Anda di halaman 1dari 14

I.

KASUS
a. Identitas Pasien
- Nama : Tn. K
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Usia : 54 tahun
- Alamat : Slawi
- Pekerjaan : Petani
- Status : Menikah
- Agama : Islam
b. Anamnesis
1) Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan terutama pada
malam hari. Sesak napas diperberat saat pasien berjalan jauh dan
diperingan dengan istirahat. Pasien juga mengeluh bengkak pada
kedua kaki sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengaku sulit tidur pada
malam hari karena merasa sesak napas, dan pasien miliki kebiasaan
tidur menggunakan 3 bantal untuk mengurangi rasa sesak.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sejak 4 tahun yang
lalu.
- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien meninggal karena menderita penyakit jantung.
5) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien datang menggunakan asuransi BPJS kelas III.
c. Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang

1
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Nadi : 88x/menit
- Pernapasan : 24 x/menit
- Temperatur : 36,6 0C
- BB : 56 kg
- TD : 150 cm
- IMT : 24,8 kg/m2 (normoweight)
Pemeriksaan status generalis
- Kepala : Normocephal, simetris, ekspresi wajar, warna rambut
hitam-putih, mudah dicabut(-), alopesia(-), wajah sembab(-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
- Hidung :Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum deviasi (-),
tidak keluar cairan, epistaksis (-).
- Mulut : Sariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-),
lidah kotor (-), atrofi papil(-), bibir tidak pucat, sianosis (-).
- Telinga : Kedua meatus akustikus eksternus tak ada kelainan, tophi
(-), nyeri tekan tragus(-).
- Leher : JVP (5+2) cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-).
- Thorax :
Pulmo
 Inspeksi : Statis dan dinamis : simetris kanan = kiri, retraksi
dinding dada (-/-), sela iga melebar (-/-)
 Palpasi : Stem fremitus (+) kanan = kiri, nyeri tekan (-/-).
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, batas paru hepar ICS
VI, dengan peranjakan satu jari.
 Auskultasi : Vesikuler (+) normal pada paru kanan dan kiri,
wheezing (-), ronkhi (+) basah halus dikedua basal paru.

2
Cor
 Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS VII linea aksilaris
anterior sinistra
 Palpasi : Ictus cordis teraba ICS VII linea aksilaris anterior
sinistra
 Perkusi : Batas kanan linea parasternalis dekstra, batas atas
ICS III linea sternalis sinistra, dan batas kiri jantung ICS VII linea
aksilaris anterior sinistra.
 Auskultasi : HR 88 x/menit, reguler. BJ I&II (+), gallop (-),
murmur (+) sistolik di katup trikuspid grade 3/6. Murmur sistolik
(+) di katup mitral grade 3/6. Murmur diastolik (+) di katup
pulmonal grade 3/6.
- Abdomen
 Inspeksi : Datar, venektasi kolateral (-), scar (-)
 Palpasi : Lemas (+) nyeri tekan (-), Hepar teraba 4 jbac tepi
tumpul, nyeri (-), konsistensi kenyal, permukaan licin. Lien tidak
teraba, ballotement (-).
 Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
 Auskultasi : Bising usus (+)
- Ekstremitas Superior: Deformitas (-), clubbing finger (-), pucat (-),
akral sianosis (-), akral hangat (+), CRT <2”, palmar eritema (-)
- Ekstremitas Inferior : Deformitas (-), edema pretibial (+/+), pucat(-),
akral sianosis (-), akral hangat (+)
d. Pemeriksaan Laboratorium
-

3
II. DASAR TEORI
a. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Bui, 2011).
b. Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh (Dahlstrom, 2005):
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung (Gleadle, 2008).
4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.

4
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif,
atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload (Arrol, 2010).
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung (Ganong, 2001).
c. Kriteria Framingham
1) Kriteria Mayor
a) Paroxysmal nocturnal dyspnea
b) Distensi vena di leher
c) Rales (ronkhi kering)
d) Acute pulmonary edema
e) Hepatojugular Reflux
f) S3 Gallop
g) Radiographic cardiomegaly
h) Berat badan berkurang 4,5 kg dalam 5 hari (sesudah diberi
terapi CHF)
i) Central venous pressure (CVP) lebih dari 16 cm H2O
(menggunakan catheter vena)
j) Pulmonary edema, visceral congestion, atau cardiomegaly
pada saat autopsy (untuk kepentingan diagnosis visum) (Cole
,2006)

5
2) Kriteria Minor
a) Batuk malam hari
b) Efusi pleura
c) Takikardi (hingga >120 kali per menit)
d) Edema pada kedua pergelangan kaki (angkle edema)

e) Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari nilai maksimum


(menggunakan spirometri)

d. Teknik Diagnostik
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi rendah. Uji diagnostik sering kurang
sensitf pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal.
Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam
melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik.

6
1) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasien diduga gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada
gagal jantung (Tabel 4).Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif
yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat
kecil (< 10%) (Davis, 2005).
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Sinus takikardia Gagal jantung Penilaian klinis
dekompensasi, Pemeriksaan
anemia, demam, laboratorium
hipertroidisme
Sinus bradikardia Obat penyekat β, anti Evaluasi terapi obat
aritmia, Pemeriksaan
hipotiroidisme, laboratorium
sindroma sinus sakit
Atrial Hipertiroidisme, Perlambat konduksi
takikardia/flutter/fibrilasi infeksi, gagal jantung AV, konversi medik,
dekompensasi, infark elektroversi, ablasi
miokard kateter, antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, Pemeriksaan
kardiomiopati, laboratorium, tes
miokardits, latihan beban,
hipokalemia, pemeriksaan perfusi,
hipomagnesemia, angiografi koroner,
overdosis digitalis ICD
Iskemia/infark Penyakit jantung Ekokardiografi,
koroner troponin,
Angiografiikoroner,

7
revaskularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati Ekokardiografi,
hipertrofi, LBBB, angiografii korone
preexitas
Hipertrofi ventrikel kiri Hipertensi, Ekokardiografi,
penyakit katup aorta, doppler
kardiomiopati
hipertrofi
Blok atriovebtrikuler Infark miokard, Evaluasi penggunaan
Intoksikasi obat, obat, pacu jantung,
miokarditis, penyakit sistemik
sarkoidosis, Penyakit
Lyme

Mikrovoltase Obesitas, emfisema, Ekokardiograf,


efusi perikard, rontgen toraks
amiloidosis
Durasi QRS >0,12 detik Disinkroni elektrik Ekokardiograf, CRT-
dengan morfologi LBBB dan mekanik P, CRT-D
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter
Defbrillator CRT-P = Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker;
CRT-D = Cardiac Resynchronizaton Therapy-Defbrillator

2) Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal
jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru,
efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang
menyebabkan atau memperberat sesak nafas (Tabel 5). Kardiomegali
dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik (Dipiro,
2008).

8
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiograf, doppler
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis Ekokardiografi,
aorta, doppler
kardiomiopati
hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Edema intersitial Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
pengisian gagal jantung kiri
ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etologi
peningkatan tekanan nonkardiak (jika efusi
pengisian jika efusi banyak)
bilateral Infeksi paru,
pasca bedah/
keganasan
Garis kerley B Peningkatan tekanan Mitral stenosis/gagal
limfatik jantung kronik
Area paru hiperlusen Emboli paru atau Pemeriksaan CT,
emfsema Spirometri,
ekokardiografi
Infeksi paru Pneumonia sekunder Tatalaksana kedua
akibat kongesti paru penyakit:
gagal jantung dan
infeksi paru

9
Infiltrat paru Penyakit sistemik Pemeriksaan diagnostik
lanjutan

3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal
jantung adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit,
trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR),
glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan
laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis
atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan
gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia
ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal
sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan
diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone
(Dosh, 2004).
e. Terapi
1) Terapi non farmakologis
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai
beratnya keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat
badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari
rokok, olahraga teratur (FK UI, 2000).
2) Terapi farmakologis
a) Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer,
mengurangi gejala volume berlebihan seperti ortopnea dan
dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume plasma
selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja
jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload
agar tekanan darah menurun (Figueroa, 2006).

10
b) Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung
sedang sampai berat.
c) Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
d) Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung
menyebabkan penurunan volume distribusi.
e) Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan,
dilatasi pembuluh darah vena menyebabkan berkurangnya
preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena
(Goodman, 2006).

III. PERASAAN TERHADAP PENGALAMAN


Saya merasa senang mendapatkan pengalaman dan ilmu baru tentang
Congestive Heart Failure (CHF) karena kasus ini mungkin termasuk salah
satu kasus yang akan sering dijumpai ketika praktik nanti. Namun juga ada
perasaan sedih dan menyesal karena keadaan pasien tiba-tiba saja mengalami
perburukan setelah pasien pergi ke kamar mandi, sementara pada saat itu
belum ada terapi yang sempat diberikan kepada pasien karena keadaan IGD
yang sedang sangat ramai dan pada akhirnya pasien tidak terselamatkan. Dari
pengalaman ini, saya menjadi tahu bahwa kasus ini merupakan salah satu
kasus yang membutuhkan penanganan awal yang tepat dan pengawasan yang
baik, karena jika tidak akan memperburuk keadaan pasien.

IV. EVALUASI
Pada kasus CHF, pemberian oksigen pada awal kedatangan pasien
penting untuk dilakukan guna mengurangi keluhan sesak napas pada pasien.
Kemudian setelah mendapatkan penanganan awal tersebut pasien perlu
diberikan infus RL, furosemid 2x1 secara intravena, letonal 1x1/2 tab per-

11
oral, mini aspi 1x1 tab secara per-oral, injeksi omeprazole 1x1 intravena dan
digoxin 2x ½ tab secara per-oral. Selain terapi farmakologis, perlu juga
memberikan edukasi mengenai terapi non farmakologis pada pasien
V. ANALISIS
Keadaan pasien pada kasus ini memburuk karena tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat pada awal kedatangan pasien, meskipun pada saat
itu pasien datang dengan keadaan composmentis dan dalam keadaan sakit
yang sedang, namun baiknya tetap dilakukan penanganan awal kegawatan
pada pasien yaitu dengan pemberian oksigen untuk mengurangi keluhan
sesak napas pada pasien.
VI. KESIMPULAN
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal
jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri
dan sisi kanan. Terapi awal yang dapat diberikan adalah pemberian oksigen
baru dilanjutkan pemberian furosemid dan digoksin. Penderita dianjurkan
untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam,
mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis,
menghindari rokok, olahraga teratur

12
Daftar Pustaka

Bui, L.B., Horwich, T.B & Fonarow, G.C., 2011, Epidemiology and risk profile

of heart failure, Nature Reviews Cardiology, vol 8, 30-41

Arroll, B., Doughty, R. & Andersen V., 2010, Investigation and Management of

Congestive Heart Failure, BMJ, 341, 190-195

Cole, J.A., Norman, H., Weatherby, L.B. & Walker, A.M., 2006, Drug

Copayment and Adherence in Chronic Heart Failure: Effect on Cost and

Outcomes, Pharmacotherapy, 26 (8), 1157–1164

Dahlstrom, 2005, Frequent Noncardiac Comorbidities in Patients with Chronic

Heart Failure, Europe J, 7, 309-316

Davis, R.C., Hobbs, F.D.R. & Lip, G.Y.H., 2003, ABC of heart failure: History

and epidemiology, British Medical Journal, 320, 39-42

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. & Posey, L.M.,

2008, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,

New york: Appleton and Lange

Dosh, S.A., 2004, Diagnosis of Heart Failure in Adults, American Family

Physician, 70 (10), 2145-2152

Fakultas Kedokteran UI, 2000, Kardiologi; Gagal Jantung, In: Mansjoer, A.,

Triyanti, K., Savitri, R., Wardhan, W.I. & Setyowulan, W., edisi ketiga,

Kapita Kedokteran, Yogyakarta

Figueroa, M.S & Peters, J.I., 2006, Congestive Heart Failure: Diagnosis,

Pathophysiology, Therapy and Implication, Respiratory Care, 51 (4), 403-

412

13
Ganong, W.F., 2001, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20, diterjemahkan

oleh Widjajakusumah, D., 617-619, Jakarta, Buku Kedokteran EGC.

Gleadle, J., 2008, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta, Erlangga

Goodman, L.S & Gilman, A., 2006, Pharmacotherapy of Congestive Heart

Failure, In: Rocco, T.P & Fang, J.C, The Pharmacological Basis of

Therapeutics, edisi 11, New York: McGraw-Hill

14

Anda mungkin juga menyukai