FRAKTUR CRURIS
Disusun Oleh:
Arya Andika Saputra, S.Kep
11194692010061
Menyetujui,
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Program Studi Profesi Ners
A. ANATOMI FISIOLOGI
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan
dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar
anatomi tulang manusia :
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang
rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan
suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik
(terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi
sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price
dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa,
tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson,
2006).
1. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang panggul,
letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk
sebagian besar tulang pelvis.
2. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah
dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter
minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat
lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan
fosa kondilus. c. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
3. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung. Ujung atas
memperlihatkan adanya kondil medial dan lateral. Kondilkondil ini merupakan
bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan superiornya
memperlihatkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam formasi
sendi lutu. Permukaan-permukaan tersebut halus dan diatas permukaannya yang
terdapat tulang rawan semilunar (setengah bulan) yang membuat permukaan
persendian lebih dalam untuk penerimaan kondil femur (Wibowo Daniel, 2013).
Tulang Fibula adalah tulang betis yang berada disebelah lateral tungkai bawah.
Ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian belakang sebelah luar
dari tibia tapi tidak ikut dalam formasi lutut. Ujung bawah memanjang menjadi
maleolus lateralis. Seperti tibia, arteri yang memperdarahinya adalah arteri tibialis
posterior. Dan otot-otot yang terdapat pada daerah betis adalah msukulus
gastroknemius dan muskulus soleus pada sisi posterior serta muskulus peroneus
dan tibialis anterior pada sisi anterior. Nervus peroneus dan tibialis juga
mempersarafi daerah sekitar tulang fibula ini (Pearce Evelyn C, 2013)
4. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh
sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu
sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.
5. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
6. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-
masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia
bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut
tulang bijian (osteum sesarnoid).
B. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam Wijaya dan putri, 2013).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price
dan Wilson, 2006).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan
kaki (Muttaqin, 2008)
Fraktur pada tibia dan fibula yang sering disebut fraktur cruris merupakan fraktur
yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum
yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit
sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada
langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.
D. ETIOLOGI
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur cruris adalah :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
E. PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma
dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman
seperti nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi
dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolic,
patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka
maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan
fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :
1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya pembuluh
darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini terhadap
kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontriksi progresif dari
kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume
darah yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output
jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan pembuluh
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi
(pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-
hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya
syok, termasuk histamin, bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan
sitokin-sitokin lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk
fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia
jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Pathway
Fraktur Cruris
Risiko syok
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi fraktur cruris menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
2. Setelah terjadi fraktur cruris, ekstremitas bawah tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat fraktur. Fraktur sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
6. Terganggunya aktivitas fungsional yang menggunakan tungkai seperti berjalan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
1. Radiologi: Foto AP dan Lateral Cruris
2. X-Ray: Menentukan lokasi dan eksistensi fraktur untuk menghindari nyeri
3. Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap
H. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
1. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi
yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang berlebihan
didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
5. Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
6. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
7. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau nekrosis iskemia.
I. PENATALAKSANAAN
Penatakansanaan fraktur cruris menurut Masjoer (2003), adalah sebagai berikut:
1. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru
periksa patah tulang.
2. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah kompikasi
3. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan pemantauan
neurocirculatory pada daerah yang cedera adalah:
- Merabah lokasi apakah masih hangat
- Observasi warna
- Menekan pada kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada lokasi cedera
- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri.
- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
4. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
5. Mempertahankan kekuatan kulit
6. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake protein 150-300
gr/hari.
7. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh.
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti
terbakar, berdenyut atau menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit
menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa
berdasarkan skala nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan,
degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekirat yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit
dan kesemutan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b/d agen pencidera fisik
b. Gangguan Mobilitas Fisik b/d fraktur
c. Risiko Syok b/d perdarahan
d. Risiko Infeksi b/d tindakan infasif
e. Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d penyumbatan pembuluh darah
3. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Nyeri akut b/d Setalah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
agen pencendera keperawatan dalam 1x24 Observasi
fisik jam diharapkan Nyeri dapat - Identifikasi lokasi,
(D. 0077) teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil: frekuensi, kualitas dan
Tingkat Nyeri (L.08066) intensitas nyeri
Keluhan nyeri, dari - Identifikasi respon non
sedang (3) ke menurun verbal
(5) - Identifikasi faktor yang
Meringis, dari sedang memperberat dan
(3) ke menurun (5) memperingan nyeri
Gelisah, dari sedang (3) - Monitor keberhasilan
ke menurun (5) terapi yang sudah
Pola tidur, dari cukup dilakukan
buruk (2) ke cukup Terapeutik
membaik (4) - Berikan tehnik non
farmakologis dalam
melakukan penanganan
nyeri
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
priode dan pemicu nyeri
- Ajarkan strategi
meredakan nyeri
- Mengajarkan dan
menganjurkan untuk
memonitor nyeri secara
mandiri
- Mengajarkan tehnik non
farmakologis yang tepat
Kolaborasi
- Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
jika perlu
Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Dukungan Mobilisasi
Mobilitas Fisik b/d keperawatan selama 3x24 (I.05173)
Penurunan jam, diharapkan gangguan Observasi
Kekuatan Otot mobilitas fisik teratasi - Identifikasi adanya nyeri
(D.0054) dengan kriteria hasil : atau keluahan fisik
Mobilitas Fisik (L.05042) - Identifikasi toleransi fisik
Pergerakan ekstremitas, melakukan pergerakan
dari sedang (3) ke - Monitor frekuensi jantung
meningkat (5) dan tekanan darah
Kekuatan otot, dari sebelum memulai
sedang (3) ke mobilisasi
meningkat (5) - Monitor kondisi umum
Rentang gerak, dari selama melakukan
sedang (3) ke mobilisasi
meningkat (5) Terapeutik
Kaku sendi, dari sedang - Fasilitasi aktifitas
(3) ke menurun (5) mobilisasi dengan alat
Kelemahan fisik, dari bantu
- Fasilitasi melakukan
sedang (3) ke menurun (5)
pergerakan, (jika perlu)
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan, (mis. Duduk
di tempat tidur, duduk di
sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke
kursi)
Risiko Infeksi b/d Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan Infeksi
efek prosedur keperawatan selama 3x24 (I.14539)
invasif jam, diharapkan risiko Observasi
(D.0142) infeksi teratasi dengan - Monitor tanda dan gejala
kriteria hasil: infeksi local dan sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
Demam, dari sedang (3) - Batasi jumlah
ke menurun (5) pengunjung
Kemerahan, dari - Berikan perawatan kulit
sedang (3) ke menurun pada area edema
(5) - Cuci tangan sebelum dan
Nyeri, dari cukup sesudah kontak dengan
meningkat (2) ke pasien dan lingkungan
menurun (5) pasien
Bengkak, dari sedang - Pertahankan teknik
(3) ke menurun (5) aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar
- Ajarkan etika batuk
- Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Risiko syok b.d Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan Syok
perdarahan keperawatan selama 1x24 (1.02068)
(D.0039) jam, diharapkan risiko syok Observasi
teratasi dengan kriteria - Monitor tanda dan
hasil: gejala syok
Tingkat syok (L.03032) - Monitor status
Tingkat kesadaran, dari kardiopulmonal
sedang (3) ke (frekuensi nadi,TD)
meningkat (5) - Monitor status cairan
Saturasi oksigen, dari (turgpr kulit, crt)
sedang (3) ke - Monitor status
meningkat (5) oksigenasi (oksimetri
Akral dingin, dari nadi)
sedang (3) ke menurun Terapeutik
(5) - Berikan oksigen untuk
Tekanan darah sistolik, mempertahankan
dari sedang (3) ke saturasi oksigen >94%
membaik 5) - Pasang jalur IV, jika
Tekanan darah diastolik, perlu
dari sedang (3) ke Edukasi
membaik 5) - Jelaskan
penyebab/faktor resiko
syok
- Jelaskan tanda gejala
awal syok
- Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda gejala awal syok
- Anjurkan meningkatkan
asupan cairan dan
nutrisi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
tranfusi darah, antiinflamasi,
jika perlu
Perfusi Perifer Setelah dilakukan Tindakan Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif b/d keperawatan selama 1x24 (1.14569)
jam, diharapkan Perfusi Observasi
penyumbatan
perifer tidak efektif teratasi - Periksa sirkulasi perifer
pembuluh darah dengan kriteria hasil: - Indentifikasi faktor risiko
(D.0009) Perfusi Perifer (L.02011) - Monitor panas,
Denyut nadi perifer, dari kemerahan, nyeri, atau
sedang (3) ke bengkak pada
meningkat (5) ekstremitas
Penyembuhan luka, dari Terapeutik
sedang (3) ke - Hindari pemasangan
meningkat (5) infus atau pengambilan
Warna kulit pucat, dari darah diarea
sedang (3) ke menurun keterbatasan perfusi
(5) - Hindari pengukuran
Tekanan darah sistolik, tekanan darah diarea
dari sedang (3) ke keterbatasan perfusi
membaik 5) - Lakukan pencegahan
Tekanan darah diastolik, infeksi
dari sedang (3) ke - Lakukan hidrasi
membaik 5) Edukasi
- Anjurkan berhenti
merokok
- Anjurkan berolahraga
rutin
- Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
- Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi
Daftar Pustaka
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan kedua puluh Sembilan.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2013. p. 141-142.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah (Keperawatan Dewasa).
Bengkuli : Numed