Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN Tn.H.M.D DENGAN FRAKTUR DI RUANG DAHLIA RSUD. Dr.DORIS
SYLVANUS PALANGKARAYA

Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

OLEH :

RIRI PRAMITA
NIM. 20.300.0053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN Tn.H.M.D DENGAN FRAKTUR DI RUANG DAHLIA RSUD. Dr.DORIS
SYLVANUS PALANGKARAYA

Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

OLEH :

RIRI PRAMITA
NIM. 20.300.0053

Palangkaraya, 17 Desember 2020

Mengetahui,

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(…………………………) (DORMA SIMBOLON,S.Kep.Ners)


LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C.
dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang
diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing Suatu
keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Price 1985). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau
tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih
buruk dan bahkan kecacatan. Menurut Subroto Sapardan (RSCM dan RS Fatmawati
Jakarta, Februari- April 1974), Neglected Fracture adalah penanganan patah tulang
pada extremitas (anggota gerak) yang salah oleh bone setter (dukun patah), yang
masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Pada umumnya neglected fractur
terjadi pada orang yang berpendidikan dan berstatus sosio-ekonomi rendah.
Penanganan fraktur yang tidak tepat atau bahkan terabaikan tentu saja akan
memberikan progosis yang kurang baik bahkan kecatatan pada pasien sehingga
penting untuk diketahui lebih lanjut bagaimana fraktur , kejadian neglected fraktur
dan bagaimana penanganan fraktur yang semestinya.
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau
tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih
buruk bahkan kecacatan.
Berdasarkan pada beratnya kasus akibat dari penanganan patah tulang sebelumnya,
neglected fracture dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat :
1. Neglected derajat satu : Bila pasien datang saat awal kejadian maupun
sekarang,penangannya tidak memerlukan tindakan operasi dan hasilnya sama
baik.
2. Neglected derajat dua : Keadaan dimana apabila pasien datang sejak awal
kejadian, peanganannya tidak memerlukan tindakan operasi, sedangkan saat ini
kasusnya menjadi lebih sulit dan memerlukan tindakan operasi . setelah
pengobatan, hasilnya tetap baik.
3. Neglected derajat tiga : Keterlambatan menyebabkan kecacatan yang menetap
bahkan setelah dilakukan operasi. Jadi pasien datang saat awal maupun sekarang
tetap memerlukan tindakan operasi dan hasilnya kurang baik.
4. Neglected derajat empat : Keterlambatan disini sudah mengancam nyawa atau
bahkan menyebabkan kematian pasien. Pada kasus ini penanganannya
memerlukan tindakan amputasi.

Arief Darmawan menyebutkan bahwa neeglected fraktur adalah fraktur yang


penaganannya lebih dari 72 jam atau disebut sebagai kasus terlantar akibat
penaganan yang tidak tuntas baik dari tenaga medis ataupun dukun
a. Derajat 1. Fraktur yang telah terjadi antara 3 hari-3 minggu
b. Derajat 2 : fraktur yang telah terjadi antara 3 minggu- 3 bulan
c. Derajat 3 : fraktur yang telah terjadi antara 3 bulan – 1 tahun
d. Derajat 4. Fraktur yang telah terjadi lebih dari satu tahun.

Proses terjadinya fraktur alibat adanya Trauma, Trauma adalah kata lain untuk
cedera atau rudapaksa (Injury) yang dapat mencederai fisik maupun psikis. Penyebab
utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, cedera saat
olahraga, dan kecelakaan rumah tangga.

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI


A. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka
masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum
dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum
mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke
tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga
disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun
dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas
kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang
disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya
terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang
menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya
terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal
Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan
membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan
akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari
tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon
yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah.
Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang
memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa
menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast
merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit
adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel
penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang
tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks.
Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi,
oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain
itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang
menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400
ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan
Ignatavicius, Donna. D,1995).

Gambar Anatomi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan
hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan
kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang
keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006)
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang
koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang
(Price dan Wilson, 2006).
1) Tulang Koksa (tulang pangkal paha)
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di
depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang
pelvis.
2) Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian
pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi
yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna
femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor.
Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini
terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di
sebut dengan fosa kondilus.
3) Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) Merupakan
tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan
yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya
lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada
bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan
terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas
berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.
Gambar. Anatomi Tibia dan Fibula

4) Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)


Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri
dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus,
navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.
5) Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-
masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6) Falangus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri
dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu
jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang
bijian (osteum sesarnoid).

B. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang
terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis
(ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi
kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan
mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis
adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang.
Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan
diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa
pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula
(marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)

Gambar Jenis Fraktur tulang Femur.

II. FUNGSI TULANG


1. Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.
2. Tempat mlekatnya otot.
3. Melindungi organ penting.
4. Tempat pembuatan sel darah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral.
(Ignatavicius, Donna D, 1993)
III. ETIOLOGI
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.Kerusakan otot dan
jaringan akan menyebabkan perdarahan,edema dan hematoria. Lokasi retak mungkin
hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak
terjadi di sepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sepurna, sedangkan
fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap
(Digiulio,Jackson dan Keogh,2014)
Penyebab fraktur menurur Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan
menjadi :
a. Cidera Traumatik
Cidera traumatic pada tulang disebabkan oleh:
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu pukulan langsung pada tulang sehingga
tulang patah secara spontan, apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian
tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, Pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan
ekstensi (berjulur) dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan(Klavikula)
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak.
b. Fraktur Fatologik
Kerusakan tulang akibar proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan :
1. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2. Infeksi seperti ostemielitis (Radang tulang) dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul salah satu proses yang progresif(Perubahan cepat)
3. Rakhitis adalah tulang melunak atau melemah karena kekurangan vitamin D.
4. Secara spontan disebabkan oleh stres tulang yang terus menerus
IV. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito,
Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
Patofisiologi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka
tulang dapat pecah berkeping- keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada
ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen
fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang
kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian
proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat
bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar.
Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut),
atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan
lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu
sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen
tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati
dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi,
edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis
juga merupakan tahap penyembuhan tulang.
V. MANIFESTASI KINIS
Menurut Black dan Hawks (2010), Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan
manifestasi kilinis klien, Riwayat, pemeriksaan fisik dan temuan radiologi.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antaranlain :
1. Nyeri,
jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien, nyeri
rasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot,fragmen fraktur yang tertindih atau cidera pada struktur sekitarnya.
2. Perubahan bentuk (Deformitas)
Pembengkakkan dari perdarahan local dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur, spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional atau angulasi.Dibandingkan dengan sisi yang sehat,lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
3. Pembengkakan,
Edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
4. Memar,
memar dapat terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
5. Peningkatan temperatur local dan ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh
cidera yang terjadi
6. Pergerakan abnormal.dan Krepitasi, Manifestasi ini terjadi karena Gerakan dari
bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur.
7. Kehilangan fungsi, Hilangnya fungsiterjadi karena nyeri yang disebabkan oleh
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tulang yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cidera saraf.
8. Perubahan neurovaskuler
Cidera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskuler
yang terkait. Klien dapat mengeluh rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur.
9. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah , perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok
VI. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi

berdasarkan keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :

a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal


b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbukan dengan derajad
3 harus segera ditangani karena resiko infeksi.
B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
D. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
H. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

VII. FISIOLOGI PENYEMBUHAN TULANG


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang.
Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
A. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
B. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
C. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
D. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
E. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993).

VIII. KOMPLIKASI FRAKTUR


A. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan
yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi
pada fraktur.
7. Cidera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cidera dapat
menyebabkan cidera saraf. Perlu diperhatikan terdapatnpucat dan tungkai klien
yang sakit teraba dingin , ada perubahan pada kemampuan klien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai parestesia, atau adanya keluhan
nyeri yang meningkat.

B. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan suplai darah ke tulang.
2. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3. Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring Malunion
dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
4. Kaku sendi atau artritis
Setelah cidera atau imobilisasi jangka Panjang, kekakuan sendi dapat terjadi
dandapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan ligament, atau atrofi otot.
Latihan gerak sendi fasif untuk menurunkan resiko kekakuan sendi.
5. Nekrosis avascular
Nekrosis avascular dari kepala femur terjadi utamanya pada fraktur di
proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi local.
Oleh karena itu untuk ,menghindari terjadinya nekrosis vascular, dilakukan
pembedahan secepatnya untuk memperbaiki tulang setelah terjadinya fraktur.
6. Penyatuan terhambat
Penyatuan terhambat terjadi Ketika penyembuhan melambat tetapi tidak benar-
benar berhenti. Mungkin karena adanya distraksi pada fragmen fraktur atau
adanya penyebab sistemik seperti infeksi.

IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


A. Pemeriksaan Radiologi
1. X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan lunak. Tipis
tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction. Sela sendi serta bentuknya
arsitektur sendi.
2. Tomografi, Scan tulang/San CT.MRI : Untuk memperlihatkan fraktur lebih
jelas, mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak, menggambarkan tidak
satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada
kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu
struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
6. Anteriogram dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
7. Hitung darah lengkap, Hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan, selain itu peningkatan leokosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
C. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

A. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif.
Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif
selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
A.Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin
traksi adalah 5 Kg.
-

Gambar GIPS lengan Pendek

B. Cara operatif di lakukan apabila:


1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi  akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal
Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan
reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi
atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal.
Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan
teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan
logam yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada
fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler
24 minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
 Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
 Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
 Memantau status neurologi.
 Mengontrol kecemasan dan nyeri
 Latihan isometrik dan setting otot
 Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
 Kembali keaktivitas secara bertahap.

Gambar Fiksasi/sekrup
Gambar Fiksasi Internal Dan Fiksasi Eksternal
B. Asuhan Keperawatan Fraktur

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi lima tahap yaitu

pengkjian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian :
a. Anamnesis
1). Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis (Padila,
2012).
2). Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien
juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan menurut Padila (2012) :
a). Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
b). Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk

c). Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d). Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit memepengaruhi kemampuan fungsinya.

e). Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari


3). Riwayat penyakit sekarang

4). Riwayat penyakit dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang (Padila, 2012).
5). Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetic ( Padila,2012)
6). Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari (Padila, 2012).
7). Pola-pola
a). Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadi kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
menggangu metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melaksanakan
olahraga atau tidak (Padila, 2012).
b). Pola nutrisi dan metabolisme

Insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau

ketoasidosis), malnutrisi termasuk obesitas, membran mukosa kering

karena pembatasan pemasukan atau periode post puasa (Doenges


dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010). Pada klien fraktur harus

mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti

kalsium, zat besi, protein, vitamin untuk membantu proses

penyembuhan tulang dan pantau keseimbangan cairan (Padila, 2012).

c). Pola eliminasi


Pantau pengeluaran urine frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah apakah terjadi retensi urine. Retensi urine dapat disebabkan
oleh posisi berkemih yang tidak alamiah, pembesaran prostat dan
adanya tanda infeksi saluran kemih Kaji frekuensi, konsistensi, warna,
serta bau feses.
d). Pola tidur dan istirahat
Klien akan merasakan nyeri, keterbatasan gerak sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(Padila, 2012). Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan, peka
terhadap rangsang, stimulasi simpatis.
e). Pola aktivitas
Timbulnya nyeri, keterbatasan gerak maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
(Padila, 2012).

f). Pola hubungan dan peran


Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena
klien harus menjalani rawat inap (Padila, 2012).
g). Persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien adalah rasa takut akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal dan pandangan dirinya yang salah (Padila, 2012).
h). Pola sensori dan kognitif
Klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian fraktur,
sedangkan pada indera yang lainnya tidak timbul gangguan begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan (Padila, 2012).
i). Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri. Selain itu, klien
juga perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya (Padila, 2012).
j). Pola penanggulangan stress
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple
seperti masalah finansial, hubungan, gaya hidup (Doenges dalam
Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).

k).Timbul kecemasan akan kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien biasanya tidak efektif (Padila,

2012).

l). Pola tata nilai dan keyakinan


Klien tidak dapat melakukan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi (Padila, 2012).

a. Pemeriksaan fisik menurut Suratun dkk (2008) antara lain :


1) . Keadaan umum :
a). Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b). Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan

dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang

keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis

atau batuk dan merokok.

c). Pantau keseimbangan cairan


d). Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,
konfusi, dan gelisah)
e). Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis

biasanya timbul selama minggu kedua) dan tanda vital

f). Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri

tekan, panas, kemerahan, dan edema pada betis

g). Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku,

dan tingkat kesadaran

h). Kaji kemungkinan komplikasi paru dan jantung : observasi

perubahan frekuensi frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu

tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya

j). Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan

merokok.

2). Secara sistemik menurut Padila (2012) antara lain:


a). Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
edema, nyeri tekan.
b). Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c). Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada
d). Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e). Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f). Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
g). Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h). Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i). Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
j). Paru
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronkhi
k). Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak ada mur-mur

l). Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m). Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.
o). Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah

merembes atau tidak.

3). Tindakan Kolaborasi Perawat


Penggunaaan antikoagulasi, steroid, dan antibiotik, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgetik, anti inflamasi, anti koagulan.. Penggunaan alkohol (resiko akan
kerusakan ginjal yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia dan
juga potensial penarikan diri post operasi (Doenges dalam Jitowiyono
dan Kristiyanasari, 2010).
4). Pemeriksan Diagnostik menurut Istianah (2017) antara lain:
a). Pemeriksaan Radiologi
- X-Ray
- Tomografi, Scan tulang/San CT.MRI
- Myelografi
- Arthrografi
- Computed Tomografi-Scanning
- Anteriogram
- Hitung darah lengkap
b). Pemeriksaan Laboratorium
- Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
- Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
- Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c). Pemeriksaan lain-lain
- Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas
- Biopsi tulang dan otot
- Elektromyografi
- Arthroscopy: Indium Imaging dan MRI
POHON MASALAH

Trauma pada radius ulna Dislokasi radius ulna dan


siku

Open fraktur radius ulna Close fraktur radius ulna

Spasme otot gerakan fragmen Prock entree Kerusakan neuromuskuler


tulang cedera jaringan lunak
nyeri / ketidaknyamanan
trauma jaringan
terapi immobilisasi

Perubahan sirkulasi
emboli lemak
Nyeri, koping individu Kerusakan integritas kulit Ketidakmampuan
tidak efektif (kecemasan) menggerakkan lengan bawah
penurunan kekuatan otot
Resiko tinggi infeksi

Kurang terpajan informasi Kurang pengetahuan tentang


salah interprestasi prognosis / kebutuhan - kerusakan mobilitas fisik.
pengobatan - defisite perawatan.
- resiko tinggi trauma

X. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri berhubungan dengan Agen Injury fisik (fraktur)
2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, tekanan
dan disuse
3. Kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan
menjalankan aktivitas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma
5. Kerusakan mobilitas fisik
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan pengobatan berhubungan
dengan Kurang terpajan Informasi

XIII. Perencanaan
Diagnosa NOC/Tujuan NIC/Intervensi Rasional
Keperawatan
Nyeri akut b/d Setelah Manajemen nyeri
Pain manajemen
agent injury dilakukan yang diberikan
fisik (fraktur) tindakan - Kaji kondisi nyeri diharapkan
perawatan - Observasi respon non menekan

selama 2 x 24 verbal stimulus/rangsangan


jam nyeri akut ketidaknyamanan. terhadap nyeri
dapat diatasi - Gunakan komunikasi sehingga nyeri
dengan kriteria: teraupetik pasien berkurang.
NOC : - Evaluasi pengalaman

-Tingkatkan nyeri pasien

nyeri, kontrol - Kontrol lingkungan.

nyeri, tingkat - Meminimalkan faktor

kenyamanan pencetus nyeri

-Efek distruptive - Ajarkan teknik non

Clien outcome : farmakologi

-Skala nyeri - Tingkatkan

menurun istirahat/tidur

-Klien merasa - Pastikan pasien

nyaman menerima analgetik

-Kecukupan - Monitor pemberian

istirahat dan analgesik. Memberikan


tidur. pengobatan akan
Manajemen medikasi
-kemampuan menekan stimulasi
- Tentukan obat yang
aktivitas terhadap nyeri
ditentukan sesuai
sehingga nyeri
dengan order.
berkurang
- Monitor efeksivitas
pengobatan
- Monitor tanda-tanda
toxisitas.
- Jelaskan pada pasien
kerja dan efek obat.
- Ajarkan pasien
memperhatikan aturan
pengobatan.
Resiko Cidera Setelah Menurunkan
Penkes proses penyakit
dilakukan ketegangan otot dan
tindakan - Kaji tingkat memfokuskan

perawatan Pengetahuan pasien kembali perhatian

selama 1 x 24 tentang Fraktur pasien


jam cidera dapat - Jelaskan patofisiologi

dihindari dengan fraktur

kriteria: - Jelaskan tanda, gejala

NOC : dan diskusikan terapi

Status yang diberikan.

keselamatan
Manajemen Lingkungan
Injuri fisik
- Batasi pengunjung
Client outcome :
- Pertahankan
- Bebas
kebersihan tempat
dari cidera
tidur.
- Pencega
- Atur posisi paien yang
han Cidera
nyaman

Kurang Setelah Bantuan perawatan


perawatan diri dilakukan diri dapat
Memberikan posisi
b/d kerusakan tindakan membantu klien
yang nyaman unuk
muskuloskeletal perawatan dalam beraktivitas
Klien:
selama 5 x 24 dan melatih pasien
- Berikan posisi yang
jam terjadi untuk beraktivitas
aman untuk pasien
peningkatan self kembali.
dengan meningkatkan
care dengan
obsevasi pasien, beri
kriteria:
pengaman tempat tidur
NOC :
- Periksa sirkulasi
Perawatan diri :
periper dan status
ADL
Client outcome: neurologi
- Pasien dapat - Menilai ROM pasien
melakukan - Menilai integritas kulit
aktivitas pasien.
- Kebersihan - Libatkan banyak orang
diri pasien dalam memidahkan
terpenuhi pasien, atur posisi

Bantuan perawatan diri


- Monitor kemampuan
pasien terhadap
perawatan diri
- Monitor kebutuhan
akan personal hygiene,
berpakaian, toileting
dan makan
- Beri bantuan sampai
pasien mempunyai
kemapuan untuk
merawat diri
- Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
- Anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
- Pertahankan aktivitas

Resiko infeksi Setelah perawatan diri secara Meminimalkan

dilakukan rutin invasi


tindakan mikroorganisme
Kontrol infeksi
perawatan penyebab infeksi
- Batasi pengunjung
selama 4 x 24
jam infeksi - Pertahankan
dapat dicegah kebersihan lingkungan
dengan kriteria - Ajarkan pasien teknik
NOC : cuci tangan.
- Status imun - Cuci tangan sebelum
- Kontrol dan sesudah kontak
infeksi dengan pasien.
- Kontrol - Gunakan teknik steril
resiko dalam perawatan luka.
Client outcome: - Kelola antibiotik
- bebas tanda sesuai order
infeksi - Pertahankankan intake
- Sel darah nutrisi dan cairan.
putih dalam - Jelaskan tanda-tanda
batas normal dan gejala infeksi

Pencegahan infeksi
Mencegah adanya
- Monitor tanda infeksi infeksi lanjutan
- Monitor hasil Lab.
- Jelaskan pada pasien

Kerusakan Setelah cara pencegahan

mobilitas fisik dilakukan infeksi

b/d kerusakan tindakan


Monitor vital sign
musculoskeletal perawatan
selama 5 x 24 Terapi ambulasi Melatih latihan
jam mobilitas - Konsultasi dengan gerak ekstremitas
fisik dapat terapi untuk pasien serta
ditingkatkan perencanaan ambulasi mencegah adanya
dengan kriteria: - Latih pasien ROM kontraktur sendi dan
NOC : sesuai kemampuan atropi otot
- Ambulasi : - Ajarkan pasien
- Tingkat berpindah tempat
mobilisasi - Monitor kemampuan
- Perawatan ambulasi pasien
diri
Client outcome :
Pendidikan kesehatan
-Peningkatan
aktivitas fisik - Jelaskan pada pasien
pentingnya ambulasi
dini

Kurang Setelah - Jelaskan pada pasien Menambah

pengetahuan dilakukan tahap ambulasi pengetahuan klien


tentang kondisi tindakan dan keluarga
prognosis dan perawatan khususnya tentang
pengobatan b/d selama 1 x 24 Penkes proses penyakit penyakit yang
Kurang terpajan jam diharapkan - Kaji tingkat dialami klien saat
Informasi klien Pengetahuan Klien dan ini (Fraktur Radius
mengutarakan keluarga tentang Sinistra)
pemahaman Fraktur
tentang kondisi, - Jelaskan patofisiologi
efek prosedur fraktur
dan proses - Berikan penjelasan
pengobatan pada klien dan
kriteria: keluarga tetang
NOC : penyakit dan
Perubahab pola kondisinya saat ini
Pikir dan - Jelaskan tanda, gejala
pengetahuan dan diskusikan terapi
klien dan yang diberikan.
keluarga - Anjurkan pada klien
NOC: dan keluarga untuk
Client outcome : memperhatikan asupan
- Klien gizi dan pola hidup
dan keluarga sehat,
mengerti
dengan
penyakit yang
dialami klien
- Klien
Kooperatif
saat dilakukan
Tindakan
- Memulai
perubahan
tentang
Kesehatan
dan gaya
hidup

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Sylvia Price, 2013, Pathofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit,


Jakarta: EGC.

Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 2014.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 2014.

Brunner & Suddart, 2015, Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, EGC, Jakarta

Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta,
2017.

Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta,
2019.

Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, W.B.


Saunder Company, 2019.

Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI,
Jakarta, 2017.

NANDA, 2005 – 2006, Nursing Diagnosis : Definitions and Classifications, Philedelphia,


USA

Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 2017.

Palangka Raya, 17 Desember 2020


Mengetahui Preseptor Klinik

DORMA SIMBOLON,S.Kep.Ners

Anda mungkin juga menyukai