbentuk efusi sinovial steril.
Sementara itu, penyebaran infeksi lokal melalui rongga meduler dapat
mengganggu sirkulasi internal. Daerah yang dihasilkan dari nekrosis tulang yang
mungkin berbeda dalam batas dari spicule kecil ke seluruh shaft dan akhirnya terpisah
sehingga terbentuk kepingan jaringan tulang yang sudah mati dan disebut sebagai
sekuestrum. Pembentukan tulang baru yang luas dari lapisan dalam periosteum
menyebabkan shaft tulang terbungkus atau disebut sebagai involokrum, yang
mempertahankan eterlibatan tulang bahkan ketika segemen besar dari shaft mati dan
mengalami sekuestrum. Lempeng epifisis berperan sebagai penghalang penyebaran
langsung infeksi tetapi bila lempeng tersebut sudah rusak maka gangguan
pertumbuhan yang serius akan muncul di kemudian hari. Jika tidak dikontrol, setiap
saat septikemia dapat menyebabkan fokus metafisis infeksi pada tulang lainnya. Lebih
pentingnya hal tersebut akan menyebabkan fokus infeksi pada organ lain terutama di
paru-paru dan otak juga menyebabkan kematian.6

6. MANIFESTASI KLINIK
Osteomielitis hematogeneus biasanya memiliki progresivitas gejala yang
lambat.osteomielitis langsung (direct osteomyelitis) umumnya lebih terlokalisasi
dengan tanda dan gejala yang menonjol. Gejala umum dari osteomielitis meliputi :
a. Osteomielitis hematogenus tulang panjang
1) Demam yang memiliki onset tiba-tiba tinggi (demam hanya terdapat
dalam 50% dari osteomielitis pada neonates)
2) Kelelahan
3) Rasa tidak nyaman
4) Irritabilitas
5) Keterbatasan gerak (pseudoparalisis anggota badan pada neonates) 
Edema lokal, eritema dan nyeri.
b. Osteomielitis hematogenus vertebral
1) Onset cepat
2) Adanya riwayat episode bakterimia akut
3) Diduga berhubungan dengan insufisiensi pembuluh darah
disampingnya
4) Edema lokal, eritema dan nyeri
5) Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
c. Osteomielitis kronik
1) Ulkus yang tidak sembuh
2) Drainase saluran sinus
3) Kelelahan kronik
4) Rasa tidak nyaman
Drainase saluran sinus (biasanya ditamukan pada stadium lanjut atau jika terjadi
infeksi kronis).
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Osteomielitis akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak
infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini
biasanya terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa dan biasanya terjadi
sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah (osteomielitis hematogen)
Osteomielitis akut terbagi lagi menjadi 2, yaitu:
1) Osteomielitis hematogen, merupakan infeksi yang penyebarannya
berasal dari darah. Osteomielitis hematogen akut biasanya disebabkan
oleh penyebaran bakteri darah dari daerah yang jauh. Kondisi ini
biasanya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa
merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis yang
bervaskular banyak. Aliran darah yang lambat pada daerah distal
metafisis menyebabkan thrombosis dan nekrosis local serta
pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis hematogen
akut mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat. -
Osteomielitis direk, disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan
atau bakteri akibat trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk
adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi bakteri yang
disebabkan oleh trauma, yang menyebar dari fokus infeksi atau sepsis
setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis
direk lebih terlokalisasi dan melibatkan banyak jenis organisme.
2) Osteomielitis sub-akut, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2
bulan sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. -
Osteomielitis kronis, yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan
atau lebih sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
b. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan
biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa),
misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur. Berikut
merupakan beberapa pembagian osteomielitis yang lain :
1) Osteomielitis pada vertebra
Kelainan ini lebih sulit untuk didiagnosis. Biasanya ada demam, rasa
sakit pada tulang dan spasme otot. Proses ini lebih sering mengenai
korpus vertebra dan dapat timbul sebagai komplikasi infeksi saluran
kencing dan operasi panggul. Pada stadium awal tanda tanda destruksi
tulang yang menonjol, selanjutnya terjadi pembentukan tulang baru
yang terlihat sebagai skelerosis. Lesi dapat bermula dibagian sentral
atau tepi korpus vertebra . Pada lesi yang bermula ditepi korpus
vertebra, diskus cepat mengalami destruksi dan sela diskus akan
menyempit. Dapat timbul abses para vertebral yang terlihat sebagai
bayangan berdensitas jaringan lunak sekitar lesi. Di daerah torakal,
abses ini lebih mudah dilihat karena terdapat kontras paru. Daerah
Lumbal lebih sukar untuk dilihat, tanda yang penting adalah bayangan
psoas menjadi kabur. Untuk membedakan penyakit ini dengan
spondilitis tuberkulosa sukar, biasanya pada osteomielitis akan terlihat
sklerosis, destruksi diskus kurang dan sering timbul penulangan antara
vertebra yang terkena proses dengan vertebra di dekatnya (bony
bridging).
2) Osteomielitis pada tulang lain
Tengkorak
Biasanya osteomielitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai akibat
perluasan infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses detruksi
bias setempat atau difuse. Reaksi periosteal biasanya tidak ada atau
sedikit sekali.
Mandibula
Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur atau abses gigi.
Pelvis
Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian
sayap tulang ilium dan dapat meluas ke sendi sakroiliaka. Pada foto
terlihat gambaran destruksi tulang yang luas, bentuk tidak teratur,
biasanya dengan skwester yang multiple. Sering terlihat sklerosis pada
tepi lesi. Secara klinis sering disertai abses dan fistula. Bedanya
dengan tuberculosis, ialah destruksi berlangsung lebih cepat dan pada
tuberculosis abses sering mengalami kalsifikasi. Dalam diagnosis
differential perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.
c. Tipe khusus osteomielitis
Abses Brodie
Abses ini bersifat kronis, biasanya ditemukan dalam spondilosa tulang
dekat ujung tulang. Bentuk abses biasanya bulat atau lonjong dengan
pinggiran sklerotik, kadang-kadang terlihat skwester. Abses tetap terlokalisasi
dan kavitas dapat secara bertahap terisi jaringan granulasi.
Osteomielitis sklerosing Garre
Pada kelainan ini yang menonjol adalah sklerosis tulang dengan tanda-
tanda destruksi yang tidak nyata. Bersifat kronis, dan biasanya hany satu
tulang yang terkena dengan pelebaran tulang yang bersifat fusiform. Diagnosis
differential yang penting adalah osteoid osteoma.
d. Osteomielitis pada neonatus dan bayi
Osteomielitis pada neonatus dan bayi sering kali hanya dengan gejala
klinis yang ringan, dapat mengenai satu atau banyak tulang dan mudah meluas
ke sendi di dekatnya. Biasanya lebih sering terjadi pada bayi dengan resiko
tinggi seperti prematur, berat badan kurang. Tindakan-tindakan seperti
resusitasi, vena seksi, kateterisasi dan infuse secara potensial dapat merupakan
penyebab Infeksi. Kuman penyebab tersering adalah Streptococcus.
Osteomielitis pada bayi biasanya disertai destruksi yang luas dari tulang,
tulang rawan dan jaringan lunak sekitarnya. Pada neonatus ada hubungan
antara pembuluh darah epifisis dengan pembuluh darah metafisis, yang disebut
pembuluh darah transfiseal, Hubungan ini menyebabkan mudahnya infeksi
meluas dari metafisis ke epifisis dan sendi.
Kadang-kadang osteomielitis pada bayi juga dapat mengenai tulang
lain seperti maksila, vertebra, tengkorak, iga dan pelvis. Tanda paling dini
yang dapat ditemukan pada foto rontgen ialah pembengkakan jaringan lunak
dekat tulang yang terlihat kira-kira 3 hari setelah infeksi. Demineralisasi
tulang terlihat kira-kira 7 hari setelah infeksi dan disebabkan hyperemia dan
destruksi trabekula. Destruksi korteks dan sebagai akibatnya pembentukan
tulang sub-periosteal terlihat pada kira-kira 2 minggu setelah infeksi.
7. DIAGNOSIS
Osteomielitis harus dicurigai bila pasien datang dengan rasa sakit, bengkak,
eritema atau kehangatan kulit dan jaringan lunak diatas tulang. Pada kondisi subakut
atau kronis manifestasi yang muncul umumnya hanya berupa nyeri. Gejala sistemik
(demam yaitu dan menggigil) terjadi pada pasien dengan osteomielitis akut tapi jarang
terdapat pada pasien dengan kronis osteomielitis kronis. Lubang drainase biasanya
terlihat pada kasus-kasus osteomyelitis kronis. Tes probe-to-bone banyak digunakan
untuk mendiagnosis osteomyelitis pada pasien dengan diabetes ulkus kaki dan
contiguous osteomyelitis. Grayson et al. menemukan bahwa tes ini memiliki
sensitivitas 66% dan nilai prediksi positif 89%.
Konfirmasi dari osteomyelitis membutuhkan penggunaan berbagai tes
laboratorium, mikrobiologi, radiografi dan tes patologis. Tingkat sedimentasi eritrosit
(ESR) dan protein C-reaktif (CRP) biasanya normal. Jumlah sel darah putih kadang-
kadang meningkat. Jumlah trombosit dapat meningkat (penanda inflamasi) sedangkan
konsentrasi hemoglobin bisa rendah (anemia penyakit kronis). kultur darah mungkin
positif pada hematogen akut dan osteomielitis vertebral. Kultur pada luka dangkal
atau saluran drainase harus diinterpretasikan secara hati-hati tidak boleh digunakan
untuk memilih terapi antimikroba kecuali telah dilakukan isolasi terhadap S. aureus.
Pengambilan sampel jaringan tulang melalui aspirasi jarum di bawah
bimbingan radiologis atau prosedur bedah memungkinkan identifikasi organisme
yang imenginfeksi dan penentuan profil kerentanan in vitro. Informasi yang didapat
penting untuk pemberian antimikroba yang tepat dan efektif. Jaringan tulang yang
dikumpulkan dari tempat terinfeksi juga dapat diajukan untuk dilakukan pemeriksaan
histopatologi yang dianggap baku emas untuk diagnosis osteomielitis.
Radiografi konvensional memiliki sedikit nilai dalam mendiagnosis
osteomielitis akut tetapi mungkin akan membantu dalam kasus-kasus osteomielitis
kronis. Setidaknya 10-14 hari diperlukan sebelum kelainan yang konsisten dengan
osteomielitis terlihat. Dalam sebuah penelitian, sensitivitas radiografi polos dalam
kasus osteomielitis kaki diabetik ditemukan menjadi 54%, sedangkan spesifisitasnya
68%. Tanda-tanda radiografi yang dapat menggambarkan osteomielitis termasuk
adanya fokal atau wilayah geografis dari lucency sumsum, hilangnya korteks dengan
erosi tulang, pembentukan tulang baru, sklerosis tulang dengan atau tanpa erosi,
penyerapan, involucrum, dan elevasi periosteal. Scan tulang dengan nuklir
menggunakan berbagai radiotracers (Teknesium 99m metilen diphosphonate,
Galliumcitrate 67, dan Indium 111-berlabel sel darah putih) yang umum digunakan
untuk mendiagnosis osteomielitis. Kinerja dari scan bervariasi tergantung pada klinis
dan situasi. Pada orang dewasa dengan radiografi normal (tidak ada lesi yang
menyebabkan pergantian tulang meningkat), threephase bone scan memiliki akurasi
yang lebih tinggi daripada scan lainnya dengan sensitivitas 94% dan 95% spesifisitas.
Namun, ketika remodeling tulang meningkat, spesifisitas tes menurun menjadi 33%.
Positron emission tomography (PET) menggunakan 18-fluorodeoxyglucose
semakin banyak digunakan dalam diagnosis osteomielitis. Dalam review sistematis
dan meta-analisis, Termaat et al. menemukan bahwa PET scan memiliki sensitifitas
96% dan spesifisitas 91% untuk diagnosis osteomielitis. PET scan adalah modalitas
lebih murah bila dibandingkan dengan teknik pemindaian tulang nuklir lainnya dan
biasanya dilakukan dalam satu hari. Sayangnya, hasil positif palsu dapat ditemukan
pada penyembuhan tulang. Computed tomography (CT) menampilkan detail kortikal
tulang yang baik yang menunjukkan erosi tulang kortikal atau perusakan dan reaksi
periosteal. Bisa juga menunjukkan fokus kecil udara dalam saluran medula, badan
asing kecil berfungsi sebagai nidus untuk infeksi dan pembentukan sekuestrum.
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dibandingkan CT dalam
mendeteksi osteomyelitis dan sensitif seperti studi nuklir. Sensitivitas dan spesifisitas
MRI berkisar antara 82% sampai 100% dan 75% sampai 96%. MRI dianggap sebagai
pilihan modalitas pencitraan dalam penegakan kasus osteomielitis karena
memungkinkan penentuan tingkat infeksi yang akurat,terutama dalam hal
osteomielitis vertebra (mengidentifikasi epidural abses, phlegmon, dan cord
compression).11
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke
kiri biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear.
Tingkat C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini
mungkin lebih berguna daripada laju endapan darah (LED) karena
menunjukan adanya peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya
meningkat (90%), namun, temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan
LED memiliki peran terbatas dalam menentukan osteomielitis kronis
seringkali didapatkan hasil yang normal.
b. Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan
bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang
terbatas. Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan
osteomielitis hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin
menghalangi kebutuhan untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi
organisme. Kultur tulang dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostik
sekitar 77% pada semua studi.
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada
pemerikSosaan radiograf. Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area
osteopeni, yang mengawali destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya
infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan area destruksi pada korteks tulang
tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi
tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik
dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum. Infeksi jaringan lunak biasanya
tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat oedem.
Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan udara
yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’. Udara pada jaringan lumak ini
dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto
abdomen.
b. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul. Teknik
sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan
osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2
hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau
kumpulan cairan dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk
petunjuk ultrasound aspirasi. Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks
tulang.
c. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat
sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya,
infeksi tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress
fracture, infeksi jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat
membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan
prosedur invasif dilakukan.
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi
sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense
dibanding involukrum disekelilingnya.
e. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis. Penelitian
telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi polos, CT,
dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan.
Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET)
scanning memiliki akurasi yang mirip dengan MRI.
f. Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi
pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI.
Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas
pada orang dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara
dramatis menurun dalam pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang.
Dalam keadaan khusus, informasi tambahan dapat diperoleh dari pemindaian
lebih lanjut dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan / atau indium 111.
DIAGNOSIS BANDING
8. PENATALAKSANAAN
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian
antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus
merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki
spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi
subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan
untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan
antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis
biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan
perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. (Skinner,2003)
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk
memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang
persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki
infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive Protein (CRP)
Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai respon adanya
infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan proses dimana tubuh
memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan meningkat tajam beberapa
saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses inflamasi sistemik berlangsung.
Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat dijadikan petanda untuk mendeteksi
adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat
mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat dibandingkan pemeriksaan Laju Endap
Darah (LED). Terutama pada pasien anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah
sampel darah yang cukup untuk pemeriksaan LED. (Hidiyaningsih, 2012)
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk darah.
Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan
darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah
yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai pada LED
memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang.
Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi,
TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai
dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih termasuk pemeriksaan
penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila dilakukan secara berulang
laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis,
demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang
aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas,
sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu
perbaikan. (Hidiyaningsih, 2012).
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
a. Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
b. Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik dan
penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7 jam setelah
inflamasi)  Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun
jika terjadi perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun
secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya.  Pemeriksaan Hs-CRP dapat
memonitor kondisi infeksi pasien dan menilai efikasi terapi antibiotika.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang
yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis
steril. Tetapi antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika
merupakan adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi
(pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat
sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen.Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat
dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan
pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik
harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai
tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan
akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis.
(Hidiyaningsih, 2012)
Indikasi dilakukannya pembedahan yaitu:
a. Adanaya sequester.
b. Adanya abses.
c. Rasa sakit yang hebat.
d. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma
dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8
hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. (Canale, 2007)
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari
jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro
ini akan meningkatkan asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan
memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat
dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah
dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan
fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum
telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. (Canale, 2007)
Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh (Hidiyaningsih, 2012):
a. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme penyebabnya
b. Dosis yang tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan
f. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
g. Kesalahan diagnostik
h. Pada pasien yang imunokempremaise

Debridement pada pasien dengan osteomielitis kronis dapat dilakukan.


Kualitas debridement merupakan faktor penting dalam suksesnya pengobatan. Setelah
debridement dengan eksisi tulang, adalah hal yang perlu untuk menghapuskan/
menghilangkan dead space yang dilakukan dengan memindahkan jaringan di atasnya.
Pengobatan dead space termasuk myoplasty lokal, pemindahan jaringan dan
penggunaan antibiotik. Pelaksanaan pada jaringan lunak telah dikembangkan untuk
meningkatkan aliran darah lokal dan pendistribusian antibiotik.
9. KOMPLIKASI
Komplikasi dari osteomielitis antara lain :
a. Kematian tulang (osteonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang,
menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,
kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran
infeksi.
b. Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam sendi di
dekatnya.
c. Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada daerah
yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang panjang
pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada tulang yang
terinfeksi.
d. Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan
keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkeba karsinoma sel
skuamosa.
e. Abses tulang
10. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia at
Ad sanationam : dubia at
Ad functionam : dubia at

BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Kishner, S. 2015. Osteomyelitis. Available from :


http://emedicine.medscape.com/article/1348767-overview#a6 [diakses Maret 2016]
2. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.
2007
3. Sabiston DC. 2000. Buku ajar bedah bagian II. Jakarta: EGC.
Apley AG, Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics
Fractures.ButterworthHeinemann, 1993. 364-374.4.

Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.53-


63.2. King, RW. Osteomyelitis. December 9, 2009 (cited February 1, 2010). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview

Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone. 2007. 355-
71;429-45.2.

Sabiston, DC. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Edisi ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 1994

Sjamsuhidajat. 1998.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC Skinner H. Current Diagnosis
and Treatment in Orthopedics. New Hampshire : Appleton & Lange ; 2003

5.Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2009.
6.Clarke B. Normal Bone Anatomy and Physiology. Clin J Am Soc Nephrol.2008
Nov; 3 (Suppl 3): S131-S139.

Anda mungkin juga menyukai