ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN Tn.H.M.D DENGAN FRAKTUR DI RUANG DAHLIA RSUD. Dr.DORIS
SYLVANUS PALANGKARAYA
OLEH :
RIRI PRAMITA
NIM. 20.300.0053
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN Tn.H.M.D DENGAN FRAKTUR DI RUANG DAHLIA RSUD. Dr.DORIS
SYLVANUS PALANGKARAYA
OLEH :
RIRI PRAMITA
NIM. 20.300.0053
Mengetahui,
DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C.
dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang
diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing Suatu
keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Price 1985). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau
tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih
buruk dan bahkan kecacatan. Menurut Subroto Sapardan (RSCM dan RS Fatmawati
Jakarta, Februari- April 1974), Neglected Fracture adalah penanganan patah tulang
pada extremitas (anggota gerak) yang salah oleh bone setter (dukun patah), yang
masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Pada umumnya neglected fractur
terjadi pada orang yang berpendidikan dan berstatus sosio-ekonomi rendah.
Penanganan fraktur yang tidak tepat atau bahkan terabaikan tentu saja akan
memberikan progosis yang kurang baik bahkan kecatatan pada pasien sehingga
penting untuk diketahui lebih lanjut bagaimana fraktur , kejadian neglected fraktur
dan bagaimana penanganan fraktur yang semestinya.
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan atau
tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih
buruk bahkan kecacatan.
Berdasarkan pada beratnya kasus akibat dari penanganan patah tulang sebelumnya,
neglected fracture dapat diklasifikasikan menjadi 4 derajat :
1. Neglected derajat satu : Bila pasien datang saat awal kejadian maupun
sekarang,penangannya tidak memerlukan tindakan operasi dan hasilnya sama
baik.
2. Neglected derajat dua : Keadaan dimana apabila pasien datang sejak awal
kejadian, peanganannya tidak memerlukan tindakan operasi, sedangkan saat ini
kasusnya menjadi lebih sulit dan memerlukan tindakan operasi . setelah
pengobatan, hasilnya tetap baik.
3. Neglected derajat tiga : Keterlambatan menyebabkan kecacatan yang menetap
bahkan setelah dilakukan operasi. Jadi pasien datang saat awal maupun sekarang
tetap memerlukan tindakan operasi dan hasilnya kurang baik.
4. Neglected derajat empat : Keterlambatan disini sudah mengancam nyawa atau
bahkan menyebabkan kematian pasien. Pada kasus ini penanganannya
memerlukan tindakan amputasi.
Proses terjadinya fraktur alibat adanya Trauma, Trauma adalah kata lain untuk
cedera atau rudapaksa (Injury) yang dapat mencederai fisik maupun psikis. Penyebab
utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan industri, cedera saat
olahraga, dan kecelakaan rumah tangga.
B. Tulang Panjang
Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan
sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang
terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis
(ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi
kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan
mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis
adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang.
Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan
diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa
pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula
(marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993)
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka
tulang dapat pecah berkeping- keping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada
ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen
fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang
kuat bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian
proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat
bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar.
Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut),
atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan
lunak. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu
sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen-fragmen
tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati
dan menciptakan respon peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi,
edema, nyeri, kehilangan fungsi, eksudasi plasma dan leukosit. Respon patofisiologis
juga merupakan tahap penyembuhan tulang.
V. MANIFESTASI KINIS
Menurut Black dan Hawks (2010), Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan
manifestasi kilinis klien, Riwayat, pemeriksaan fisik dan temuan radiologi.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antaranlain :
1. Nyeri,
jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien, nyeri
rasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena
spasme otot,fragmen fraktur yang tertindih atau cidera pada struktur sekitarnya.
2. Perubahan bentuk (Deformitas)
Pembengkakkan dari perdarahan local dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur, spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas
rotasional atau angulasi.Dibandingkan dengan sisi yang sehat,lokasi fraktur dapat
memiliki deformitas yang nyata.
3. Pembengkakan,
Edema dapat muncul segera sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
4. Memar,
memar dapat terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
5. Peningkatan temperatur local dan ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh
cidera yang terjadi
6. Pergerakan abnormal.dan Krepitasi, Manifestasi ini terjadi karena Gerakan dari
bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur.
7. Kehilangan fungsi, Hilangnya fungsiterjadi karena nyeri yang disebabkan oleh
fraktur atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tulang yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cidera saraf.
8. Perubahan neurovaskuler
Cidera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskuler
yang terkait. Klien dapat mengeluh rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba
nadi pada daerah distal dari fraktur.
9. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah , perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok
VI. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi
A. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif.
Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif
selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
A.Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin
traksi adalah 5 Kg.
-
Gambar Fiksasi/sekrup
Gambar Fiksasi Internal Dan Fiksasi Eksternal
B. Asuhan Keperawatan Fraktur
1. Pengkajian :
a. Anamnesis
1). Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomer register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis (Padila,
2012).
2). Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien
juga akan kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan menurut Padila (2012) :
a). Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri
b). Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk
c). Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
d). Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
2012).
keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis
g). Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah laku,
j). Kaji pernafasan : infeksi, kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.
l). Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
m). Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air
besar.
o). Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah
Perubahan sirkulasi
emboli lemak
Nyeri, koping individu Kerusakan integritas kulit Ketidakmampuan
tidak efektif (kecemasan) menggerakkan lengan bawah
penurunan kekuatan otot
Resiko tinggi infeksi
XIII. Perencanaan
Diagnosa NOC/Tujuan NIC/Intervensi Rasional
Keperawatan
Nyeri akut b/d Setelah Manajemen nyeri
Pain manajemen
agent injury dilakukan yang diberikan
fisik (fraktur) tindakan - Kaji kondisi nyeri diharapkan
perawatan - Observasi respon non menekan
menurun istirahat/tidur
keselamatan
Manajemen Lingkungan
Injuri fisik
- Batasi pengunjung
Client outcome :
- Pertahankan
- Bebas
kebersihan tempat
dari cidera
tidur.
- Pencega
- Atur posisi paien yang
han Cidera
nyaman
Pencegahan infeksi
Mencegah adanya
- Monitor tanda infeksi infeksi lanjutan
- Monitor hasil Lab.
- Jelaskan pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 2014.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensen’s Medikal Nursing : A Nursing Process
Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 2014.
Brunner & Suddart, 2015, Keperawatan Medical Bedah, Edisi 8, EGC, Jakarta
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta,
2017.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta,
2019.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius FKUI,
Jakarta, 2017.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 2017.
DORMA SIMBOLON,S.Kep.Ners